Grizelle tak bereaksi terhadap pertanyaan Gallen.Saling membuka hati dan membuka diri? Huh! Kedengarannya menggelikan sekaligus memalukan.Apa lelaki begitu tidak peka terhadap perasaan wanita?Hati Grizelle telah sepenuhnya menjadi milik Gallen, jauh hari, semenjak mereka terdampar di daratan China.Dia hanya terlalu malu untuk mengucapkan kata-kata cinta untuk Gallen.Jika hingga saat ini dia belum membuka diri pada Gallen, itu juga bukan salahnya.Gallen sendiri yang bersikap sangat hati-hati serta membatasi diri. Kenapa sekarang jadi dia yang terkesan seolah-olah enggan menerima sentuhan Gallen?"Tidak harus terburu-buru mencapai puncak, tapi kita bisa mencoba dari hal-hal kecil," rayu Gallen, menatap sayu pada manik mata resah milik Grizelle sembari menyingkirkan helaian rambut yang jatuh menjuntai, menutupi kening licin Grizelle."Pergilah! Lama-lama aku bisa mati kedinginan!"Grizelle mengusir Gallen.'Dasar lelaki mati rasa!' umpatnya dalam hati. Menatap garang pada Gallen ya
Grizelle ingin marah karena Gallen tak membiarkan dirinya menyelesaikan rutinitas setelah mandi sore, tapi dia juga menyukai sensasi rasa yang disuguhkan Gallen untuknya.Antara kesal dan ketagihan, Grizelle manjawab pertanyaan Gallen dengan ekspresi datar.Pemandangan itu menantang diri Gallen untuk mengulangi aksi yang sempat terhenti.Bagaimana bisa dia menoleransi reaksi dingin yang ditunjukkan Grizelle? Apa dia sangat payah hingga pemanasan yang dilakukannya tak mampu menggerakkan naluri wanita dewasa yang bersembunyi dalam diri Grizelle?Dia harus mencobanya lagi!Tak puas hanya dengan merujak bibir, jemari Gallen mulai bergerilya. Menjelajahi setiap bukit dan lembah yang belum terjamah.Penjelajahan itu menyebabkan aliran darah di sekujur tubuh Gallen bertambah panas."H–hentikan, Gallen!"Ribuan semut menggelitik saraf Grizelle. Ia malu ketika bibirnya mengudarakan desah manja.Gallen justru tambah bersemangat menjelajahi setiap ceruk dan lekuk yang menggoda."Gallen, s–stop!"
Grizelle terus saja bersembunyi di balik selimut, menulikan telinga atas segala godaan yang dilontarkan Gallen.Tok! Tok!"Iya, sebentar!" Gallen berteriak dengan suara ditekan. Pasti ibunya yang mengetuk pintu."Aku pergi, Greeze!" pamitnya lesu, mengecup puncak kepala Grizelle yang terhalang selimut.Sepanjang perjalanan Gallen tak bicara. Hatinya masih mangkel gara-gara hasratnya tak tersalurkan. Ada-ada saja halangannya.Dulu, ia harus menyelesaikan banyak masalah. Lagi pula, ia juga terlanjur berjanji pada Grizelle untuk tak akan menyentuh Grizelle sebelum wanita itu memiliki perasaan yang sama dengannya, tapi itu sungguh sangat menyiksa.Bagaimanapun, dia adalah lelaki normal dengan usia dan vitalitas tubuh yang prima. Kerap ia melarikan diri ke ruang bawah tanah, berlatih bela diri untuk mengalihkan tenaganya yang tak kuat menatap tubuh ramping Grizelle lama-lama.Kini, satu persatu kelindan benang permasalahannya terurai. Sikap Grizelle juga mulai berubah, menjadi lebih lembut
"Kau!" Stephen kehabisan kata."Ya. Ini aku, Gallen. Aku hanya mengingatkan Anda, Tuan Besar Kyler. Perbanyaklah merenungi kesalahan Anda! Introspeksi diri! Lalu mulailah menyiapkan bekal untuk kehidupan Anda selanjutnya."Bisa jadi malaikat kematian telah menjadi pengawal pribadi Anda, yang tak kasat mata."Pelipis Stephen berkedut. Otot-otot kemarahan mencuat pada tulang rahang dan lengan kisutnya."Kau menyumpahiku?! Cucu durhaka kau, Gallen!"Gallen masih mampu mengendalikan sisi liar dari emosinya yang bergejolak dalam dada."Tuan Besar Kyler, setiap yang bernyawa pasti akan mati. Tak peduli kecil, muda, ataupun tua. Semua akan mendapat giliran bila sudah tiba waktunya."Tapi, manusia yang berusia senja seperti Anda, tentu memiliki peluang yang lebih besar untuk mendapat giliran pertama. Bertobatlah, Tuan Besar Kyler! Sebelum semua terlambat dan Anda kehilangan kesempatan untuk memperbaiki diri.""Tutup mulutmu! Aku tidak butuh ceramahmu!" Stephen menggerung. "Bebaskan Atha! Dia
Grath menyeringai."Anda senang, Tuan Kyler?" tanya Thomas, mulai mempersiapkan peralatan terapi yang akan digunakan Grath.Durasi sesi latihan Grath sedikit berkurang seiring dengan kondisi badannya yang kian membaik dan mendekati normal."Entahlah."Seringai di wajah Grath lenyap. Palung hatinya menyimpan setitik perasaan iba."Saya mengerti.""Bagaimanapun, dia tetap saudaraku, walaupun berbeda ibu.""Apa aku tidak salah dengar?" Langkah Gallen terhenti beberapa langkah dari ranjang Grath."Ah, Gallen ... kau juga sudah menonton video penangkapan Tuan David Kyler?" Thomas menoleh pada Gallen sambil tangannya terus bekerja.Sedikit lagi peralatan terapi untuk sesi pengobatan Grath siap digunakan."Tentu, Kakek. Itu berita yang kutunggu-tunggu penayangannya."Gallen mendekati Grath. "Ayah, apakah perkataan yang kudengar tadi benar? David Kyler saudara Ayah beda ibu?""Itu benar. David tidak terlahir dari rahim ibuku, Rianna. Dia anak dari wanita yang dicintai ayahku."Kini Gallen men
"Lepaskan akuuu!"Stephen yang beradu tatapan sendu dengan Atha menengok ke kanan saat mendengar suara pemberontakan bernada tinggi."David?" Stephen merasakan dadanya diimpit tiang baja kala menyaksikan putranya didorong masuk ke sel tahanan yang berhadapan dengan Atha."Tidak!" Stephen roboh."Kakeeek!"Teriakan bernada cemas dari Atha adalah hal terakhir yang diingat Stephen sebelum dunia hilang dari pandangannya.Stephen tergugu setelah mampu mengingat semua kejadian itu.Selang beberapa saat, ia mengangkat kepala. Kilat kebencian memancar dari sorot mata tuanya."Gallen ... dia harus membayar semua penderitaan anak dan cucuku!"Stephen mencabut jarum IV, lalu meluncur turun dari ranjang rumah sakit. Mengganti seragam pasien dengan pakaian miliknya yang ia temukan di dalam nakas.Ia berjalan mengendap-endap. Celingak-celinguk mengawasi sekitar. Saat suasana sepi dan dirasa aman, ia melangkah cepat. Meninggalkan ruang tempatnya dirawat melalui lorong sunyi."Tuan Besar Kyler?" liri
Tes! Tes!Keringat menetes dari setiap helai rambut Grath. Jatuh seperti butiran embun menitik dari ujung daun.Tiga puluh menit sudah ia memaksakan diri untuk berjalan. Menumpukan berat badan pada tangan yang menggengam gagang walker.Tak terkira rasa nyeri pada otot-otot pahanya yang mulai bisa merasakan sensasi gerak dan rasa sakit.'Aku pasti bisa! Aku kuat!'Grath melambungkan sugesti dalam hati, tiada henti. Memotivasi keyakinan diri bahwa ia mampu melewati segala rintangan."Cukup, Tuan Kyler!" seru Thomas, menghentikan perjuangan Grath. "Kalau terus dipaksakan, otot-otot Anda bisa cedera."Biasanya Grath hanya melakukan terapi di pagi hari, tapi kini ia meminta sesi tambahan di sore hari."Tapi, Prof ... aku merasa belum ada kemajuan.""Itu karena Anda membandingkan diri dengan orang yang dapat bergerak dengan normal. Kalau Anda membandingkan dengan diri Anda sendiri, kondisi Anda sekarang jauh lebih baik dari sebelumnya."Grath menyandarkan pantat pada plang yang melintang. M
"Mencurigakan!" Dadang memperhatikan mobil merah nan kian menjauh, lalu terlihat seperti nyala puntung rokok di tengah kepekatan malam.Tin! Tiiiin?Bergegas Dadang membuka pintu.Gallen menurunkan kaca jendela. "Apa yang kau lihat?" tanyanya, selalu bersikap waspada setelah kedatangan Stephen tempo hari."Anu, Tuan ... tidak ada apa-apa.""Tidak ada apa-apa, tapi sampai tidak menyadari tuan rumah datang. Itu artinya ada apa-apa, Dadaaang!""Ah, Tuan ini ... masa tidak bisa sekali saja dibohongi?""Oooh, jadi ... mau belajar bohong ya? Sudah tidak betah kerja di sini?""Eh, tidak! Jangan pecat saya, Tuan! Saya ... saya cuma heran dan kepikiran." Dadang garuk-garuk kepala."Huh?" Sebelah alis Gallen terangkat tinggi.Dadang mendekat. Tolah-toleh seperti khawatir pembicaraannya akan dicuri dengar oleh orang lain."Anu, Tuan. Tadi ada mobil parkir di seberang jalan. Saya kira tamu Tuan, tapi tidak turun-turun dari mobil. Saya jadi parno, Tuan. Takutnya itu orang suruhan kakek Anda.""Oh
"Nyonya Bellona Hopkins?!" seru Gallen, kaget. "Tidak. Anda datang pada waktu yang tepat. Mari bergabung bersama keluargaku!""Iya, Nyonya. Ayo duduk sini!" Kimi menjemput Bellona."Terima kasih!" Bellona merasa terharu dengan sambutan Gallen dan keluarganya. "Sebenarnya, aku ke sini ingin minta maaf pada Gallen atas namaku dan juga Atha. Aku terlalu serakah dan mementingkan anakku.""Seorang ibu selalu menginginkan yang terbaik untuk anaknya. Itu bisa dimaklumi, Nyonya," sahut Gallen. "Kami juga minta maaf karena telah melaporkan Anda dengan beberapa tindak kejahatan yang tidak Anda lakukan."Wajah Gallen kecut, merasa bersalah."Itu bukan kesalahanmu sepenuhnya. Wanita berhati iblis itu yang sangat pandai menipu orang." Muka Bellona menggelap. "Kalau aku tahu Bibi Rose menggunakan wajahku untuk berbuat jahat, aku pasti telah lebih dulu menyeretnya ke penjara. Dia benar-benar licik!""Dia pasti mempelajari keterampilan make-up saat berada di Korea Selatan," timpal Kimi."Betul. Itu ar
Gallen melangkah gontai memasuki rumah. Ia melewati Grizelle yang duduk santai di ruang tengah begitu saja.Namun, ketika sudut matanya menangkap bayang Grizelle saat hendak menaiki tangga, ia berbalik.Tanpa malu-malu ia merebahkan diri dan meletakkan kepala di pangkuan Grizelle yang duduk berjuntai di atas sofa.Grizelle mengelus rambut Gallen yang jatuh ke kening."Kamu dari mana saja? Aku sangat khawatir. Teleponmu tidak aktif."Gallen merogoh saku, mengeluarkan ponsel. "Ck! Baterainya habis.""Sini! Kubantu mengisikan dayanya.""Nanti saja! Aku masih mau seperti ini." Gallen menaruh ponsel di atas meja, lalu melingkarkan lengan pada pinggang Grizelle.Saat hatinya sedang galau dan pikiran kacau, berbaring di pangkuan Grizelle bikin nyaman.Wangi vanila berpadu dengan aroma alami tubuh Grizelle menghadirkan perasaan tenang di hati Gallen.Setelah cukup lama menikmati kehangatan pangkuan Grizelle, Gallen bangkit. Mengecup kening Grizelle."Terima kasih. Bersamamu, aku selalu merasa
"Kenapa? Kaget? Hahaha ...."Wanita itu tak peduli dengan keberadaan polisi dan tangannya yang terbogol. Ia tertawa, seperti telah kehilangan kewarasannya.Gallen bukan hanya kaget, tapi syok. Tak menyangka orang yang selama ini dikenalnya begitu baik dan berada di pihaknya, ternyata merupakan dalang dari segala kemalangan yang menimpa keluarganya."Bibi Rose, katakan bahwa ini tidak benar!""Hahaha ... sayangnya, inilah kenyataannya."Gallen menggeleng-geleng. Masih sulit memercayai kebenaran yang terpampang di depan mata."Kenapa, Bi? Bukankah nenekku selalu memperlakukan Bibi dengan baik?"Gallen masih ingat, walaupun samar, neneknya tidak pernah memperlakukan Bibi Rose dengan kasar.Rianna bahkan memercayai Bibi Rose menjadi pelayan pribadinya. Neneknya bahkan tak pernah perhitungan dalam membelikan pakaian dan memenuhi kebutuhan Bibi Rose.Tapi lihat balasan yang diberikan wanita itu! Hanya pengkhianatan terhadap keluarganya."Baik? Cih! Nenekmu bahkan lebih licik dari seekor rub
"Bro, target memasuki perangkap. Kau ingin melihat langsung?""Aku sudah berada di lokasi. Di mana kau?"Gallen berdiri di belakang sebuah tiang besar, mengawasi seorang wanita yang baru saja turun dari mobil.Wanita itu memakai setelan tunik dan celana panjang yang terlihat modis. Sehelai masker dan kacamata hitam berbingkai lebar menutupi wajahnya yang lonjong.Sebuah topi bulat dengan hiasan sekuntum bunga teratai mekar meneduhi wajahnya yang tersembunyi dari terik matahari."Arah jam sembilan."Gallen mengerling ke titik yang disebutkan. Tampak bayangan Regan duduk di belakang roda kemudi, berlagak sedang membersihkan dashboard. Namun, matanya sering kali mengerling ke pintu gerbang."Aku pada titik jam satu."Pandangan keduanya segera bertemu begitu Gallen menutup panggilan telepon.Regan tersenyum seraya mengangguk ringan.Wanita itu telah memasuki lobi hotel. Regan mengikuti dari belakang layaknya juga seorang pengunjung.Gallen berjalan memutar. Memasuki hotel lewat pintu khusu
"Laura, memaafkan dan kembali bersama adalah dua hal yang berbeda! Jangan mengharapkan lebih dari apa yang dapat kuberikan dan pantas untuk kau dapatkan!"Binar di mata Laura sirna seketika. Tatapannya luruh ke tanah."Tapi aku masih sangat mencintaimu, Gallen! Tak bisakah kamu menceraikan istrimu dan kembali padaku?""Laura, rumah tangga bukan hanya tentang rasa cinta, tapi tentang komitmen dan saling percaya."Cinta adalah ungkapan rasa hati. Dan asal kau tahu, hati itu sangat rapuh. Mudah sekali terbolak-balik, seperti musim yang terus berganti."Sementara komitmen adalah keteguhan hati dalam memegang janji suci. Tak peduli sekuat apa semesta mengguncangnya, ia tak akan berubah. Tetap setia melewati berbagai cobaan dan rintangan."Namun, sekali komitmen itu hancur, maka yang tersisa hanyalah serpihan tak berwujud, dan tak akan pernah bisa kembali utuh seperti semula."Kau bukan hanya telah menghancurkan komitmen cintamu denganku, Laura, tapi juga telah membuangnya. Apa lagi yang bi
Hening!Orang itu tak menyahuti perkataan Gallen. Ia sama sekali tak membantah tuduhan Gallen."Siapa kau?"Gallen menekan beberapa titik di punggung orang itu dengan gerakan cepat. Mengunci tubuhnya agar tak bisa melarikan diri."Kamu apakan badanku, hah?! Lepaskan aku!"Gallen terkesiap. Ternyata sosok yang bersembunyi di balik coat panjang dengan kepala tertutup hoodie lebar itu adalah seorang perempuan."Kau tidak akan ke mana-mana sebelum aku mendapatkan apa yang kuinginkan darimu," bisik Gallen, dengan nada penuh penekanan.Beberapa pasang mata, dari orang-orang yang melintas hendak keluar masuk Rumah Sakit, mengerling curiga pada Gallen.Gallen pindah ke hadapan wanita itu. Tegak dengan sebelah tangan bersembunyi dalam saku celana.Posisi mereka seperti dua orang kenalan yang saling bercengkerama.Keinginan wanita itu untuk kabur dari Gallen melebihi kuatnya terjangan ombak yang mengempas batu karang. Sayang, sekujur tubuhnya tak bisa digerakkan."Tolong, lepaskan aku! Aku janj
"Ada apa ini? Kenapa semua terlihat canggung?" tanya Grizelle, merasa tak enak hati karena masuk tanpa mengetuk pintu."Ah, itu hanya perasaanmu saja!"Gallen menyongsong Grizelle, mengambil alih tas berukuran kecil, yang berisi pakaian Kimi."Instingku tak pernah salah," bisik Grizelle. "Aura ruangan ini agak aneh."Gallen tersenyum simpul. Ia akui Grizelle memiliki kepekaan yang luar biasa. Pantas saja ia tak pernah gagal dalam menyelidiki kasus kliennya."God! Ayah juga di sini?" seru Grizelle, bergegas menyalami Grath. "Huh! Sekarang aku tahu kenapa ruangan ini terasa aneh. Ternyata Adam dan Hawa bertemu kembali setelah terlempar dari surga ke belahan dunia yang berbeda.""Greeze, apa yang kamu katakan?" Pipi Kimi merona merah.Perumpamaan yang disematkan Grizelle pada dirinya dan Grath menurutnya terlalu berlebihan."Wah, Ayah juga sudah sembuh? Luar biasa! Memang ya ... lelaki akan melupakan segala rasa sakit dan kesedihannya begitu melihat senyum menawan sang istri," imbuh Griz
"Penjahat seperti David Kyler tidak akan mampu menyentuhku, Bu. Ibu tidak perlu mencemaskan aku. Pikirkan saja kesehatan Ibu! Ibu harus segera sembuh.""Kamu juga tidak perlu mengkhawatirkan aku secara berlebihan."Gallen meraih jemari Kimi. "Bu, aku takut. Jika terjadi sesuatu yang buruk pada Ibu, aku akan merasa bersalah seumur hidup. Aku akan dihantui perasaan menyesal.""Gallen, tidak ada yang perlu disesali dari sebuah takdir. Cepat atau lambat, kita semua akan meninggalkan dunia ini.""Aku tahu, Bu. Tapi aku akan menyesal karena aku belum sempat mempertemukan Ibu dengan ayah.""Kamu tidak perlu melakukan itu, Gallen." Kimi melengos. Matanya terasa panas."Kenapa? Apa Ibu tak lagi mencintai ayah?""Bukan. Bukan karena itu. Seumur hidupku, aku hanya mencintai satu orang pria. Dan Pria itu adalah ayahmu."Aku tidak pernah mencintai lelaki lain, dan tidak akan pernah bisa.""Tapi, kenapa Ibu tidak mau bertemu dengan ayah? Selama ini ayah juga menderita, Bu."Kimi berusaha untuk dudu
Bugh!Tendangan Gallen melempar David hingga menghantam dinding dan menyebabkan dinding itu jebol."Bawa dia!" titah Gallen pada dua orang anak buah Kenzie yang menonton aksinya."S–siap, Komandan!"Mereka gugup melihat kehebatan Gallen. Tak terbayang jika mereka yang berada di posisi David. Mengerikan.Cepat-cepat mereka mengangkat sosok David yang tergeletak di tanah.Suara dering ponsel memecah kesunyian di kamar isolasi Grath.Thomas meninggalkan komputer yang memuat laporan perkembangan kesehatan Grath. Berjalan sedikit menjauh setelah membaca nama Gallen pada layar monitor."Firasatku tidak enak menerima panggilan telepon darimu pagi-pagi begini," ujar Thomas dengan suara lirih."Apa istriku bersama Kakek? Aku tidak bisa menghubunginya.""Tidak. Ada apa?""Kek, kalau Grizelle datang menemui Kakek, tolong minta dia untuk ke rumah ibuku, mengambil baju. Ibuku dirawat di Rumah Sakit.""Ibumu dirawat?! Apa yang terjadi? Apa dia baik-baik saja?""Ceritanya panjang, Kek. Aku masih ada