Share

BAB 7

Author: A_W
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

“Loh, kamu mau kemana May?” Tanya Eyang putri.

“Aku mau mandi Eyang…”

“Kalo mau mandi ya kenapa harus pamit sih… Kirain kamu mau keluar juga.” Kata Eyang putri.

“Yasudah, aku mandi dulu ya Eyang”

“Yasudah sana.”

Kemudian, Maya berjalan ke kamar mandi dan tak lupa, memakai sebuah kain untuk menutupi tubuhnya sebelum ia mulai mandi. Setelah itu, barulah Maya mulai mandi.

“Nah, gitu dong, kan kamu lebih kelihatan sopan kalau kamu memakai kain begitu…”

“Eh! Siapa itu!?” Tanya Maya sembari melihat ke segala tempat.

Tiba-tiba, sosok yang tempo hari tengah duduk di jendela perlahan menampakkan wujudnya.

“Eh, kamu…?” Kata Maya sembari menunjuk kearah sosok yang tengah duduk di jendela yang terbuka di dalam kamar mandi.

“Iya, ini aku, hehe. Kan sudah ku bilang, aku tinggal disini. Jadi, kamu harus sopan kalau mau mandi disini tanpa di ganggu. Jangan seperti kakak kamu si Reno dan Ayu! Memang mereka tidak bisa melihatku seperti kamu May, tapi ya setidaknya, hargailah penunggu disini!” Kata sosok yang tengah duduk di kamar jendela.

“Eh, bentar-bentar… Kemarin malam, aku bermimpi tentang…”

“Kamu berada di sebuah goa yang gelap? Dan ada aku disamping mu? Ya, kamu benar! Itu bukan lah mimpi!” Kata sosok itu memotong perkataan Maya.

“Lah, kamu bilang, aku harus sopan kalau mau mandi. Tapi, kamu sendiri tidak sopan main potong-potong perkataan orang lain! Mana perkataannya benar lagi, huh!” Kata Maya dengan nada bicara sedikit jengkel kepada sosok itu.

“Eh, hahaha… Iya ya? Maaf-maaf, aku begitu bersemangat soalnya, hahaha”

“Jadi, yang aku lihat ketika aku tidur itu bukan mimpi?” Tanya Maya kepada sosok itu.

“Bukan, itu adalah penglihatannya. Kamu ini indigo loh! Masak kamu tidak sadar sih!?”

“Ya maaf sih, aku kan masih baru dalam hal gaib-gaib seperti ini. Aku juga kalau bertemu kamu masih suka kaget. Jadi wajar sih, kalau aku tidak tahu.”

“Emm… iya juga… Tapi, lambat laun, kamu pasti terbiasa dengan penglihatan kamu yang sekarang kamu miliki ini.”

“Iya sih… Oh iya, kita belum berkenalan nih. Ga sopan tau, kalau kita tidak tegur sapa menggunakan nama masing-masing, benar kan?”

“Salam… Namaku Oscar the ordinary young, yang artinya Oscar anak muda biasa, yang kalau disingkat menjadi Otoy…”

“Pffffttt… Huwahahaha… Otoy? Nama apaan itu hah! Kok Otoy sih, hahaha. Namanya sudah keren sih, Oscar, the ordinary young. Kalau disingkat menjadi Otoy? Hahaha… Aneh banget nama kamu.” Kata Maya sembari terbahak-bahak meledek Otoy.

“Eh, kok kamu tertawa? Ada yang salah?” Tanya Otoy.

“Hahaha… Nama kamu tuh… Tidak mau di ganti dengan nama yang lain gitu?”

“Eh! Jangan salah kamu ya, kami para setan memiliki julukan masing-masing tau! Nama asliku Oscar, the ordinary young hanya julukan saja. Tidak mudah tau, mendapatkan julukan seperti itu, huh!” Kata Otoy dengan raut wajah yang jengkel.

“Hahaha, oke-oke... Tapi kok, hahaha… Kenapa harus Otoy sih, hahaha”

“Yaudah sih ah, tinggal panggil saja kok susah sih… Ya memang terdengar lucu bagi manusia, Tapi bagiku, ini julukan yang sangat berharga. Kenapa? Karena dengar-dengar ya, para setan-setan yang memiliki ilmu tinggi memanggilku dengan sebutan Otoy. Kenapa? Ya mungkin karena aku cerdas? Ilmuku juga tidak kalah tinggi dengan mereka kok. Hanya saja, mungkin tubuhku saja yang terlihat kecil.”

“Yaudah sih, kok jadi bahas-bahas julukan. Aku hanya ingin mandi loh, kenapa kamu harus muncul coba?”

“Ya ini kan rumah ku, jadi ya terserah dong, mau muncul kapan saja? Iya kan?”

“Iya sih… Tapi yaa… Setidaknya, biarkan aku mandi dengan tenang gitu… Hanya 10 menit saja loh.”

“Yaudah iya-iya… Cepetan kamu mandinya ya, setelah itu langsung keluar. Aku pergi dulu, bay-bay…” Kata Otoy sembari melambaikan tangannya ke Maya dan perlahan menghilang.

“Hadehhh… Memang ya, sosk-sosok penghuni rumah ini tuh tidak ada yang bener bentuk nya. Namanya juga aneh lagi, hahaha” Kata Maya sembari mengambil air menggunakan gayung mandi.

Setelah itu, Maya melanjutkan mandinya tanpa ada gangguan sedikitpun. Dan setelah itu, Maya keluar dan langsung menuju ke kamarnya untuk memakai pakaiannya.

Kemudian, setelah memakai pakaiannya, Maya langsung turun kebawah dan berjalan keluar rumah untuk menghampiri pakde Yono.

“Pagi pakde…” Kata Maya sembari menyapa pakde Yono yang tengah membersihkan kebun.

“Eh, non Maya. Pagi juga non, emm… Anda mau jalan-jalan lagi?” Kata pakde Yono kepada Maya.

“Iya dong pakde, bosen nih kalau hanya berdiam diri di rumah. Sekalian, kita sambung cerita yang kemarin, hehe. Oh iya, siapa tau, orang-orang di kebun sedang memanen buah seperti kemarin, kita bisa membantu mereka, yakan pakde?”

“Emm… Mereka tidak setiap hari ada disana non. Hanya hari-hari tertentu saja sih, hehe”

“Yasudah pakde, tidak masalah. Yang penting kan, kita keluar, dari pada di rumah saja, bosen loh pakde.”

“Hahaha… Yasudah, ayo kita keluar… Eh, tapi anda sudah pamit kepada Eyang kan non? Nanti, saya yang dimarahi oleh Eyang kakung dan Eyang putri karena membawa anda tanpa izin.”

“Sudah pakde, pakde tidak perlu khawatir soal itu, hahaha”

“Yasudah, mari non” Kata pakde Yono sembari meletakkan gunting rumput di dalam pos penjagaan milik pakde Yono.

Setelah itu, Maya dan pakde Yono berjalan keluar rumah.

“Non, anda bisa melihat makhluk berbadan kurus yang berjalan merangkak yang berada di hutan itu?” Kata pakde Yono kepada Maya sembari menunjuk kearah area hutan di samping rumahnya Eyang kakung.

“Eh, iya pakde, aku lihat tuh. Itu makhluk apa ya pakde?” Tanya Maya kepada pakde Yono.

“Itu namanya Bunian non. Konon katanya, makhluk Bunian itu sudah menyembunyikan anak-anak yang sedang bermain petak umpet di tengah hari maupun di malam hari non. Jadi, secara logikanya, tubuh dari anak itu masih utuh di tempat dia bersembunyi. Tapi, roh nya di bawa ke dunia lain. Nah, walaupun tubuhnya masih di tempat yang sama sebelum roh nya di bawa, manusia biasa yang tidak memiliki kelebihan seperti kita ini, tidak akan bisa melihat tubuh dari anak tersebut non. Nah, ada juga yang mengatakan kalau Bunian itu hidup normal, sama seperti kita. Mereka juga berbicara layaknya manusia biasa, dan mereka juga memiliki rumah non. Tapi, yang membedakan kita dengan makhluk tersebut, mereka ukurannya sedikit lebih kecil dari kita, bahkan ada yang lebih kacil lagi. Nah, ada yang berjalan normal dan ada juga yang berjalan merangkak seperti itu. Tapi tenang non, mereka tidak akan mengganggu kalau mereka tidak merasa terganggu.”

“Oh begitu ya pakde… Sepertinya, aku masih harus belajar banyak dengan pakde nih. Soalnya, kalau belajar dengan Eyang sih, kebanyakan becandanya.”

“Ya memang begitu lah orang tua non. Mereka saja sudah tidak ingin lagi berurusan dengan hal-hal gaib, eh malah kerabatnya yang tertarik dengan hal-hal gaib seperti ini. Mana umurnya masih muda lagi, hahaha”

“Ya, aku juga tidak ingin memiliki penglihatan seperti ini pakde. Tapi yah, mau bagaimana lagi kan? Semuanya sudah terjadi, dan sepertinya, aku juga memiliki tugas untuk menyelamatkan anak dari sepupuku yang di culik oleh makhluk yang menjelma menjadi lemari itu kan pakde?”

“Hahaha… Tenang non, pakde akan mengajari apa yang pakde tau kepada anda non. Tapi ya, tidak banyak sih, hahaha. Yah, sedikit banyaknya, ada lah yang non pelajari.”

“Iya pakde, sepertinya, pelajaran yang paling mendasar, aku ingin mengenal nama-nama dan bentuk dari para makhluk gaib yang ada di muka bumi ini pakde. Supaya ketika suatu saat mereka muncul tiba-tiba di hadapanku, aku sudah terbiasa melihat mereka.”

“Hahaha… Kalau anda ingin menguji nyali anda, supaya anda menjadi terbiasa, kita harus keluar malam non. Karena, dengan melihat bentuk makhluk  yang tidak begitu menyeramkan, tidak akan merubah cara pandang anda terhadap mereka. Kalau ingin membiasakan diri, biasakan melihat makhluk mulai dari yang menyeramkan dulu non. Jadi, ketika anda melihat bentuk dari makhluk yang bentuknya sudah tidak tersusun rapih layaknya seperti makhluk-makhluk gaib lainnya, anda tidak terkejut lagi non.”

Related chapters

  • Lemari Mencari Tumbal   BAB 8

    “Emm… Begitu ya pakde… Nah, yang jadi masalahnya, Eyang pasti tidak akan mengizinkan aku untuk keluar rumah pada malam hari pakde. Bagaimana dong?”“Emm… Iya juga ya non. Sulit juga untuk meminta izin kepada Eyang kakung untuk membawa anda jalan-jalan keluar rumah pada saat malam hari.”“Jadi bagaimana pakde?”“Emm… Nanti pakde pikirkan, yuk kita lihat-lihat kebawah non”Kemudian, mereka pergi berjalan menuruni jalan meninggalkan makhluk Bunian itu.“Eh, pakde-pakde, bentar dulu deh. Itu ada sebuah rumah makan yang menjual bakso pakde. Tapi kok…” Bisik Maya sembari menunjuk kearah sebuah warung bakso di pinggir jalan.“Iya non, itu namanya jin penglaris non. Setau pakde ya non, ada dua bentuk jin penglaris yang sering di pakai oleh orang-orang yang menginginkan warung atau rumah makannya ramai akan pengunjung. Yang pertama, anda bisa lihat se

  • Lemari Mencari Tumbal   BAB 9

    “Loh, emang bisa pakde?”“Ya enggak lah, hahaha. Anda ini ada-ada saja, masak iya menggunakan batu asah? Buta dong, hahaha”“Yee, kirain beneran, huh!”“Hahaha… Tidak-tidak, pakde hanya bercanda kok, hehe. Nah, anda bisa sering-sering berinteraksi dengan makhluk-makhluk tak kasat mata yang ada di sekitaran kita ini. Semakin sering anda melihat mereka, semkain tajam penglihatan anda non. Dan, ada beberapa cara untuk memastikan manusia yang ada di hadapan kita ini, beneran manusia atau bukan. Nah, cara pertama yang paling akurat adalah dengan melihat kakinya non. Kakinya itu menyentuh ke tanah atau tidak. Nah, kalau makhluk gaib ini menjelma menjadi sesosok manusia, pasti kakinya tidak menyentuh tanah atau bisa dibilang mengambang.”“Nah, kalau mereka dalam posisi duduk di sebuah kursi, kan biasanya kalau kita duduk tuh pakde, kaki kita kan sering tidak menyentuh tanah. Bagaiamana tuh pakde?&rdquo

  • Lemari Mencari Tumbal   BAB 10

    “Oh, begitu ya Eyang… Nah, terus kata pakde Yono, aku harus melatih penglihatanku ini Eyang, yang jadi masalahnya, bagaimana cara melatih penglihatan ini Eyang?” Kata Maya.“Emm… Bagaimana ya? Eyang juga kurang tau sih, hehe. Soalnya, mata Eyang sudah rabun, hahaha.” Kata Eyang putri.“Hadehh… Yasudah deh, aku masuk dulu ya Eyang, aku mau istirahat dulu.” Kata Maya sembari berjalan masuk kedalam rumah.Setelah berbicara dengan Eyang putri dan Eyang kakung, Maya langsung berjalan masuk menuju kamarnya. Kemudian, Maya membaringkan tubuhnya sembari bermain ponsel. Lalu, beberapa saat kemudian, Maya merasa mengantuk dan kemudian tertidur.‘May… May… Maya!’Samar-samar, terdengar suara seseorang yang sedang memanggil-manggil namanya. Lalu,“Otoy!? Dan… Huaaaaaaa!!!”Maya teriak ketika baru saja membuka matanya dan sudah ramai sosok-s

  • Lemari Mencari Tumbal   BAB 11

    “Eh!? Siapa kamu!? Kamu mau berbuat jahat ya! Pergi kamu!” Bentak Maya kepada sosok pria yang cukup tampan yang tiba-tiba muncul di hadapannya, tapi dia hanya memakai celana dan tidak memakai baju.Mendengar itu, sosok pria itu menoleh ke segala arah seperti mencari sesuatu. Lalu, pria itu bertanya,“Kamu bicara dengan siapa May?”“Eh!? Kok kamu tahu namaku?” Tanya Maya.Lalu, pria itu menoleh lagi ke segala arah. Tapi tetap saja, tidak ada siapa-siapa di sana kecuali Maya, pria itu dan 10 sosok yang tergeletak tadi.“Siapa? Aku?” Tanya pria itu sembari menunjuk dirinya sendiri.“Yaiya lah! Jadi kalau bukan kamu, siapa coba? Disini hanya ada kita berdua saja… Emm… Otoy… Kamu menculik Otoy ya!!!” Bentak Maya kepada pria itu.‘Menculik? Oh iya, dia kan belum pernah melihat wujud manusiaku ya? Emm… Aku kerjain ah, hehe’“Hai n

  • Lemari Mencari Tumbal   BAB 12

    “Hadeh-hadeh… Yasudah, aku ikut. Tapi, aku keluar menggunakan wujud ini ataupun menggunakan wujud manusia. Aku punya sebuah cincin batu merah delima yang bisa ku gunakan untuk tempatku bersemayan sekaligus memulihkan tenagaku. Aku juga dapat memantau pergerakanmu dari dalam batu cincin ini. Tapi sebagai gantinya, coba kamu salurkan tenagamu sedikit ke dalam batu merah delima ini, supaya aku bisa masuk ke dalamnya. Nih, coba pakai…” Kata Otoy sembari memberi sebuah cintin batu merah delima kepada Maya.Kemudian, Maya mengambil cincin itu dan kemudian memasangkannya di jari manisnya.Sontak, ketika cincin itu di pasangkan di jari manisnya, seketika tubuhnya Maya gemetar hebat dalam waktu kurang dari semenit. Kemudian, tiba-tiba cincin batu merah delima itu bersinar, dak kemudian, Otoy masuk ke dalam batu cincin itu. Setelah itu, cahaya dari batu merah delima itu redup dan kembali seperti semula.“May… Maya… Kamu bisa m

  • Lemari Mencari Tumbal   BAB 13

    “Eyang, aku keluar dulu ya…”“Iya May, jangan lama-lama pulangnya ya.”“Iya Eyang, aku berangkat dulu… Kak Reno, kak Ayu, aku berangkat.”Setelah itu, Ayu keluar dan menuju ke pos penjaga milik pakde Yono.“Pakde… Pakde…”“Eh… Siapa itu, malam-malam begini kok panggil-panggil? Ganggu orang lagi nonton TV saja.” Kata pakde Yono.Kemudian, pakde Yono mematikan TV nya, dan kemudian berjalan menuju pintu dan membukanya.“Eh, non Maya? Anda mau kemana, kok sudah rapih-rapih sekali?” Tanya pakde Yono.“Hehe… Mau jalan-jalan dong pakde. Eyang sudah mengizinkanku untuk keluar jalan-jalan, tapi harus di temenin oleh pakde. Pakde sibuk nggak?” Kata Maya.“Emm… Pakde sedang santai sih… Tapi non Maya beneran mau keluar? Tidak takut apa, malam-malam begini keluar? Emang mau kemana?”

  • Lemari Mencari Tumbal   BAB 14

    “Setelah ini, kita mau kemana non?” Tanya pakde Yono.“Emm… Kita disini dulu lah pakde sembari menikmati bakso ini. Setelah itu, baru kita keliling lagi.” Jawab Maya.“Emm… Yasudah non”Beberapa menit kemudian,“Ini non bakso nya…”“Eh, iya bu, terima kasih ya bu, ini uang nya…”“Terima kasih banyak ya non…”Lalu, Maya dan pakde Yono duduk di dekat penjual bakso itu sembari menikmati bakso yang tadi di beli oleh penjual bakso itu. Dan,“Hummpphh… Bakso nya enak ya bu… Tapi kok, tidak ada orang yang datang kesini untuk membeli bakso ibu ya?” Tanya Maya dengan nada bicara yang sedikit keras kepada ibu penjual bakso itu.Mendengar itu, pakde Yono menyenggol bahunya Maya untuk memberikan kode untuk menyuruh Maya diam. Lalu seketika, Maya menyadari kalau suaranya sedikit keras, tapi dia sudah te

  • Lemari Mencari Tumbal   BAB 15

    Mendengar itu, pakde Yono langsung menoleh kearah yang di tunjuk oleh Maya. Tapi tetap saja, tak ada apapun yang di atas sana.“Ha!? Tidak ada apa-apa kok non. Ada jangan bercanda ah…” Kata pakde Yono.“Eh, enggak loh pakde, itu serius ada seseorang yang tergantung di ranting pohon, tapi mengarah ke bawah sini loh! Kalau dia sampai jatuh, otomatis dia akan langsung mendarat ke tempat kita yang sekarang ini pakde. Jaraknya sangat tinggi loh pakde, sekitar 40 meter ke atas sana kalau dari tempat kita berdiri sekarang ini.” Kata Maya sembari masih menunjuk kearah atas puncak.“Ah, anda sepertinya sedang berhalusinasi saja non..”“Tidak loh pakde, itu sepertinya salah satu pendaki yang tadi sempat bertanya tentang jalur pendakian yang kita temui di jalan tadi. Masak pakde di melihatnya?”“Ah, anda serius non?”Kemudian, Maya menutup matanya dan mencoba berbicara dengan Otoy,

Latest chapter

  • Lemari Mencari Tumbal   BAB 48

    “Yah sudah, kita serang dia sama-sama saja!” teriak Pakde Yono. “Oke!”Akhirnya, perdebatan pun selesai dan mereka memutuskan untuk menyerang Rio bersama-sama. Namun, saat mereka berdua melihat ke arah tempat Rio berdiri tadi, tiba-tiba Rio sudah tidak ada disana. Pakde Yono dan Pakde Gunawan sempat melihat ke sekeliling, tapi tetap tidak terlihat karena gelap. Lalu, mereka berdua menghidupkan lampu senter yang mereka genggam di masing-masing tangan kanan mereka, lalu menyorotkan lampu senter itu ke segala arah dan terhenti tepat di posisi awal Rio berdiri tadi. “Eh, Yono, dia tidur tuh!” bisik Pakde Gunawan sambil menyorotkan lampu senternya kearah Rio yang terlihat tengah tertidur pulas di atas tanah, tepat di hadapannya. “Kita serang aja, bagaimana?” tanya Pakde Yono dengan raut wajah yang penuh semangat.Awalnya, Pakde Gunawan hanya diam dan berpikir, kalau dia menyerang Rio dalam keadaan tertidur seperti itu, itu adalah tindakan seorang pengecut. Namun, kalau dia me

  • Lemari Mencari Tumbal   BAB 47

    Crooot! “Uhuk-uhuk~” Gedebuk!Pria itu mencabut bayangan hitam yang membentuk sebilah keris dari perut sesosok wanita itu dan seketika, sesosok wanita itu terjatuh dan tergeletak ke tanah. Dia terbaring lemah dengan sebuah lubang melingkar di perutnya, serta mengeluarkan darah berwarna hitam dari lubang bekas tusukan itu. Wusshhhh …Pria itu menghilangkan bayangan hitam berbentuk keris panjang yang tengah di pegangnya tadi dan kemudian, dia pun berjalan kearah Sukma, Pakde Gunawan dan Pakde Yono. “Eh-eh, dia berjalan kesini, tuh!” bisik Pakde Yono sambil perlahan berjalan mundur dengan raut wajah yang mulai terlihat panik. “Sssttt! Tenang, Yono, tidak perlu panik,” kata Pakde Gunawan yang masih terlihat tenang.Sukma langsung mematikan lampu senternya, setelah melihat kalau si pria itu sedang berjalan kearahnya dan hanya bisa meramas baju yang dikenakan oleh Pakde Gunawan dan bersembunyi di balik tubuhnya. Dia sangat takut dan tak tahu harus berbuat apa pada saat

  • Lemari Mencari Tumbal   BAB 46

    “Tadi, Pakde dan Non Maya menyusuri hutan ini ketika kami pergi dan pulang ke rumah Eyangnya Non Maya. Kita sengaja ke sini, siapa tahu bisa menemukan petunjuk keberadaan dari Non Maya,” sahut Pakde Yono. “Hmm, seperti itu … lalu, bagaimana kalau ternyata, Maya tidak ada di hutan ini, Pakde?” tanya Sukma. “Yah, kita pulang saja kalau begitu. Kalau sudah tidak ada, untuk apa dicari lagi, ‘kan?” tanya balik Pakde Yono. “Yeee, tidak begitu, dong, Pakde … masa’ Pakde ingin pasrah semudah itu … jangan …,” “Loh, kalau sudah tidak ada, harus diusahakan agar kembali ada? Coba, kalau kamu memiliki kekasih, tapi kalian berdua telah mengakhiri hubungan kalian, dan kamu tidak memiliki rasa cinta lagi padanya. Namun, kekasihmu itu, memaksamu untuk kembali mencintainya. Bagaimana?” tanya Pakde Yono, memotong perkataan Sukma

  • Lemari Mencari Tumbal   BAB 45

    “Maya sudah tidak ada di dunia ini lagi,” “Apa!!!”Sontak, siapapun yang mendengar itu, pasti sangat terkejut. Bagi orang-orang yang memiliki pemikiran layaknya manusia biasa, pasti menganggap kalau perkataan dari Eyang kakung itu, mengatakan kalau Maya telah tiada. “Ma-Maya … Maya telah …,” “Ah, tidak. Bukan seperti itu maksud dari Tuan Ajie, Mbak … tidak ada di dunia ini lagi itu maksudnya, Maya sudah dibawa ke dunia lain, oleh sesosok makhluk tak kasat mata. Begitu lah sekiranya," jelas Pakde Gunawan, memotong perkataan Ibunya Sukma.Seketika, semua orang yang mendengar itu, langsung menghela nafas lega. Namun, tak sampai disitu, “Dibawa oleh makhluk tak kasat … loh, Maya diculik!?” tanya Eyang putri dengan raut wajah panik yang tergambar jelas di wajahnya. “Secara teknis, memang sepert

  • Lemari Mencari Tumbal   BAB 44

    “Hihihi … aku tidak tahu kalian ini siapa, dan mengapa kalian mengejar anak itu. Aku beritahukan kepada kalian semua, ya … ini wilayahku, dan anak itu adalah tamuku. Jadi, jangan coba-coba untuk mengganggunya, atau kalian akan berurusan denganku. Mengerti?” tanya Ibunya Rani, yang tiba-tiba muncul dari arah belakang Pria itu. “Hahaha … bukan ingin bermaksud merendahkan kamu, ya, tapi … makhluk-makhluk rendahan seperti kalian ini, tidak lebih dari seekor anjing yang berani menggonggong ketika berada di wilayahnya, dan menjadi seekor kucing ketika berada diluar wilayahnya,” kata Pria itu dengan lantang, berusaha membuat sosok Ibunya Rani marah padanya.Tidak tahu apa yang membuat Pria itu sangat yakin sampai dia berani berbicara seperti kepada sosok Ibunya Rani, padahal tempat itu adalah wilayahnya. Namun, bukannya marah, Ibunya Rani malah tertawa cekikikkan sambil bertepuk tangan dan menggelengkan kepalanya.

  • Lemari Mencari Tumbal   BAB 43

    Belum sempat Maya menyelesaikan pertanyaannya, Ibu nya Rani langsung menyuruh Maya untuk diam dan tak bersuara sedikitpun sambil menunjuk kearah bawah. Dengan terpaksa, Maya memberanikan diri untuk melihat kearah bawah. Ternyata, orang-orang yang tengah mengejar Maya, telah sampai di dekat pohon, tempat Maya, Ibu nya Rani, dan Rani bersembunyi. ‘Eh, it ….’Ibu nya Rani meminta Maya untuk tak bersuara sedikitpun. Lalu, dia berbicara dalam hati, untuk menghindari keributan. Namun, belum sempat Maya berbicara dalam hati, Ibu nya Rani langsung membungkam mulutnya, untuk mengejutkannya dan membuatnya diam sepenuhnya. “Hmm?”Terlambat sudah, membuat Maya untuk tidak bersuara. Terlihat dari raut wajah Pria yang memimpin pengikutnya, tiba-tiba tersentak dan merasakan setitik suara yang masuk ke telinganya. Sebagian pengikutnya sudah berlari cukup jauh dari lokasi pohon besar itu, dan seketika, Pria itu bert

  • Lemari Mencari Tumbal   BAB 42

    “Dindingnya sudah menghilang! Ayo kita kejar gadis kecil itu, sebelum kita kehilangan dia!”Mendengar itu, mereka semua pun kembali berlari mengejar Maya. Namun, baru beberapa langkah mereka berlari, Brak!!! Gedebug!!!Mereka kembali menabrak dinding yang sama, dan kembali terjatuh ke tanah. Terasa jelas kalau mereka benar-benar telah menabrak dinding itu. Namun, saat mereka berdiri dan kembali melakukan hal yang sama, mereka tetap saja tidak menemukannya. Merasa ada yang tidak beres, Pria yang dianggap sebagai pemimpin, yang sejak dari tadi berlari tepat di belakang mereka semua, langsung berjalan maju ke depan. “Hmm, aku rasa seperti ada yang tidak beres, nih … mungkin, kedua sosok yang tengah bersama dengan gadis itu tadi, yang membuat dinding astral ini. Mereka benar-benar ingin cari ribut denganku!” Semua orang yang mendengar itu, seketika terkejut dan kebi

  • Lemari Mencari Tumbal   BAB 41

    “Rani Sayang, hehe … co-coba to-tlong katakan pada ibu kamu, dong … jelaskan padanya, bagaimana bisa kakak sampai kesini.”Raut wajah dari sosok ibunya Rani, terlihat sangat marah pada Maya. Perlahan, wajah ibunya Rani mendekat kearah Maya, lalu mulutnya terbuka lebar dan tiba-tiba, beberapa ekor laba-laba berbulu berukuran lumayan besar secara bergantian keluar dari mulutnya, “Huwaaaaaa!!!” Maya berteriak sekeras-kerasnya, menyembunyikan wajahnya dibalik punggung Rani sambil meremas bahunya. Mendengar itu, Rani menoleh perlahan kearah Maya, lalu menoleh kearah Ibunya, “Ibu! Jangan menakuti kakak, ah!” kesal Rani pada ibunya. “Tidak, ibu hanya bertanya padanya saja …,” kata ibunya Rani, berbicara yang lambat, dengan mata yang melotot kearah Maya.Mendengar suara dari ibunya Rani yang sepertinya sudah tak lagi marah, Maya perlahan

  • Lemari Mencari Tumbal   BAB 40

    Slash!Pria itu menebas semak-semak, tempat Maya bersembunyi. Sontak, raut wajahnya terlihat pucat pasih, mendengar suara tebasan itu. Dia melihat kearah kiri dan kanan, menyadari kalau semak-semak yang digunakannya untuk bersembunyi itu, sudah hancur karena terkena tebasan dari pria itu. Namun anehnya, tak terjadi apapun pada Maya, bahkan sehelai rambut pun. “Sepertinya, dia tidak ada di sekitar sini, Tuan …,” kata salah seorang pria dari arah seberang. “Tidak! Pasti dia masih ada di sekitar sini! Tidak mungkin seorang anak kecil seperti dia, bisa lari dan menghilang secepat itu,” sahut pria itu. “Ta-tapi, Tuan …,” “Diam, kamu!” Whooooosh! “Aaarrrgggg!!!” Gedebug!Pria itu menunjuk kearah seorang pria yang berdiri di seberangnya, dan seketika keluar

DMCA.com Protection Status