POV RAY
Hujan rintik-rintik membasahi jalanan yang kutapaki sore ini, satu jam yang lalu detektif Johan menghubungiku dan memintaku untuk segera datang ke rumahnya. Namun karena ada kegiatan di panti, aku baru bisa mendapat ijin dari ibu kepala. Dengan memakai mantel hujan, aku langsung menuju ke rumah detektif Johan. Selain ingin tahu info yang di dapat detektif Johan, aku merasa sangat ingin bertemu dengan Maria, walau bagaimanapun aku masih menyukainya, mungkin juga sangat merindukan Maria.
Sampai depan rumah detektif Johan, aku tak langsung masuk. Aku merasakan ada beberapa pasang mata mengawasiku dari jauh. Aku yakin mereka sedang mengawasi rumah detektif Johan. Sejak turun dari monorail, aku merapatkan mantelku, hingga wajahku tak begitu terlihat jelas.
Mobil detektif Johan masih terparkir di luar, mungkin dia baru saja sampai ke rumahnya. Aku pun sagera masuk dan mengetuk pintu kantor detektif Johan. Belum se
POV RAYMaria yang mendengar ucapan detektif Johan yang menyuruhnya untuk diam, terlihat cemberut, dia melipat kedua tangannya di dadanya sambil merubah posisi duduknya.“Ok Ray, terakhir beberapa hari yang lalu, orang dari SDI menemuiku. Dia membawakan aku sebuah rekaman CCTV, di mana putriku Maria ada di dalam rekaman itu. Saya sangat terkejut dan mereka menargetkan untuk menyelidiki putriku ini," jelas detektif Johan sambil melirik ke sampingnya, di mana Maria berada.“Maafkan saya Detektif, bila saya jadi melibatkan Maria. Itu adalah hal yang tak terduga...," jawabku sambil menundukkan kepalaku."Iya Ray, saya bilang sekarang sudah mengerti apalagi kemarin ibumu sendiri yang meminta untuk melindungimu," jawab detektif Johan sambil menatapku."Tuan detektif, ada yang salah dengan perkataan ibu saya. Bukan Saya yang perlu perlindungan, tapi sayalah yang akan melindungi anda dan ke
POV MARIAAyah mendapatkan info penting yang ingin disampaikan ke Ray, sore ini di saat hujan deras mengguyur, Ray datang ke rumah. Sejak ayah memberitahukan akan kedatangan Ray, aku menunggunya di ruang tamu. Senangnya hatiku saat menyambut kedatangan Ray, tapi aku tak bisa mengabaikan pertemuannya dengan ayah, jadi aku mengantarnya dulu bertemu ayah.Kebahagiaan terpancar dari wajah Ray, ketika ayah memberitahukan kalau orang tuanya masih hidup dan ingin bertemu dengannya. Aku pun turut merasakan kebahagian Ray. Ada satu kejutan yang sempat membuat aku dan ayah merasa kaget dan takut, saat Ray menunjukkan kekuatan yang selama ini di embunyikan dan menjadi alasan baginya untuk tidak bisa dekat dengan teman-temannya, termasuk juga aku.Aku kesal pada ayah yang menyuruhku untuk diam tak mengganggu pembicarannya dengan Ray, tapi kemudian aku merasa sangat-sangat sayang sama ayah tercinta. Saat Ray akan pulang tapi diluar
POV RAY Maria tertidur sambil menyandarkan kepalanya di bahuku, dengkuran halus terdengar, membuatku tersenyum. Kubelai rambut hitam kemerahan milik Maria, tercium lembut wangi sampo lemon bercampur mint yang menyegarkan ditambah wangi parfum yang dia kenakan, yang menjadi ciri khas sejak aku mengenalnya dan aku selalu mengingatnya. Aku mencoba untuk melepaskan genggaman tangan Maria di tanganku, namun dia mengenggamnya dengan kuat seakan tak mau melepaskannya walau saat dia tertidur seperti ini. Ketika detektif Johan melihat ke arah kami dari pintu kamar yang terbuka, dia melihat Maria yang tertidur di bahuku. Detektif Johan hanya tersenyum lalu mengisyaratkan agar aku menghampirinya. aku hanya mengangguk dan meminta waktu sebentar. “Boleh saya memindahkannya dulu?" tanyaku dengan suara pelan. Detektif Johan mengangguk setuju. Perlahan aku melepaskan genggaman tangan Maria di tanganku, lalu dengan hati-hati meme
POV RAYDalam perjalanan pulang ke panti, Alex menghubungiku dan memintaku untuk datang ke sebuah gedung yang tak terpakai yang berada di pinggiran kota dan jauh dari keramaian. Dengan menggunakan taksi aku pun berangkat menemui Alex. Tiba di alamat yang di berikan Alex, aku sempat kebingungan. Di depanku hanya ada bangunan dua puluh lantai yang setengah jadi, mungkin ini salah satu proyek mangkrak yang ditinggalkan pengembangnya.Sambil menghubungi lagi Alex , pandanganku berputar melihat ke sekeliling. Tempat yang mungkin sudah bertahun-tahun terbengkalai hingga tiang-tiang besinya terlihat sudah berkarat. Minimnya cahaya yang ada membuatku lebih waspada akan sekelilingku. Hingga Alex memintaku untuk langsung masuk ke area bangunan. Baru beberapa langkah memasuki gedung, Alex sudah menyambutku.“Hai Ray, Selamat datang!" sambutnya sambil memeluk dan menepuk punggungku. Aku hanya tersenyum lalu kami saling melepa
POV MARIALiburan natal dan tahun baru telah tiba, hari ini terakhir kami datang ke sekolah sebelum liburan nanti. Kesibukkan menyambut natal terlihat di mana-mana, tak terkecuali di sekolahku. Seluruh siswa dan siswi saling berlomba memasang hiasan natal di kelas masing-masing. Namun ada yang hilang dari pandanganku hari ini, aku sama sekali tak melihat keberadaan Ray. Sejak tadi pagi aku sudah mencoba mencarinya, tapi tak kunjung aku temukan.Seharian ini aku merasa gelisah oleh ketiadaan Ray, hal itu tentu saja membuat Andre menjadi keheranan.“Sayang..., kamu kenapa sih?” tanya Andre sambil duduk di sampingku saat kami berada di depan kelas.“Hmm..., aku gak apa-apa Dre,” jawabku sambil melirik pada Andre."Oh ya Dre, kamu tahu gak Ray ke mana?" lanjutku“Yaelah sayang, kamu kok kayak gak tahu dia saja. Ray itu terkenal dengan mist
POV MARIA Aku terbangun lalu membuka mataku, “hai ..., di mana aku?” Seingatku tadi aku sedang di ruang kerja ayahku. Aku bingung keberadaanku yang tiba-tiba berada di sekolah. Mataku mulai menjelajah, tiba-tiba pandanganku tertuju pada sesosok cowok yang berlari masuk ke dalam ruangan gym. "Ray!" Teriakku Aku memanggilnya. Namun suaraku seperti tak di dengarnya, Ray terlihat begitu terburu-buru menghampiri sesosok tubuh yang tergeletak di lantai tempat gym. Ray memeriksa tubuh cewek itu lalu dengan hati-hati membopongnya. Aku mengerutkan keningku, sambil mendekati Ray. Betapa terkejutnya aku saat aku melihat siapa yang dia bopong, ahhh itu tubuhku!! "Kenapa aku?" Tanyaku sambil mengikuti kemana Ray membawa tubuhku yang terlihat tak berdaya. Ray membawaku ke ruang UKS, lalu membaringkan tubuhku di atas ranjang matras, menyelimutiku dengan hati-hati. Tak lama seorang tenaga kesehatan datang m
POV DETEKTIF JOHANAku langsung meraih tubuh putriku yang tiba- tiba ambruk dihadapanku. Hatiku bergetar takut sesuatu yang buruk menimpa putri kesayanganku Maria.“Mar, Maria?! Bunda...., Bunda cepat ke sini!” teriakku dengan panik sambil memeluk Maria."Ayah..., apa yang terjadi dengan Maria?!” tanya istriku yang sepertinya dia berlari untuk sampai di ruang kerjaku.“Ray…panggilkan Ray ayah! Panggilkan Ray!” gumam Maria di sela kesadarannya."Ayah ada apa ini, kenapa dengan Maria?" Tanya istriku, air matanya mulai mengembang di matanya.Aku langsung membawa Maria ke ruang keluarga dan membaringkannya di sofa."Bunda cepat panggil dokter!" Pintaku pada istriku."Panggil ambulan saja," ulangku saat melihat nafas Maria yang semakin tersendat. Aku langsung meraih kotak obat dan memasang inhaler pada pernafasan Maria.
POV Maria Aku masih terbaring di kasurku, tubuhku seakan menjadi rentan karena keadaan hatiku yang terlalu merindukan kehadiran Ray. Aku tahu ayah sudah berusaha mencari info keberadaan Ray, tapi setiap aku melihat ayah pulang dengan wajah yang kusut, aku langsung dapat menebak kalau ayah belum mendapatkan kabar baik yang aku harapkan. “Permisi om, Marianya ada?” samar-samar aku mendengar suara yang sudah hapal di telingaku. “Ya, ohh kamu masuk saja, Maria ada di kamar,” jawab suara Ayah. aku dapat menduga siapa yang datang. "Baik Om, terima kasih," jawab suara cowok dan aku yakin itu Andre. Terdengar suara langkah sepatu yang menaiki tangga dan mendekati kamarku. Pintu kamar di ketuk. Tok... Tok... Tok "Masuklah..," kataku pelan. “Hai Maria sayang...!" suaranya yang sangat aku kenal lalu di susul wajah tampan Andre muncul dari balik pintu kamarku. Senyuman manisnya terukir di bibirnya, aku
POV RAYAku berlari menghampiri Azazel yang masih berlutut di depan kursi kebesarannya. Tanpa banyak berkata lagi aku menerjang dengan pukuran dan tendangan yang yang bertubi-tubi. Dia sekarang tak lebih dari seorang manusia pengguna elemen, kekuatan yang ada pada tubuh Thomas hanya kekuatan milik Thomas saja.DUESH!Azazel beberapakalu terpelanting, walau begitu dia masih bisa bertahan dengan kekuatan elemen milik Thomas. Azazel pun berusaha untuk balik menyerangku dengan mengeluarkan elemen tanah dan membentuk sebuah palu besar, lalu diayunkan palu itu ke arahku sambil melompat. Aku bersiap menunggunya dengan membentuk palu yang lebih besar dari milik Azazel. Begitu serangan palu Azazel mendekat, dengan kekuatan palu yang aku buat, aku hancurkan dengan sekali hantaman paluku.Azazel bergerak secepat kilat dengan elemen petir, melontarkan panah-panah petir yang dengan mudah aku tangkis. Dia pun berusaha untuk lari, tapi aku tak akan melepas
POV RAY Ruangan sekarang menjadi terang lagi. Dengan susah payah aku berdiri sambil memegangi dadaku yang terluka. Mataku mulai berkunang-kunang. Darah sudah banyak yang keluar sepertinya. Tapi aku masih harus berdiri. "Creator?" kata Thomas. Tidak. Ia bukan Thomas. Dia Azrael yang telah mengambil alih tubuh Thomas. "Azrael?! Kenapa kamu tidak menjadi tubuhmu saja yang besar itu?" tanyaku. "Justru wujud manusia adalah wujud yang paling sempurna menurutku. Aku cukup menjadikan tubuhnya sebagai vesel untuk kebangkitanku. Segar sekali rasanya setelah lama terkurung di kegelapan oleh lima creator terkutuk itu selama ribuan tahun. Dan aku tak perlu membunuh mereka karena mereka sudah mati. Hahahahahah," kata Azrael. "Ugh!" rasa sakit didadaku. Ah...darah. Darah itu elemen air bukan? Aku terpaksa melakukannya. Obati lukaku siapa namamu? Dia tidak bernama. Tolonglah. Ahh...aku tertolong. Lukaku mulai tertutup.
POV ANDRE Pertarunganku dan Puri melawan laki-laki bernama Hund semakin seru, kami berusaha keras mengalahkan dia, walau beberapa kali kami harus berusaha menghindari semua serangan Hund yang tentu saja pengalaman bertarungnya jauh diatas kami berdua. Sering kali aku kewalahan dan hampir terkena sabetan-sabetan pedang besinya yang super tajam. Tapi beruntung aku terlindungi dengan kayu-kayu yang muncul dari penggabungan jolt yang aku pakai. Namun pertarungan kami mendadak terhenti, perlahan tapi pasti suasana menjadi gelap. Aku dan Puri saling pandang. Begitupun Alex dan teman-teman lainnya. Ada rasa panik yang aku rasakan dan mungkin juga Alex dan yang lainnya juga merasakan. "Puri, apa ini sudah saatnya terjadi gerhana?" Tanyaku sambil mendekati Puri. Puri yang terlihat kelelahan hanya menatapku sendu, lalu mengangguk pelan. "Puri, kita masih belum kalah, kita harus terus bertarung" bisikku sambil
POV BALANCER Aku kembali berhadapan dengan Robert. lelaki yang telah membunuh adikku satu-satunya. Aku tak dapat melupakan kejadian itu walau sesaatpun, jasad William yang dilemparkannya ke bawah jembatan. William yang berusaha melindungiku dan anakku dari orang-orang biadab ini. Dia tak dapat mengimbangi serangan-serangan yang diterimanya dari para agen SDI yang mengeroyoknya. Sedangkan aku, Ketika itu baru saja melahirkan. Dalam kondisi yang masih lemah Thomas yang sudah mengetahui keberadaanku, memerintahkan untuk membunuh ku juga William. "Balancer, akhirnya kita selesaikan pertarungan kita yang tertunda," kata Robert. Aku yang malas meladeni ucapannya, lalu memanggil kekuatan elemenku, besi. Seperti biasa, aku dengan kuku-kuku besiku sudah siap mencabik-cabik Robert. Aku langsung menerjangnya, melancarkan serangan-serangan untuk bisa cepat mencabik dan membunuhnya. Robert dengan memakai kekuatan joltnya, dia pun m
POV RAY Aku mengakui kekuatan Thomas, dia sangat kuat. Walaunsejauh ini aku dapat mengimbangi kekuatannya. Aku yang seorang Creator dapat mengimbangi cara bertarung Thomas, yang tak beda jauh dengan cara bertarungku. Aku berdiri di atas platform yang terbuat dari es, ketika aku mengimbangi dia membentuk golem raksasa bersenjatakan tombak bertarung dengan golem raksasa yang dia buat dengan bersenjatakan pedang. Pertarungan kami cukup aneh sekali, kami tidak melakukan pertarungan langsung. Kami saling melemparkan elemen dan menciptakan berbagai bentuk makhluk yang kamu gerakkan dari jauh. Seandainya ada yang melihat pasti mereka seperti melihat dua orang yang bermain mainan remote control untuk saling mengalahkan. Aku bisa mengimbangi cara bertarung seperti itu. Kalau ada kesempatan baru aku menyerangnya secara langsung dengan melemparkan sesuatu untuk melukainya, begitupun dengan Thomas. Dan Sial. Dia Kuat sekali, tak ada satup
POV ANDREAku, Puri, Alek, Tobi, dan para elemental lainnya, kini berhadapan dengan tiga anggota SDI. Mereka yang masing-masing menggunakan sarung tangan jolt, menyeringai ke arah kami. Senyum merendahkan pun tersungging di wajah mereka. Dengan sangat angkuh mereka mendekat ke arah kami."Halo kalian tikus-tikus elemen, kenalkan namaku John. Ada baiknya bukan, jika sebelum mati kalian mengetahui nama siapa yang sudah membunuh kalian, hahaha..." kata orang pertama sambil tertawa mengejek."Aku Scarlet," kata orang kedua, seorang cewek dengan dandanan layaknya laki-laki."Hahaha..., dan Hund, bersiaplah kalian untuk mati," katanya."Kalian tak lihat apa, jumlah kami banyak. Apa sanggup kalian melawan kami?" tanya Alex dengan lagaknya seperti biasa."Hahaha..., lihat teman-teman. Dia meragukan kita!" Kata John sambil melirik kedua temannya."Hahaha...., mereka memang cari mati John! Hai bocah sebanyak apapu
Pov RayAku dan sang Balancer ibuku memimpin para pengguna elemen menuju senayan, dimana bangunan aneh berada. Kami sudah berada di depan bangunan besar yang menjulang yang mengelilingi Tugu Monas. Menurut ramalan tepat jam dua belas siang nanti akan terjadi gerhana matahari, dimana seluruh planet berada pada satu garis lurus.Sebelum itu terjadi, kami harus bisa mengalahkan Thomas dan menghalanginya untuk menjadi wadah dari kekuatan Azazel. Walau kami tahu, itu tidak akan mudah. Tapi kami pantang untuk menyerah, demi kedamaian di dunia ini.Semua bangunan ini sudah dipersiapkan oleh Thomas. Bagunan yang dibuat dengan menggunakan elemen tanah, besi dan elemen es untuk atapnya."Ray cepat temukan Thomas, Kita tak punya banyak waktu lagi. Sebelum terjadi gerhana Matahari, terlambat saja, kita sudah dapat dipastikan akan binasa," kata Ibuku dengan tegas padaku."Iya Ibu, Ray tahu hal itu," jawabku sambil terus melangkah.
POV Ray (6 jam sebelum gerhana)."Sebuah bangunan megah yang aneh tiba-tiba saja muncul dari dalam tanah, kemunculan bangunan itu disertai dengan terjadinya gempa dahsyat. Gempa yang bukan saja terjadi di sekitar kemunculan bagunan aneh itu, tapi hingga melanda keseluruh kota Jakarta."Sebuah headline dari berita yang muncul di beberapa stasiun televisi nasional, yang tentu saja membuat geger seluruh warga. Apalagi peristiwa gempa telah membuat orang-orang menjadi panik, kaca-kaca gedung pecah. Bahkan sebagian bangunan milik warga ada yang rubuh, hingga ada juga yang rata dengan tanah.Seluruh stasiun televisi menyiarkan fenomena aneh ini. Aparat dari kepolisian dan militer pun mensterilkan sekitar Senayan. Hanya pihak pemberitaan yang bisa mendekati lokasi, walau area yang diliput di batasi. Tapi semua lapisan masyarakat bisa melihat bangunan megah itu dari jauh.Bangunan besar, menyerupai sebuah istana raja-raja. Yang tiba-tiba saja ter
POV MariaLelaki berambut abu-abu itu berdiri si depan kami, senyumnya tersungging. Namun aku tak merasakan keramahan dari senyuman itu, tapi kengerian yang mulai menjalar ke seluruh tubuhku."Halo Keponakanku, apa kabar?" sapa lelaki itu."Ahhh...., ponakan!" Pikirku."Thomas....," gumam Ray, dia berdiri dengan posisi waspada.Aku heran siapa laki-laki ini, meski menyebut Ray dengan kata keponakan, tapi Ray terlihat tak bergeming dari tempatnya. Sepertinya ada percakapan batin dari kedua orang ini, yang tak bisa aku dengar."Aku hanya ingin menyapa saja, tak apa kan," kata Thomas."Kenapa?""Wajar bukan seorang paman menyapa keponakannya. Apalagi kalau basa-basi ini diperlukan sebelum kita bertemu lagi dalam pertempuran," kata Thomas. Dia menoleh ke arahku."Sore nona, pacarmu Ray?""Thomas, sudahi semua ini. Kamu tahu siapa Azazel bukan?""Aku tahu Ray, hanya saja aku lebih