Grizelle mendelik seraya menunjuk sisa roti di piringnya. "Ini apa yang di dalam piring?""Lo, itu kan makananmu," sahut Gallen, merasa tak bersalah.Grizelle menjejalkan potongan roti yang telah ditusuk garpu ke mulut Gallen. "Kamu hanya boleh pergi setelah menghabiskan semuanya."Gallen tak bisa ke mana-mana karena Grizelle menekan pahanya.Belum lima menit Gallen berkata dengan penuh semangat bahwa ia akan menghabiskan makanan yang dihidangkannya, nyatanya justru balik bandar.Grizelle tak akan membiarkan Gallen pergi sebelum menepati kata-katanya.Netra biru Gallen tersenyum setiap kali memperhatikan Grizelle susah payah memotong roti dengan sebelah tangan.Ia pura-pura cemberut setiap kali Grizelle memaksanya membuka mulut, padahal dalam hati ia berdendang riang. Rasanya bahagia sekali sarapan dilayani dan ditemani istri tercinta. Pakai disuapi lagi.Grizelle mengelus pipi Gallen setelah suapan terakhir. "Good boy!"Gallen tersenyum lebar. "Terima kasih, Sayang. Rasa rotinya menja
"Bellona," gumam Gallen begitu membuka mata."Laura, kau membohongiku?!""T–tidak, Gallen. D–dia bukan Bellona.""Oh ya? Jika bukan dia, kenapa kau bertemu dengan perempuan berwajah Bellona sampai dua kali?"Pertama, kau menerima sisa pembayaran setelah melaksanakan tugas untuk menculik istriku."Dan yang terakhir, kau menerima perintah untuk menyebarluaskan pengumuman sayembara untuk memburu The Death Shadow dan rekannya."Apa dia punya saudara kembar? Tapi aku tidak pernah mendengar Tuan Hopkins memiliki putri kembar."Laura menggeleng lemah. "Bukan. Dia bukan Bellona.""Bukaan ... kau terus saja berkata bukan. Lalu, siapa dia sebenarnya, hah?!""Aku tidak tahu. Sungguh!"Laura mulai menitikkan air mata. Cengkeraman Gallen pada lengannya terasa nyeri."Laura, jangan menguji kesabaranku dan melewati batasmu! Aku masih menoleransimu hanya karena aku menghargai masa lalumu bersamaku, tapi bukan berarti aku tak bisa bersikap kejam kepadamu.""Aku mengatakan yang sebenarnya, Gallen! Kala
"Apa maksud Anda, Tuan Muda? Yang aku tahu, Tuan Besar Kyler adalah kakek Anda.""Benarkah?"Mata tua Handoyo bergerak resah."Paman, aku bukan anak kecil yang dengan mudah bisa ditipu. Jika Paman benar-benar mengabdi pada keluargaku, kenapa Paman menculik istriku?"Apa gaji yang Paman dapat dari keluarga Kyler tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan Paman?"Paman bahkan menyesal tak mengabari seorang perempuan ketika Tuan Besar Kyler menjual sahamnya."Apa itu yang namanya mengabdi pada keluarga Kyler?"Handonyo menjatuhkan pandangan ke lantai. Tak berani menantang netra biru Gallen yang terkesan dingin dan menakutkan."Kalau Paman masih memiliki sedikit saja hati nurani dan menyimpan penyesalan yang tulus, tolong beritahu aku siapa Nyonya Kedua sebenarnya!"Jantung Handoyo bagai disiram dengan seember air es. Dingin dan menciut.Setelah cukup lama bergumul dengan perasaan gelisah, Handoyo akhirnya mengangkat kepala. Mengumpulkan puing-puing keberanian untuk bicara, meski dengan terbata
"Maafkan aku, Linda!"Stephen melarikan diri tanpa memedulikan lagi Linda yang terkapar bersimbah darah.Setelah mobil Stephen menghilang dari pandangan, Handoyo keluar dari tempat persembunyiannya. Melangkah masuk ke rumah Linda yang tak lagi terkunci."Linda!" pekiknya, bergegas meraba nadi Linda, lalu menghubungi ambulans.Saat Linda membuka mata, Handoyo duduk di sisi ranjang dengan wajah muram."Han ....""Linda! Terima kasih telah kembali!""Aku ... di mana?""Rumah Sakit!"Linda mengingat-ingat apa yang terjadi pada dirinya. Mukanya menggelap ketika ingatannya terhenti pada pertengkarannya dengan Stephen."Han ....""Ya. Aku di sini. Selalu menemanimu." Handoyo meraih jemari Linda. Meremasnya erat, seolah-oleh tengah menyalurkan kekuatan kepada wanita itu."Mulai sekarang, panggil aku Nyonya Kedua!""Tapi, Lin ... lelaki itu telah menyakitimu. Lupakan dia! Menikahlah denganku.""Tidak, Han. Kita masih saudara, walaupun hanya sepupu jauh. Usiamu juga lebih muda dariku. Kamu lebi
"Paman mau aku menuliskan kisah hidup, Paman? Tak masalah. Ide ceritanya tak terlalu buruk. Kisah cinta seorang pria yang bertepuk sebelah tangan."Ia rela jungkir balik membahagiakan sang pujaan hati, tapi hidupnya malah berakhir di tangan wanita yang dicintainya."Kedengarannya lebih tragis dari akhir kisah Romeo dan Juliet. Setidaknya Romeo beruntung, karena dia mati demi Juliet yang benar-benar mencintainya. Tapi Paman?"Gallen tertawa mengejek. "Paman mendekam di sini demi dia, tapi dia justru berencana menghabisi Paman.""Bohong! Linda bukan wanita jahat!""Oh, jadi Paman mengakui bahwa Nyonya Kedua benar-benar Septiana Rosalinda, huh?"Handoyo membekap mulut. Ia baru tersadar telah keceplosan. Nasi sudah menjadi bubur. Kata-kata yang terucap tak bisa ditarik lagi."Percuma Anda mengetahuinya, Tuan Muda! Anda tidak akan bisa menemukannya!""Paman akan memberitahuku.""Dalam mimpi!"Gallen menggerakkan jari telunjuk, mengisyaratkan Handoyo untuk mendekat."Aku tidak akan tertipu
"Yakin tidak akan menyesal?" Gallen mengumbar senyum jenaka.Laura melipat tangan di depan dada seraya membuang muka."Ya sudah kalau tidak mau." Gallen beranjak.Bertepatan dengan ayunan langkah pertama Gallen, Laura menerima panggilan telepon. Bibirnya mengerucut."Tunggu!" seru Laura, mencegah Gallen yang hendak membuka pintu mobil di sisi roda kemudi."Apa kubilang ... menyesal, kan?" goda Gallen."Jangan ge-er kamu! Kalau bukan karena sopir taksi sialan itu membatalkan pesananku secara sepihak dan aku tidak sedang terburu-buru, tidak sudi aku duduk satu mobil dengan laki-laki pembawa sial seperti kamu!"Laura mundur selangkah. "Cepat bukakan pintu untukku!" titahnya, bak seorang majikan pada sopir.Gallen menggeleng mengetahui sisi lain dari seorang Laura. Untung saja langit menjodohkannya dengan Grizelle, bukan Laura."Silakan, Nona!"Laura mengempaskan pantat, lalu mengatur posisi agar nyaman.Gallen menjalankan mobil dengan kecepatan sedang."Ke mana saya harus mengantar Anda,
Suara tawa terhenti ketika Gallen melangkah masuk."Seru sekali obrolannya sampai tidak ada yang menjawab salamku," ledek Gallen, tersenyum jenaka."Maaf!"Grizelle langsung bangkit, menyodorkan tangan pada Gallen. Menciumnya takzim. Sungguh istri idaman suami.Gallen melirik tamu yang ikut berdiri menyambut kedatangannya."Bibi Rose?"Seingat Gallen, ia tidak pernah memberikan alamatnya kepada Bibi Rose. Apa wanita itu memintanya dari Stephen?"Saya, Tuan Muda. Mohon maaf jika saya telah lancang mendatangi kediaman Anda." Bibi Rose meraih tas cangklongnya. "Saya tidak akan mengganggu waktu istirahat Anda, Tuan Muda. Permisi."Bibi Rose berpaling pada Grizelle. "Saya pamit, Nyonya Muda. Terima kasih telah berkenan mengajak saya untuk mampir di rumah ini."Rupanya Grizelle yang membawa Bibi Rose pulang, tapi di mana mereka bertemu?Dua minggu yang lalu Bibi Rose mengajukan cuti untuk pulang kampung.Gallen masih bergelut dengan tanya, ketika Grizelle menyikutnya."Kenapa kamu memandang
Gallen tak bisa tenang. Isi surat dalam amplop lusuh itu terus menari-nari di pelupuk matanya.Sudah tak terhitung kali ia menghubungi Kimi, hingga akhirnya terdengar suara letih dan mengantuk dari seberang telepon."Maaf, Gallen. Aku ketiduran begitu tiba di rumah. Ada apa?"Gallen mendesah lega. Kimi hanya kelelahan. Ia sempat khawatir wanita itu menjadi korban kejahatan Nyonya Kedua."Lanjutkan saja tidur Ibu kalau masih mengantuk!" sahut Gallen, merasa tak enak hati karena telah membangunkan sang ibu. "Aku akan menelepon lagi nanti.""Aku tidak bisa tidur lagi kalau sudah bangun. Lagi pula, aku lapar. Bicaralah! Aku akan mendengarkanmu sambil menunggu makan malam siap.""Um, aku ingin bertanya tentang Tuan Besar Kyler.""Bukankah dia masih di penjara?""Benar, tapi bukan itu yang ingin kutanyakan?""Lalu?""Apa Ibu tahu dia punya anak laki-laki selain David?""Apa?! Kamu dapat informasi dari mana?""Jadi Ibu juga tidak mengetahuinya?""Tidak. Aku juga tidak pernah tahu jika Stephe
"Nyonya Bellona Hopkins?!" seru Gallen, kaget. "Tidak. Anda datang pada waktu yang tepat. Mari bergabung bersama keluargaku!""Iya, Nyonya. Ayo duduk sini!" Kimi menjemput Bellona."Terima kasih!" Bellona merasa terharu dengan sambutan Gallen dan keluarganya. "Sebenarnya, aku ke sini ingin minta maaf pada Gallen atas namaku dan juga Atha. Aku terlalu serakah dan mementingkan anakku.""Seorang ibu selalu menginginkan yang terbaik untuk anaknya. Itu bisa dimaklumi, Nyonya," sahut Gallen. "Kami juga minta maaf karena telah melaporkan Anda dengan beberapa tindak kejahatan yang tidak Anda lakukan."Wajah Gallen kecut, merasa bersalah."Itu bukan kesalahanmu sepenuhnya. Wanita berhati iblis itu yang sangat pandai menipu orang." Muka Bellona menggelap. "Kalau aku tahu Bibi Rose menggunakan wajahku untuk berbuat jahat, aku pasti telah lebih dulu menyeretnya ke penjara. Dia benar-benar licik!""Dia pasti mempelajari keterampilan make-up saat berada di Korea Selatan," timpal Kimi."Betul. Itu ar
Gallen melangkah gontai memasuki rumah. Ia melewati Grizelle yang duduk santai di ruang tengah begitu saja.Namun, ketika sudut matanya menangkap bayang Grizelle saat hendak menaiki tangga, ia berbalik.Tanpa malu-malu ia merebahkan diri dan meletakkan kepala di pangkuan Grizelle yang duduk berjuntai di atas sofa.Grizelle mengelus rambut Gallen yang jatuh ke kening."Kamu dari mana saja? Aku sangat khawatir. Teleponmu tidak aktif."Gallen merogoh saku, mengeluarkan ponsel. "Ck! Baterainya habis.""Sini! Kubantu mengisikan dayanya.""Nanti saja! Aku masih mau seperti ini." Gallen menaruh ponsel di atas meja, lalu melingkarkan lengan pada pinggang Grizelle.Saat hatinya sedang galau dan pikiran kacau, berbaring di pangkuan Grizelle bikin nyaman.Wangi vanila berpadu dengan aroma alami tubuh Grizelle menghadirkan perasaan tenang di hati Gallen.Setelah cukup lama menikmati kehangatan pangkuan Grizelle, Gallen bangkit. Mengecup kening Grizelle."Terima kasih. Bersamamu, aku selalu merasa
"Kenapa? Kaget? Hahaha ...."Wanita itu tak peduli dengan keberadaan polisi dan tangannya yang terbogol. Ia tertawa, seperti telah kehilangan kewarasannya.Gallen bukan hanya kaget, tapi syok. Tak menyangka orang yang selama ini dikenalnya begitu baik dan berada di pihaknya, ternyata merupakan dalang dari segala kemalangan yang menimpa keluarganya."Bibi Rose, katakan bahwa ini tidak benar!""Hahaha ... sayangnya, inilah kenyataannya."Gallen menggeleng-geleng. Masih sulit memercayai kebenaran yang terpampang di depan mata."Kenapa, Bi? Bukankah nenekku selalu memperlakukan Bibi dengan baik?"Gallen masih ingat, walaupun samar, neneknya tidak pernah memperlakukan Bibi Rose dengan kasar.Rianna bahkan memercayai Bibi Rose menjadi pelayan pribadinya. Neneknya bahkan tak pernah perhitungan dalam membelikan pakaian dan memenuhi kebutuhan Bibi Rose.Tapi lihat balasan yang diberikan wanita itu! Hanya pengkhianatan terhadap keluarganya."Baik? Cih! Nenekmu bahkan lebih licik dari seekor rub
"Bro, target memasuki perangkap. Kau ingin melihat langsung?""Aku sudah berada di lokasi. Di mana kau?"Gallen berdiri di belakang sebuah tiang besar, mengawasi seorang wanita yang baru saja turun dari mobil.Wanita itu memakai setelan tunik dan celana panjang yang terlihat modis. Sehelai masker dan kacamata hitam berbingkai lebar menutupi wajahnya yang lonjong.Sebuah topi bulat dengan hiasan sekuntum bunga teratai mekar meneduhi wajahnya yang tersembunyi dari terik matahari."Arah jam sembilan."Gallen mengerling ke titik yang disebutkan. Tampak bayangan Regan duduk di belakang roda kemudi, berlagak sedang membersihkan dashboard. Namun, matanya sering kali mengerling ke pintu gerbang."Aku pada titik jam satu."Pandangan keduanya segera bertemu begitu Gallen menutup panggilan telepon.Regan tersenyum seraya mengangguk ringan.Wanita itu telah memasuki lobi hotel. Regan mengikuti dari belakang layaknya juga seorang pengunjung.Gallen berjalan memutar. Memasuki hotel lewat pintu khusu
"Laura, memaafkan dan kembali bersama adalah dua hal yang berbeda! Jangan mengharapkan lebih dari apa yang dapat kuberikan dan pantas untuk kau dapatkan!"Binar di mata Laura sirna seketika. Tatapannya luruh ke tanah."Tapi aku masih sangat mencintaimu, Gallen! Tak bisakah kamu menceraikan istrimu dan kembali padaku?""Laura, rumah tangga bukan hanya tentang rasa cinta, tapi tentang komitmen dan saling percaya."Cinta adalah ungkapan rasa hati. Dan asal kau tahu, hati itu sangat rapuh. Mudah sekali terbolak-balik, seperti musim yang terus berganti."Sementara komitmen adalah keteguhan hati dalam memegang janji suci. Tak peduli sekuat apa semesta mengguncangnya, ia tak akan berubah. Tetap setia melewati berbagai cobaan dan rintangan."Namun, sekali komitmen itu hancur, maka yang tersisa hanyalah serpihan tak berwujud, dan tak akan pernah bisa kembali utuh seperti semula."Kau bukan hanya telah menghancurkan komitmen cintamu denganku, Laura, tapi juga telah membuangnya. Apa lagi yang bi
Hening!Orang itu tak menyahuti perkataan Gallen. Ia sama sekali tak membantah tuduhan Gallen."Siapa kau?"Gallen menekan beberapa titik di punggung orang itu dengan gerakan cepat. Mengunci tubuhnya agar tak bisa melarikan diri."Kamu apakan badanku, hah?! Lepaskan aku!"Gallen terkesiap. Ternyata sosok yang bersembunyi di balik coat panjang dengan kepala tertutup hoodie lebar itu adalah seorang perempuan."Kau tidak akan ke mana-mana sebelum aku mendapatkan apa yang kuinginkan darimu," bisik Gallen, dengan nada penuh penekanan.Beberapa pasang mata, dari orang-orang yang melintas hendak keluar masuk Rumah Sakit, mengerling curiga pada Gallen.Gallen pindah ke hadapan wanita itu. Tegak dengan sebelah tangan bersembunyi dalam saku celana.Posisi mereka seperti dua orang kenalan yang saling bercengkerama.Keinginan wanita itu untuk kabur dari Gallen melebihi kuatnya terjangan ombak yang mengempas batu karang. Sayang, sekujur tubuhnya tak bisa digerakkan."Tolong, lepaskan aku! Aku janj
"Ada apa ini? Kenapa semua terlihat canggung?" tanya Grizelle, merasa tak enak hati karena masuk tanpa mengetuk pintu."Ah, itu hanya perasaanmu saja!"Gallen menyongsong Grizelle, mengambil alih tas berukuran kecil, yang berisi pakaian Kimi."Instingku tak pernah salah," bisik Grizelle. "Aura ruangan ini agak aneh."Gallen tersenyum simpul. Ia akui Grizelle memiliki kepekaan yang luar biasa. Pantas saja ia tak pernah gagal dalam menyelidiki kasus kliennya."God! Ayah juga di sini?" seru Grizelle, bergegas menyalami Grath. "Huh! Sekarang aku tahu kenapa ruangan ini terasa aneh. Ternyata Adam dan Hawa bertemu kembali setelah terlempar dari surga ke belahan dunia yang berbeda.""Greeze, apa yang kamu katakan?" Pipi Kimi merona merah.Perumpamaan yang disematkan Grizelle pada dirinya dan Grath menurutnya terlalu berlebihan."Wah, Ayah juga sudah sembuh? Luar biasa! Memang ya ... lelaki akan melupakan segala rasa sakit dan kesedihannya begitu melihat senyum menawan sang istri," imbuh Griz
"Penjahat seperti David Kyler tidak akan mampu menyentuhku, Bu. Ibu tidak perlu mencemaskan aku. Pikirkan saja kesehatan Ibu! Ibu harus segera sembuh.""Kamu juga tidak perlu mengkhawatirkan aku secara berlebihan."Gallen meraih jemari Kimi. "Bu, aku takut. Jika terjadi sesuatu yang buruk pada Ibu, aku akan merasa bersalah seumur hidup. Aku akan dihantui perasaan menyesal.""Gallen, tidak ada yang perlu disesali dari sebuah takdir. Cepat atau lambat, kita semua akan meninggalkan dunia ini.""Aku tahu, Bu. Tapi aku akan menyesal karena aku belum sempat mempertemukan Ibu dengan ayah.""Kamu tidak perlu melakukan itu, Gallen." Kimi melengos. Matanya terasa panas."Kenapa? Apa Ibu tak lagi mencintai ayah?""Bukan. Bukan karena itu. Seumur hidupku, aku hanya mencintai satu orang pria. Dan Pria itu adalah ayahmu."Aku tidak pernah mencintai lelaki lain, dan tidak akan pernah bisa.""Tapi, kenapa Ibu tidak mau bertemu dengan ayah? Selama ini ayah juga menderita, Bu."Kimi berusaha untuk dudu
Bugh!Tendangan Gallen melempar David hingga menghantam dinding dan menyebabkan dinding itu jebol."Bawa dia!" titah Gallen pada dua orang anak buah Kenzie yang menonton aksinya."S–siap, Komandan!"Mereka gugup melihat kehebatan Gallen. Tak terbayang jika mereka yang berada di posisi David. Mengerikan.Cepat-cepat mereka mengangkat sosok David yang tergeletak di tanah.Suara dering ponsel memecah kesunyian di kamar isolasi Grath.Thomas meninggalkan komputer yang memuat laporan perkembangan kesehatan Grath. Berjalan sedikit menjauh setelah membaca nama Gallen pada layar monitor."Firasatku tidak enak menerima panggilan telepon darimu pagi-pagi begini," ujar Thomas dengan suara lirih."Apa istriku bersama Kakek? Aku tidak bisa menghubunginya.""Tidak. Ada apa?""Kek, kalau Grizelle datang menemui Kakek, tolong minta dia untuk ke rumah ibuku, mengambil baju. Ibuku dirawat di Rumah Sakit.""Ibumu dirawat?! Apa yang terjadi? Apa dia baik-baik saja?""Ceritanya panjang, Kek. Aku masih ada