Duduk tenang di sisi kanan Stephen, Gallen melempar pandang pada hadirin dengan senyum tipis menghias wajahnya.Dia masih bungkam. Memfokuskan perhatian pada sosok Atha yang tetap tegak. Kedua tangan sepupunya itu terkepal erat. Rahangnya mengeras.Matanya menyiratkan perlawanan pada Gallen. Tak terima bahwa posisi yang seharusnya menjadi miliknya telah berpindah tangan pada Gallen, lelaki asing yang datang dari negeri antah berantah."Bukankah cucu Anda yang dikenal publik selama ini adalah Tuan Muda Atha Kyler? Tuan, bisakah Anda jelaskan kenapa muncul cucu yang lain?"Pertanyaan seorang wartawan mewakili ungkapan isi hati Atha.Atha menjatuhkan bokongnya ke kursi. Menanti penjelasan Stephen dengan darah yang mendidih.Stephen masih setia pada bisu. Haruskah ia mengklarifikasi siapa Gallen sebenarnya?"Tuan, jika Anda tetap bungkam, itu akan memicu timbulnya berbagai asumsi dan persepsi. Reputasi Anda akan terpengaruh dengan adanya pro dan kontra yang terjadi nanti." Jack berbisik d
"Wah, Tuan Muda Atha Kyler benar-benar mulia! Mau-maunya menyerahkan posisi yang begitu penting kepada sepupunya, padahal selama ini dia yang membantu kakeknya.""Iya. Sepupunya saja yang tidak tahu malu. Datang-datang langsung merampas apa yang seharusnya menjadi milik Tuan Muda Atha Kyler.""Kalau dia mengincar posisi itu dari awal, seharusnya dia yang bekerja keras mendampingi kakeknya. Bukan malah membiarkan adik sepupunya yang berjuang, tapi dia yang mendapat medali. Huh! Sungguh tercela dan serakah!""Orang culas memang begitu. Maunya mendapat hasil maksimal dengan mudah dan bahkan tidak segan-segan menghalalkan segala cara. Amit-amit! Orang seperti itu harusnya diberantas dari muka bumi ini. Hidupnya merugikan orang lain!"Dalam hati Atha bersorak gembira mendengar orang-orang membelanya dan menyudutkan Gallen.Di atas panggung, Gallen masih membisu. Membiarkan suara sumbang di bawah sana terus mengeluarkan umpatan dan sumpah serapah yang ditujukan pada dirinya.Selang sepuluh
"OMG! Greeze!" Sandra berteriak histeris sambil memelototi layar monitor ponselnya."Ya ampun, Sandra! Kenapa harus teriak-teriak?! Kamu mau orang sekantor menyerbu ke sini?" omel Grizelle, melayangkan tatapan heran pada sosok Sandra yang tegak mematung."Ini ... ini ... luar biasa!" Sandra sibuk sendiri dengan ponselnya.Entah apa yang dilihatnya dalam ponsel itu hingga mulutnya ternganga. Kepalanya berulang kali menggeleng tak percaya.Grizelle meremas kertas yang tak lagi terpakai, lalu melempar bola kertas tersebut pada Sandra."Aduh! Apa-apaan sih, Greeze! Sakit tahu?!" sewot Sandra, mengusap keningnya yang terkena hantaman bola kertas dari Grizelle."Kamu aneh! Teriak-teriak tak jelas, terus geleng-geleng sapi sambil melongo. Kamu kesambet?"Mata Sandra memancarkan binar kagum pada Grizelle. Membuat sekujur tubuh Grizelle merinding."Eh, Sandra ... jangan bikin aku takut ih! Kamu enggak mengidap kelainan kan sekarang?"Sandra berjalan seperti orang setengah mabuk mendekati Grize
Memasuki rumah besar yang dihuninya, Grizelle disambut oleh keheningan. Tidak ada siapa-siapa selain perabotan.Para asisten rumah tangga yang dipekerjakan Gallen untuk menjaga rumah dan pekarangan tetap bersih telah pulang.Mereka datang dan pergi setiap hari di saat semua orang tidak di rumah.Grizelle melemparkan tasnya ke atas kasur, lalu duduk di tepi ranjang.Jiwanya kosong setiap kali otaknya memutar ulang cuplikan video tentang Gallen.'Ini hanya mimpi!' pikir Grizelle seraya mencubit kedua pipinya."Aw! Sakit!" jeritnya sedetik kemudian. "Ternyata bukan mimpi."Saat dia masih terhanyut memikirkan bagaimana harus bersikap terhadap Gallen, matanya tertumbuk pada secarik kertas di atas meja kecil di samping tempat tidur.Dia meraih kertas itu dan membacanya.[Aku telah menyiapkan gaun untukmu. Pakailah!Malam ini kita akan menghadiri makan malam keluarga.Aku akan pulang menjelang magrib]Gallen tiba di rumah sesuai waktu yang dijanjikan. Sebelum lembayung senja menghilang di uf
"Atha, tidak bisakah kau bersikap sedikit dewasa?" tegur Stephen, "Gallen baru pertama kali pulang ke rumah ini setelah sekian lama tersesat dan tumbuh bebas di luar. Dia mungkin lupa siapa kau. Saat dia pergi, kalian sama-sama masih terlalu kecil."Biarkan dia dan istrinya menikmati makan malam dengan tenang terlebih dahulu, sebelum mulai berkenalan dengan anggota keluarga ini."Atha mendengus keki. Di sisi kanannya, Bellona mengerling sinis pada Gallen.Ia masih mengingat pengalaman buruknya bertemu dengan Gallen.Tak disangka lelaki muda itu muncul di rumahnya. Duduk satu meja saat makan malam. Yang paling membuatnya gondok, ternyata Gallen adalah batu sandungan terbesar bagi kesuksesan anaknya, Atha.Dia benci kenyataan itu. Usahanya menyingkirkan Gallen sejak puluhan tahun silam tak berbuah manis. Malah menjadi bumerang untuk dirinya sendiri.Namun, di hadapan Stephen, dia harus menyembunyikan ketidaksukaannya terhadap Gallen serapat mungkin.Bellona mengelus pundak Atha, "Kakekm
"Jangan memaksaku untuk mengeluarkan kata-kata kasar padamu, Atha! Aku yang menjadi kepala keluarga Kyler. Aku tahu apa yang kulakukan.""Tapi ini tidak adil untukku, Kek! Aku yang berjuang mendampingi Kakek. Kenapa bukan aku yang mewarisi perusahaan Kyler? Saat perusahaan kecilku nyaris bangkrut, Kakek menolak untuk sekadar membantuku."Sekarang dengan mudahnya Kakek mewariskan perusahaan induk kepada orang yang mengaku-ngaku sebagai cucu tertua Kakek. Ini sungguh tidak adil, Kek!"Oke kalau Kakek menganggapku tidak cakap dalam berbisnis. Aku mengerti. Tapi, apakah dia lebih baik dariku? Memangnya dia punya pengalaman memimpin perusahaan?"Ayahku masih hidup, Kek. Bukankah ayahku yang lebih berhak menjadi ahli waris Kakek?"Tubuh renta Stephen menegang. Celotehan Atha melampaui prediksinya. Atha memang tipe pembangkang, tapi Stephen tidak pernah membayangkan anak itu berani melakukan aksi banding terhadap keputusannya, tepat di hadapan Gallen."Atha, kau masih saja berpikiran sempit.
Grizelle merasa lega akhirnya bisa tiba di rumah. Ia mengempaskan diri ke atas kasur. Merentangkan kedua tangannya yang terasa pegal. Dan membiarkan kakinya jatuh menjuntai di bibir ranjang."Bibimu membuatku merinding!""Kenapa? Kau baru pertama kali bertemu dengannya."Gallen memandang Grizelle dari tangkapan cermin sambil melepas kemeja."Aku juga tidak mengerti kenapa, tapi aku merasa dia menyembunyikan sesuatu. Auranya dingin dan menakutkan. Kamu harus bersikap hati-hati dengannya."Selama ini insting Grizelle tak pernah salah. Ketajaman insting itu pula yang mengantar karier rahasianya sebagai detektif bersinar cemerlang."Kau mengkhawatirkan aku?" tanya Gallen, berjalan dengan bertelanjang dada mendekati Grizelle."Astagfirullah!" Grizelle menutup mata dengan tangan. "Apa yang kamu lakukan? Cepat pakai kembali bajumu!"Namun, naluri alaminya sebagai perempuan dewasa justru menggerakkan jemarinya untuk membuat celah pada bagian mata.Gallen tersenyum geli melihat ulah Grizelle. "
"Dasar manusia tidak berguna! Menyingkirkan seorang gembel saja kalian tidak becus!"Plak!Plak!Dua tamparan keras melayang dari tangan seorang lelaki bertopi koboi. Hampir seluruh wajahnya tertutup masker. Menyisakan dua biji mata yang merah menyala terbakar api kemarahan.Dua pria berseragam petugas keamanan menunduk khidmat. Menyembunyikan wajah pias mereka di balik surai yang jatuh menjuntai."Untuk apa kalian latihan bela diri setiap hari, hah?! Untuk apa?!"Lelaki bertopi koboi itu mendorong lengan atas kedua pria tersebut silih berganti."Apa ini? Bukan lengan kekar penuh tenaga, tapi cuma balon berisi air? Cih! Benar-benar mengecewakan!""Sekarang jawab pertanyaanku dengan jujur. Jika aku tahu kalian berbohong, krek!" Lelaki itu membuat gerakan tangan menebas leher. "Paham?!""P–p–paham, Tuan!""Bagus! Katakan! Kenapa kalian bisa gagal?"Dua petugas keamanan itu saling lirik dalam tunduk."Jawab!" hardik lelaki bertopi koboi.Akhirnya, lelaki yang berdiri di sisi kiri buka su
"Nyonya Bellona Hopkins?!" seru Gallen, kaget. "Tidak. Anda datang pada waktu yang tepat. Mari bergabung bersama keluargaku!""Iya, Nyonya. Ayo duduk sini!" Kimi menjemput Bellona."Terima kasih!" Bellona merasa terharu dengan sambutan Gallen dan keluarganya. "Sebenarnya, aku ke sini ingin minta maaf pada Gallen atas namaku dan juga Atha. Aku terlalu serakah dan mementingkan anakku.""Seorang ibu selalu menginginkan yang terbaik untuk anaknya. Itu bisa dimaklumi, Nyonya," sahut Gallen. "Kami juga minta maaf karena telah melaporkan Anda dengan beberapa tindak kejahatan yang tidak Anda lakukan."Wajah Gallen kecut, merasa bersalah."Itu bukan kesalahanmu sepenuhnya. Wanita berhati iblis itu yang sangat pandai menipu orang." Muka Bellona menggelap. "Kalau aku tahu Bibi Rose menggunakan wajahku untuk berbuat jahat, aku pasti telah lebih dulu menyeretnya ke penjara. Dia benar-benar licik!""Dia pasti mempelajari keterampilan make-up saat berada di Korea Selatan," timpal Kimi."Betul. Itu ar
Gallen melangkah gontai memasuki rumah. Ia melewati Grizelle yang duduk santai di ruang tengah begitu saja.Namun, ketika sudut matanya menangkap bayang Grizelle saat hendak menaiki tangga, ia berbalik.Tanpa malu-malu ia merebahkan diri dan meletakkan kepala di pangkuan Grizelle yang duduk berjuntai di atas sofa.Grizelle mengelus rambut Gallen yang jatuh ke kening."Kamu dari mana saja? Aku sangat khawatir. Teleponmu tidak aktif."Gallen merogoh saku, mengeluarkan ponsel. "Ck! Baterainya habis.""Sini! Kubantu mengisikan dayanya.""Nanti saja! Aku masih mau seperti ini." Gallen menaruh ponsel di atas meja, lalu melingkarkan lengan pada pinggang Grizelle.Saat hatinya sedang galau dan pikiran kacau, berbaring di pangkuan Grizelle bikin nyaman.Wangi vanila berpadu dengan aroma alami tubuh Grizelle menghadirkan perasaan tenang di hati Gallen.Setelah cukup lama menikmati kehangatan pangkuan Grizelle, Gallen bangkit. Mengecup kening Grizelle."Terima kasih. Bersamamu, aku selalu merasa
"Kenapa? Kaget? Hahaha ...."Wanita itu tak peduli dengan keberadaan polisi dan tangannya yang terbogol. Ia tertawa, seperti telah kehilangan kewarasannya.Gallen bukan hanya kaget, tapi syok. Tak menyangka orang yang selama ini dikenalnya begitu baik dan berada di pihaknya, ternyata merupakan dalang dari segala kemalangan yang menimpa keluarganya."Bibi Rose, katakan bahwa ini tidak benar!""Hahaha ... sayangnya, inilah kenyataannya."Gallen menggeleng-geleng. Masih sulit memercayai kebenaran yang terpampang di depan mata."Kenapa, Bi? Bukankah nenekku selalu memperlakukan Bibi dengan baik?"Gallen masih ingat, walaupun samar, neneknya tidak pernah memperlakukan Bibi Rose dengan kasar.Rianna bahkan memercayai Bibi Rose menjadi pelayan pribadinya. Neneknya bahkan tak pernah perhitungan dalam membelikan pakaian dan memenuhi kebutuhan Bibi Rose.Tapi lihat balasan yang diberikan wanita itu! Hanya pengkhianatan terhadap keluarganya."Baik? Cih! Nenekmu bahkan lebih licik dari seekor rub
"Bro, target memasuki perangkap. Kau ingin melihat langsung?""Aku sudah berada di lokasi. Di mana kau?"Gallen berdiri di belakang sebuah tiang besar, mengawasi seorang wanita yang baru saja turun dari mobil.Wanita itu memakai setelan tunik dan celana panjang yang terlihat modis. Sehelai masker dan kacamata hitam berbingkai lebar menutupi wajahnya yang lonjong.Sebuah topi bulat dengan hiasan sekuntum bunga teratai mekar meneduhi wajahnya yang tersembunyi dari terik matahari."Arah jam sembilan."Gallen mengerling ke titik yang disebutkan. Tampak bayangan Regan duduk di belakang roda kemudi, berlagak sedang membersihkan dashboard. Namun, matanya sering kali mengerling ke pintu gerbang."Aku pada titik jam satu."Pandangan keduanya segera bertemu begitu Gallen menutup panggilan telepon.Regan tersenyum seraya mengangguk ringan.Wanita itu telah memasuki lobi hotel. Regan mengikuti dari belakang layaknya juga seorang pengunjung.Gallen berjalan memutar. Memasuki hotel lewat pintu khusu
"Laura, memaafkan dan kembali bersama adalah dua hal yang berbeda! Jangan mengharapkan lebih dari apa yang dapat kuberikan dan pantas untuk kau dapatkan!"Binar di mata Laura sirna seketika. Tatapannya luruh ke tanah."Tapi aku masih sangat mencintaimu, Gallen! Tak bisakah kamu menceraikan istrimu dan kembali padaku?""Laura, rumah tangga bukan hanya tentang rasa cinta, tapi tentang komitmen dan saling percaya."Cinta adalah ungkapan rasa hati. Dan asal kau tahu, hati itu sangat rapuh. Mudah sekali terbolak-balik, seperti musim yang terus berganti."Sementara komitmen adalah keteguhan hati dalam memegang janji suci. Tak peduli sekuat apa semesta mengguncangnya, ia tak akan berubah. Tetap setia melewati berbagai cobaan dan rintangan."Namun, sekali komitmen itu hancur, maka yang tersisa hanyalah serpihan tak berwujud, dan tak akan pernah bisa kembali utuh seperti semula."Kau bukan hanya telah menghancurkan komitmen cintamu denganku, Laura, tapi juga telah membuangnya. Apa lagi yang bi
Hening!Orang itu tak menyahuti perkataan Gallen. Ia sama sekali tak membantah tuduhan Gallen."Siapa kau?"Gallen menekan beberapa titik di punggung orang itu dengan gerakan cepat. Mengunci tubuhnya agar tak bisa melarikan diri."Kamu apakan badanku, hah?! Lepaskan aku!"Gallen terkesiap. Ternyata sosok yang bersembunyi di balik coat panjang dengan kepala tertutup hoodie lebar itu adalah seorang perempuan."Kau tidak akan ke mana-mana sebelum aku mendapatkan apa yang kuinginkan darimu," bisik Gallen, dengan nada penuh penekanan.Beberapa pasang mata, dari orang-orang yang melintas hendak keluar masuk Rumah Sakit, mengerling curiga pada Gallen.Gallen pindah ke hadapan wanita itu. Tegak dengan sebelah tangan bersembunyi dalam saku celana.Posisi mereka seperti dua orang kenalan yang saling bercengkerama.Keinginan wanita itu untuk kabur dari Gallen melebihi kuatnya terjangan ombak yang mengempas batu karang. Sayang, sekujur tubuhnya tak bisa digerakkan."Tolong, lepaskan aku! Aku janj
"Ada apa ini? Kenapa semua terlihat canggung?" tanya Grizelle, merasa tak enak hati karena masuk tanpa mengetuk pintu."Ah, itu hanya perasaanmu saja!"Gallen menyongsong Grizelle, mengambil alih tas berukuran kecil, yang berisi pakaian Kimi."Instingku tak pernah salah," bisik Grizelle. "Aura ruangan ini agak aneh."Gallen tersenyum simpul. Ia akui Grizelle memiliki kepekaan yang luar biasa. Pantas saja ia tak pernah gagal dalam menyelidiki kasus kliennya."God! Ayah juga di sini?" seru Grizelle, bergegas menyalami Grath. "Huh! Sekarang aku tahu kenapa ruangan ini terasa aneh. Ternyata Adam dan Hawa bertemu kembali setelah terlempar dari surga ke belahan dunia yang berbeda.""Greeze, apa yang kamu katakan?" Pipi Kimi merona merah.Perumpamaan yang disematkan Grizelle pada dirinya dan Grath menurutnya terlalu berlebihan."Wah, Ayah juga sudah sembuh? Luar biasa! Memang ya ... lelaki akan melupakan segala rasa sakit dan kesedihannya begitu melihat senyum menawan sang istri," imbuh Griz
"Penjahat seperti David Kyler tidak akan mampu menyentuhku, Bu. Ibu tidak perlu mencemaskan aku. Pikirkan saja kesehatan Ibu! Ibu harus segera sembuh.""Kamu juga tidak perlu mengkhawatirkan aku secara berlebihan."Gallen meraih jemari Kimi. "Bu, aku takut. Jika terjadi sesuatu yang buruk pada Ibu, aku akan merasa bersalah seumur hidup. Aku akan dihantui perasaan menyesal.""Gallen, tidak ada yang perlu disesali dari sebuah takdir. Cepat atau lambat, kita semua akan meninggalkan dunia ini.""Aku tahu, Bu. Tapi aku akan menyesal karena aku belum sempat mempertemukan Ibu dengan ayah.""Kamu tidak perlu melakukan itu, Gallen." Kimi melengos. Matanya terasa panas."Kenapa? Apa Ibu tak lagi mencintai ayah?""Bukan. Bukan karena itu. Seumur hidupku, aku hanya mencintai satu orang pria. Dan Pria itu adalah ayahmu."Aku tidak pernah mencintai lelaki lain, dan tidak akan pernah bisa.""Tapi, kenapa Ibu tidak mau bertemu dengan ayah? Selama ini ayah juga menderita, Bu."Kimi berusaha untuk dudu
Bugh!Tendangan Gallen melempar David hingga menghantam dinding dan menyebabkan dinding itu jebol."Bawa dia!" titah Gallen pada dua orang anak buah Kenzie yang menonton aksinya."S–siap, Komandan!"Mereka gugup melihat kehebatan Gallen. Tak terbayang jika mereka yang berada di posisi David. Mengerikan.Cepat-cepat mereka mengangkat sosok David yang tergeletak di tanah.Suara dering ponsel memecah kesunyian di kamar isolasi Grath.Thomas meninggalkan komputer yang memuat laporan perkembangan kesehatan Grath. Berjalan sedikit menjauh setelah membaca nama Gallen pada layar monitor."Firasatku tidak enak menerima panggilan telepon darimu pagi-pagi begini," ujar Thomas dengan suara lirih."Apa istriku bersama Kakek? Aku tidak bisa menghubunginya.""Tidak. Ada apa?""Kek, kalau Grizelle datang menemui Kakek, tolong minta dia untuk ke rumah ibuku, mengambil baju. Ibuku dirawat di Rumah Sakit.""Ibumu dirawat?! Apa yang terjadi? Apa dia baik-baik saja?""Ceritanya panjang, Kek. Aku masih ada