Aku duduk di atas ranjang yang tidak begitu empuk dengan segelas air hangat di tanganku. Kuedarkan pandanganku ke sekeliling ruangan ini. Di ranjang lain terbaring lemas seorang siswi yang sepertinya habis pingsan.
Di samping ranjangnya, duduk seorang wanita bertubuh pendek dan gempal. Wanita itu adalah petugas UKS lain yang menggantikan jadwal jaga bu Herlina karena dia berhalangan untuk hadir di sekolah.
"Tadi kamu ada sarapan?" tanya petugas UKS tersebut kepada siswi itu.
Siswi itu menggelengkan kepalanya dengan lemah. Petugas UKS itu pun menghembuskan napas panjang. Dia menceramahi siswi itu mengenai pentingnya sarapan dan menyuruhnya untuk makan setelah keluar dari ruang UKS.
Setelah puas berceramah, wanita berbadan gempal itu mengalihkan pandangannya dari siswi itu ke arahku. "Kalau kamu, apa kamu sering sesak?"
"Iya, Bu," jawabku.
Lawan bicaraku bangkit dari kursi lalu berjalan menghampiriku sambil menyeret kursi yang tadi didudukinya
Bunyi peluit yang nyaring tertangkap oleh telingaku. Aku dan siswi-siswi lainnya pun berhenti bergerak dan menoleh ke arah sumber bunyi, guru PENJAS. Pria itu berdiri di tepi lapangan sambil melihat jam tangan yang melingkar pada pergelangan tangan kirinya."Waktu habis! Pemenangnya adalah grup Christina dengan skor 8:4!" ujar pak guru.Suara sorak sorai dari murid laki-laki mulai terdengar. Mereka bersorak kepada grup yang menang dan mengabaikan grup yang kalah. Christina, sebagai pemain yang mencetak paling banyak goal pun berselebrasi dengan meriah."Kamu hebat, Christie!" puji Celestine yang menyebut nama Christina dengan nama kecilnya.Celestine dan anggota gengnya mengangkat tubuh Christina dan melemparnya ke atas berulang kali. Karena tubuh Christine yang kecil, dia jadi ringan untuk diangkat dan dilempar seperti itu.Aku mengalihkan pandanganku dari kelima siswi itu lalu melangkahkan kakiku keluar dari lapangan dengan langkah lesu. Aku tida
Saat aku sedang menikmati bekalku sambil melihat pemandangan dari atap sekolah, tiba-tiba ada yang mendorong punggungku dari belakang. Kotak bekalku pun terlepas dari tanganku dan terjun bebas ke bawah.Terdengar bunyi benda jatuh saat kotak bekalku mendarat di atas permukaan datar yang keras. Sontak aku melihat ke bawah dan mendapti kotak bekalku terbalik di atas kanopi beton. Kuhela napas lega saat mengetahui kotak bekalku tidak langsung jatuh ke dasar.Kugenggam erat pagar beton yang tingginya hanya sepinggangku. 'Untung saja ada kanopi. Kalau tidak, kotak bekalku pasti akan pecah karena jatuh dari ketinggian 4 lantai.'Karena terlalu fokus pada keadaan kotak bekalku, aku jadi lupa dengan orang yang sudah mengagetkanku sehingga membuatku menjatuhkan kotak bekalku. Orang memanggil namaku untuk menarik perhatianku."Freya~ Kamu lagi melamunkan apa sih? Daritadi dipanggil tidak nyaut," tanyanya.Aku pun membalikkan badanku, menghadap ke arah lawan
Mendengar suara lelaki dewasa yang berteriak kepadaku, sontak aku menghentikan kegiatanku dan menoleh ke arah sumber suara. Kulihat seorang guru berseragam cokelat berdiri di ambang pintu yang berjarak cukup jauh dari tempatku berdiri.Pria itu berlari ke arahku walaupun tubuhnya sudah tidak sebugar saat dia lebih muda. "Ayo naik ke sini! Di sana berbahaya, Nak!"Aku pun menuruti perintahnya. Aku memanjat tembok yang tingginya hanya sepinggangku dan beranjak dari atas kanopi. Pak guru yang mengkhawatirkanku pun membantuku turun dari tembok yang kupanjat dan bertanya kepadaku."Apa yang kamu lakukan di sana? Kamu tahu tidak seberapa kagetnya saya melihat kamu berdiri di atas kanopi? Itu berbahaya, tahu!" Dia memborbardir aku dengan pertanyaan-pertanyaan dan teguran."Maaf, Pak, saya hanya mau mengambil kotak bekal saya yang jatuh," jawabku sambil memperlihatkan kotak makan berbahan plastik di tanganku.Pak guru menggeleng-gelengkan kepalanya setelah
Aku duduk di sofa yang empuk, bersama dengan siswi-siswi lain yang ikut ke sini denganku. Seorang pria berkepala plontos berdiri di depan kami sambil menyilangkan tangannya di dada. Guru yang mengantar kami ke sini pun sudah tidak terlihat lagi batang hidungnya."Jadi, kalian merundung Freya lagi?" tanya pak Yeremia kepada geng Celestine setelah mendengarkan detail kejadian yang terjadi di WC perempuan lantai 3."Iya, Pak," jawab Celestine sambil memperhatikan kukunya yang pendek.Kelima siswi itu sukses membuatku menggeleng-gelengkan kepalaku. Mereka sama sekali tidak memperlihatkan sikap hormat kepada guru BK di depan kami. Mentang-mentang orang tua mereka menyogok pak Yeremia, mereka bisa bersikap seperti bos di hadapan guru itu.Kualihkan pandanganku ke arah pak Yeremia yang tampak tak masalah dengan sikap tidak sopan geng Celestine. Pria berkepala plontos itu hanya menatap mereka dalam diam dan tidak menegur mereka karena merundungku lagi.Aku
Aku menghentikan langkahku saat melihat geng Celestine berdiri menghalangi tangga turun. Kubalikkan badanku ke kanan dan berjalan ke arah yang berlawanan dengan mereka. Untung saja bangunan ini memiliki dua pasang tangga yang bisa dipakai.Kulangkahkan kakiku dengan cepat menuju tangga turun yang berada tepat di samping kelas sebelah. 'Kalian pikir kalian bisa mencegatku? Seharusnya kalian menjaga kedua tangga supaya aku tidak bisa kabur ke tangga lain.'Sesekali aku menengok ke belakang untuk memeriksa apakah mereka mengejarku atau tidak. Kulihat kelima siswi itu berlari menerjang ke arahku. Aku pun berdecak kesal dan mempercepat tempo lariku agar tidak tertangkap oleh mereka.Kuturuni tangga dengan cepat dan berhati-hati agar tidak salah pijakan. Saat kupikir aku pasti akan berhasil kabur dari kejaran mereka, seseorang dari mereka berhasil mengejarku dan tanpa aba-aba menarik ranselku.Aku pun terjungkal ke belakang karena dia menariknya dengan kuat. Tu
Aku berjalan menuju gerbang sekolah dengan langkah lesu. Telapak tangan kananku menutupi pipiku yang perih, dengan harapan itu bisa meredakan rasa sakit ini. Sepertinya pukulan-pukulan yang kudapatkan dari Celestine meninggalkan bekas pada kulitku.Kulangkahkan kakiku melewati gedung sekolah dasar yang sunyi karena hampir semua murid-muridnya sudah pulang ke rumah. Beberapa anak yang masih belum pulang melihat ke arahku dengan pandangan heran.Mereka pasti heran melihatku yang berpenampilan berantakan seperti ini. Aku pun memalingkan mukaku dari mereka dan mempercepat langkah kakiku. Tatapan mereka yang memandangku seakan-akan melihat sebagai orang gila membuatku merasa tidak nyaman.Ringisan kesakitan keluar dari mulutku saat aku tidak sengaja menekan pipiku yang sakit. Sontak aku melepaskan telapak tanganku dari mukaku dan memperlambat ritme langkahku hingga kedua kakiku berhenti bergerak.Aku berdiri diam di dekat parkiran mobil para guru dan menundukk
Beberapa hari telah berlalu, tibalah hari Senin. Biasanya hari Senin diawali dengan upacara bendera, tetapi kali ini upacara bendera ditiadakan. Kegiatan yang dilaksanakan tiap sekali dalam seminggu itu diadakan karena ujian akhir semester sedang berlangsung.Kulangkahkan kakiku menuju gedung SMP. Aku menghembuskan napas panjang dan berusaha menenangkan diriku yang gugup. 'Bagaimana aku tidak gugup? Hari pertama UAS dimulai dengan pelajaran yang paling berat, yaitu Matematika.'"Tak terasa UAS sudah datang. Kuharap kali ini aku bisa mendapatkan banyak nilai sempurna," gumamku sambil memandang langit biru yang cerah.Kulangkahkan kakiku menaiki tangga dan mulai mencari dimana ruang ujianku berada. Kuperhatikan selembar kertas yang ditempel pada setiap pintu kelas yang kukunjungi. Tak satu pun dari kertas-kertas itu memuat namaku di dalamnya.Aku pun membalikkan badanku dan lanjut berjalan menuju tangga naik ke lantai 3. Saat aku akan menaiki anak-anak tang
Bunyi dering bel menggema ke sepenjuru gedung SMP, menandakan waktu mengerjakan soal UAS telah habis. Terdengar suara siswa-siswi yang mengeluh karena belum menyelesaikan semua soalnya, termasuk diriku.Aku memandang lembar jawabanku. Ada beberapa soal pilihan ganda yang tak kutemukan jawabannya walaupun aku sudah menghitungnya berkali-kali. Padahal menurutku tidak ada yang salah dengan rumus maupun hitunganku, tetapi jawabannya tidak ada di pilihan."Ayo dikumpul lembar jawabannya, Anak-anak," ujar guru yang ditugaskan untuk menjadi pengawas ujian."Sebentar, Bu!" sahut sebagian besar murid yang sibuk mengerjakan ujiannya.Di antara banyaknya yang masih sibuk mengerjakan ujiannya, ada beberapa orang siswa dan siswi bangkit dari kursinya dan berjalan menuju meja guru. Mereka mengumpulkan lembar jawabannya menurut kelasnya masing-masing."Ayo yang lainnya kumpul juga," ujar pengawas ujian setelah siswa-siswi itu mengumpulkan lembar ujiannya.
'Waktu berlalu dengan cepat. Hari demi hari, minggu demi minggu, bulan demi bulan, dan tahun demi tahun. Tak terasa 4 tahun sudah berlalu sejak aku terbangun dari koma. Banyak hal telah kulalui sejak hari itu.'Waktu aku turun ke sekolah untuk mengikuti UN, aku dikejutkan dengan perubahan sikap teman-teman sekelasku yang mendadak jadi akrab denganku, padahal dulu sebagian besar dari mereka menjauhiku. Di sisi lain, geng Celestine dikucilkan oleh semuanya.'Aku juga lulus dari SMP yang merupakan masa-masa terindah, tetapi juga masa-masa tersuram dan menyakitkan bagiku. Tak kusangka aku bisa mendapatkan nilai yang cukup tinggi pada UN walaupun sempat ketinggalan materi. Semua ini berkat bantuan Vania dan Jonathan.'Naik ke SMA, aku, Vania, dan Jonathan masuk ke sekolah yang berbeda. Meskipun begitu, persahabatan kami tetap berlanjut walaupun terpisah oleh sekolah ataupun terpisah oleh pulau. Saat libur panjang, kami akan berkumpul dan bermain bersama seperti dulu.'Aku lega masa-masa SM
“Tadi mama ngomongin apa sama suster di luar?” tanyaku begitu mama masuk ke kamar.“Hanya ngomongin masalah kecil kok, tidak usah khawatir,” jawab mama.Aku tidak bertanya lagi walaupun rasa penasaranku masih belum terpuaskan. Aku tidak perlu terlalu memikirkannya karena mama tidak akan berbohong atau menyembunyikan sesuatu, dia selalu mengatakan apa adanya.“Alex, ayo pulang,” ajak mama.Mendengar mama mengajaknya untuk pulang ke rumah, kakak langsung bangkit dari kursi dan melangkah menghampiri mama. Sebelum mereka berdua keluar dari ruangan ini, aku menahan mereka dengan berkata:“Cepat sekali kalian pulang, kenapa tidak lebih lama-lama di sini untuk menemaniku?” tanyaku dengan nada memelas.Aku tidak ingin ditinggal sendirian karena nanti aku akan kesepian. Aku masih ingin bersama mama dan kakak setelah lama tidak bertemu mereka. ‘Yah, walaupun sebenarnya aku sudah bertemu mereka lewat ilusi yang kulihat waktu terjebak di alam bawah sadarku.’“Kami tidak bisa, Freya. Kalau mama ti
"Jadi, bagaimana nasibnya Celestine dan kawan-kawannya, orang tua mereka, dan pak Yere?" tanyaku kepada Vania dan Jonathan yang berdiri di samping ranjangku.Vania langsung mendengus kesal dan memutar bola matanya saat mendengarku menyebut orang-orang yang merupakan penyebab aku nekat bunuh diri. Tak hanya Vania, Jonathan juga tampak kesal saat mendengar orang-orang itu disebut."Celestine dan kawan-kawannya hanya didiskors saja. Mereka diberi keringanan karena sudah kelas 9 dan sebentar lagi mau UN." Jonathan menjawab pertanyaanku."Enak betul mereka tidak dikeluarkan dari sekolah, mentang-mentang sebentar lagi mau UN. Seharusnya mereka mendapatkan hukuman yang setimpal dengan perbuatan mereka," timpal Vania sambil menyilangkan kedua tangannya di dada dan mengerucutkan bibirnya.Aku terdiam setelah mendapatkan jawaban dari mereka. Ada sedikit kekecewaan di dalam hatiku saat mengetahui geng Celestine tidak dikeluarkan dari sekolah, padahal aku sudah sangat menderita atas perbuatan mer
Banyak hal sudah terjadi saat aku koma selama 1 bulan setengah. Kudengar, semua orang di sekolah heboh saat aku melompat dari atap. Siswa-siswi yang menyaksikan kejadian tragis itu mengalami syok berat hingga trauma sehingga membutuhkan perawatan psikologis.Para guru berusaha keras meredakan kericuhan itu dan menenangkan murid-murid walaupun mereka sendiri juga sangat syok. Mobil ambulan melaju ke rumah sakit, membawaku yang kritis untuk segera mendapatkan tindakan medis.Polisi pun sampai datang ke sekolah. Geng Celestine mengakui bahwa merekalah yang membuliku. Mereka juga memberi tahu polisi kalau pak Yeremia menerima suap dari orang tua mereka supaya tidak ikut campur dengan apa pun yang mereka lakukan.Aku tidak menyangka Celestine dan anggota gengnya berani melaporkan orang tua mereka sendiri, padahal mereka tahu betul apa yang akan terjadi pada orang tuanya kalau mereka melaporkannya ke polisi. Kini aku tahu; mereka benar-benar sudah berubah.Tak hanya itu saja, kasus bunuh di
Entah sudah berapa lama aku berjalan di dalam kehampaan ini. Kali ini aku tidak berjalan sendirian lagi karena 'kembaranku' menemani aku. Kami berjalan bersama sambil mengobrolkan beberapa hal. Ada saatnya kami sama-sama diam saat tidak ada topik.Aku melirik ke sosok yang penampilannya sama persis denganku. Dia berjalan dengan pandangan lurus ke depan, tidak mempedulikan aku yang sedang meliriknya. Aku pun mengalihkan pandanganku dan menghembuskan napas panjang."Sampai kapan kita akan berjalan begini terus?" tanyaku memecahkan keheningan."Sampai kita menemukan 'pintu keluar'," jawabnya.Aku ber oh ria, menanggapi jawaban darinya dengan kurang antusias. Ini sudah yang ke-5 kalinya aku mendengar jawaban yang sama. Mungkin dia sendiri juga sudah bosan mendengar pertanyaan yang sama sebanyak 5 kali.Ngomong-ngomong soal 'pintu keluar', sudah pasti merupakan jalan untuk keluar dari alam bawah sadarku, entah itu benar-benar berupa pintu, portal, atau apalah itu. Aku tidak tahu apa 'kemba
Aku mendorong 'kembaranku' dengan kuat agar dia menjauh dariku. Aku melangkah mundur untuk memperluas jarak di antara kami sambil memegangi lenganku yang terasa sedikit sakit karena tadi dicengkeram olehnya."Memangnya kenapa kalau aku masih ingin tetap hidup? Itu semua sudah tidak ada artinya! Saat aku siuman nanti, orang-orang pasti akan kecewa padaku dan membenciku karena sudah nekat bunuh diri!" balasku dengan suara yang meninggi.Napasku terengah-engah setelah meneriakkan kalimat-kalimat yang panjang itu. Aku menatap 'kembaranku' dengan tatapan tajam, seolah-olah menantangnya untuk membalas perkataanku. Sosok yang wujudnya sama persis denganku itu hanya menatapku dalam diam.Setelah hening selama sesaat, akhirnya dia membuka mulutnya dan bertanya, "Kenapa kamu berpikir orang-orang akan kecewa dan membencimu? Apa kamu tidak berpikir mereka akan bereaksi sebaliknya? Bersyukur dan senang karena kamu masih hidup?"Mendengar pertanyaan-pertanyaan yang konyol itu membuatku merasa geli.
Tiba-tiba pandanganku seperti berputar dengan sangat cepat. Aku memejamkan kedua mataku dengan rapat dan memegangi kepalaku yang terasa seperti mau meledak. Jeritan yang nyaring pun keluar dari mulutku.Jeritanku menggema, menciptakan perulangan suara yang tiada henti. 1 menit, 10 menit, 100 menit, aku tidak tahu sudah berapa lama suaraku menggema seperti itu, masih tak kunjung berhenti juga gemanya.Aku membuka kedua mataku yang tertutup secara perlahan-lahan. Begitu aku membuka mataku, aku menyadari diriku tidak berada di sekolah. Hampa. Hanya warna putih saja yang kulihat."Apa aku jadi buta? Kenapa aku tidak bisa melihat apa-apa?" tanyaku.Pertanyaan yang kutanyakan itu menggema seperti suara jeritanku tadi. Kedua suara itu bercampur aduk menjadi satu. Terulang tanpa henti, volume dari gema itu sedikit pun tidak berkurang walaupun beberapa waktu telah berlalu.Situasi yang sangat aneh ini membuatku takut, terlebih lagi karena aku tidak tahu apa yang terjadi padaku. 'Kenapa aku bis
Entah sudah berapa hari telah berlalu, akhirnya aku diperbolehkan untuk pulang ke rumah dan bisa kembali bersekolah seperti biasa lagi. Aku melangkahkan kakiku untuk memasuki rumah yang sudah lama tidak kutinggali.Aku memandang perabotan-perabotan yang mengisi rumah ini. Tidak ada yang berubah, semuanya masih sama seperti apa yang ada di dalam ingatanku. Meskipun begitu, aku merasa sedikit asing dengan rumah yang sudah kutinggali sejak aku lahir.Aku menghentikan langkahku dan mengedarkan pandanganku ke sekitar. 'Rasa janggal apa ini? Apa aku melupakan sesuatu yang penting?'"Freya, kenapa kamu bengong saja di sana?" Terdengar suara mama bertanya kepadaku.Mendengar pertanyaan itu, aku langsung tersadar dari lamunanku dan sontak menoleh ke arah sumber suara. Kudapati mama, papa, dan kakak berdiri di belakangku, sambil dengan tatapan khawatir memandang ke arahku."Kamu kenapa, Nak? Kamu sakit lagi?" tanya papa dengan tampang cemas.Aku menjawab pertanyaan papa dengan sebuah gelengan k
Telingaku menangkap suara yang samar-samar. Walaupun aku tidak bisa mendengarnya dengan jelas, entah kenapa aku merasa suara itu terdengar sedih. Kubuka kelopak mataku secara perlahan.Cahaya yang menyilaukan langsung menyambutku begitu aku membuka kedua mataku. Sangat-sangat terang sampai hanya warna putih saja yang terlihat olehku. Perlahan-lahan, mataku mulai beradaptasi dan aku mulai bisa melihat dengan lebih jelas.Kudapati ada beberapa figur manusia berdiri di sampingku, ada juga yang duduk di sisiku. Meskipun penglihatanku buram, aku masih bisa mengenali siapa saja yang berada di dekatku saat ini.Pandanganku tertuju pada wanita yang duduk di sisiku. "Mama ...?""Freya!" seru mama dengan suara parau.Mama langsung memelukku dengan erat. Kurasakan ada cairan hangat yang mengalir menuruni pipiku. Itu bukan air mataku, melainkan air matanya mama. Dia menangis dengan histeris sambil mendekapku dengan erat, seolah-olah takut kehilangan aku."Freya, maafkan kami, Nak ...." Papa yang