"Tidak apa-apa cuma mampu beli perhiasan sebesar upil. Yang penting bayar sendiri, enggak minta-minta. Lagian, suamiku juga membelikannya dengan cinta. Senang dong tentunya.""Norak! Suami kere saja bangga!""Sudah tahu suamiku kere, tapi kok masih ada ya, yang tanpa malu-malu minta ditraktir juga."Miranda kehabisan kata. Ia kalah telak. Grizelle yang biasanya diam setiap kali ia menindasnya, kini berbalik menyerangnya.Dia lupa bahwa seekor semut pun bila terus diinjak, akan ada masanya balas menggigit."Oh ya, boleh saya lihat gelang yang itu?" Grizelle berbalik ke pelayan toko, menunjuk gelang berlian bermata tiga.Mata Miranda melotot melihat betapa menyilaukannya kilau permata pada gelang itu. Ia meneguk ludah. Membayangkan betapa cantiknya jika ia memakai gelang itu."Wah, mata Anda sangat jeli, Nyonya! Gelang ini akan terlihat cantik dan cocok dengan warna kulit Anda," seru wanita itu, membantu memasangkan gelang tersebut pada pergelangan tangan Grizelle."Cantik banget, Greez
"Karat berlian pada gelang yang Nyonya pilih lebih besar daripada kalung dan cincin tadi. Kualitas berliannya juga lebih bagus. Jadi, harganya agak tinggi ya, Nyonya," ujar si pelayan toko."Alah! Buang-buang waktu menjelaskan hal yang tidak penting. Sebutkan saja harganya! Aku mau lihat seberapa mampu sepupuku yang pelit ini membayarnya," sembur Miranda, menyerobot penuturan si pramuniaga."Ini tidak terlalu mahal buat Nyonya Muda Kyler. Apalah arti uang senilai seratus lima puluh sembilan juta. Kecil. Benar begitu kan, Nyonya?"Ketiga wanita itu tercekat mendengar harga gelang yang masih melingkar indah di pergelangan tangan Grizelle."Tuh, bayar cepat! Cuma seratus lima puluh sembilan juta!" sentak Miranda dengan nada mengejek.Meski ragu, Grizelle menyerahkan juga kartu di tangannya pada kasir. Hitung-hitung uji ombak. Jauh di lubuk hati, ia juga penasaran dengan jatah belanja yang diberikan Gallen untuknya.Kalaupun sisa uang dalam kartu itu memang kurang, ia masih punya kartu ya
"Gallen, apa kamu menyembunyikan sesuatu dariku?" Grizelle akhirnya memecah hening dengan pertanyaan bernada lirih."Huh? Kenapa kau berpikir begitu?""Aku tidak sedang berpikir, Gallen. Aku merasa ada banyak hal yang tidak aku ketahui tentang dirimu.""Apa Miranda mengatakan hal buruk lagi?"Tatapan sayu Grizelle berubah tajam. "Gallen, aku tidak sedang membicarakan Miranda, tapi kamu! Tidak bisakah kamu memberitahu apa yang kamu sembunyikan dariku? Kita suami istri, tapi aku seperti membeli kucing dalam karung!""Heei, aku menikahimu tidak untuk menipumu, Greeze. Apa aku melakukan kesalahan hingga kau mempunyai pemikiran buruk tentangku?"Jika benar begitu, tolong beritahu aku! Aku janji akan memperbaikinya.""Baiklah. Kalau kamu tidak bersedia untuk berterus terang, aku tidak akan memaksa. Tapi, aku juga tidak bisa menyimpan kartu ini lagi."Grizelle meletakkan kartu yang diterimanya dari Gallen di atas kasur. "Terima kasih sudah memberiku pinjaman. Beritahu aku nomor rekeningmu! A
Gallen masih tegak mematung dengan pandangan tak beralih dari pintu.Saat Grizelle meninggalkannya dengan membanting pintu, hatinya bagai dipalu.Setiap kalimat yang meluncur dari bibir Grizelle, tergiang-ngiang di telinganya. 'Ingat Gallen, kamu hanya menikahiku, bukan membeliku!''Ya Tuhan! Apa yang telah kulakukan pada Grizelle? Bodoh! Aku ingin membuatnya bahagia, tapi ternyata apa yang kulakukan salah. Aargh! Bodoh, bodoh, bodoh!' Gallen memaki diri sembari menjambak rambut dengan frustrasi.Setiap wanita mencintai uang. Walaupun uang bukan segalanya, tapi tanpa uang hidup terasa bagai di neraka.Zaman kini, apa-apa butuh uang. Hanya buang angin yang masih gratis. Akan tetapi, wanita baik-baik tidak akan menjual kehormatan dan harga dirinya demi segepok uang.Sebaliknya, ia akan merasa terhina ketika ia kehilangan jati dirinya pada saat seorang pria menganggapnya tak ada, hanya karena telah memberinya sejumlah uang.Apalah artinya kekayaan jika dia tak memiliki hak atas dirinya s
"Kau ... apa yang baru saja kau katakan?"Gallen memucat. Pertanyaan Grizelle memojokkan dirinya. Memberi kesan bahwa dia adalah lelaki paling egois di dunia.Saat ia menjatuhkan pandangan ke lantai, cairan berwarna merah menetes dari ujung jari tangan kanan Grizelle. Membentuk lingkaran kecil pada permukaan lantai.Pantas saja Grizelle melipat tangan kanannya ketika masuk kamar dan langsung melesat ke kamar mandi.Sialnya, lantaran terbawa perasaan kacau, Gallen mengabaikan pemandangan ganjil itu."Apa yang terjadi?" Gallen menyambar tangan Grizelle yang terluka.Bibir Grizelle gemetar, merasakan cekalan pada lengannya yang terluka.Menyadari Grizelle kesakitan, Gallen melepaskan tangannya."Astagfirullah, Greeze! Kenapa bisa sampai terluka begini?"Tanpa memberi apa-apa, Gallen membopong Grizelle.Grizelle ingin berontak, tapi rasa pusing membuatnya lemah. Mungkin karena cukup banyak dia kehilangan darah. Walaupun dia telah mengikat lengannya dengan robekan sebagian hijab yang diken
"Apa kau masih belum mau bercerita?"Tak tahan dipagut sunyi dan didera rasa penasaran, Gallen buka suara."Aku lelah." Grizelle mengatupkan kelopak mata.Gallen mengalah. "Istirahatlah!" lirihnya, kemudian menyelimuti Grizelle.Ia mengeluarkan kartu debit yang dikembalikan Grizelle dari dompet. Memegangnya dengan perasaan bersalah."Maafkan aku, Greeze! Aku belum bisa menjadi suami yang bertanggung jawab untukmu. Gara-gara aku, kau mengalami kejadian buruk."Kau berhak marah. Kau juga boleh menghukum aku. Tapi, percayalah padaku ... sungguh tak pernah terbersit niat di hatiku untuk membohongimu."Aku akan menjelaskan semuanya padamu bila saatnya tiba. Tolong, bersabarlah! Saat ini aku hanya bisa bilang, uang yang kuberikan padamu tidak bersumber dari Perusahaan Kyler, apalagi uang haram."Itu adalah sebagian gaji yang kutabung saat bekerja di luar negeri dulu. Selain itu, aku juga berinvestasi pada perusahaan yang dikelola oleh temanku."Memang tidak banyak keuntungan yang ditransfer
Cukup lama Grizelle dimintai keterangan sebagai saksi sekaligus korban."Apa Anda ingin melihat pelaku, Nyonya?" tanya oknum polisi setelah mem-BAP Grizelle."Tidak usah," tolak Grizelle.Lebih baik ia tidak bertatap muka dengan salah satu dari empat lelaki yang berniat untuk menodainya."Kalau tidak ada lagi keterangan yang dibutuhkan, saya undur diri, Pak.""Oh, silakan, Nyonya. Untuk saat ini saya rasa cukup. Nanti kalau masih ada keterangan tambahan yang diperlukan, pihak kami akan menghubungi Anda.""Baik, Pak. Terima kasih."Grizelle meninggalkan ruangan petugas BAP.Sandra langsung bangkit dari tempat duduk begitu melihat Grizelle keluar dari ruangan. "Bagaimana? Lancar?""Begitulah."Keduanya mengayun langkah, keluar dari kantor polisi."Benaran pelakunya sudah tertangkap?""Cuma satu. Tiga masih buron.""Kamu harus lebih hati-hati, Greeze. Bisa jadi mereka dendam dan semakin berambisi untuk mencelakai kamu.""Polisi mengintai, tidak mungkin mereka berani. Jangan khawatir, San
Gallen tak memperhatikan suasana sekitar saat dia memasuki Kantor Polisi, tetapi insting tajamnya membuat ia menoleh ke belakang setelah melewati pintu masuk.Ia merasa sepasang mata mengawasinya sejak menginjakkan kaki di teras Kantor Polisi itu."Apa yang kau lihat?" tanya Regan, ikut melempar pandang pada titik penglihatan Gallen."Bukan apa-apa."Gallen melanjutkan langkahnya yang sempat terhenti. 'Ah, mungkin itu hanya perasaanku saja.'Dia penasaran seperti apa rupa bergajul yang telah melukai istrinya. Kemarin malam, setelah keluar dari kamar, ia mengambil kamera dashboard mobil Grizelle. Memeriksanya dengan ketelitian tingkat tinggi.Tak banyak informasi yang terekam di sana, tapi setidaknya ia mengetahui lokasi kejadian. Hal itu memudahkan pergerakan anak buahnya dalam melakukan penyelidikan."Sampai detik ini pelaku masih bungkam. Karena itulah aku terpaksa merepotkanmu lagi," cerocos Regan. Tangannya menampung kunci yang disodorkan penjaga ketika melewati meja piket lelaki
"Nyonya Bellona Hopkins?!" seru Gallen, kaget. "Tidak. Anda datang pada waktu yang tepat. Mari bergabung bersama keluargaku!""Iya, Nyonya. Ayo duduk sini!" Kimi menjemput Bellona."Terima kasih!" Bellona merasa terharu dengan sambutan Gallen dan keluarganya. "Sebenarnya, aku ke sini ingin minta maaf pada Gallen atas namaku dan juga Atha. Aku terlalu serakah dan mementingkan anakku.""Seorang ibu selalu menginginkan yang terbaik untuk anaknya. Itu bisa dimaklumi, Nyonya," sahut Gallen. "Kami juga minta maaf karena telah melaporkan Anda dengan beberapa tindak kejahatan yang tidak Anda lakukan."Wajah Gallen kecut, merasa bersalah."Itu bukan kesalahanmu sepenuhnya. Wanita berhati iblis itu yang sangat pandai menipu orang." Muka Bellona menggelap. "Kalau aku tahu Bibi Rose menggunakan wajahku untuk berbuat jahat, aku pasti telah lebih dulu menyeretnya ke penjara. Dia benar-benar licik!""Dia pasti mempelajari keterampilan make-up saat berada di Korea Selatan," timpal Kimi."Betul. Itu ar
Gallen melangkah gontai memasuki rumah. Ia melewati Grizelle yang duduk santai di ruang tengah begitu saja.Namun, ketika sudut matanya menangkap bayang Grizelle saat hendak menaiki tangga, ia berbalik.Tanpa malu-malu ia merebahkan diri dan meletakkan kepala di pangkuan Grizelle yang duduk berjuntai di atas sofa.Grizelle mengelus rambut Gallen yang jatuh ke kening."Kamu dari mana saja? Aku sangat khawatir. Teleponmu tidak aktif."Gallen merogoh saku, mengeluarkan ponsel. "Ck! Baterainya habis.""Sini! Kubantu mengisikan dayanya.""Nanti saja! Aku masih mau seperti ini." Gallen menaruh ponsel di atas meja, lalu melingkarkan lengan pada pinggang Grizelle.Saat hatinya sedang galau dan pikiran kacau, berbaring di pangkuan Grizelle bikin nyaman.Wangi vanila berpadu dengan aroma alami tubuh Grizelle menghadirkan perasaan tenang di hati Gallen.Setelah cukup lama menikmati kehangatan pangkuan Grizelle, Gallen bangkit. Mengecup kening Grizelle."Terima kasih. Bersamamu, aku selalu merasa
"Kenapa? Kaget? Hahaha ...."Wanita itu tak peduli dengan keberadaan polisi dan tangannya yang terbogol. Ia tertawa, seperti telah kehilangan kewarasannya.Gallen bukan hanya kaget, tapi syok. Tak menyangka orang yang selama ini dikenalnya begitu baik dan berada di pihaknya, ternyata merupakan dalang dari segala kemalangan yang menimpa keluarganya."Bibi Rose, katakan bahwa ini tidak benar!""Hahaha ... sayangnya, inilah kenyataannya."Gallen menggeleng-geleng. Masih sulit memercayai kebenaran yang terpampang di depan mata."Kenapa, Bi? Bukankah nenekku selalu memperlakukan Bibi dengan baik?"Gallen masih ingat, walaupun samar, neneknya tidak pernah memperlakukan Bibi Rose dengan kasar.Rianna bahkan memercayai Bibi Rose menjadi pelayan pribadinya. Neneknya bahkan tak pernah perhitungan dalam membelikan pakaian dan memenuhi kebutuhan Bibi Rose.Tapi lihat balasan yang diberikan wanita itu! Hanya pengkhianatan terhadap keluarganya."Baik? Cih! Nenekmu bahkan lebih licik dari seekor rub
"Bro, target memasuki perangkap. Kau ingin melihat langsung?""Aku sudah berada di lokasi. Di mana kau?"Gallen berdiri di belakang sebuah tiang besar, mengawasi seorang wanita yang baru saja turun dari mobil.Wanita itu memakai setelan tunik dan celana panjang yang terlihat modis. Sehelai masker dan kacamata hitam berbingkai lebar menutupi wajahnya yang lonjong.Sebuah topi bulat dengan hiasan sekuntum bunga teratai mekar meneduhi wajahnya yang tersembunyi dari terik matahari."Arah jam sembilan."Gallen mengerling ke titik yang disebutkan. Tampak bayangan Regan duduk di belakang roda kemudi, berlagak sedang membersihkan dashboard. Namun, matanya sering kali mengerling ke pintu gerbang."Aku pada titik jam satu."Pandangan keduanya segera bertemu begitu Gallen menutup panggilan telepon.Regan tersenyum seraya mengangguk ringan.Wanita itu telah memasuki lobi hotel. Regan mengikuti dari belakang layaknya juga seorang pengunjung.Gallen berjalan memutar. Memasuki hotel lewat pintu khusu
"Laura, memaafkan dan kembali bersama adalah dua hal yang berbeda! Jangan mengharapkan lebih dari apa yang dapat kuberikan dan pantas untuk kau dapatkan!"Binar di mata Laura sirna seketika. Tatapannya luruh ke tanah."Tapi aku masih sangat mencintaimu, Gallen! Tak bisakah kamu menceraikan istrimu dan kembali padaku?""Laura, rumah tangga bukan hanya tentang rasa cinta, tapi tentang komitmen dan saling percaya."Cinta adalah ungkapan rasa hati. Dan asal kau tahu, hati itu sangat rapuh. Mudah sekali terbolak-balik, seperti musim yang terus berganti."Sementara komitmen adalah keteguhan hati dalam memegang janji suci. Tak peduli sekuat apa semesta mengguncangnya, ia tak akan berubah. Tetap setia melewati berbagai cobaan dan rintangan."Namun, sekali komitmen itu hancur, maka yang tersisa hanyalah serpihan tak berwujud, dan tak akan pernah bisa kembali utuh seperti semula."Kau bukan hanya telah menghancurkan komitmen cintamu denganku, Laura, tapi juga telah membuangnya. Apa lagi yang bi
Hening!Orang itu tak menyahuti perkataan Gallen. Ia sama sekali tak membantah tuduhan Gallen."Siapa kau?"Gallen menekan beberapa titik di punggung orang itu dengan gerakan cepat. Mengunci tubuhnya agar tak bisa melarikan diri."Kamu apakan badanku, hah?! Lepaskan aku!"Gallen terkesiap. Ternyata sosok yang bersembunyi di balik coat panjang dengan kepala tertutup hoodie lebar itu adalah seorang perempuan."Kau tidak akan ke mana-mana sebelum aku mendapatkan apa yang kuinginkan darimu," bisik Gallen, dengan nada penuh penekanan.Beberapa pasang mata, dari orang-orang yang melintas hendak keluar masuk Rumah Sakit, mengerling curiga pada Gallen.Gallen pindah ke hadapan wanita itu. Tegak dengan sebelah tangan bersembunyi dalam saku celana.Posisi mereka seperti dua orang kenalan yang saling bercengkerama.Keinginan wanita itu untuk kabur dari Gallen melebihi kuatnya terjangan ombak yang mengempas batu karang. Sayang, sekujur tubuhnya tak bisa digerakkan."Tolong, lepaskan aku! Aku janj
"Ada apa ini? Kenapa semua terlihat canggung?" tanya Grizelle, merasa tak enak hati karena masuk tanpa mengetuk pintu."Ah, itu hanya perasaanmu saja!"Gallen menyongsong Grizelle, mengambil alih tas berukuran kecil, yang berisi pakaian Kimi."Instingku tak pernah salah," bisik Grizelle. "Aura ruangan ini agak aneh."Gallen tersenyum simpul. Ia akui Grizelle memiliki kepekaan yang luar biasa. Pantas saja ia tak pernah gagal dalam menyelidiki kasus kliennya."God! Ayah juga di sini?" seru Grizelle, bergegas menyalami Grath. "Huh! Sekarang aku tahu kenapa ruangan ini terasa aneh. Ternyata Adam dan Hawa bertemu kembali setelah terlempar dari surga ke belahan dunia yang berbeda.""Greeze, apa yang kamu katakan?" Pipi Kimi merona merah.Perumpamaan yang disematkan Grizelle pada dirinya dan Grath menurutnya terlalu berlebihan."Wah, Ayah juga sudah sembuh? Luar biasa! Memang ya ... lelaki akan melupakan segala rasa sakit dan kesedihannya begitu melihat senyum menawan sang istri," imbuh Griz
"Penjahat seperti David Kyler tidak akan mampu menyentuhku, Bu. Ibu tidak perlu mencemaskan aku. Pikirkan saja kesehatan Ibu! Ibu harus segera sembuh.""Kamu juga tidak perlu mengkhawatirkan aku secara berlebihan."Gallen meraih jemari Kimi. "Bu, aku takut. Jika terjadi sesuatu yang buruk pada Ibu, aku akan merasa bersalah seumur hidup. Aku akan dihantui perasaan menyesal.""Gallen, tidak ada yang perlu disesali dari sebuah takdir. Cepat atau lambat, kita semua akan meninggalkan dunia ini.""Aku tahu, Bu. Tapi aku akan menyesal karena aku belum sempat mempertemukan Ibu dengan ayah.""Kamu tidak perlu melakukan itu, Gallen." Kimi melengos. Matanya terasa panas."Kenapa? Apa Ibu tak lagi mencintai ayah?""Bukan. Bukan karena itu. Seumur hidupku, aku hanya mencintai satu orang pria. Dan Pria itu adalah ayahmu."Aku tidak pernah mencintai lelaki lain, dan tidak akan pernah bisa.""Tapi, kenapa Ibu tidak mau bertemu dengan ayah? Selama ini ayah juga menderita, Bu."Kimi berusaha untuk dudu
Bugh!Tendangan Gallen melempar David hingga menghantam dinding dan menyebabkan dinding itu jebol."Bawa dia!" titah Gallen pada dua orang anak buah Kenzie yang menonton aksinya."S–siap, Komandan!"Mereka gugup melihat kehebatan Gallen. Tak terbayang jika mereka yang berada di posisi David. Mengerikan.Cepat-cepat mereka mengangkat sosok David yang tergeletak di tanah.Suara dering ponsel memecah kesunyian di kamar isolasi Grath.Thomas meninggalkan komputer yang memuat laporan perkembangan kesehatan Grath. Berjalan sedikit menjauh setelah membaca nama Gallen pada layar monitor."Firasatku tidak enak menerima panggilan telepon darimu pagi-pagi begini," ujar Thomas dengan suara lirih."Apa istriku bersama Kakek? Aku tidak bisa menghubunginya.""Tidak. Ada apa?""Kek, kalau Grizelle datang menemui Kakek, tolong minta dia untuk ke rumah ibuku, mengambil baju. Ibuku dirawat di Rumah Sakit.""Ibumu dirawat?! Apa yang terjadi? Apa dia baik-baik saja?""Ceritanya panjang, Kek. Aku masih ada