Setelah beberapa kejadian yang baru saja ia alami, Kia masih duduk di ruang tengah sambil termangu. Sejujurnya, ia sungguh bingung harus melakukan aktivitas seperti apa di rumah itu. Rasanya sungguh asing sekali sehingga menimbulkan ketidaknyamanan. Ditambah Zidan yang tiba-tiba mengamuk kepadanya tadi.
"Sudah dari tadi di sini?" Suara khas pria paruh baya yang dikenal oleh Kia membuatnya menoleh. Sudah ada sosok Tuan Seto yang sepertinya baru saja tiba.
"Mungkin sekitar setengah jam yang lalu, Pak," jawab Kia sambil beranjak dari kursi. Ia pun langsung menghampiri Tuan Seto dan mencium punggung tangan ayah dari Zidan itu. Kia memang selalu melakukan hal itu setiap bertemu dengan Tuan Seto.
Tuan Seto tersenyum, ia sangat senang dengan perilaku Kia yang sangat sopan dan mengha
Kia yang sedang duduk termenung sambil menatap ke arah jendela tersentak karena suara ketukan pintu. Gadis itu berusaha bersikap tenang dan menyahuti orang yang mengetuk pintu."Masuk saja! Pintunya tidak dikunci," teriak Kia sambil menoleh ke pintu tanpa beranjak dari tempat duduknya.Suara decitan pintu terdengar, sesosok pria berperawakan tinggi memasuki kamar Kia. Gadis bermata cokelat itu memicing mata karena tidak mengenal orang yang masuk ke kamarnya itu."Maaf, Nona ... saya Ferdinand. Saya merupakan bodyguard yang diutus Tuan Seto untuk menemani Anda kemana-mana," jelas pria yang memiliki wajah sedikit sangar dengan tubuh besar nan tegap."Ah! Padahal sudah ada Kak Harry yang menemaniku," ujar Kia.
Gelapnya malam sudah berganti dengan cerahnya langit di pagi hari. Kia akhirnya mampu melalui malam yang terasa sangat panjang di kediaman keluarga Mahendra. Bukan hal mudah baginya untuk tidur di tempat asing, tetapi ia harus bisa membiasakannya mulai saat ini.Setelah berpisah semalam, Zidan belum bertemu lagi dengan Kia. Sepertinya setelah menemui Bertha, ia memutuskan untuk langsung ke kamarnya. Namun, pagi ini ia menghampiri Kia langsung ke kamarnya."Shakira ... apa kamu ada di dalam?" panggil Zidan dari balik pintu kamar Kia.Kia yang kebetulan sudah bangun pun langsung menyahuti panggilan Zidan, "Iya, aku di sini!" Ia berjalan menuju pintu dan membukanya agar Zidan bisa masuk."Kenapa kamu tadi tidak ikut sa
"T-tuan Muda bisa tenang sedikit," pinta dokter Budi dengan suara tercekat di tenggorokan.Kedua bola mata Zidan berkilat menyiratkan amarah. Namun, karena melihat dokter Budi sudah sangat ketakutan, ia pun melepaskan cengkeraman tangannya.Zidan kembali duduk di kursi. Ia yang masih tampak kesal memalingkan wajahnya sambil mendengus."Mungkin ini terdengar konyol bagi Anda, tapi inilah diagnosis yang saya dapatkan selama pertemuan kita beberapa kali. Sebenarnya, gangguan kejiwaan ini masih belum ada klasifikasi medisnya, bisa jadi ada penyakit mental lainnya yang menyertai," papar dokter Budi.Zidan mengembus napas berat sambil menelan salivanya yang terasa pahit. Ia membenarkan posisi duduknya dan memandang dokter
Kia masih mematung di tempatnya. Ia bahkan tidak mengetahui sekarang ada di mana. Saat berangkat tadi, ia bahkan meninggalkan ponselnya di kamar karena terburu-buru."Hahh ... mengapa aku ceroboh sekali meninggalkan ponselku di kamar? Sekarang aku tidak dapat menghubungi siapapun, huft," keluh Kia sambil mengembus napas berat.Ia lalu memutuskan untuk menyusuri jalan yang sepi itu. Gadis yang sekarang memakai long dress berwarna oranye itu bahkan tidak habis pikir, mengapa sopir yang bernama Aryo itu memilih jalanan yang jarang dilewati orang ini."Mungkin aku sekarang sedang berada di negeri antah berantah. Lagi pula, apa tempat ini ada di map?" gumam Kia sambil memperhatikan sekeliling. Matanya dimanjakan dengan pohon-pohon besar yang berjajar di sepanjang jalan.
"Pfftt ... kenapa dia kelihatannya kesal, ya?" Samuel berusaha menahan tawanya karena ia sedang berada di tempat umum. Saat ini, ia berada di sebuah kafe yang tidak jauh dari tempat tinggal Cassandra. Pandangannya kini beralih pada Kia yang tampak sedang menikmati ice lemon tea yang ia belikan."Gadis itu tampak tenang, padahal sedang bersama orang asing," gumam Samuel. Ia pun kembali berjalan memasuki kafe. Tadi ia memang sengaja keluar untuk menelepon Zidan.Kia yang sangat haus pun menghabiskan satu gelas penuh minumannya. Entah berapa kilometer ia berjalan, yang jelas tenggorokannya memang terasa cukup kering. Bukan hanya tenggorokan, kakinya sekarang pun sudah mulai terasa pegal."Sepertinya Nona Kia sangat menikmati minumannya," ucap Samuel sambil mendudukkan diri di ku
Zidan terburu-buru mengendarai mobilnya ke lokasi yang sudah diberikan oleh Samuel. Pikirannya berkecamuk saat itu karena membayangkan hal-hal buruk yang akan menimpa Kia. "Awas saja kalau dia berani macam-macam," desis Zidan sambil mengepal erat tangan kirinya dengan gigi gemerutuk. Ia memang berencana membuat Kia menderita, tetapi ia juga tidak ingin jika ada yang ikut campur. Terlebih lagi Samuel adalah orang luar yang seharusnya tidak ada hubungannya karena ia tidak meminta tolong pada pria playboy itu. Mobil Zidan memasuki area sebuah parkiran hotel bintang lima yang diberitahukan oleh Samuel. Dengan terburu-buru ia menuruni mobil dan berlari menuju kamar tempat Kia berada.
Kia mencoba memberanikan diri untuk melawan Zidan meski dalam keadaan takut sekalipun. Ia mengepal erat kedua tangannya sambil menatap Zidan dengan mata yang berkaca-kaca."B-bukannya semua ini gara-gara kamu?!"Mendengar perkataan Kia, tentu saja membuat Zidan makin emosi. Matanya semakin berkilat dan terlihat tajam bak bilah pedang. Ia bahkan mencengkeram kuat sprei yang berada di sisi kanan-kiri Kia hingga membuat gadis itu makin ketakutan."Jadi ... kamu menyalahkan aku akan kejadian ini?!" bentak Zidan yang sontak membuat Kia memejamkan mata."Kenapa kamu tidak menggunakan ponselmu untuk menghubungi orang yang kamu kenal, hah? Apa kamu begitu bodoh sampai memutuskan meminta tolong denga
Bertha berjalan menuju sumber suara, sementara Kia berjalan memutar ke arah berlawanan untuk memastikan dari sisi lain. Tanpa Kia sangka, ia menemukan seseorang yang ia kenal. Ternyata orang yang Kia lihat adalah Mita—pelayan pribadinya yang sedang meringkuk ketakutan di bawah semak tanaman bunga Azalea.'Apa yang sedang Mita lakukan di sini? Apa dia mendengar semua percakapanku dengan Ibu Bertha?' batin Kia bertanya-tanya.Kia memutuskan menyimpan pertanyaan itu dalam pikirannya sendiri dan akan menyampaikannya ke Mita nanti. Namun, ia harus memastikan Mita tidak ketahuan oleh Bertha.Bertha yang sudah mulai mendekat dengan keberadaan Mita pun dialihkan dengan suara Kia yang tiba-tiba memekik.
Pernikahan Zidan dan Kia sudah berumur satu bulan. Sejak menikah, Zidan tetap saja sibuk dengan pekerjaannya di kantor sehingga ia belum sempat mengajak sang istri berbulan madu.Namun, esok hari pria berparas tampan itu berniat mengajak sang istri untuk bulan madu. Zidan ingin berlibur ke tempat yang indah dan menikmati kebersamaan dengan Kia tanpa ada yang mengganggu."Tumben hari ini kamu pulang cepat. Apa pekerjaan di kantor sudah selesai?" tanya Kia sambil meraih tangan Zidan dan menciumnya.Zidan yang baru keluar dari dalam mobil terlihat cukup lelah. Namun, begitu melihat Kia, lelahnya langsung hilang seketika."Aku ingin istirahat sebentar sebelum kita pergi bulan madu," jawab Zidan
Part ini mengandung adegan dewasa, harap bijak bagi para pembaca meski nggak panas-panas amat adegannya, muehehe.***Di hari pernikahan Zidan dan Kia, Harry tidak hadir karena harus mengurus pertemuan bisnis dengan kolega yang berada di Singapura siang ini. Pria berperawakan tinggi itu hanya bisa mengucapkan selamat lewat panggilan video call.Pria yang bernama lengkap Harry Nugraha itu tersenyum tipis sambil menatap patung Merlion yang berada tidak jauh dari tempatnya berdiri. Ia turut bahagia karena akhirnya sang sahabat dan gadis yang sudah dianggapnya adik sudah menikah sekarang. Di dalam hatinya, Harry tulus mendoakan hubungan mereka.Rasa cintanya terhadap Kia sebenarnya belu
Dua bulan kemudian...Persiapan pernikahan Zidan dan Kia sudah hampir mencapai sempurna, pernikahan yang tinggal menunggu hitungan jam itu digelar di salah satu villa milik keluarga Mahendra. Konsep yang diusung adalah outdoor penuh bunga karena Zidan memang sangat ingin menyenangkan calon istrinya itu. Pernikahan mereka tidak terbuka untuk umum, mereka hanya mengundang sanak saudara dan beberapa kolega bisnis yang dianggap dekat.Jantung Kia berdegup dengan kencang karena sebentar lagi ia akan melepas masa lajangnya. Penampilan Kia sangat cantik dengan gaun brokat berwarna putih tulang rancangan desainer kepercayaan keluarga Mahendra. Wajahnya pun terlihat sangat ayu dengan sapuan make up dari MUA terkenal, siapa lagi kalau bukan Andres.
Satu bulan berlalu. Seperti yang dijanjikan kepada Zidan, Kia pun kembali ke kota tempat tinggalnya dulu. Empat bulan yang lalu ia meninggalkan kota ini karena ingin menghapus semua kenangan dan nasib buruk. Namun, kali ini ia kembali dengan harapan akan mendapatkan kebahagiaan.Kia datang bersama sang ibu. Meskipun Ibu Tina lebih menyukai tinggal di tempat mereka yang baru, kebersamaan dengan putrinya lebih penting. Diusianya yang sudah tidak muda lagi harapannya hanyalah kebahagiaan putrinya. Semenjak sang suami kabur, ia bahkan tidak berniat untuk menikah lagi. Luka cukup dalam membekas di hatinya setelah ditinggal tanpa pamit."Nak Zidan akan menjemput jam berapa? Mungkin dia sibuk, apa kita naik angkot saja?" saran Ibu Tina. Sudah hampir setengah jam mereka telah sampai di stasiun kereta. Namun, Zidan belum muncul jug
"Kalian berdua ke mana? Kenapa tidak bawa belanjaan?" tanya Ibu Tina sambil mengernyitkan dahi.Zidan dan Kia saling memandang satu sama lain. Mereka berdua bak anak kecil yang sedang dimarahi oleh ibunya karena berbuat kesalahan. Namun, pada akhirnya Ibu Tina menyadari jika jari jemari mereka saling bertaut, wanita paruh baya itu pun tersenyum."Bagus ... kalian harus terus akrab begitu, ya!"Ibu Tina kembali masuk ke rumah dengan hati yang gembira. Ia senang jika pada akhirnya putrinya mendapatkan kebahagiaan. Sementara Zidan dan Kia masih terlihat bingung karena mereka belum mengatakan apa-apa."Kira-kira apa ibumu adalah cenayang? Dia bisa tau kalau kita sudah berbaikan," seloroh Zidan.
Zidan mencuri pandang ke arah Kia saat sedang bersama gadis-gadis itu. Wajahnya terlihat semringah karena Kia tampak cemburu. Ternyata rencana Ibu Tina cukup efektif juga, tinggal ia yang menjalankan perannya dengan baik."Apa salah satu dari kalian ada yang mau jadi pacar Kakak?" gurau Zidan."Mau!!!" sahut ketiga gadis yang sedari tadi bersama Zidan.Zidan terkekeh karena mendapatkan reaksi sungguh di luar dugaan. Parasnya yang tampan seolah mampu menyihir para gadis. Namun, hal itu tidak begitu penting, yang paling penting adalah reaksi dari Kia.Benar saja, raut wajah gadis bermata cokelat itu terlihat sangat suram. Sudah jelas Kia memang tidak menyukai hal itu. Rasanya ia cemburu, tetap
Hujan semalam cukup berlangsung lama. Setelah selama tiga jam menunggu akhirnya pun reda. Keadaan Zidan pun sudah lebih baik dan demamnya pun sudah turun. Semalaman, Kia bahkan tidak bisa tidur karena merawat pria yang dicintainya itu.Waktu kini menunjukkan pukul lima pagi. Karena kondisinya sudah lebih fit, Zidan memutuskan untuk bangun. Namun, ia malah melihat Kia yang tertidur sambil duduk di samping ranjangnya. Gadis itu merebahkan kepalanya di ranjang dan terlihat sangat lelap."Kamu pasti lelah telah merawat aku semalaman," gumam Zidan. Ia perlahan mengangkat tubuh bagian atasnya dan berusaha duduk.Zidan menatap wajah Kia yang sedang tertidur sambil tersenyum. Tangannya tanpa sadar mengusap lembut pucuk kepala Kia hingga gadis itu terbangun.
Napas Kia seakan tercekat di tenggorokan saat melihat wajah Zidan yang begitu dekat. Namun, dengan tekad yang kuat, ia pun berhasil keluar dari dalam mobil.Zidan terlihat frustrasi dan akhirnya mengikuti Kia keluar. Ia sedikit berlari untuk mengejar Kia yang ingin sekali menghindarinya. Dengan cepat ia meraih pergelangan tangan gadis itu dan menariknya ke dalam dekapannya."Jangan seperti ini! Aku mohon!" pekik Zidan sambil memeluk Kia dengan erat.Kia yang masih dengan pendiriannya berusaha melepaskan diri dari pelukan Zidan. "Lepaskan aku! Kalau tidak, aku akan teriak!" ancamnya.Zidan hanya bisa pasrah dan melepaskan pelukannya. Seketika itu, Kia pun pergi meninggalkannya dan masuk ke ru
Kia memundurkan langkahnya karena masih merasa tidak percaya jika Zidan sedang berada di hadapannya. Namun, berulang kali ia mengerjapkan mata, tetap saja sosok Zidan masih berada tepat di depannya."Maaf! Saya adalah Vani." Kia yang tersadar mencoba mengelak dan menghindari Zidan. Seketika hatinya terasa nyeri karena melihat pria yang pernah mencampakkan dan berbuat kejam padanya tiga bulan silam."Iya ... kamu Vanilla Kiara, 'kan," ucap Zidan dengan suara yang begitu yakin. "Kamu bisa dipanggil Vani, Nilla, Kia atau Ara. Semuanya sama saja," imbuhnya kemudian.Kia tidak bisa menghindar lagi. Ia mencoba menenangkan rasa paniknya dan bersikap biasa saja.'Bagaimana bisa dia ada di sini?