"Aaargh! Dasar anak tidak tahu diuntung! Apa dia pikir uang sepuluh miliar itu daun yang jatuh di musim gugur?!"Stephen melolong sambil menyapu permukaan meja kerjanya dengan lengan keriputnya.Semua benda yang berada di atas meja itu terbang dan terempas ke lantai. Berserakan seperti serpihan kaca pecah."Tuan, tenangkan diri Anda!" bujuk Handoyo, "Ayo duduk! Tarik napas pelan-pelan!"Stephen bersandar lemas. Kedua tangannya jatuh terkulai di sisi kursi yang didudukinya.Perusahaannya nyaris kolaps, tapi Gallen memerasnya sepuluh miliar.Hah! Anak itu benar-benar tahu caranya untuk balas dendam."Minum dulu, Tuan!" Handoyo menyodorkan air suam-suam kuku bercampur madu."Anak itu ... dia ... benar-benar serakah!" gerutu Stephen di sela napasnya yang tersengal-sengal."Tuan Muda telah menjalani kehidupan yang sulit di masa pertumbuhannya. Dengar-dengar dia juga mencari uang sendiri untuk membiayai sekolah dan kuliahnya."Orang tua angkatnya hanya punya bengkel kecil. Pendapatan bengke
Gallen menggenggam hangat jemari kisut Ghifari. "Aku tahu, Ayah. Dan sampai kapan pun, Ayah tetap ayahku."Senyum cinta kasih seorang anak berpijar terang pada iris mata biru Gallen."Tapi, kenapa kau menjual dirimu dan berniat meninggalkanku?""Aku tidak meninggalkan Ayah. Aku hanya akan pergi bekerja. Percayalah padaku, Ayah! Sejauh mana pun aku pergi, aku pasti akan kembali kepada Ayah. Aku anakmu. Mana mungkin aku tega meninggalkanmu.""Kau janji?""Aku janji, Ayah!"Walau berat, Ghifari tidak punya alasan untuk mencegah keinginan Gallen. Mungkin memang sudah saatnya Gallen kembali kepada keluarga aslinya."Baiklah. Aku percaya padamu."Handoyo tersenyum lebar menyaksikan drama ayah dan anak itu. Misinya berhasil."Tuan Muda, Anda mungkin membutuhkan ini untuk mempersiapkan diri," kata Handoyo, meletakkan kartu debit di atas meja.Pulang ke rumah, Gallen dikejutkan dengan kegiatan Grizelle yang sedang menyusun barang-barangnya ke dalam koper."Greeze, apa yang kau lakukan? Kenapa k
"Greeze, percayalah padaku! Aku tidak akan melakukan sesuatu yang melanggar hukum hanya demi membuktikan diri bahwa aku mampu membahagiakan istriku. Aku tidak sepicik itu hingga rela menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuanku.""Huh! Entahlah. Aku tidak tahu apakah aku harus percaya atau tidak padamu. Kamu penuh teka-teki."Grizelle blak-blakan mengungkapkan apa yang dipikirkannya tentang Gallen."Kau akan mengetahui jawabannya besok pagi," tegas Gallen. "Sekarang, ayo ikut aku! Akan kutunjukkan ruang kerjamu."Melangkah ragu ke dalam ruang kerja yang disiapkan Gallen untuknya, Grizelle terkesima.Penataannya sangat apik. Beberapa lukisan alam terpajang di dinding.Terlepas dari perabotan yang umum ditemukan pada ruang kerja, mata Grizelle berbinar menatap benda yang sangat digandrunginya mengisi pojok kiri ruangan tersebut. Diterangi oleh cahaya yang membias dari kaca jendela.Itu adalah sebuah piano!Ah, Grizelle tidak ingat kapan terakhir kali ia memainkan alat musik itu.Jem
Mentari pagi mencarak malu-malu tersaput kabut. Udara terasa lebih dingin.Gallen menggosokkan telapak tangan setelah memarkir motor bututnya di pelataran parkir."Lo, Gee ... kerja di sini lagi?" sapa petugas keamanan yang kaget dengan kedatangan Gallen."Iya, Pak.""Nasib baik kau dipanggil lagi. Tapi sayang ...."Roman muka lelaki itu berubah mendung."Kenapa, Pak? Enggak suka ya aku balik ke sini?" goda Gallen, padahal sebenarnya ia sudah dapat menebak penyebab rona galau di wajah sang petugas keamanan."Oh, tidak apa-apa. Masuk saja! Semoga beruntung, Gee!"Petugas keamanan itu melambai pergi.Gallen berjalan santai menuju lift."Tunggu!"Sebuah teriakan menghentikan langkah Gallen. Ia balik badan.Topan berdiri satu meter dari Gallen dengan muka masam. "Keluar! Kau sudah dipecat dengan tidak hormat. Jangan pernah muncul lagi di kantor ini! Bukankah aku sudah menjejalkan tentang hal itu ke telingamu?!"Gallen tersenyum tipis. "Anda memang telah memecat saya, Pak Topan. Tapi ... s
"Seperti yang kalian ketahui, saya sudah tua dan semakin lemah. Saya tidak sanggup lagi memimpin perusahaan ini. Oleh karena itu, hari ini ... di hadapan rekan wartawan dan para karyawan yang menjadi saksi, saya mengumumkan secara resmi bahwa saya ... mengundurkan diri dari posisi saya.""Lalu siapa yang akan menggantikan posisi Anda?""Apa benar Anda akan menyerahkan tampuk pimpinan perusahaan kepada cucu Anda?""Kenapa Anda memilih mengundurkan diri di saat perusahaan sedang kritis?""Apa Anda yakin cucu Anda yang masih sangat muda itu mampu membawa perusahaan ini untuk bangkit kembali?"Para kuli tinta yang haus berita langsung memberondong Stephen dengan serangkaian pertanyaan.Mereka tidak memberinya kesempatan untuk menarik napas dengan tenang. Dia bahkan belum sempat membuka mulut untuk menjawab pertanyaan pertama ketika pertanyaan lain terus bermunculan."Tenang! Tenang! Rekan-rekan wartawan yang terhormat, harap bertanya satu-satu! Bagaimana Tuan Besar Kyler bisa mengingat da
Duduk tenang di sisi kanan Stephen, Gallen melempar pandang pada hadirin dengan senyum tipis menghias wajahnya.Dia masih bungkam. Memfokuskan perhatian pada sosok Atha yang tetap tegak. Kedua tangan sepupunya itu terkepal erat. Rahangnya mengeras.Matanya menyiratkan perlawanan pada Gallen. Tak terima bahwa posisi yang seharusnya menjadi miliknya telah berpindah tangan pada Gallen, lelaki asing yang datang dari negeri antah berantah."Bukankah cucu Anda yang dikenal publik selama ini adalah Tuan Muda Atha Kyler? Tuan, bisakah Anda jelaskan kenapa muncul cucu yang lain?"Pertanyaan seorang wartawan mewakili ungkapan isi hati Atha.Atha menjatuhkan bokongnya ke kursi. Menanti penjelasan Stephen dengan darah yang mendidih.Stephen masih setia pada bisu. Haruskah ia mengklarifikasi siapa Gallen sebenarnya?"Tuan, jika Anda tetap bungkam, itu akan memicu timbulnya berbagai asumsi dan persepsi. Reputasi Anda akan terpengaruh dengan adanya pro dan kontra yang terjadi nanti." Jack berbisik d
"Wah, Tuan Muda Atha Kyler benar-benar mulia! Mau-maunya menyerahkan posisi yang begitu penting kepada sepupunya, padahal selama ini dia yang membantu kakeknya.""Iya. Sepupunya saja yang tidak tahu malu. Datang-datang langsung merampas apa yang seharusnya menjadi milik Tuan Muda Atha Kyler.""Kalau dia mengincar posisi itu dari awal, seharusnya dia yang bekerja keras mendampingi kakeknya. Bukan malah membiarkan adik sepupunya yang berjuang, tapi dia yang mendapat medali. Huh! Sungguh tercela dan serakah!""Orang culas memang begitu. Maunya mendapat hasil maksimal dengan mudah dan bahkan tidak segan-segan menghalalkan segala cara. Amit-amit! Orang seperti itu harusnya diberantas dari muka bumi ini. Hidupnya merugikan orang lain!"Dalam hati Atha bersorak gembira mendengar orang-orang membelanya dan menyudutkan Gallen.Di atas panggung, Gallen masih membisu. Membiarkan suara sumbang di bawah sana terus mengeluarkan umpatan dan sumpah serapah yang ditujukan pada dirinya.Selang sepuluh
"OMG! Greeze!" Sandra berteriak histeris sambil memelototi layar monitor ponselnya."Ya ampun, Sandra! Kenapa harus teriak-teriak?! Kamu mau orang sekantor menyerbu ke sini?" omel Grizelle, melayangkan tatapan heran pada sosok Sandra yang tegak mematung."Ini ... ini ... luar biasa!" Sandra sibuk sendiri dengan ponselnya.Entah apa yang dilihatnya dalam ponsel itu hingga mulutnya ternganga. Kepalanya berulang kali menggeleng tak percaya.Grizelle meremas kertas yang tak lagi terpakai, lalu melempar bola kertas tersebut pada Sandra."Aduh! Apa-apaan sih, Greeze! Sakit tahu?!" sewot Sandra, mengusap keningnya yang terkena hantaman bola kertas dari Grizelle."Kamu aneh! Teriak-teriak tak jelas, terus geleng-geleng sapi sambil melongo. Kamu kesambet?"Mata Sandra memancarkan binar kagum pada Grizelle. Membuat sekujur tubuh Grizelle merinding."Eh, Sandra ... jangan bikin aku takut ih! Kamu enggak mengidap kelainan kan sekarang?"Sandra berjalan seperti orang setengah mabuk mendekati Grize
"Nyonya Bellona Hopkins?!" seru Gallen, kaget. "Tidak. Anda datang pada waktu yang tepat. Mari bergabung bersama keluargaku!""Iya, Nyonya. Ayo duduk sini!" Kimi menjemput Bellona."Terima kasih!" Bellona merasa terharu dengan sambutan Gallen dan keluarganya. "Sebenarnya, aku ke sini ingin minta maaf pada Gallen atas namaku dan juga Atha. Aku terlalu serakah dan mementingkan anakku.""Seorang ibu selalu menginginkan yang terbaik untuk anaknya. Itu bisa dimaklumi, Nyonya," sahut Gallen. "Kami juga minta maaf karena telah melaporkan Anda dengan beberapa tindak kejahatan yang tidak Anda lakukan."Wajah Gallen kecut, merasa bersalah."Itu bukan kesalahanmu sepenuhnya. Wanita berhati iblis itu yang sangat pandai menipu orang." Muka Bellona menggelap. "Kalau aku tahu Bibi Rose menggunakan wajahku untuk berbuat jahat, aku pasti telah lebih dulu menyeretnya ke penjara. Dia benar-benar licik!""Dia pasti mempelajari keterampilan make-up saat berada di Korea Selatan," timpal Kimi."Betul. Itu ar
Gallen melangkah gontai memasuki rumah. Ia melewati Grizelle yang duduk santai di ruang tengah begitu saja.Namun, ketika sudut matanya menangkap bayang Grizelle saat hendak menaiki tangga, ia berbalik.Tanpa malu-malu ia merebahkan diri dan meletakkan kepala di pangkuan Grizelle yang duduk berjuntai di atas sofa.Grizelle mengelus rambut Gallen yang jatuh ke kening."Kamu dari mana saja? Aku sangat khawatir. Teleponmu tidak aktif."Gallen merogoh saku, mengeluarkan ponsel. "Ck! Baterainya habis.""Sini! Kubantu mengisikan dayanya.""Nanti saja! Aku masih mau seperti ini." Gallen menaruh ponsel di atas meja, lalu melingkarkan lengan pada pinggang Grizelle.Saat hatinya sedang galau dan pikiran kacau, berbaring di pangkuan Grizelle bikin nyaman.Wangi vanila berpadu dengan aroma alami tubuh Grizelle menghadirkan perasaan tenang di hati Gallen.Setelah cukup lama menikmati kehangatan pangkuan Grizelle, Gallen bangkit. Mengecup kening Grizelle."Terima kasih. Bersamamu, aku selalu merasa
"Kenapa? Kaget? Hahaha ...."Wanita itu tak peduli dengan keberadaan polisi dan tangannya yang terbogol. Ia tertawa, seperti telah kehilangan kewarasannya.Gallen bukan hanya kaget, tapi syok. Tak menyangka orang yang selama ini dikenalnya begitu baik dan berada di pihaknya, ternyata merupakan dalang dari segala kemalangan yang menimpa keluarganya."Bibi Rose, katakan bahwa ini tidak benar!""Hahaha ... sayangnya, inilah kenyataannya."Gallen menggeleng-geleng. Masih sulit memercayai kebenaran yang terpampang di depan mata."Kenapa, Bi? Bukankah nenekku selalu memperlakukan Bibi dengan baik?"Gallen masih ingat, walaupun samar, neneknya tidak pernah memperlakukan Bibi Rose dengan kasar.Rianna bahkan memercayai Bibi Rose menjadi pelayan pribadinya. Neneknya bahkan tak pernah perhitungan dalam membelikan pakaian dan memenuhi kebutuhan Bibi Rose.Tapi lihat balasan yang diberikan wanita itu! Hanya pengkhianatan terhadap keluarganya."Baik? Cih! Nenekmu bahkan lebih licik dari seekor rub
"Bro, target memasuki perangkap. Kau ingin melihat langsung?""Aku sudah berada di lokasi. Di mana kau?"Gallen berdiri di belakang sebuah tiang besar, mengawasi seorang wanita yang baru saja turun dari mobil.Wanita itu memakai setelan tunik dan celana panjang yang terlihat modis. Sehelai masker dan kacamata hitam berbingkai lebar menutupi wajahnya yang lonjong.Sebuah topi bulat dengan hiasan sekuntum bunga teratai mekar meneduhi wajahnya yang tersembunyi dari terik matahari."Arah jam sembilan."Gallen mengerling ke titik yang disebutkan. Tampak bayangan Regan duduk di belakang roda kemudi, berlagak sedang membersihkan dashboard. Namun, matanya sering kali mengerling ke pintu gerbang."Aku pada titik jam satu."Pandangan keduanya segera bertemu begitu Gallen menutup panggilan telepon.Regan tersenyum seraya mengangguk ringan.Wanita itu telah memasuki lobi hotel. Regan mengikuti dari belakang layaknya juga seorang pengunjung.Gallen berjalan memutar. Memasuki hotel lewat pintu khusu
"Laura, memaafkan dan kembali bersama adalah dua hal yang berbeda! Jangan mengharapkan lebih dari apa yang dapat kuberikan dan pantas untuk kau dapatkan!"Binar di mata Laura sirna seketika. Tatapannya luruh ke tanah."Tapi aku masih sangat mencintaimu, Gallen! Tak bisakah kamu menceraikan istrimu dan kembali padaku?""Laura, rumah tangga bukan hanya tentang rasa cinta, tapi tentang komitmen dan saling percaya."Cinta adalah ungkapan rasa hati. Dan asal kau tahu, hati itu sangat rapuh. Mudah sekali terbolak-balik, seperti musim yang terus berganti."Sementara komitmen adalah keteguhan hati dalam memegang janji suci. Tak peduli sekuat apa semesta mengguncangnya, ia tak akan berubah. Tetap setia melewati berbagai cobaan dan rintangan."Namun, sekali komitmen itu hancur, maka yang tersisa hanyalah serpihan tak berwujud, dan tak akan pernah bisa kembali utuh seperti semula."Kau bukan hanya telah menghancurkan komitmen cintamu denganku, Laura, tapi juga telah membuangnya. Apa lagi yang bi
Hening!Orang itu tak menyahuti perkataan Gallen. Ia sama sekali tak membantah tuduhan Gallen."Siapa kau?"Gallen menekan beberapa titik di punggung orang itu dengan gerakan cepat. Mengunci tubuhnya agar tak bisa melarikan diri."Kamu apakan badanku, hah?! Lepaskan aku!"Gallen terkesiap. Ternyata sosok yang bersembunyi di balik coat panjang dengan kepala tertutup hoodie lebar itu adalah seorang perempuan."Kau tidak akan ke mana-mana sebelum aku mendapatkan apa yang kuinginkan darimu," bisik Gallen, dengan nada penuh penekanan.Beberapa pasang mata, dari orang-orang yang melintas hendak keluar masuk Rumah Sakit, mengerling curiga pada Gallen.Gallen pindah ke hadapan wanita itu. Tegak dengan sebelah tangan bersembunyi dalam saku celana.Posisi mereka seperti dua orang kenalan yang saling bercengkerama.Keinginan wanita itu untuk kabur dari Gallen melebihi kuatnya terjangan ombak yang mengempas batu karang. Sayang, sekujur tubuhnya tak bisa digerakkan."Tolong, lepaskan aku! Aku janj
"Ada apa ini? Kenapa semua terlihat canggung?" tanya Grizelle, merasa tak enak hati karena masuk tanpa mengetuk pintu."Ah, itu hanya perasaanmu saja!"Gallen menyongsong Grizelle, mengambil alih tas berukuran kecil, yang berisi pakaian Kimi."Instingku tak pernah salah," bisik Grizelle. "Aura ruangan ini agak aneh."Gallen tersenyum simpul. Ia akui Grizelle memiliki kepekaan yang luar biasa. Pantas saja ia tak pernah gagal dalam menyelidiki kasus kliennya."God! Ayah juga di sini?" seru Grizelle, bergegas menyalami Grath. "Huh! Sekarang aku tahu kenapa ruangan ini terasa aneh. Ternyata Adam dan Hawa bertemu kembali setelah terlempar dari surga ke belahan dunia yang berbeda.""Greeze, apa yang kamu katakan?" Pipi Kimi merona merah.Perumpamaan yang disematkan Grizelle pada dirinya dan Grath menurutnya terlalu berlebihan."Wah, Ayah juga sudah sembuh? Luar biasa! Memang ya ... lelaki akan melupakan segala rasa sakit dan kesedihannya begitu melihat senyum menawan sang istri," imbuh Griz
"Penjahat seperti David Kyler tidak akan mampu menyentuhku, Bu. Ibu tidak perlu mencemaskan aku. Pikirkan saja kesehatan Ibu! Ibu harus segera sembuh.""Kamu juga tidak perlu mengkhawatirkan aku secara berlebihan."Gallen meraih jemari Kimi. "Bu, aku takut. Jika terjadi sesuatu yang buruk pada Ibu, aku akan merasa bersalah seumur hidup. Aku akan dihantui perasaan menyesal.""Gallen, tidak ada yang perlu disesali dari sebuah takdir. Cepat atau lambat, kita semua akan meninggalkan dunia ini.""Aku tahu, Bu. Tapi aku akan menyesal karena aku belum sempat mempertemukan Ibu dengan ayah.""Kamu tidak perlu melakukan itu, Gallen." Kimi melengos. Matanya terasa panas."Kenapa? Apa Ibu tak lagi mencintai ayah?""Bukan. Bukan karena itu. Seumur hidupku, aku hanya mencintai satu orang pria. Dan Pria itu adalah ayahmu."Aku tidak pernah mencintai lelaki lain, dan tidak akan pernah bisa.""Tapi, kenapa Ibu tidak mau bertemu dengan ayah? Selama ini ayah juga menderita, Bu."Kimi berusaha untuk dudu
Bugh!Tendangan Gallen melempar David hingga menghantam dinding dan menyebabkan dinding itu jebol."Bawa dia!" titah Gallen pada dua orang anak buah Kenzie yang menonton aksinya."S–siap, Komandan!"Mereka gugup melihat kehebatan Gallen. Tak terbayang jika mereka yang berada di posisi David. Mengerikan.Cepat-cepat mereka mengangkat sosok David yang tergeletak di tanah.Suara dering ponsel memecah kesunyian di kamar isolasi Grath.Thomas meninggalkan komputer yang memuat laporan perkembangan kesehatan Grath. Berjalan sedikit menjauh setelah membaca nama Gallen pada layar monitor."Firasatku tidak enak menerima panggilan telepon darimu pagi-pagi begini," ujar Thomas dengan suara lirih."Apa istriku bersama Kakek? Aku tidak bisa menghubunginya.""Tidak. Ada apa?""Kek, kalau Grizelle datang menemui Kakek, tolong minta dia untuk ke rumah ibuku, mengambil baju. Ibuku dirawat di Rumah Sakit.""Ibumu dirawat?! Apa yang terjadi? Apa dia baik-baik saja?""Ceritanya panjang, Kek. Aku masih ada