Caramel terbangun saat merasakan ada sesuatu yang besar melingkar di perutnya. Caramel perlahan menoleh ke belakang. Betapa terkejutnya Caramel saat mendapati Yuan tidur satu ranjang dengannya.Caramel ingin berteriak, tapi dia urungkan. Bagaimana pun mereka berdua suami istri. Tidak ada larangan untuk mereka tidur satu ranjang bersama. Caramel memutuskan untuk melihat ciptaan tuhan tersebut mumpung Yuan sedang tidur. “Kamu tampan juga baik hati. Tapi aku nggak habis pikir kenapa kamu bisa memilih perempuan seperti aku. Aku tahu jodoh itu penuh misteri, tapi aku rasa kisah kita terlalu rumit untuk dimengerti,” lirih Caramel sambil memandangi wajah rupawan suaminya.Yuan menggeliat, membuat pelukannya di tubuh Caramel terlepas. Caramel segera pura-pura tidur agar Yuan tidak memergoki dirinya yang diam-diam mulai mengangumi sosok suaminya. “Nggak usah pura-pura tidur, aku tahu kok kamu sudah bangun,” sindir Yuan.Caramel terpaksa membuka matanya dan melihat Yuan sedang memandangi Caram
“Mas, kopinya sudah aku buatkan. Sarapannya juga sudah siap,” ucap Caramel menghampiri Yuan di kamar setelah selesai memasak.“Iya, terima kasih.” Yuan masih merapikan dasinya, kemudian melewati Caramel begitu saja. Bisa dipastikan Yuan masih kecewa dengan sikap Caramel. Dia hanya meminta hak-nya sebagai suami, namun Caramel masih terlihat enggan untuk melakukan kewajibannya. Tentu saja Caramel merasa bersalah. Tapi bagaimana lagi? Apakah dia bisa melakukan itu dengan setengah hati yang masih keberatan?“Mas, bekalnya juga sudah aku siapkan. Sudah aku taruh di mobil kamu,” ucap Caramel lagi saat berhadapan dengan Yuan yang tengah sarapan.“Iya, terima kasih.”Lagi-lagi hanya jawaban itu. Tidak ada kalimat lain yang keluar dari mulut Yuan selain kalimat tersebut. Apa Yuan sekesal itu? Bukan... Bukan kesal. Lebih tepatnya hanya kecewa karena Caramel belum yakin dengan apa yang dia janjikan. “Aku berangkat dulu,” pamit Yuan usai sarapan dan menenggak segelas air putih.“Mas, kopinya be
Caramel sudah mandi, sudah dandan, dan sudah bersiap-siap dengan pakaian dinas yang baru dia beli. Sesekali dia mematutkan tampilannya di cermin. Namun setiap kali melihat cermin, Caramel langsung menutup wajahnya karena malu.Sebelumnya Yuan telah mengabari jika dirinya lembur dan akan pulang sekitar jam delapan malam. Tapi jam delapan sudah lewat Yuan tak kunjung muncul di hadapannya. Caramel sudah berselimut rapat. Dia sangat malu tapi dia juga ingin terlihat menggoda di depan Yuan. Entah apa yang ada dipikirannya saat ini, dua keraguan saling memenuhi ruang pikirnya.Ceklek! Terdengar gagang pintu dibuka membuat degup jantung Caramel berpacu hebat. Dia seperti sedang lari maraton karena keringat mulai menjalari wajah dan tubuhnya.Yuan membuka pintu kamar dan melihat Caramel menutupi seluruh tubuhnya menggunakan selimut. Menyisakan wajah yang sudah basah akan keringat.“Caramel, kamu kenapa?” tanya Yuan khawatir karena Caramel berkeringat. Khawatir jika keringat itu keringat ding
Pergulatan yang terjadi antara Caramel dan Yuan semalam membuat mereka bangun kesiangan. Sang Surya telah berdiri gagah sementara Caramel dan Yuan masih bergelung selimut menutupi tubuh polos keduanya.Yuan memeluk Caramel begitupun sebaliknya. Kedua insan di mabuk cinta itu masih terbuai oleh euforia yang mereka ciptakan. Euforia yang membuat mereka terhanyut dalam kenikmatan dunia.Caramel terbangun dan mengucek matanya mencari sumber cahaya. Sesaat Caramel tersadar bahwa dirinya telah menjatuhkan diri sepenuhnya ke pelukan Yuan.Senyumnya mengembang saat melihat sang suami masih tertidur pulas. Betapa letihnya Yuan setelah bekerja keras tadi malam demi membuat istrinya bahagia dan merasa terpenuhi. Tangan Caramel terulur menyentuh wajah Yuan. Sekilas Caramel melirik ke arah jam dinding yang menunjukkan pukul delapan pagi. Tetapi Caramel tidak kaget karena Yuan sudah bilang akan mengambil cuti untuk hari ini. “Selamat pagi suamiku. Terima kasih sudah meruntuhkan ketakutanku. Sekara
Usai memakaikan gaun, penjaga toko itu juga merias tipis wajah Caramel. Rambut Caramel yang panjang diurai membuat kesan anggun yang menyihir pasang mata yang melihat. Mengenakan gaun berwarna peach, panjang semata kaki dengan bahan premium membuat Caramel terlihat mahal. Apalagi kulitnya yang putih kian terpancar karena seolah menyatu dengan gaun yang dia kenakan.“Cantik sekali. Suami Kakak pasti takjub dengan penampilan Kakak,” puji penjaga toko tersebut dengan tulus. “Terima kasih, Mbak,” balas Caramel.Caramel memang cantik. Senyumnya manis, wajahnya ayu, tidak akan bosan memandangnya berlama-lama.Penjaga toko membimbing Caramel keluar dari ruang ganti. Dari kejauhan Caramel melihat Yuan tengah sibuk memainkan ponselnya. Caramel merasa canggung harus memanggil Yuan.“Bagaimana penampilan istrinya, Kak? Sudah sempurna bukan?” Yuan menoleh. Seketika matanya terpana melihat kecantikan istrinya yang sangat berbeda dari penamp
Yuan dan Caramel telah sampai di kediaman Alexander sekitar jam sepuluh malam. Waktu yang cukup larut bagi Caramel yang tidak pernah keluar malam.Caramel kembali ke rumah besar yang menurutnya jauh dari kesan bahagia. Tempat di mana Caramel merasa asing dan kesepian saat tidak ada Yuan dan Devon di dalamnya. Jujur Caramel masih enggan untuk kembali lagi ke rumah itu. Tapi Caramel tak bisa menolak keinginan suaminya yang di mana Yuan juga memiliki tanggung jawab terhadap ibu dan adik-adiknya Yuan menggandeng tangan Caramel memasuki rumah yang terlihat sudah sepi, mungkin sang penghuni rumah telah bersarang di kamarnya masing-masing. “Selamat malam, Tuan, Nona? Senang rasanya Nona bisa kembali lagi ke rumah ini,” sapa Bi Tyas saat Yuan dan Caramel hendak menaiki tangga.“Bi Tyas, terima kasih Bi atas sambutannya yang ramah. Saya juga senang bisa bertemu Bibi lagi,” balas Caramel tersenyum ramah.“Sama-sama, Nona. Tuan dan Nona butuh sesuatu? Akan saya buatkan.…” Bi Tyas menawarkan.“
Sejak Yuan bergabung dengan mereka tak ada satu pun yang menjawab pertanyaan Yuan. Semua itu karena Yuan telah menegur mereka. Yuan sudah tahu jika Damitri dan Selina yang sudah mengusir istrinya secara paksa. Yuan juga melayangkan sebuah ancaman. Jika mereka berani mengusir Caramel lagi, maka uang bulanan mereka tidak akan dicairkan. Tentu saja hal itu merupakan ancaman terberat bagi mereka, karena tanpa uang mereka tidak akan bisa melakukan apa pun.“Jen, bulan ini uang jajan kamu Kakak tambah. Terima kasih karena kamu sudah bersikap adil. Kamu bisa melihat mana yang baik dan mana yang bukan.” Yuan membuka obrolan. Sekilas melirik ke arah Damitri dan Selina yang berwajah masam.“Apa? Kakak serius?” Jennifer tampak antusias mendengar kabar yang Yuan lontarkan."Iya, dong. Memangnya Kakak pernah bercanda soal uang," timpal Yuan."Aaa... Terima kasih, Kak Yuan. Kakak memang Kakak terbaik." Jennifer memeluk Yuan untuk mengungkapkan rasa terima kasih.“Kalau Selina, Kak? Ditambah juga, '
“Kita nggak bisa begini terus, Sel. Kalau kita diam aja, yang ada posisi kita semakin tergeser dengan perempuan sialan itu. Kamu lihat sendiri tadi, Yuan tega memotong uang jajan kamu demi membela wanita itu. Bagaimana kalau Wanita itu sudah menguasai Yuan sepenuhnya? Kita bisa ditendang dari rumah kita sendiri, Sel!”Damitri tampak berapi-api. Dia terlalu khawatir dengan pemikirannya sendiri. Mereka sedang berada di kamar Selina. “Mamah benar. Tapi kita harus main cantik, Mah. Kita tidak boleh terlalu grusak-grusuk sehingga membuat Kak Yuan semakin kesal. Yang ada nanti dia semakin meratukan istrinya yang norak itu. Kita harus bisa merebut hati Kak Yuan lagi, Mah.” Selina berjalan ke arah Jendela memikirkan sesuatu.“Tapi bagaimana caranya, Sel?” Damitri mengikuti Selina.Selina membisikkan sesuatu ke telinga Damitri tentang rencana yang dia pikirkan. Damitri tampak manggut-manggut mengerti dan setuju dengan rencana putri kesayangannya tersebut.“Oke, Mamah mengerti. Kapan kita mula
Beberapa minggu setelah kejadian yang menimpa Caramel di hotel kala itu, Damitri dan Selina benar-benar mendapat pelajaran atas perbuatannya sesuai arahan Caramel. Caramel memang tidak mau membawa kasus itu ke jalur hukum, tapi demi membuat mertua dan adik iparnya itu jera, Caramel menyerahkan seluruhnya kepada Yuan untuk memberikan hukuman yang sepadan. Yuan menarik semua fasilitas mereka dan juga mengawasi mereka dengan sangat ketat. Hingga tak ada celah bagi mereka untuk melakukan kejahatan. Apalagi sampai menerobos masuk ke dalam apartemen yang juga dijaga ketat oleh bodyguard Yuan.Pagi ini udara terasa sejuk, nikmat rasanya bergelung di bawah selimut dengan saling berpelukan bersama orang tersayang. Namun, kejadian pelecehan itu membuat Caramel menutup diri dalam jangka waktu yang cukup lama. Sehingga Yuan kesulitan untuk mengajak Caramel untuk sekadar bermesraan. Rasa trauma kerapkali masih menyapa Caramel. Hal itu pula yang membuat Yuan harus banyak bersabar menghadapi istr
Sesampainya Caramel dan Yuan di kamar apartemen, wajah Caramel kembali murung. Apa yang masih dia pikirkan? Apakah dia sebenarnya masih bimbang dan ingin kembali ke rumahnya? Tapi melihat senyum Caramel saat bersama Deril membuat Yuan tanpa sadar cemburu. Caramel bisa tersenyum karena laki-laki lain jujur itu bukanlah sebuah pencapaian bagi Yuan.“Sayang …” panggil Yuan lembut. Mencoba menyenderkan kepala Caramel di bahunya.“Aku mau memaafkan keluargamu,” ucap Caramel dengan pandangan kosong. Buliran bening terjatuh tanpa diminta. Seolah hal itu menjadi keputusan terberat untuk Caramel ucapkan.Yuan menoleh, tidak percaya dengan apa yang Caramel katakan. Dia ingin memastikan. “Kamu serius? Apa kamu sudah pikirkan hal ini matang-matang? Ini bukan masalah sepele.” Yuan meraih tangan Caramel dan menggamitnya. Seandainya Caramel membuat keputusan yang berbeda, Yuan tidak akan keberatan.Caramel menggeleng. “Untuk apa? Apa kamu pikir aku tega memenjarakan ibuku sendiri? Bukankah ibumu ju
Pintu lift terbuka. Saat Caramel hendak melangkahkan kaki keluar dari lift tersebut, kepalanya mendadak pusing. Pandangannya buram, rasa nyeri di tengkuknya terasa semakin berat.“Astaga, kenapa ini? Kenapa bumi terasa berputar? Kepalaku … kepalaku pusing sekali.” Caramel memegang kepalanya. Tiba-tiba saja….“Caramel, kamu kenapa?” Tangan sigap pria itu menangkap tubuh Caramel yang hampir tumbang. Di sisa penglihatannya Caramel dapat mengenali sosok itu, tapi bibirnya seolah tak mampu berucap. Caramel pingsan di dekapan pria itu.Beberapa orang langsung menghampiri dan ikut membantu. “Pak Deril, kita tidurkan wanita ini di sofa itu saja,” saran seorang resepsionis apartemen menunjuk sofa panjang yang berada berlawanan dengan letak lift. Pria itu adalah Deril. Teman Caramel. Seorang pria yang wajahnya sengaja Evelin rekam dan dikirimkan kepada Yuan hingga Yuan marah besar. Tanpa menjawab Deril langsung membopong tubuh Caramel untuk ditidurkan di sofa yang resepsionis itu maksud. “Di
Caramel mengerjapkan mata saat mulai tersadar. Dia menoleh kanan dan kiri mendapati suaminya tengah tertidur pulas di sampingnya dengan menjadikan tangan sebagai tumpuan.Dia melihat sekeliling namun rasanya asing. Tapi hatinya merasa lega saat yang berada di sampingnya Yuan suaminya, bukan laki-laki bengis yang tadi hampir.…“Astaga, apa aku sudah?”Caramel memaksa bangun. Dia meneliti tubuhnya dan merasakan adakah yang aneh dari dalam tubuhnya. Caramel coba mengamati dan tidak ada yang terasa aneh dari area sensitif.Namun, dia melihat beberapa luka lebam di area pundaknya. Dia juga melihat beberapa tanda merah kebiruan yang terlihat di area leher dan gunung kembar miliknya.Tiba-tiba air matanya menetes. Dia merasa hina. Dia merasa kotor. Laki-laki biadap itu sudah membuatnya tidak terhormat.“Aku benci tubuh ini, aku benci! Aku sudah kotor, aku hina!” Caramel meraung membuat Yuan terbangun. Yuan terkejut saat melihat Caramel mengacak kasar rambutnya hingga tak beraturan. “Sayang
Selina seperti kebakaran jenggot saat mendengar kabar pria itu gagal melancarkan aksinya. Pria itu mengadu kalau suami dari wanita yang dia beli datang dan menghancurkan semuanya. Pria itu juga meminta ganti rugi atas apa yang menimpanya. "Astaga, apa yang harus aku lakukan? Tuhan tolong bantu aku. Aku takut, pasti kak Yuan marah sekali sekarang."Di tengah kegundahan hati Selina yang berkecamuk karena situasi menghimpit, Selina hanya bisa menggigit jari dengan panik melihat ke arah jendela tanpa bisa berpikir.“Ah, Tante bisa aja. Aku cantik karena aku selalu melakukan perawatan, Tante. Nggak seperti menantu Tante yang buluk itu.”Di belakang Selina terdengar Evelin dan Damitri sedang bersenda gurau saling memuji. Mereka belum mengetahui jika rencana mereka telah digagalkan oleh Yuan. “Sel, kenapa? Kenapa gugup seperti itu?” tanya Damitri yang menyadari kegelisahan putrinya sambil terus memegangi ponsel. Selina terlihat ketakutan. Tentu saja ketakutan akan kemarahan Yuan yang sema
Setelah kejadian yang baru saja menimpa Caramel, Yuan tidak ingin lagi mengajak istrinya tersebut tinggal bersama orang tuanya. Yuan benar-benar murka. Kepercayaan yang dia berikan untuk Damitri dan Selina disalahgunakan begitu saja. Bahkan dengan tega mereka menjual istrinya untuk laki-laki yang tidak jelas asal-usulnya. Demi menjaga Caramel tetap aman, Yuan memutuskan untuk tinggal di apartemen.“Sayang… maafkan Mas... maafkan Mas lagi-lagi abai dengan keselamatan kamu. Mas sudah mengingkari janji mas lagi. Suami macam apa aku ini?” Yuan menggamit tangan Caramel dan menciumnya. Matanya berkaca-kaca, terlihat sekali dia sangat merasa bersalah dengan peristiwa buruk ini. “Jen, terima kasih kamu sudah berusaha menjaga kakak kamu dengan baik,” ucap Yuan menoleh ke arah adiknya yang sedari tadi setia menjaga Caramel. Jennifer tersenyum samar. Dia mengelus pundak sang kakak sekilas. “Sudah menjadi tugasku, Kak... beruntung aku tahu, kalau tidak... aku nggak bisa membayangkan apa yang
“Hei, kau tuli?” teriak pria itu sambil mendekat ke arah Jennifer. “Se-sepertinya masih ada yang berkeliaran, Pak,” jawab Jennifer mencari alasan.“Apa?”“Astaga, Pak! Itu tikusnya di belakang Bapak!” Jennifer berteriak membuat pria itu terjingkat kemudian berlari dan menaiki sofa.“Hotel macam apa ini? Benar-benar menjijikkan. Aku akan kompline pelayanan kalian!” ancam pria itu dengan wajah marah namun diliputi rasa ketakutan. Jennifer harus bisa membuat pria itu keluar dari kamar. Jennifer harus membangunkan Caramel agar tersadar dan bisa melarikan diri dari kamar itu.“Pak… apa tidak sebaiknya Bapak keluar dulu sampai kondisinya aman?”“Tidak. Aku sudah tidak takut. Aku akan segera pergi dari kamar ini setelah aku menyelesaikan tugasku. Pergi kamu dari sini.” Pria itu turun dari sofa dan mengusir Jenifer.‘Bagaimana ini? Aku tidak mungkin membiarkan kak Caramel dimangsa pria biadap itu.’ Batin Jennifer.“Ayo pergi, tunggu apalagi?” ulangnya dengan nada tinggi.“Ba-baik, Pak.” Den
Jennifer baru saja sampai di Restoran. Dia langsung menanyakan kepada pelayan restoran tentang ruangan yang digunakan untuk acara arisan. Mudah saja bagi Jennifer menemukan tempat yang dia cari. Jennifer masuk ke ruangan itu dengan menggunakan topi untuk menutupi wajahnya. Dia sengaja menyamar untuk melihat sendiri apa yang terjadi di dalam sana tanpa harus diketahui oleh Damitri.Tak perlu waktu lama dia sudah menemukan keberadaan Damitri. Namun anehnya kenapa Damitri justru bersama Evelin. Ke mana Caramel? Pikir Jennifer. Dia mencari-cari keberadaan Caramel hingga sudut ruangan tapi tak ditemukan juga. Jennifer keluar dari ruangan itu untuk mencari keberadaan Caramel barangkali ada di luar ruangan.Karena tak kunjung menemukan Caramel, Jennifer pergi ke toilet. Mungkin saja Caramel sedang berada di sana.Jennifer hendak membuka pintu namun dia urungkan saat mendengar percakapan seseorang dari dalam toliet sepertinya sedang menelpon seseorang.“Sudah kubilang jangan banyak tanya. B
Tok! Tok!“Masuk!” sahut Yuan dari dalam ketika mendengar suara ketukan pintu. Matanya masih terfokus pada monitor laptop di depannya.“Siang, Kak,” sapa Jennifer memasuki ruangan Yuan.“Hai, Jen. Tumben, ada apa?” sahut Yuan hanya melihat beberapa detik kemudian menatap monitornya lagi.“Lihat aku bawa apa?” Jennifer memamerkan bekal makanan yang dia bawa.Yuan malas menanggapi. “Bawa apa memangnya?” jawabnya tidak antusias.Jennifer menarik kursi dan duduk di depan meja Yuan. Senyumnya mengembang membuat Yuan merasa aneh.“Kenapa kamu cengengesan? Ada yang lucu?” seloroh Yuan.“Enggak.”“Lalu kenapa kamu melihat Kakak seperti itu?” Yuan menutup laptopnya beralih memandang Jennifer dengan teliti.“Coba katakan dosa apa yang sudah kakak perbuat pagi ini?” tanya Jennifer mencondongkan sedikit badannya.Yuan tampak berpikir. “Dosa apa? Maksud kamu?” tanyanya bingung.“Kakak sudah membuat kak Amel menangis.” Jennifer kembali menyenderkan punggungnya ke belakang.“Iya aku memang bersalah.