Putaran gagang pintu makin kencang. Begitu pula dengan detak jantung Grizelle. Gegas ia melesat mundur.Ceklek!Grep!Pintu terbuka, bersamaan dengan sebuah tarikan kencang yang membetot tubuh Grizelle ke belakang. Menyandarkannya ke dinding.Telapak tangan lebar membekap mulut Grizelle dari balik sebo.Hening sejenak.Dua tubuh berlawanan kutub saling melekat. Grizelle tak bisa mengenali wajah sang penyelamat. Posisi badannya terkunci. Sulit sekali untuk bergerak, walau sekadar untuk mengangkat kepala sedikit lebih tinggi.Cahaya senter dari pintu masuk menari di udara. Menyorot titik-titik penting ruang kerja Stephen. Tak ada suara, selain langkah kaki bergerak mendekati meja kerja Stephen secara perlahan.Wajah lelaki dalam gelap itu sedingin bongkahan es. Emosinya tak terbaca, bertabir pekatnya malam.Tak menemukan sesuatu yang mencurigakan pada meja kerja Stephen, ia menyusuri deretan setiap buku dan dokumen. Memeriksa dengan teliti.Sesekali ia membuat gerakan memutar secara mend
"Apa wajahmu sangat jelek?""Sembarangan!""Buktinya kau tak berani melepas sebomu itu. Apa lagi alasannya? Kalau bukan jelek ..." Lelaki itu mencondongkan tubuh ke depan, memelankan suara, "... apa mungkin ... kau sudah tua?""Aku baru tahu kamu sangat menyebalkan!"Lelaki itu memundurkan badan. "Ayolah! Tidak baik ingkar janji. Dunia yang kau geluti terbilang kejam dan rawan bahaya. Bagaimana kalau misalnya ada seseorang yang mengenalimu dan kau celaka dalam kondisi tidak sedang menyamar? Walau aku berada di dekatmu saat itu, bisa jadi aku mengabaikanmu karena aku tak mengira bahwa itu kau."Mata Grizelle berkedip. Ucapan lelaki itu sangat mengena. Belakangan ini keselamatannya terancam."Baiklah, tapi ada syaratnya!""Kau licik juga!""Ya sudah kalau tidak mau. Katakan di mana pintu keluarnya! Aku harus pergi dari sini." Grizelle bangkit."Hei, Nona ... um, The Death Shadow! Kau masih memakai julukan itu, kan?" Lelaki itu ikut tegak. "Baiklah. Katakan syaratmu!"Grizelle tersenyum
Gallen mengulurkan tangan, mengguncang bahu Grizelle yang masih terlihat linglung."Apa ini benar-benar kau, Greeze?"Grizelle tersentak. Ini bukan halusinasi. Lelaki yang kini berada di depannya ternyata memang Gallen—suaminya."B—bukankah tidurmu sangat nyenyak?" Entah kenapa Grizelle merinding, menatap netra gelap Gallen."Hahaha ...." Gallen melepaskan Grizelle, tertawa sumbang seraya memijat pelipis. "Ini konyol!""Huh?" Gallen menggigit senter. Kedua tangannya kini mencaplok wajah imut Grizelle. Mencubitnya seraya menariknya turun naik."Aakh! Lepas, Gallen!" Grizelle balas mencubit punggung tangan suaminya. "Kamu mau merobek pipiku?!""Jadi, ini benar? Kau sungguh Grizelle—istriku?"The Death Shadow tak mungkin mengetahui nama aslinya. Sejak pertemuan pertama, mereka saling mengenalkan diri dengan nama julukan.Hanya ada satu penjelasan. Wanita di depannya saat ini benar-benar Grizelle.Dia harus memperkuat bukti.Gallen menantang lamat-lamat manik mata Grizelle. Warna iris ma
Grizelle keluar dari ceruk. Melakukan sedikit gerakan peregangan ringan untuk melemaskan otot-ototnya yang terasa kaku.Samar-samar matanya menangkap sosok gelap berjalan ke arahnya. Kedongkolannya terhadap Gallen terkikis. Tanpa sadar sudut bibirnya melengkung bak bulan sabit."Ganti pakaianmu!" Gallen menyodorkan bungkusan yang dibawanya kepada Grizelle.Lantaran sempat kecewa karena ditinggal pergi, Grizelle pura-pura merajuk. "Simpan saja! Aku tak membutuhkan pakaian itu."Gallen mengamati penampilan Grizelle dari ujung kepala hingga ke kaki. "Yakin mau kembali ke rumah dengan tampilan seperti itu? Apa yang akan kau katakan bila Bibi Rose atau kakek mempertanyakan penampilan anehmu itu? Sedang latihan atau habis pentas cosplay?"Bibir Grizelle mengerucut mendengar sindiran Gallen. Dirampasnya bungkusan yang masih menggantung di udara."Putar sana! Awas kalau kamu mengintip! Kucongkel kedua mata nakalmu itu!"Gallen balik kanan. Tersenyum samar mendengar ancaman Grizelle. Perasaann
"Tidak akan ada yang menemukan keberadaan kita." Gallen bersandar pada tiang gazebo. Tatapannya mengambang pada permukaan air kolam kecil di sisi kanan gazebo. "Mungkin hanya aku satu-satunya anggota keluarga yang mengetahui ruangan itu.""Oh ya?"Gallen terkekeh pelan. "Saat kecil, aku sangat dekat dengan nenek. Dia sering membawaku ke sana bila sedang tak ingin diganggu."Gallen melompat ke trek. "Ayo!" panggilnya pada Grizelle, disertai lambaian tangan dan gerakan kepala."Ke mana?" Grizelle bertanya seperti orang bodoh. Cara kerja otaknya mendadak lemot."Kau butuh sedikit keringat sebelum bertemu dengan kakek. Ayo lari dua putaran!"Grizelle merasa seperti mengulang kembali kisah mereka di daratan Cina. Setiap pagi mereka menghabiskan waktu dengan lomba lari menuju bukit. Membawa dua ember kayu berisi air saat pulang ke perguruan, milik lelaki tua yang menyelamatkan mereka.Aktivitas yang sangat melelahkan, tapi kenangan indahnya tak pernah terlupakan.Mata Gallen berbinar cerah
"Menurutmu, siapa lelaki yang kembali ke rumah kakek?" tanya Grizelle.Otaknya bekerja keras mencocokkan bentuk tubuh lelaki itu dengan penghuni rumah Stephen.Gallen mengedikkan bahu. "Akan kuselidiki nanti.""Kamu kok santai sekali?""Greeze, Sayang ... menangkap hewan buruan itu tidak bisa dengan gerakan yang sangat kentara. Dia akan menyadari dan segera berlari. Kita harus bergerak pelan dan diam-diam. Begitu ada kesempatan pada waktu yang tepat, baru melesatkan anak panah.""Ya, ya. Urusan buru memburu, kamu memang lebih hebat dariku.""Kemampuanmu juga tidak buruk. Kalau kau meningkatkan porsi latihanmu, aku yakin kemampuanmu bakal berkembang pesat.""Sayang sekali aku telah terusir dari rumah nenek," keluh Grizelle. Wajahnya sendu. Namun, sedetik kemudian berubah cerah."Hei, kamu kan The Death Angel, berarti ...." Grizelle menatap Gallen dengan menaikturunkan alis. Membiarkan lelaki itu menebak sendiri apa yang ingin dikatakannya.Gemas. Gallen mencubit pipi Grizelle. "Kau bol
"Cih! Gerakanmu sangat lamban!"Gallen berkelit menghindari serangan Grizelle. Kemudian ia melompat, menyambar pasangan jo yang ditinggalkan Grizelle.Tak! Tuk! Tak! Tuk!Bunyi tongkat kayu saling beradu menggerung. Menyalurkan kekesalan Grizelle yang tak kunjung berhasil mendaratkan serangan pada tubuh Gallen.Padahal, sedari dulu impian terbesarnya adalah mampu memukul jatuh The Death Angel, walau sekali saja."Ck! Ck! Ck! Kemampuan tarung The Death Shadow menurun jauh," ledek Gallen, membuat darah Grizelle mendidih hingga ke ubun-ubun."Rasakan ini! Hiyaat!" Grizelle melompat.Kakinya mengincar dada Gallen, sementara jo di tangannya menyasar kepala.Gallen menyeringai menatap wajah tegang Grizelle yang terbakar amarah.Gadis itu masih tak berubah. Tetap menggebu-gebu dan tak menerima kekalahan.Gallen menangkis serangan tongkat Grizelle dengan mengerahkan separuh tenaga.Begitu dua kayu berbenturan, Grizelle merasakan tangannya kesemutan. Tongkat di tangannya terbang menghantam din
"Kalian sangat keterlaluan. Kalian datang kemarin malam, tapi tidak berinisiatif untuk menyapaku. Apa kalian masih menganggapku kakek?" sembur Stephen dengan tatapan ingin mencabik-cabik Gallen. Mereka duduk di ruang tengah."Kami datang cukup larut kemarin malam. Kakek mungkin sudah tidur. Kami tidak tega mengganggu Kakek. Lagi pula, kami sangat lelah dan langsung tidur." Gallen menyahut dengan tenang. Ia sudah menduga hal seperti ini akan terjadi "Kalian juga melewatkan waktu untuk sarapan bersamaku. Alasan apa lagi yang kalian jadikan alibi?"Gallen dan Grizelle saling lirik. Duduk berdampingan menghadapi kemurkaan Stephen.Lelaki sepuh itu benar-benar kecewa mengetahui bahwa Gallen dan Grizelle datang diam-diam tanpa menemuinya."Ini akhir pekan, Kek. Kami terbiasa memanfaatkan momen akhir pekan untuk olahraga pagi. Kakek juga sudah tahu itu, kan? Ini bukan pertama kalinya kami menginap di sini," jelas Gallen panjang lebar.Tak satu pun perkiraannya meleset. Stephen tak melewatka
"Nyonya Bellona Hopkins?!" seru Gallen, kaget. "Tidak. Anda datang pada waktu yang tepat. Mari bergabung bersama keluargaku!""Iya, Nyonya. Ayo duduk sini!" Kimi menjemput Bellona."Terima kasih!" Bellona merasa terharu dengan sambutan Gallen dan keluarganya. "Sebenarnya, aku ke sini ingin minta maaf pada Gallen atas namaku dan juga Atha. Aku terlalu serakah dan mementingkan anakku.""Seorang ibu selalu menginginkan yang terbaik untuk anaknya. Itu bisa dimaklumi, Nyonya," sahut Gallen. "Kami juga minta maaf karena telah melaporkan Anda dengan beberapa tindak kejahatan yang tidak Anda lakukan."Wajah Gallen kecut, merasa bersalah."Itu bukan kesalahanmu sepenuhnya. Wanita berhati iblis itu yang sangat pandai menipu orang." Muka Bellona menggelap. "Kalau aku tahu Bibi Rose menggunakan wajahku untuk berbuat jahat, aku pasti telah lebih dulu menyeretnya ke penjara. Dia benar-benar licik!""Dia pasti mempelajari keterampilan make-up saat berada di Korea Selatan," timpal Kimi."Betul. Itu ar
Gallen melangkah gontai memasuki rumah. Ia melewati Grizelle yang duduk santai di ruang tengah begitu saja.Namun, ketika sudut matanya menangkap bayang Grizelle saat hendak menaiki tangga, ia berbalik.Tanpa malu-malu ia merebahkan diri dan meletakkan kepala di pangkuan Grizelle yang duduk berjuntai di atas sofa.Grizelle mengelus rambut Gallen yang jatuh ke kening."Kamu dari mana saja? Aku sangat khawatir. Teleponmu tidak aktif."Gallen merogoh saku, mengeluarkan ponsel. "Ck! Baterainya habis.""Sini! Kubantu mengisikan dayanya.""Nanti saja! Aku masih mau seperti ini." Gallen menaruh ponsel di atas meja, lalu melingkarkan lengan pada pinggang Grizelle.Saat hatinya sedang galau dan pikiran kacau, berbaring di pangkuan Grizelle bikin nyaman.Wangi vanila berpadu dengan aroma alami tubuh Grizelle menghadirkan perasaan tenang di hati Gallen.Setelah cukup lama menikmati kehangatan pangkuan Grizelle, Gallen bangkit. Mengecup kening Grizelle."Terima kasih. Bersamamu, aku selalu merasa
"Kenapa? Kaget? Hahaha ...."Wanita itu tak peduli dengan keberadaan polisi dan tangannya yang terbogol. Ia tertawa, seperti telah kehilangan kewarasannya.Gallen bukan hanya kaget, tapi syok. Tak menyangka orang yang selama ini dikenalnya begitu baik dan berada di pihaknya, ternyata merupakan dalang dari segala kemalangan yang menimpa keluarganya."Bibi Rose, katakan bahwa ini tidak benar!""Hahaha ... sayangnya, inilah kenyataannya."Gallen menggeleng-geleng. Masih sulit memercayai kebenaran yang terpampang di depan mata."Kenapa, Bi? Bukankah nenekku selalu memperlakukan Bibi dengan baik?"Gallen masih ingat, walaupun samar, neneknya tidak pernah memperlakukan Bibi Rose dengan kasar.Rianna bahkan memercayai Bibi Rose menjadi pelayan pribadinya. Neneknya bahkan tak pernah perhitungan dalam membelikan pakaian dan memenuhi kebutuhan Bibi Rose.Tapi lihat balasan yang diberikan wanita itu! Hanya pengkhianatan terhadap keluarganya."Baik? Cih! Nenekmu bahkan lebih licik dari seekor rub
"Bro, target memasuki perangkap. Kau ingin melihat langsung?""Aku sudah berada di lokasi. Di mana kau?"Gallen berdiri di belakang sebuah tiang besar, mengawasi seorang wanita yang baru saja turun dari mobil.Wanita itu memakai setelan tunik dan celana panjang yang terlihat modis. Sehelai masker dan kacamata hitam berbingkai lebar menutupi wajahnya yang lonjong.Sebuah topi bulat dengan hiasan sekuntum bunga teratai mekar meneduhi wajahnya yang tersembunyi dari terik matahari."Arah jam sembilan."Gallen mengerling ke titik yang disebutkan. Tampak bayangan Regan duduk di belakang roda kemudi, berlagak sedang membersihkan dashboard. Namun, matanya sering kali mengerling ke pintu gerbang."Aku pada titik jam satu."Pandangan keduanya segera bertemu begitu Gallen menutup panggilan telepon.Regan tersenyum seraya mengangguk ringan.Wanita itu telah memasuki lobi hotel. Regan mengikuti dari belakang layaknya juga seorang pengunjung.Gallen berjalan memutar. Memasuki hotel lewat pintu khusu
"Laura, memaafkan dan kembali bersama adalah dua hal yang berbeda! Jangan mengharapkan lebih dari apa yang dapat kuberikan dan pantas untuk kau dapatkan!"Binar di mata Laura sirna seketika. Tatapannya luruh ke tanah."Tapi aku masih sangat mencintaimu, Gallen! Tak bisakah kamu menceraikan istrimu dan kembali padaku?""Laura, rumah tangga bukan hanya tentang rasa cinta, tapi tentang komitmen dan saling percaya."Cinta adalah ungkapan rasa hati. Dan asal kau tahu, hati itu sangat rapuh. Mudah sekali terbolak-balik, seperti musim yang terus berganti."Sementara komitmen adalah keteguhan hati dalam memegang janji suci. Tak peduli sekuat apa semesta mengguncangnya, ia tak akan berubah. Tetap setia melewati berbagai cobaan dan rintangan."Namun, sekali komitmen itu hancur, maka yang tersisa hanyalah serpihan tak berwujud, dan tak akan pernah bisa kembali utuh seperti semula."Kau bukan hanya telah menghancurkan komitmen cintamu denganku, Laura, tapi juga telah membuangnya. Apa lagi yang bi
Hening!Orang itu tak menyahuti perkataan Gallen. Ia sama sekali tak membantah tuduhan Gallen."Siapa kau?"Gallen menekan beberapa titik di punggung orang itu dengan gerakan cepat. Mengunci tubuhnya agar tak bisa melarikan diri."Kamu apakan badanku, hah?! Lepaskan aku!"Gallen terkesiap. Ternyata sosok yang bersembunyi di balik coat panjang dengan kepala tertutup hoodie lebar itu adalah seorang perempuan."Kau tidak akan ke mana-mana sebelum aku mendapatkan apa yang kuinginkan darimu," bisik Gallen, dengan nada penuh penekanan.Beberapa pasang mata, dari orang-orang yang melintas hendak keluar masuk Rumah Sakit, mengerling curiga pada Gallen.Gallen pindah ke hadapan wanita itu. Tegak dengan sebelah tangan bersembunyi dalam saku celana.Posisi mereka seperti dua orang kenalan yang saling bercengkerama.Keinginan wanita itu untuk kabur dari Gallen melebihi kuatnya terjangan ombak yang mengempas batu karang. Sayang, sekujur tubuhnya tak bisa digerakkan."Tolong, lepaskan aku! Aku janj
"Ada apa ini? Kenapa semua terlihat canggung?" tanya Grizelle, merasa tak enak hati karena masuk tanpa mengetuk pintu."Ah, itu hanya perasaanmu saja!"Gallen menyongsong Grizelle, mengambil alih tas berukuran kecil, yang berisi pakaian Kimi."Instingku tak pernah salah," bisik Grizelle. "Aura ruangan ini agak aneh."Gallen tersenyum simpul. Ia akui Grizelle memiliki kepekaan yang luar biasa. Pantas saja ia tak pernah gagal dalam menyelidiki kasus kliennya."God! Ayah juga di sini?" seru Grizelle, bergegas menyalami Grath. "Huh! Sekarang aku tahu kenapa ruangan ini terasa aneh. Ternyata Adam dan Hawa bertemu kembali setelah terlempar dari surga ke belahan dunia yang berbeda.""Greeze, apa yang kamu katakan?" Pipi Kimi merona merah.Perumpamaan yang disematkan Grizelle pada dirinya dan Grath menurutnya terlalu berlebihan."Wah, Ayah juga sudah sembuh? Luar biasa! Memang ya ... lelaki akan melupakan segala rasa sakit dan kesedihannya begitu melihat senyum menawan sang istri," imbuh Griz
"Penjahat seperti David Kyler tidak akan mampu menyentuhku, Bu. Ibu tidak perlu mencemaskan aku. Pikirkan saja kesehatan Ibu! Ibu harus segera sembuh.""Kamu juga tidak perlu mengkhawatirkan aku secara berlebihan."Gallen meraih jemari Kimi. "Bu, aku takut. Jika terjadi sesuatu yang buruk pada Ibu, aku akan merasa bersalah seumur hidup. Aku akan dihantui perasaan menyesal.""Gallen, tidak ada yang perlu disesali dari sebuah takdir. Cepat atau lambat, kita semua akan meninggalkan dunia ini.""Aku tahu, Bu. Tapi aku akan menyesal karena aku belum sempat mempertemukan Ibu dengan ayah.""Kamu tidak perlu melakukan itu, Gallen." Kimi melengos. Matanya terasa panas."Kenapa? Apa Ibu tak lagi mencintai ayah?""Bukan. Bukan karena itu. Seumur hidupku, aku hanya mencintai satu orang pria. Dan Pria itu adalah ayahmu."Aku tidak pernah mencintai lelaki lain, dan tidak akan pernah bisa.""Tapi, kenapa Ibu tidak mau bertemu dengan ayah? Selama ini ayah juga menderita, Bu."Kimi berusaha untuk dudu
Bugh!Tendangan Gallen melempar David hingga menghantam dinding dan menyebabkan dinding itu jebol."Bawa dia!" titah Gallen pada dua orang anak buah Kenzie yang menonton aksinya."S–siap, Komandan!"Mereka gugup melihat kehebatan Gallen. Tak terbayang jika mereka yang berada di posisi David. Mengerikan.Cepat-cepat mereka mengangkat sosok David yang tergeletak di tanah.Suara dering ponsel memecah kesunyian di kamar isolasi Grath.Thomas meninggalkan komputer yang memuat laporan perkembangan kesehatan Grath. Berjalan sedikit menjauh setelah membaca nama Gallen pada layar monitor."Firasatku tidak enak menerima panggilan telepon darimu pagi-pagi begini," ujar Thomas dengan suara lirih."Apa istriku bersama Kakek? Aku tidak bisa menghubunginya.""Tidak. Ada apa?""Kek, kalau Grizelle datang menemui Kakek, tolong minta dia untuk ke rumah ibuku, mengambil baju. Ibuku dirawat di Rumah Sakit.""Ibumu dirawat?! Apa yang terjadi? Apa dia baik-baik saja?""Ceritanya panjang, Kek. Aku masih ada