Gallen dan Grizelle telah tiba di kediaman keluarga Kyler. Mereka berada di ruang kerja Stephen. Sibuk mencari sesuatu yang dapat dijadikan barang bukti untuk semakin memberatkan hukuman Stephen.Gallen mengecek deretan buku-buku tua yang tersusun di rak.Grizelle lebih berkonsentrasi pada meja kerja Stephen. Membuka laci demi laci serta membolak-balik setiap helai dokumen yang ada di sana.Sehelai foto hitam putih jatuh dari tumpukan dokumen yang diacak Grizelle.Grizelle memungut lembaran foto itu. Bergumam sendiri, "Huh? Foto siapa ini?"Berkali-kali Grizelle mengamati sosok perempuan yang ada di foto itu, tapi ia tetap merasa asing. Wajah perempuan itu tidak ada kemiripan sedikit pun dengan rupa Rianna, yang terpampang jelas pada lukisan besar menuju ruang rahasia."Gallen, sini!"Gallen mengalihkan pandangannya dari deretan buku penuh debu kepada Grizelle."Apa yang kau temukan?" tanyanya, melangkah mendekati Grizelle."Kamu mengenal wanita dalam foto ini? Ini tidak terlihat sepe
"Periksa seluruh ruangan! Aku yakin penyusup itu masih di sini.""Siap, Bos!"Gallen beringsut mundur. Bahaya jika dia terus bersembunyi di lorong sempit itu. Bisa jadi ada di antara mereka yang berpikiran cemerlang.Tiga orang pria berpakaian serba hitam segera memeriksa seluruh penjuru kamar tidur Stephen. Bawah ranjang, lemari pakaian, dan tempat-tempat yang mencurigakan."Kamar ini kosong, Bos!""Periksa kamar mandi!"Gallen meluncur turun dari terowongan sempit. Mendarat di atas lantai dengan bentangan galaksi.Grizelle yang berdiri di belakang pintu rahasia menoleh tatkala mendengar suara sepatu mendarat."Gallen?" bisiknya kaget."Ssst! Ayo keluar dari sini!"Gallen menginjak lantai yang menjadi pembuka gerbang menuju ruang bawah tanah.Berlari menyusuri lorong gelap, Gallen menahan langkah Grizelle setelah mereka menempuh jarak cukup jauh."Apa ruang kerja Tuan Besar Kyler juga dimasuki oleh orang asing?" tanya Gallen dengan napas ngos-ngosan."Juga? Berarti mereka tidak hanya
Hiyaaa!Dua anak buah lelaki berkulit gelap itu menyerang Gallen dan Grizelle secara bersamaan.Suara adu jotos dan tendangan terdengar riuh, seperti tabuhan genderang dalam tempo cepat.Bisa saja Gallen melumpuhkan mereka dalam hitungan detik, tapi dia sudah cukup lama tidak bermain-main.Tak apalah menghabiskan sedikit waktu untuk bersenang-senang. Sekadar melakukan pemanasan.Dugh!Tendangan Gallen melempar lelaki berambut gondrong yang menjadi lawan tarungnya.Lelaki itu mendarat dengan posisi tertelentang setelah terbang sejauh tujuh meter, dengan ketinggian nyaris menyentuh langit-langit lorong."Akh!" Nasib Grizelle justru sebaliknya. Ia terkena sabetan pisau rahasia lawan dan terjajar mundur."Shadow!" Gallen menahan punggung Grizelle.Lelaki berkulit gelap tertawa mengejek, "Haha ... kau The Death Shadow yang terkenal? Pantas saja kau tak mau menyerah. Rupanya nama besarmu telah membuatmu sombong."Tapi sayang, penampilanmu hari ini mengecewakanku. Cih! Kemampuanmu tidak lebi
"Tenanglah! Selama masih ada aku, kau tidak akan mati." Gallen menenangkan Grizelle."Selama kamu bersamaku, mati di sini pun tidak terlalu buruk. Ini bukan pertama kalinya kita berada dalam situasi seperti ini."Grizelle balas menghibur, walau hati kecilnya tidak terlalu yakin apakah mereka mampu menaklukkan jeruji besi yang menjulang tinggi dan menembus langit-langit itu untuk bisa keluar dengan selamat."Rumah nenekku penuh dengan misteri. Tidak mungkin nenekku sengaja membuat jalan buntu. Ayo temukan sesuatu!""Ah, kamu benar!"Keduanya sibuk tegak meraba dinding, kemudian merangkak mengelus lantai.Hingga perut keduanya keroncongan dan tubuh terasa lelah, tak ada satu pun tombol atau tuas yang menjadi pemicu terbukanya pintu rahasia yang mereka temukan.Gallen dan Grizelle duduk merapat, bersandar pada dinding dengan kedua kaki tertekuk.Gallen meraih tangan Grizelle, menautkan jemari mereka erat-erat. Dibawanya punggung tangan Grizelle ke mulut, dikecupnya hangat."Terima kasih
Tubuh Gallen dan Grizelle meluncur deras, seakan-akan mereka sedang menikmati wahana seluncuran pada arena rekreasi water boom.Menjerit pun percuma. Tak akan mengubah keadaan. Keduanya memejamkan mata, meresapi kecepatan luncur yang mereka alami seraya mereka-reka di mana dan bagaimana mereka akan berakhir.Swing!Buk!Gallen terbang, lalu mendarat di atas lorry. Sepasang tangan robotik membelit erat pinggangnya, sedetik menjelang lorry itu melaju dengan kecepatan tinggi, menjelajahi lorong panjang.Hal yang sama terjadi pula pada Grizelle.Keduanya membuka mata dan berpegangan erat pada plang melintang yang ada di bagian depan.Mereka tak ubahnya seperti tengah menaiki wahana roller coaster.Lorry terus meluncur mengikuti jalur rel, hingga berhenti mendadak.Belitan tangan robotik terlepas dari pinggang Gallen, disertai daya dorong yang kuat pada pantatnya.Gallen terbanting ke udara. Tinggi, menembus langit-langit lorong. Tiga kali Gallen berputar di udara, sebelum akhirnya jatuh t
"Aku jadi makin lapar." Grizelle mengusap perutnya yang kempis."Ayo tinggalkan tempat ini! Mungkin di desa itu ada warung nasi."Gallen menuntun tangan Grizelle. Menuruni lereng yang tak terlalu tinggi.Mereka berjalan melintasi pematang sawah sambil terus bergandengan tangan.Pematang sawah itu tidak terlalu lebar. Gallen ingin memastikan Grizelle dapat melintasinya dengan aman dan selamat. Jangan sampai sang istri tercinta jatuh menyemplung ke genangan lumpur sawah."Itu mereka! Tangkap! Jangan biarkan mereka lolos!"Teriakan marah membuat langkah Gallen dan Grizelle terhenti.Sambil berlari, beberapa orang bapak-bapak menunjuk-nunjuk ke arah mereka. Sebagian bahkan mengacungkan parang.Kelompok kaum adam itu memecah menjadi dua. Mengepung Gallen dan Grizelle dari dua arah yang berlawanan."Apa yang terjadi?" Grizelle bertanya lirih dalam mode bingung. "Mereka semakin dekat. Ayo lari!""Aku juga tidak tahu, tapi kalau kita melarikan diri, itu hanya akan memicu kemarahan yang lebih
Kriyuuut!Perut Grizelle kembali bernyanyi. Irama seriosa dengan nada suara sopran. Wajah cantik Grizelle memucat."Maaf, Pak. Tapi saya benar-benar lapar," lirih Grizelle.Tak tega melihat penderitaan Grizelle, Pak Kades akhirnya meminta istrinya untuk menyiapkan makanan untuk dua orang tamu mereka.Selama Gallen dan Grizelle menikmati makan siang yang sangat terlambat, warga terus berkasak-kusuk tak sabar. Namun, tidak juga ingin beranjak."Omong-omong, Pak Gallen dan istri kenapa bisa sampai tersesat di hutan dekat sini?" tanya Pak Kades di sela-sela suapannya menemani sang tamu makan.Ia pikir lebih baik menginterogasi dalam suasana santai dan tertutup daripada disaksikan warganya yang mungkin tak mampu menahan emosi."Ceritanya panjang, Pak. Intinya seperti yang saya bilang tadi. Kami menyelamatkan diri dari kejaran penjahat dan tak menyangka terdampar di pinggiran hutan desa ini."Pak Kades manggut-manggut walau tak sepenuhnya mengerti."Para petani sangat marah pada kami. Merek
"Minggir, Nak Rohmat! Jangan halangi kami untuk menuntut keadilan!" hardik lelaki berkumis tebal, berang.Tubuh Rohmat terdorong-dorong, hingga akhirnya pegangan tangannya terlepas dari bingkai pintu.Lelaki berkumis tebal dan rombongannya merangsek masuk.Mendengar suara ribut-ribut, Pak Kades meninggalkan ruang tengah."Ada apa ini?""Mana dua orang perusuh itu, Pak Kades?" Usia yang lebih tua membuat lelaki berkumis tebal berani berkata lantang pada Pak Kades.Pak Kades melirik Gallen yang sedang fokus pada laptop bersama istrinya."Apa Anda sudah tidak waras, Pak Kades? Mereka sudah menghancurkan harapan para petani, tapi Anda memanjakan mereka dengan fasilitas canggih!""Tenanglah, Pak Kumis! Mereka justru sedang membantu kita.""Apa?! Anda jangan bercanda, Pak Kades! Mana ada penjahat membantu korbannya.""Pak Kumis, tolong ... kendalikan diri Anda!""Berhasil, Pak Kades!" seru Gallen.Pak Kades bergegas menghampiri Gallen, meninggalkan Pak Kumis begitu saja."Lihat! Ternyata be
"Nyonya Bellona Hopkins?!" seru Gallen, kaget. "Tidak. Anda datang pada waktu yang tepat. Mari bergabung bersama keluargaku!""Iya, Nyonya. Ayo duduk sini!" Kimi menjemput Bellona."Terima kasih!" Bellona merasa terharu dengan sambutan Gallen dan keluarganya. "Sebenarnya, aku ke sini ingin minta maaf pada Gallen atas namaku dan juga Atha. Aku terlalu serakah dan mementingkan anakku.""Seorang ibu selalu menginginkan yang terbaik untuk anaknya. Itu bisa dimaklumi, Nyonya," sahut Gallen. "Kami juga minta maaf karena telah melaporkan Anda dengan beberapa tindak kejahatan yang tidak Anda lakukan."Wajah Gallen kecut, merasa bersalah."Itu bukan kesalahanmu sepenuhnya. Wanita berhati iblis itu yang sangat pandai menipu orang." Muka Bellona menggelap. "Kalau aku tahu Bibi Rose menggunakan wajahku untuk berbuat jahat, aku pasti telah lebih dulu menyeretnya ke penjara. Dia benar-benar licik!""Dia pasti mempelajari keterampilan make-up saat berada di Korea Selatan," timpal Kimi."Betul. Itu ar
Gallen melangkah gontai memasuki rumah. Ia melewati Grizelle yang duduk santai di ruang tengah begitu saja.Namun, ketika sudut matanya menangkap bayang Grizelle saat hendak menaiki tangga, ia berbalik.Tanpa malu-malu ia merebahkan diri dan meletakkan kepala di pangkuan Grizelle yang duduk berjuntai di atas sofa.Grizelle mengelus rambut Gallen yang jatuh ke kening."Kamu dari mana saja? Aku sangat khawatir. Teleponmu tidak aktif."Gallen merogoh saku, mengeluarkan ponsel. "Ck! Baterainya habis.""Sini! Kubantu mengisikan dayanya.""Nanti saja! Aku masih mau seperti ini." Gallen menaruh ponsel di atas meja, lalu melingkarkan lengan pada pinggang Grizelle.Saat hatinya sedang galau dan pikiran kacau, berbaring di pangkuan Grizelle bikin nyaman.Wangi vanila berpadu dengan aroma alami tubuh Grizelle menghadirkan perasaan tenang di hati Gallen.Setelah cukup lama menikmati kehangatan pangkuan Grizelle, Gallen bangkit. Mengecup kening Grizelle."Terima kasih. Bersamamu, aku selalu merasa
"Kenapa? Kaget? Hahaha ...."Wanita itu tak peduli dengan keberadaan polisi dan tangannya yang terbogol. Ia tertawa, seperti telah kehilangan kewarasannya.Gallen bukan hanya kaget, tapi syok. Tak menyangka orang yang selama ini dikenalnya begitu baik dan berada di pihaknya, ternyata merupakan dalang dari segala kemalangan yang menimpa keluarganya."Bibi Rose, katakan bahwa ini tidak benar!""Hahaha ... sayangnya, inilah kenyataannya."Gallen menggeleng-geleng. Masih sulit memercayai kebenaran yang terpampang di depan mata."Kenapa, Bi? Bukankah nenekku selalu memperlakukan Bibi dengan baik?"Gallen masih ingat, walaupun samar, neneknya tidak pernah memperlakukan Bibi Rose dengan kasar.Rianna bahkan memercayai Bibi Rose menjadi pelayan pribadinya. Neneknya bahkan tak pernah perhitungan dalam membelikan pakaian dan memenuhi kebutuhan Bibi Rose.Tapi lihat balasan yang diberikan wanita itu! Hanya pengkhianatan terhadap keluarganya."Baik? Cih! Nenekmu bahkan lebih licik dari seekor rub
"Bro, target memasuki perangkap. Kau ingin melihat langsung?""Aku sudah berada di lokasi. Di mana kau?"Gallen berdiri di belakang sebuah tiang besar, mengawasi seorang wanita yang baru saja turun dari mobil.Wanita itu memakai setelan tunik dan celana panjang yang terlihat modis. Sehelai masker dan kacamata hitam berbingkai lebar menutupi wajahnya yang lonjong.Sebuah topi bulat dengan hiasan sekuntum bunga teratai mekar meneduhi wajahnya yang tersembunyi dari terik matahari."Arah jam sembilan."Gallen mengerling ke titik yang disebutkan. Tampak bayangan Regan duduk di belakang roda kemudi, berlagak sedang membersihkan dashboard. Namun, matanya sering kali mengerling ke pintu gerbang."Aku pada titik jam satu."Pandangan keduanya segera bertemu begitu Gallen menutup panggilan telepon.Regan tersenyum seraya mengangguk ringan.Wanita itu telah memasuki lobi hotel. Regan mengikuti dari belakang layaknya juga seorang pengunjung.Gallen berjalan memutar. Memasuki hotel lewat pintu khusu
"Laura, memaafkan dan kembali bersama adalah dua hal yang berbeda! Jangan mengharapkan lebih dari apa yang dapat kuberikan dan pantas untuk kau dapatkan!"Binar di mata Laura sirna seketika. Tatapannya luruh ke tanah."Tapi aku masih sangat mencintaimu, Gallen! Tak bisakah kamu menceraikan istrimu dan kembali padaku?""Laura, rumah tangga bukan hanya tentang rasa cinta, tapi tentang komitmen dan saling percaya."Cinta adalah ungkapan rasa hati. Dan asal kau tahu, hati itu sangat rapuh. Mudah sekali terbolak-balik, seperti musim yang terus berganti."Sementara komitmen adalah keteguhan hati dalam memegang janji suci. Tak peduli sekuat apa semesta mengguncangnya, ia tak akan berubah. Tetap setia melewati berbagai cobaan dan rintangan."Namun, sekali komitmen itu hancur, maka yang tersisa hanyalah serpihan tak berwujud, dan tak akan pernah bisa kembali utuh seperti semula."Kau bukan hanya telah menghancurkan komitmen cintamu denganku, Laura, tapi juga telah membuangnya. Apa lagi yang bi
Hening!Orang itu tak menyahuti perkataan Gallen. Ia sama sekali tak membantah tuduhan Gallen."Siapa kau?"Gallen menekan beberapa titik di punggung orang itu dengan gerakan cepat. Mengunci tubuhnya agar tak bisa melarikan diri."Kamu apakan badanku, hah?! Lepaskan aku!"Gallen terkesiap. Ternyata sosok yang bersembunyi di balik coat panjang dengan kepala tertutup hoodie lebar itu adalah seorang perempuan."Kau tidak akan ke mana-mana sebelum aku mendapatkan apa yang kuinginkan darimu," bisik Gallen, dengan nada penuh penekanan.Beberapa pasang mata, dari orang-orang yang melintas hendak keluar masuk Rumah Sakit, mengerling curiga pada Gallen.Gallen pindah ke hadapan wanita itu. Tegak dengan sebelah tangan bersembunyi dalam saku celana.Posisi mereka seperti dua orang kenalan yang saling bercengkerama.Keinginan wanita itu untuk kabur dari Gallen melebihi kuatnya terjangan ombak yang mengempas batu karang. Sayang, sekujur tubuhnya tak bisa digerakkan."Tolong, lepaskan aku! Aku janj
"Ada apa ini? Kenapa semua terlihat canggung?" tanya Grizelle, merasa tak enak hati karena masuk tanpa mengetuk pintu."Ah, itu hanya perasaanmu saja!"Gallen menyongsong Grizelle, mengambil alih tas berukuran kecil, yang berisi pakaian Kimi."Instingku tak pernah salah," bisik Grizelle. "Aura ruangan ini agak aneh."Gallen tersenyum simpul. Ia akui Grizelle memiliki kepekaan yang luar biasa. Pantas saja ia tak pernah gagal dalam menyelidiki kasus kliennya."God! Ayah juga di sini?" seru Grizelle, bergegas menyalami Grath. "Huh! Sekarang aku tahu kenapa ruangan ini terasa aneh. Ternyata Adam dan Hawa bertemu kembali setelah terlempar dari surga ke belahan dunia yang berbeda.""Greeze, apa yang kamu katakan?" Pipi Kimi merona merah.Perumpamaan yang disematkan Grizelle pada dirinya dan Grath menurutnya terlalu berlebihan."Wah, Ayah juga sudah sembuh? Luar biasa! Memang ya ... lelaki akan melupakan segala rasa sakit dan kesedihannya begitu melihat senyum menawan sang istri," imbuh Griz
"Penjahat seperti David Kyler tidak akan mampu menyentuhku, Bu. Ibu tidak perlu mencemaskan aku. Pikirkan saja kesehatan Ibu! Ibu harus segera sembuh.""Kamu juga tidak perlu mengkhawatirkan aku secara berlebihan."Gallen meraih jemari Kimi. "Bu, aku takut. Jika terjadi sesuatu yang buruk pada Ibu, aku akan merasa bersalah seumur hidup. Aku akan dihantui perasaan menyesal.""Gallen, tidak ada yang perlu disesali dari sebuah takdir. Cepat atau lambat, kita semua akan meninggalkan dunia ini.""Aku tahu, Bu. Tapi aku akan menyesal karena aku belum sempat mempertemukan Ibu dengan ayah.""Kamu tidak perlu melakukan itu, Gallen." Kimi melengos. Matanya terasa panas."Kenapa? Apa Ibu tak lagi mencintai ayah?""Bukan. Bukan karena itu. Seumur hidupku, aku hanya mencintai satu orang pria. Dan Pria itu adalah ayahmu."Aku tidak pernah mencintai lelaki lain, dan tidak akan pernah bisa.""Tapi, kenapa Ibu tidak mau bertemu dengan ayah? Selama ini ayah juga menderita, Bu."Kimi berusaha untuk dudu
Bugh!Tendangan Gallen melempar David hingga menghantam dinding dan menyebabkan dinding itu jebol."Bawa dia!" titah Gallen pada dua orang anak buah Kenzie yang menonton aksinya."S–siap, Komandan!"Mereka gugup melihat kehebatan Gallen. Tak terbayang jika mereka yang berada di posisi David. Mengerikan.Cepat-cepat mereka mengangkat sosok David yang tergeletak di tanah.Suara dering ponsel memecah kesunyian di kamar isolasi Grath.Thomas meninggalkan komputer yang memuat laporan perkembangan kesehatan Grath. Berjalan sedikit menjauh setelah membaca nama Gallen pada layar monitor."Firasatku tidak enak menerima panggilan telepon darimu pagi-pagi begini," ujar Thomas dengan suara lirih."Apa istriku bersama Kakek? Aku tidak bisa menghubunginya.""Tidak. Ada apa?""Kek, kalau Grizelle datang menemui Kakek, tolong minta dia untuk ke rumah ibuku, mengambil baju. Ibuku dirawat di Rumah Sakit.""Ibumu dirawat?! Apa yang terjadi? Apa dia baik-baik saja?""Ceritanya panjang, Kek. Aku masih ada