"Lepaskan akuuu!"Stephen yang beradu tatapan sendu dengan Atha menengok ke kanan saat mendengar suara pemberontakan bernada tinggi."David?" Stephen merasakan dadanya diimpit tiang baja kala menyaksikan putranya didorong masuk ke sel tahanan yang berhadapan dengan Atha."Tidak!" Stephen roboh."Kakeeek!"Teriakan bernada cemas dari Atha adalah hal terakhir yang diingat Stephen sebelum dunia hilang dari pandangannya.Stephen tergugu setelah mampu mengingat semua kejadian itu.Selang beberapa saat, ia mengangkat kepala. Kilat kebencian memancar dari sorot mata tuanya."Gallen ... dia harus membayar semua penderitaan anak dan cucuku!"Stephen mencabut jarum IV, lalu meluncur turun dari ranjang rumah sakit. Mengganti seragam pasien dengan pakaian miliknya yang ia temukan di dalam nakas.Ia berjalan mengendap-endap. Celingak-celinguk mengawasi sekitar. Saat suasana sepi dan dirasa aman, ia melangkah cepat. Meninggalkan ruang tempatnya dirawat melalui lorong sunyi."Tuan Besar Kyler?" liri
Tes! Tes!Keringat menetes dari setiap helai rambut Grath. Jatuh seperti butiran embun menitik dari ujung daun.Tiga puluh menit sudah ia memaksakan diri untuk berjalan. Menumpukan berat badan pada tangan yang menggengam gagang walker.Tak terkira rasa nyeri pada otot-otot pahanya yang mulai bisa merasakan sensasi gerak dan rasa sakit.'Aku pasti bisa! Aku kuat!'Grath melambungkan sugesti dalam hati, tiada henti. Memotivasi keyakinan diri bahwa ia mampu melewati segala rintangan."Cukup, Tuan Kyler!" seru Thomas, menghentikan perjuangan Grath. "Kalau terus dipaksakan, otot-otot Anda bisa cedera."Biasanya Grath hanya melakukan terapi di pagi hari, tapi kini ia meminta sesi tambahan di sore hari."Tapi, Prof ... aku merasa belum ada kemajuan.""Itu karena Anda membandingkan diri dengan orang yang dapat bergerak dengan normal. Kalau Anda membandingkan dengan diri Anda sendiri, kondisi Anda sekarang jauh lebih baik dari sebelumnya."Grath menyandarkan pantat pada plang yang melintang. M
"Mencurigakan!" Dadang memperhatikan mobil merah nan kian menjauh, lalu terlihat seperti nyala puntung rokok di tengah kepekatan malam.Tin! Tiiiin?Bergegas Dadang membuka pintu.Gallen menurunkan kaca jendela. "Apa yang kau lihat?" tanyanya, selalu bersikap waspada setelah kedatangan Stephen tempo hari."Anu, Tuan ... tidak ada apa-apa.""Tidak ada apa-apa, tapi sampai tidak menyadari tuan rumah datang. Itu artinya ada apa-apa, Dadaaang!""Ah, Tuan ini ... masa tidak bisa sekali saja dibohongi?""Oooh, jadi ... mau belajar bohong ya? Sudah tidak betah kerja di sini?""Eh, tidak! Jangan pecat saya, Tuan! Saya ... saya cuma heran dan kepikiran." Dadang garuk-garuk kepala."Huh?" Sebelah alis Gallen terangkat tinggi.Dadang mendekat. Tolah-toleh seperti khawatir pembicaraannya akan dicuri dengar oleh orang lain."Anu, Tuan. Tadi ada mobil parkir di seberang jalan. Saya kira tamu Tuan, tapi tidak turun-turun dari mobil. Saya jadi parno, Tuan. Takutnya itu orang suruhan kakek Anda.""Oh
Mata Gallen menyipit. Melihat kemunculan Ara yang mendadak, ia menyimpulkan bahwa mobil yang diceritakan Dadang pasti milik wanita itu.Ternyata dugaannya benar. Dan itu aneh!Bagaimana seseorang yang menghilang tanpa kabar setelah diketahui mengalami gangguan mental tiba-tiba muncul begitu saja?"Kenapa Anda tidak memberitahuku kalau Anda akan bertandang?""Kenapa memangnya? Mau menyiapkan kejutan?"Apa? Kejutan? Dalam mimpi. Sebaliknya, dia akan memikirkan seribu satu alasan untuk menghindari pertemuan dengan Ara.Dia tidak ingin membuat Grizelle cemburu. Bahaya. Bisa-bisa rencana membuat adonan pengantin tak akan pernah terwujud nantinya."Umm, Nona Ara, kalau tidak ada hal penting yang ingin Anda bicarakan, aku minta maaf karena tak bisa menemani Anda bicara lebih lama."Aku masih ada urusan. Saat Anda tiba, sebenarnya, aku baru saja hendak berangkat."Tak apalah sedikit berbohong. Reaksi Ara terhadap perbincangannya menghadirkan perasaan tidak nyaman.Entah kenapa Gallen merasa b
"Kau bisa mengambil keputusan sendiri, tapi kusarankan untuk hati-hati. Pikirkan betul sebelum mengambil keputusan! Perasaanku agak tidak enak dengan perusahaan itu.""Yaelah, Bro! Bilang saja tidak setuju!""Aku lebih tertarik membicarakan tentang perkembangan kinerja anak buahmu mengawasi pergerakan Tuan Besar Kyler."Lagi pula, bukan kebiasaanmu membawa pulang proposal kerja sama.""Kebetulan, Bro. Tuan Priambudi menemuiku pada detik-detik terakhir jam tutup kantor. Bagaimana lagi? Terpaksa kubawa pulang.""Perasaanku semakin tidak enak.""Kenapa aku mencium sesuatu yang mencurigakan di sini? Kau yakin tidak mengenal Guntur Priambudi secara langsung?""Kenz, dahulukan yang lebih penting!""Oh, oke. Semua terkendali. Aku telah mengirim seseorang untuk mengawasi Tuan Besar Kyler. Jeremy akan melaporkan setiap perkembangannya.""Jeremy?""Iya. Si keras kepala itu akhirnya melambaikan tangan ke kamera.""Awasi juga dia! Seseorang yang tega mengkhianati kawan dan berdiri di kubu lawan d
Pantas saja Rianna tak menghadiahi David dengan saham perusahaan pada ulang tahunnya yang kedua puluh satu. Tenyata David anak tiri."Jahat! Mereka tega meracuni ibuku demi harta. Tak akan kubiarkan!"Grath mengepalkan tangan erat-erat, lantas beranjak diam-diam dari tempat persembunyiannya.Bugh!Sebuah serangan tiba-tiba menghantam tengkuk Grath saat ia berjalan merunduk. Grath tersungkur pingsan.Suara bergedebuk menarik perhatian Stephen dan David. Keduanya berlari ke arah sumber suara."Grath? Gawat! Apa dia mendengar semuanya?" Stephen diserang panik."Ayah tidak perlu khawatir," sahut David. "Paman Handoyo telah membantu kita mencegah lelaki bodoh itu untuk membocorkannya. Sekarang, ayo bantu aku memindahkannya."Kesadaran Grath tidak sepenuhnya hilang, samar-samar ia masih dapat menangkap percakapan para bajingan itu sampai sebuah tendangan susulan membuat seluruh dunianya benar-benar menjadi gelap."Tuan Besar Kyler atau David yang melakukan tendangan itu, Yah?" tanya Gallen,
"Mana bisa begitu?"Gallen tidak tahu apakah Grizelle sungguh lugu atau hanya berpura-pura polos. Tapi reaksi Grizelle yang seperti itu berhasil menantang egonya sebagai pria, seakan-akan Grizelle tengah meremehkan kemampuannya, dan menuntut sebuah pembuktian."Bisa. Mau kuselimuti sekarang?" goda Gallen, berkedip nakal.Bias pendar rembulan yang semula mempercantik wajah Grizelle, kini beralih ke dada bidang Gallen.Kulitnya yang berkeringat berkilat terang. Terlihat seksi tanpa menghalang.Grizelle tak bisa memungkiri hati bahwa ia mengagumi badan kekar Gallen yang baru diperhatikannya secara intens untuk pertama kali.Aroma maskulin yang menguar dari keringat Gallen menggelitik naluri kewanitaan Grizelle."Aku mengantuk!" Grizelle balik badan, membelakangi Gallen.Semua itu bohong! Kantuk Grizelle telah menghilang bersamaan dengan munculnya desir aneh yang membuat dadanya berdebar-debar, kala tatapannya mendarat pada dada telanjang Gallen.Ingin rasanya jemari lentiknya menari di s
Penting bagi seorang wanita untuk buang air kecil serta membersihkan area pribadinya setelah melakukan penyatuan jiwa dan raga dengan kekasih halal, agar kebersihan tetap terjaga dan terhindar dari berbagai penyakit.Selang tujuh menit, Grizelle keluar dari kamar mandi. Tubuh polosnya telah terbalut lingerie merah.Grizelle berbaring perlahan seraya menarik selimut hingga sepinggang."Ayo tidur!" Gallen membawa Grizelle ke dalam pelukannya."Keramas, Bro?" sapa Kenzie keesokan paginya, saat Gallen baru saja keluar dari kamar. "Sudah akur sama kakak ipar? Pantas cerah!"Kenzie melayangkan kerling menggoda, melihat rona bahagia yang memancar jelas pada wajah Gallen. Sang sahabat tak berhenti mengumbar senyum lewat pancaran matanya."Bagaimana rasanya?""Mau tahu? Nikah sana!" Gallen berlalu dengan langkah santai. Dadanya membusung gagah, melambangkan sikap pejantan tangguh yang berhasil memenang pertarungan."Hei, Bro! Enggak sarapan dulu?" pekik Kenzie saat melihat Gallen melangkah ke
"Nyonya Bellona Hopkins?!" seru Gallen, kaget. "Tidak. Anda datang pada waktu yang tepat. Mari bergabung bersama keluargaku!""Iya, Nyonya. Ayo duduk sini!" Kimi menjemput Bellona."Terima kasih!" Bellona merasa terharu dengan sambutan Gallen dan keluarganya. "Sebenarnya, aku ke sini ingin minta maaf pada Gallen atas namaku dan juga Atha. Aku terlalu serakah dan mementingkan anakku.""Seorang ibu selalu menginginkan yang terbaik untuk anaknya. Itu bisa dimaklumi, Nyonya," sahut Gallen. "Kami juga minta maaf karena telah melaporkan Anda dengan beberapa tindak kejahatan yang tidak Anda lakukan."Wajah Gallen kecut, merasa bersalah."Itu bukan kesalahanmu sepenuhnya. Wanita berhati iblis itu yang sangat pandai menipu orang." Muka Bellona menggelap. "Kalau aku tahu Bibi Rose menggunakan wajahku untuk berbuat jahat, aku pasti telah lebih dulu menyeretnya ke penjara. Dia benar-benar licik!""Dia pasti mempelajari keterampilan make-up saat berada di Korea Selatan," timpal Kimi."Betul. Itu ar
Gallen melangkah gontai memasuki rumah. Ia melewati Grizelle yang duduk santai di ruang tengah begitu saja.Namun, ketika sudut matanya menangkap bayang Grizelle saat hendak menaiki tangga, ia berbalik.Tanpa malu-malu ia merebahkan diri dan meletakkan kepala di pangkuan Grizelle yang duduk berjuntai di atas sofa.Grizelle mengelus rambut Gallen yang jatuh ke kening."Kamu dari mana saja? Aku sangat khawatir. Teleponmu tidak aktif."Gallen merogoh saku, mengeluarkan ponsel. "Ck! Baterainya habis.""Sini! Kubantu mengisikan dayanya.""Nanti saja! Aku masih mau seperti ini." Gallen menaruh ponsel di atas meja, lalu melingkarkan lengan pada pinggang Grizelle.Saat hatinya sedang galau dan pikiran kacau, berbaring di pangkuan Grizelle bikin nyaman.Wangi vanila berpadu dengan aroma alami tubuh Grizelle menghadirkan perasaan tenang di hati Gallen.Setelah cukup lama menikmati kehangatan pangkuan Grizelle, Gallen bangkit. Mengecup kening Grizelle."Terima kasih. Bersamamu, aku selalu merasa
"Kenapa? Kaget? Hahaha ...."Wanita itu tak peduli dengan keberadaan polisi dan tangannya yang terbogol. Ia tertawa, seperti telah kehilangan kewarasannya.Gallen bukan hanya kaget, tapi syok. Tak menyangka orang yang selama ini dikenalnya begitu baik dan berada di pihaknya, ternyata merupakan dalang dari segala kemalangan yang menimpa keluarganya."Bibi Rose, katakan bahwa ini tidak benar!""Hahaha ... sayangnya, inilah kenyataannya."Gallen menggeleng-geleng. Masih sulit memercayai kebenaran yang terpampang di depan mata."Kenapa, Bi? Bukankah nenekku selalu memperlakukan Bibi dengan baik?"Gallen masih ingat, walaupun samar, neneknya tidak pernah memperlakukan Bibi Rose dengan kasar.Rianna bahkan memercayai Bibi Rose menjadi pelayan pribadinya. Neneknya bahkan tak pernah perhitungan dalam membelikan pakaian dan memenuhi kebutuhan Bibi Rose.Tapi lihat balasan yang diberikan wanita itu! Hanya pengkhianatan terhadap keluarganya."Baik? Cih! Nenekmu bahkan lebih licik dari seekor rub
"Bro, target memasuki perangkap. Kau ingin melihat langsung?""Aku sudah berada di lokasi. Di mana kau?"Gallen berdiri di belakang sebuah tiang besar, mengawasi seorang wanita yang baru saja turun dari mobil.Wanita itu memakai setelan tunik dan celana panjang yang terlihat modis. Sehelai masker dan kacamata hitam berbingkai lebar menutupi wajahnya yang lonjong.Sebuah topi bulat dengan hiasan sekuntum bunga teratai mekar meneduhi wajahnya yang tersembunyi dari terik matahari."Arah jam sembilan."Gallen mengerling ke titik yang disebutkan. Tampak bayangan Regan duduk di belakang roda kemudi, berlagak sedang membersihkan dashboard. Namun, matanya sering kali mengerling ke pintu gerbang."Aku pada titik jam satu."Pandangan keduanya segera bertemu begitu Gallen menutup panggilan telepon.Regan tersenyum seraya mengangguk ringan.Wanita itu telah memasuki lobi hotel. Regan mengikuti dari belakang layaknya juga seorang pengunjung.Gallen berjalan memutar. Memasuki hotel lewat pintu khusu
"Laura, memaafkan dan kembali bersama adalah dua hal yang berbeda! Jangan mengharapkan lebih dari apa yang dapat kuberikan dan pantas untuk kau dapatkan!"Binar di mata Laura sirna seketika. Tatapannya luruh ke tanah."Tapi aku masih sangat mencintaimu, Gallen! Tak bisakah kamu menceraikan istrimu dan kembali padaku?""Laura, rumah tangga bukan hanya tentang rasa cinta, tapi tentang komitmen dan saling percaya."Cinta adalah ungkapan rasa hati. Dan asal kau tahu, hati itu sangat rapuh. Mudah sekali terbolak-balik, seperti musim yang terus berganti."Sementara komitmen adalah keteguhan hati dalam memegang janji suci. Tak peduli sekuat apa semesta mengguncangnya, ia tak akan berubah. Tetap setia melewati berbagai cobaan dan rintangan."Namun, sekali komitmen itu hancur, maka yang tersisa hanyalah serpihan tak berwujud, dan tak akan pernah bisa kembali utuh seperti semula."Kau bukan hanya telah menghancurkan komitmen cintamu denganku, Laura, tapi juga telah membuangnya. Apa lagi yang bi
Hening!Orang itu tak menyahuti perkataan Gallen. Ia sama sekali tak membantah tuduhan Gallen."Siapa kau?"Gallen menekan beberapa titik di punggung orang itu dengan gerakan cepat. Mengunci tubuhnya agar tak bisa melarikan diri."Kamu apakan badanku, hah?! Lepaskan aku!"Gallen terkesiap. Ternyata sosok yang bersembunyi di balik coat panjang dengan kepala tertutup hoodie lebar itu adalah seorang perempuan."Kau tidak akan ke mana-mana sebelum aku mendapatkan apa yang kuinginkan darimu," bisik Gallen, dengan nada penuh penekanan.Beberapa pasang mata, dari orang-orang yang melintas hendak keluar masuk Rumah Sakit, mengerling curiga pada Gallen.Gallen pindah ke hadapan wanita itu. Tegak dengan sebelah tangan bersembunyi dalam saku celana.Posisi mereka seperti dua orang kenalan yang saling bercengkerama.Keinginan wanita itu untuk kabur dari Gallen melebihi kuatnya terjangan ombak yang mengempas batu karang. Sayang, sekujur tubuhnya tak bisa digerakkan."Tolong, lepaskan aku! Aku janj
"Ada apa ini? Kenapa semua terlihat canggung?" tanya Grizelle, merasa tak enak hati karena masuk tanpa mengetuk pintu."Ah, itu hanya perasaanmu saja!"Gallen menyongsong Grizelle, mengambil alih tas berukuran kecil, yang berisi pakaian Kimi."Instingku tak pernah salah," bisik Grizelle. "Aura ruangan ini agak aneh."Gallen tersenyum simpul. Ia akui Grizelle memiliki kepekaan yang luar biasa. Pantas saja ia tak pernah gagal dalam menyelidiki kasus kliennya."God! Ayah juga di sini?" seru Grizelle, bergegas menyalami Grath. "Huh! Sekarang aku tahu kenapa ruangan ini terasa aneh. Ternyata Adam dan Hawa bertemu kembali setelah terlempar dari surga ke belahan dunia yang berbeda.""Greeze, apa yang kamu katakan?" Pipi Kimi merona merah.Perumpamaan yang disematkan Grizelle pada dirinya dan Grath menurutnya terlalu berlebihan."Wah, Ayah juga sudah sembuh? Luar biasa! Memang ya ... lelaki akan melupakan segala rasa sakit dan kesedihannya begitu melihat senyum menawan sang istri," imbuh Griz
"Penjahat seperti David Kyler tidak akan mampu menyentuhku, Bu. Ibu tidak perlu mencemaskan aku. Pikirkan saja kesehatan Ibu! Ibu harus segera sembuh.""Kamu juga tidak perlu mengkhawatirkan aku secara berlebihan."Gallen meraih jemari Kimi. "Bu, aku takut. Jika terjadi sesuatu yang buruk pada Ibu, aku akan merasa bersalah seumur hidup. Aku akan dihantui perasaan menyesal.""Gallen, tidak ada yang perlu disesali dari sebuah takdir. Cepat atau lambat, kita semua akan meninggalkan dunia ini.""Aku tahu, Bu. Tapi aku akan menyesal karena aku belum sempat mempertemukan Ibu dengan ayah.""Kamu tidak perlu melakukan itu, Gallen." Kimi melengos. Matanya terasa panas."Kenapa? Apa Ibu tak lagi mencintai ayah?""Bukan. Bukan karena itu. Seumur hidupku, aku hanya mencintai satu orang pria. Dan Pria itu adalah ayahmu."Aku tidak pernah mencintai lelaki lain, dan tidak akan pernah bisa.""Tapi, kenapa Ibu tidak mau bertemu dengan ayah? Selama ini ayah juga menderita, Bu."Kimi berusaha untuk dudu
Bugh!Tendangan Gallen melempar David hingga menghantam dinding dan menyebabkan dinding itu jebol."Bawa dia!" titah Gallen pada dua orang anak buah Kenzie yang menonton aksinya."S–siap, Komandan!"Mereka gugup melihat kehebatan Gallen. Tak terbayang jika mereka yang berada di posisi David. Mengerikan.Cepat-cepat mereka mengangkat sosok David yang tergeletak di tanah.Suara dering ponsel memecah kesunyian di kamar isolasi Grath.Thomas meninggalkan komputer yang memuat laporan perkembangan kesehatan Grath. Berjalan sedikit menjauh setelah membaca nama Gallen pada layar monitor."Firasatku tidak enak menerima panggilan telepon darimu pagi-pagi begini," ujar Thomas dengan suara lirih."Apa istriku bersama Kakek? Aku tidak bisa menghubunginya.""Tidak. Ada apa?""Kek, kalau Grizelle datang menemui Kakek, tolong minta dia untuk ke rumah ibuku, mengambil baju. Ibuku dirawat di Rumah Sakit.""Ibumu dirawat?! Apa yang terjadi? Apa dia baik-baik saja?""Ceritanya panjang, Kek. Aku masih ada