POV Ray
Melihat kemurungan Agni yang terlihat jelas di wajahnya, aku kembali memeluk bahunya dan mengusapnya perlahan. Merasakan sentuhanku, Agni menatapku sekilas lalu tersenyum, kemudian dia menepuk-nepuk tanganku yang ada di pundaknya.
“Nggak apa-apa kok, kalau kamu nggak mau cerita, aku bisa mengerti," kataku pelan, ada rasa takut Agni akan marah.
“Kami bertiga kabur dari kelompok sirkus...," jawab Agni pelan.
“Hah.., kabur?” seruku.
“Sttt..., biasa saja kali, gak usah teriak gitu,” gerutu Agni sambil mendelik ke arahku.
“ups.., Maaf?” jawabku menutup mulut dengan telapak tangan.
“Hmm..., sejak kecil kami sudah yatim piatu dan hidup di jalanan. Kami sering mendapat kesulitan walau sekedar untuk mengisi perut. Dari setiap menemui kesulitan itu, aku seakan mendapat bisikan-bisikan yang sebelumnya tak pernah aku hiraukan. Saat aku terdesak keti
POV RayKedekatanku dengan Agni juga tak mempengaruhi persahabatan aku, Agni, Alex dan Troya. Kami berempat sering berpetualang bersama, kadang dalam acara liburan atau pun hanya untuk seru-seruan saja. Kami empat sekawan sering pula menemani bapa Joseph dalam kunjungannya ke berbagai kota dalam perjalanan khotbahnya. Seperti hari itu, aku sama sekali tak mempunyai firasat apa pun. Semua berjalan seperti biasa bila kami menemani bapa Joseph.Selesai memberikan khotbah, bapa Joseph masih membereskan perlengkapan dibantu Agni. Sedangkan aku berada di belakang panggung bersama Troya. Aku melihat beberapa orang mendatangi bapa Joseph, sebenarnya sih sudah jadi hal biasa bila ada yang mendatangi bapa Joseph, mereka kebanyakan yang ingin konsultasi pada bapa Joseph. Namun aku merasa aneh dengan penampilan dan gerak-gerik mereka, hingga aku menghentikan pekerjaanku dan mengawasi mereka."Selamat malam Bapa Joseph," kata salah satu dari me
POV RaySetelah Agni pergi, Bapa Joseph berdiri menghadang March dan teman-temannya. March lalu berusaha mendorong tubuh Bapa Joseph, namun pukulan tangan kanan yang cukup keras dari bapa Joseph bersarang di wajah March hingga membuat dia terhuyung. Untuk sesaat March menggeleng-gelengkan kepala."Pendeta kurang Ajar," sungut March, lalu dia memerintahkan kedua temannya untuk menyerang bapa JosephKedua orang itu mengangguk lalu menyerang Bapa Joseph secara bersamaan. Bapa Joseph yang mantan petinju, dia sudah siaga untuk menyerang balik kedua orang itu. Pukulan-pukulan tangan kanan bapa Joseph yang dilakukan dengan penuh tenaga dan perhitungan yang matang, dengan mudah merubuhkan kedua orang itu. Ternyata kemampuan Bapa Joseph sangat luar biasa, dia masih punya stamina yang stabil dalam bertinju.“Jangan anggap remeh karena aku hanya seorang pendeta, Aku mantan petinju,” ujar Bapa Joseph dalam posisi bertahan.
POV Ray Setelah Agni pergi, Bapa Joseph berdiri menghadang March dan teman-temannya. March lalu berusaha mendorong tubuh Bapa Joseph, namun pukulan tangan kanan yang cukup keras dari bapa Joseph bersarang di wajah March hingga membuat dia terhuyung. Untuk sesaat March menggeleng-gelengkan kepala. "Pendeta kurang Ajar," sungut March, lalu dia memerintahkan kedua temannya untuk menyerang bapa Joseph Kedua orang itu mengangguk lalu menyerang Bapa Joseph secara bersamaan. Bapa Joseph yang mantan petinju, dia sudah siaga untuk menyerang balik kedua orang itu. Pukulan-pukulan tangan kanan bapa Joseph yang dilakukan dengan penuh tenaga dan perhitungan yang matang, dengan mudah merubuhkan kedua orang itu. Ternyata kemampuan Bapa Joseph sangat luar biasa, dia masih punya stamina yang stabil dalam bertinju. “Jangan anggap remeh karena aku hanya seorang pendeta, Aku mantan petinju,” ujar Bapa Joseph dalam posisi bertahan. Melihat ked
POV RAY Waktu berputar begitu cepat, sebulan sudah berlalu sejak kepergian bapak Joseph. Aku menjalani kembali rutinitasku di panti, berangkat ke sekolah juga mulai aktif di gereja. Meski terkadang pada kesempatan tertentu hatiku belum bisa menyingkirkan rasa sakit kehilangan bapa Joseph. Tak ada seorangpun yang dapat menggantikan posisi bapa Joseph di hatiku. Suster kepala mulai mengambil tangung jawab urusan panti dan sekaligus menjadi pimpinan di panti kami, waktu yang dia punya untukku pun semakin sedikit. kami jadi jarang bertemu karena kesibukkannya, walau aku tahu suster kepala masih tetap mengawasi perkembanganku, perkembangan emosiku. sejak kejadian yang menimpa bapa Joseph, aku berjanji pada diriku sendiri untuk tak lagi menggunakan kekuatanku, cukup sudah apa yang sudah aku lakukan pada saat itu. Aku bukan pembunuh dan aku juga tak mau menyakiti orang-orang di dekatku. aku tak ingin lagi kehilangan orang-orang yang aku sayangi.
POV RAY Begitu sampai di panti, dengan menutup wajahku, aku buru-buru masuk kamar lalu memcuci bersih wajah dan badanku. Kutatap wajahku di cermin, ada lebam bekas pukulan pemuda preman itu. Baru saja aku keluar dari kamar mandi, Agni sudah menghadangku. Agni terkejut saat melihat lebam yang ada diwajahku, dia pun marah."Kamu kenapa Ray?" tanya Agni, walau suaranya pelan namun aku tahu dia menyimpan kemarahan. "Aku tak apa-apa kok Ni," jawabku, aku tahu bila aku katakan Agni pasti langsung mencari pelakunya. "Apaan tidak apa-apa, siapa yang berani melakukan ini, cepat bilang padaku!" kata Agni penuh emosi. "Sudahlah Ni, aku nggak apa-apa kok," kataku sambil melangkah melewati Agni. "Apanya yang nggak apa-apa, emang kamu nggak bercermin tadi," kata Agni semakin marah. aku hanya diam sambil meraih baju dan memakainya. "Kamu tuh Ray, kayak nggak punya kekuatan saja masa sama cecunguk kampun
POV RAYMelihat aku yang berhasil mengatasi bola apinya, Agni kemudian memberikan lemparan bola api yang lebih besar ke arahk, bahkan lebih panas dari yang dia lemparkan tadi. Aku tak banyak berpikir, bola api ini pun aku tangkap dan melenyapkan lagi dengan kekuatanku. Namun Agni kembali melemparkan yang lebih besar hingga kejadiannya berulang beberapa kali. Setiap aku menangkap bola api dan mengatasinya, agni akan mengirim bola api yang lebih besar dan kuat."Cukup Agni, hentikan!" Teriakku dengan nada sedih.Agni seperti tak mau mendengar, aku berusaha untuk lebih mendekat, namun selalu dihadang oleh pijar api yang semakin besar."Jangan banyak bacot kamu Ray, cepat lawan aku. Bukan cuma bisa menghindar!" Ejek Agni dengan kasar."Ni, hentikan! Ini bisa berbahaya untuk kita dan juga sekeliling ...," belum sempat aku menyelesaikan ucapanku.Duaarrrr....Ledakan bola ap
POV RAY Aku masih menunduk lesu di atap gedung panti, kisah dari masa laluku seakan kembali mengguncang batinku. Disini..., di atap gedung ini, tempat aku dan Agni menikmati malam dan bercerita tentang hari yang kami lewati, bahkan rencana indah yang kami susun berdua, kami bicarakan di sini. Sejak saat itulah aku memilih menutup diri, menghabiskan waktu dengan membaca dan sembunyi-sembunyi melatih kekuatanku. Alex dan Troya setelah lulus SMP, memilih untuk tidak melanjutkan sekolah dan keluar dari panti. Alex dan Troya menyadari kalau mereka bisa membahayakan penghuni panti lainnya kalau terus tinggal. Aku sempat mendengar kalau Alex dan Troya membuat sebuah yang beranggotakan anak-anak yang punya kemampuan mengendalikan elemen seperti kami. Setelah kematian Agni dan aku yang terus berduka, Empat sekawan pun bubar dengan sendirinya. Tak adanya Alex dan Troya, membuatku enggan untuk dekat dengan siapapun. Aku
POV DETEKTIF JOHANPenyelidikan yang aku lakukan terpaksa tertunda untuk beberapa hari, anak buah Robert selalu membuatku mati langkah dengan terus mengikuti setiap gerak-gerikku. Pengejaranku terhadap wanita yang benama Tina Einsburgh terpaksa aku lakukan secara online dengan memakai jasa seorang informan.Aku menyadari kalau pencarianku tentang Tina Einsburgh bisa diibaratkan seperti mencari jarum di tumpukan jerami. Apalagi kini aku yakin kalau pihak SDI yang dipimpin oleh Robert juga sedang menyelidiki orang yang sama, atau lebih tepatnya Robert sedang memburunya. Setiap info yang aku dapat, aku selalu berusaha untuk secepatnya sampai di lokasi, namun ketika sampai, orang-orang Robert sudah berada di sana dan membungkam setiap sumber yang ditemui.Melihat sepak terjang yang dilakukan pihak SDI membuatku bertanya-tanya, Siapa sebenarnya mereka? Bagaimana SDI bisa berada di divisi kepolisian, hingga mempunyai ak
POV RAYAku berlari menghampiri Azazel yang masih berlutut di depan kursi kebesarannya. Tanpa banyak berkata lagi aku menerjang dengan pukuran dan tendangan yang yang bertubi-tubi. Dia sekarang tak lebih dari seorang manusia pengguna elemen, kekuatan yang ada pada tubuh Thomas hanya kekuatan milik Thomas saja.DUESH!Azazel beberapakalu terpelanting, walau begitu dia masih bisa bertahan dengan kekuatan elemen milik Thomas. Azazel pun berusaha untuk balik menyerangku dengan mengeluarkan elemen tanah dan membentuk sebuah palu besar, lalu diayunkan palu itu ke arahku sambil melompat. Aku bersiap menunggunya dengan membentuk palu yang lebih besar dari milik Azazel. Begitu serangan palu Azazel mendekat, dengan kekuatan palu yang aku buat, aku hancurkan dengan sekali hantaman paluku.Azazel bergerak secepat kilat dengan elemen petir, melontarkan panah-panah petir yang dengan mudah aku tangkis. Dia pun berusaha untuk lari, tapi aku tak akan melepas
POV RAY Ruangan sekarang menjadi terang lagi. Dengan susah payah aku berdiri sambil memegangi dadaku yang terluka. Mataku mulai berkunang-kunang. Darah sudah banyak yang keluar sepertinya. Tapi aku masih harus berdiri. "Creator?" kata Thomas. Tidak. Ia bukan Thomas. Dia Azrael yang telah mengambil alih tubuh Thomas. "Azrael?! Kenapa kamu tidak menjadi tubuhmu saja yang besar itu?" tanyaku. "Justru wujud manusia adalah wujud yang paling sempurna menurutku. Aku cukup menjadikan tubuhnya sebagai vesel untuk kebangkitanku. Segar sekali rasanya setelah lama terkurung di kegelapan oleh lima creator terkutuk itu selama ribuan tahun. Dan aku tak perlu membunuh mereka karena mereka sudah mati. Hahahahahah," kata Azrael. "Ugh!" rasa sakit didadaku. Ah...darah. Darah itu elemen air bukan? Aku terpaksa melakukannya. Obati lukaku siapa namamu? Dia tidak bernama. Tolonglah. Ahh...aku tertolong. Lukaku mulai tertutup.
POV ANDRE Pertarunganku dan Puri melawan laki-laki bernama Hund semakin seru, kami berusaha keras mengalahkan dia, walau beberapa kali kami harus berusaha menghindari semua serangan Hund yang tentu saja pengalaman bertarungnya jauh diatas kami berdua. Sering kali aku kewalahan dan hampir terkena sabetan-sabetan pedang besinya yang super tajam. Tapi beruntung aku terlindungi dengan kayu-kayu yang muncul dari penggabungan jolt yang aku pakai. Namun pertarungan kami mendadak terhenti, perlahan tapi pasti suasana menjadi gelap. Aku dan Puri saling pandang. Begitupun Alex dan teman-teman lainnya. Ada rasa panik yang aku rasakan dan mungkin juga Alex dan yang lainnya juga merasakan. "Puri, apa ini sudah saatnya terjadi gerhana?" Tanyaku sambil mendekati Puri. Puri yang terlihat kelelahan hanya menatapku sendu, lalu mengangguk pelan. "Puri, kita masih belum kalah, kita harus terus bertarung" bisikku sambil
POV BALANCER Aku kembali berhadapan dengan Robert. lelaki yang telah membunuh adikku satu-satunya. Aku tak dapat melupakan kejadian itu walau sesaatpun, jasad William yang dilemparkannya ke bawah jembatan. William yang berusaha melindungiku dan anakku dari orang-orang biadab ini. Dia tak dapat mengimbangi serangan-serangan yang diterimanya dari para agen SDI yang mengeroyoknya. Sedangkan aku, Ketika itu baru saja melahirkan. Dalam kondisi yang masih lemah Thomas yang sudah mengetahui keberadaanku, memerintahkan untuk membunuh ku juga William. "Balancer, akhirnya kita selesaikan pertarungan kita yang tertunda," kata Robert. Aku yang malas meladeni ucapannya, lalu memanggil kekuatan elemenku, besi. Seperti biasa, aku dengan kuku-kuku besiku sudah siap mencabik-cabik Robert. Aku langsung menerjangnya, melancarkan serangan-serangan untuk bisa cepat mencabik dan membunuhnya. Robert dengan memakai kekuatan joltnya, dia pun m
POV RAY Aku mengakui kekuatan Thomas, dia sangat kuat. Walaunsejauh ini aku dapat mengimbangi kekuatannya. Aku yang seorang Creator dapat mengimbangi cara bertarung Thomas, yang tak beda jauh dengan cara bertarungku. Aku berdiri di atas platform yang terbuat dari es, ketika aku mengimbangi dia membentuk golem raksasa bersenjatakan tombak bertarung dengan golem raksasa yang dia buat dengan bersenjatakan pedang. Pertarungan kami cukup aneh sekali, kami tidak melakukan pertarungan langsung. Kami saling melemparkan elemen dan menciptakan berbagai bentuk makhluk yang kamu gerakkan dari jauh. Seandainya ada yang melihat pasti mereka seperti melihat dua orang yang bermain mainan remote control untuk saling mengalahkan. Aku bisa mengimbangi cara bertarung seperti itu. Kalau ada kesempatan baru aku menyerangnya secara langsung dengan melemparkan sesuatu untuk melukainya, begitupun dengan Thomas. Dan Sial. Dia Kuat sekali, tak ada satup
POV ANDREAku, Puri, Alek, Tobi, dan para elemental lainnya, kini berhadapan dengan tiga anggota SDI. Mereka yang masing-masing menggunakan sarung tangan jolt, menyeringai ke arah kami. Senyum merendahkan pun tersungging di wajah mereka. Dengan sangat angkuh mereka mendekat ke arah kami."Halo kalian tikus-tikus elemen, kenalkan namaku John. Ada baiknya bukan, jika sebelum mati kalian mengetahui nama siapa yang sudah membunuh kalian, hahaha..." kata orang pertama sambil tertawa mengejek."Aku Scarlet," kata orang kedua, seorang cewek dengan dandanan layaknya laki-laki."Hahaha..., dan Hund, bersiaplah kalian untuk mati," katanya."Kalian tak lihat apa, jumlah kami banyak. Apa sanggup kalian melawan kami?" tanya Alex dengan lagaknya seperti biasa."Hahaha..., lihat teman-teman. Dia meragukan kita!" Kata John sambil melirik kedua temannya."Hahaha...., mereka memang cari mati John! Hai bocah sebanyak apapu
Pov RayAku dan sang Balancer ibuku memimpin para pengguna elemen menuju senayan, dimana bangunan aneh berada. Kami sudah berada di depan bangunan besar yang menjulang yang mengelilingi Tugu Monas. Menurut ramalan tepat jam dua belas siang nanti akan terjadi gerhana matahari, dimana seluruh planet berada pada satu garis lurus.Sebelum itu terjadi, kami harus bisa mengalahkan Thomas dan menghalanginya untuk menjadi wadah dari kekuatan Azazel. Walau kami tahu, itu tidak akan mudah. Tapi kami pantang untuk menyerah, demi kedamaian di dunia ini.Semua bangunan ini sudah dipersiapkan oleh Thomas. Bagunan yang dibuat dengan menggunakan elemen tanah, besi dan elemen es untuk atapnya."Ray cepat temukan Thomas, Kita tak punya banyak waktu lagi. Sebelum terjadi gerhana Matahari, terlambat saja, kita sudah dapat dipastikan akan binasa," kata Ibuku dengan tegas padaku."Iya Ibu, Ray tahu hal itu," jawabku sambil terus melangkah.
POV Ray (6 jam sebelum gerhana)."Sebuah bangunan megah yang aneh tiba-tiba saja muncul dari dalam tanah, kemunculan bangunan itu disertai dengan terjadinya gempa dahsyat. Gempa yang bukan saja terjadi di sekitar kemunculan bagunan aneh itu, tapi hingga melanda keseluruh kota Jakarta."Sebuah headline dari berita yang muncul di beberapa stasiun televisi nasional, yang tentu saja membuat geger seluruh warga. Apalagi peristiwa gempa telah membuat orang-orang menjadi panik, kaca-kaca gedung pecah. Bahkan sebagian bangunan milik warga ada yang rubuh, hingga ada juga yang rata dengan tanah.Seluruh stasiun televisi menyiarkan fenomena aneh ini. Aparat dari kepolisian dan militer pun mensterilkan sekitar Senayan. Hanya pihak pemberitaan yang bisa mendekati lokasi, walau area yang diliput di batasi. Tapi semua lapisan masyarakat bisa melihat bangunan megah itu dari jauh.Bangunan besar, menyerupai sebuah istana raja-raja. Yang tiba-tiba saja ter
POV MariaLelaki berambut abu-abu itu berdiri si depan kami, senyumnya tersungging. Namun aku tak merasakan keramahan dari senyuman itu, tapi kengerian yang mulai menjalar ke seluruh tubuhku."Halo Keponakanku, apa kabar?" sapa lelaki itu."Ahhh...., ponakan!" Pikirku."Thomas....," gumam Ray, dia berdiri dengan posisi waspada.Aku heran siapa laki-laki ini, meski menyebut Ray dengan kata keponakan, tapi Ray terlihat tak bergeming dari tempatnya. Sepertinya ada percakapan batin dari kedua orang ini, yang tak bisa aku dengar."Aku hanya ingin menyapa saja, tak apa kan," kata Thomas."Kenapa?""Wajar bukan seorang paman menyapa keponakannya. Apalagi kalau basa-basi ini diperlukan sebelum kita bertemu lagi dalam pertempuran," kata Thomas. Dia menoleh ke arahku."Sore nona, pacarmu Ray?""Thomas, sudahi semua ini. Kamu tahu siapa Azazel bukan?""Aku tahu Ray, hanya saja aku lebih