"Jadi, apa keputusanmu?"Gallen melirik perputaran jarum pada jam dinding. Tampak jelas dia bukan orang yang sabar dalam menunggu."Tolong beri saya waktu untuk berpikir, Tuan!""Lima menit!Pites ternganga. Dia pikir Gallen akan memberinya kesempatan untuk mempertimbangkan untung ruginya selama tiga hari. Hanya lima menit? Itu adalah sebuah pemaksaan berkedok kelonggaran waktu."Kalau kau tidak butuh, lupakan!" Gallen mengibaskan tangan."T–tunggu, Tuan!"Gallen memaku tatapan pada arloji di pergelangan tangannya. "Perhitungan waktu dimulai dari sekarang!"Lima menit semesta seakan berhenti bergerak di sekitar Pites. Meninggalkan dia sendiri terombang-ambing di tengah gelombang kekacauan pikiran.Tetes keringat jatuh satu-satu sebelum akhirnya meluncur deras membanjiri leher.Otak Pites dipenuhi sejuta tanya. Makhluk seperti apa yang saat ini menginginkan kerja samanya?Namun, teringat betapa mampunya Gallen pada waktu melumpuhkannya, Pites menggeleng lemah.Jika dia menolak tawaran
"Kenapa mukamu merah begitu?"Gallen mengerutkan kening melihat Kenzie terdiam dan mematung saat ujung jari Falisha tak sengaja menyentuh dadanya."Oh, tidak usah. Biar aku membersihkan sendiri."Tersentak akibat teguran Gallen, Kenzie bangkit dan kabur dari ruangan.Ia mengembuskan napas kencang berulang kali di depan cermin toilet.Suhu tubuhnya meningkat. Ia merinding. Haruskah ia bersyukur atau mengutuk Falisha atas insiden kecil yang baru terjadi?Teringat Gallen dan Pites masih menunggunya di ruang privat, cepat-cepat Kenzie membersihkan diri."F-Falisha?" Kenzie tergagap mendapati Falisha berdiri di dekat pintu toilet.Falisha menyodorkan paper bag di tangannya pada Kenzie. "Pakailah baju ini! Awalnya aku berniat menghadiahkan kemeja untuk Kak Gallen, tapi sekarang ... kelihatannya Kak Kenzie lebih membutuhkan pakaian itu."Semenjak perayaan sederhana ulang tahunnya waktu itu, Falisha dan Kenzie telah mengembangkan komunikasi dengan bahasa santai."Ah, t–terima kasih!"Kenzie ta
"Bangunlah! Ini hari Senin. Kau tidak ingin datang terlambat, bukan?""Kenapa kamu baru membangunkan aku sekarang?"Grizelle melompat turun dari ranjang saat jarum jam menunjukkan pukul tujuh kurang lima menit.Sial! Gara-gara lembur menyelesaikan pekerjaan yang harus dia presentasikan pagi ini, dia ketiduran lagi selepas subuh."Aku sudah membawakan sarapan untukmu. Makanlah sebelum kau berangkat!"Gallen meraih tas kecil yang biasa dia bawa ke kantor untuk menyimpan pakaian."Apa kau ingin aku menunggumu?" tawarnya."Tidak usah. Aku bisa pergi sendiri."Bam!Grizelle membanting pintu kamar mandi."Oh. Oke. Jangan lupakan sarapanmu!"Gallen sedikit meninggikan volume suaranya agar Grizelle yang telah menghilang ke kamar mandi bisa mendengar perkataannya.Gallen memasang earphone di telinga sambil memacu motor butut kesayangannya. Nada dering masih bernyanyi di ujung telepon.Baru pada dering ke tujuh terdengar suara seorang perempuan menyahut."Tumben Bos meneleponku. Kukira sudah lup
Topan mendorong pelan sehelai amplop berwarna cokelat ke arah Gallen."Ambillah! Ini hakmu yang harus dikeluarkan oleh perusahaan."Gallen tidak serta merta menjangkau amplop panjang itu. Ia hanya meliriknya sekilas."Maksud Bapak apa?"Topan tersenyum tipis. "Aku mendapat laporan bahwa bulan ini kau sering tidak masuk tanpa kabar. Dalam lima hari terakhir, kau bahkan bolos kerja tiga kali."Amplop itu adalah gajimu untuk setengah bulan ini. Mulai hari ini, kau boleh mengemasi barang-barangmu dan pulang. Besok, kau tidak perlu datang lagi ke kantor."Rangkaian kata-kata Topan berayun dalam nada lembut. Tak terbias kemarahan pada suara dan wajah lelaki paruh baya itu, tetapi tatapannya sangat tegas, seperti anak panah yang meluncur dari busur."Maksud Bapak, saya dipecat?" tanya Gallen, ternganga tak percaya.Sungguh sebuah lelucon yang tidak lucu. Terakhir kali bertemu Kenzie, dia memang telah berencana untuk mengundurkan diri. Tak disangka pagi ini ia mendapat kejutan yang mencengangk
"Apa?!" Stephen memegang dada. Kedua kakinya tertekuk lemas. Ponsel di genggamannya terlempar dari tangan.Handoyo sigap membantu Stephen untuk duduk. "Tenanglah, Tuan! Stabilkan emosi Anda!""T–tidak mungkin! Bagaimana ini bisa terjadi?" gumam Stephen.Tangannya yang bergetar menarik jas yang dikenakan Handoyo."Handoyo, katakan padaku! Ini tidak benar, kan? Jack, lelaki bodoh itu hanya berusaha menipuku, kan?"Handoyo tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi karena saat Stephen menerima panggilan telepon dari Jack, dia sedang ke dapur, mengambilkan minum untuk Stephen."Tenanglah, Tuan! Aku akan memastikan kebenaran berita itu untuk Anda. Bisa jadi Anda salah dengar, atau menyerap informasi sepotong-sepotong. Di luar sangat berisik."Suara mesin penebang pohon meraung, memekakkan telinga. Pagi ini, Stephen telah meminta tukang kebun untuk menebang pohon besar yang sudah cukup tua di halaman belakang kediamannya.Stephen mendesah lega. Ia menyeka keringat di keningnya dengan punggung t
"Apa?! Kau dipecat? Yang benar, Bos?"Gallen merogoh saku dan melempar amplop putih pada Kenzie. "Biarkan aku menikmati kebebasanku sebentar!"Cepat-cepat Kenzie membongkar isi amplop itu dan membacanya."Hahaha ...."Tidak lama kemudian, tawanya menggelegar. Tangannya sampai menepuk meja.Gallen melonjak duduk, menatap Kenzie dengan kening mengerut. "Apanya yang lucu?"Kenzie benar-benar menikmati hiburan yang disuguhkan Gallen. Ia sampai menyeka air mata karena puas tertawa."Ini yang namanya dunia terbalik, Bos! Kau seorang bos besar, tapi menyia-nyiakan jabatanmu dan lebih memilih bekerja sebagai office boy."Sekarang kau dipecat! Ya Tuhan! Tidak ada lelucon yang lebih menggelikan dari ini! Hahaha ....""Terus ... tertawa saja sepuasmu! Sebelum aku membuatmu bisu!""Oops!" Kenzie membungkam mulutnya dengan tangan.Ia mendeham, membersihkan kerongkongannya yang mendadak tercekat."Lalu, apa rencanamu selanjutnya, Bos?" tanya Kenzie, setelah Gallen kembali merebahkan tubuhnya."Tida
"Nah, baru saja disebut, eh ... sudah nongol," keluh Rohim. "Permisi, Bos! Aku lanjut kerja dulu.""Aku juga, Bos! Semoga beruntung!" Didin menyusul Rohim.Terdorong oleh rasa penasaran, Gallen memutar kepala ke belakang. Tampak seorang gadis bergaun merah turun dari mobil.Suasana hati Gallen seketika menjadi buruk. Tiba-tiba ia menyesali keputusannya untuk datang ke bengkel. Kalau tahu akan bertemu Laura di sini, lebih baik dia melanjutkan penyelidikan tentang kasus kematian Paman Yu saja tadi.Nasi sudah menjadi bubur! Tidak ada jalan untuk melangkah mundur. Gallen pura-pura tak menyadari kedatangan Laura dengan menyibukkan diri memungut peralatan bengkel yang tercecer di lantai."Gallen, jelaskan padaku! Apa foto-foto ini asli?!" Laura melempar lembaran foto di genggamannya, tepat di hadapan Gallen.Helaian foto itu berserakan di dekat peralatan yang akan dijangkau Gallen.Gallen memungut lembaran foto itu, lalu tegak dan melihatnya satu per satu.Itu adalah kumpulan foto pernikah
"Tidak mungkin! Kamu pasti bohong. Kamu hanya mencari alasan untuk menolakku!"Gallen mengotak-atik ponselnya. Membuka blokiran nomor kontak Laura. Dalam hitungan detik dia telah mengirimkan beberapa potongan video pendek. "Cek saja sendiri! Buktikan apakah aku mengatakan yang sebenarnya atau sekadar mencari alasan, seperti yang kau tuduhkan."Rasa ingin tahu yang menggelitik hati, menuntun jemari lentik Laura untuk memutar video yang dikirim Gallen."OMG! Jody ... dia sungguh membelikan aku perhiasan semahal itu?"Bahkan jika dia tidak menyukai Jody, mengetahui bahwa lelaki itu berusaha keras untuk membahagiakan dirinya, hati kecil Laura merasakan euforia yang sedikit aneh.Bagaimanapun, wanita sangat menyukai perhiasan. Dan sebagian lelaki terkadang sangat perhitungan dalam menghabiskan uang. Namun, tidak dengan Jody.Lelaki itu bahkan mengumumkan dengan lantang alasan dia berjuang untuk mendapatkan gelang permata kombinasi mutiara tersebut.Pikiran Laura dirasuki oleh keserakahan
"Nyonya Bellona Hopkins?!" seru Gallen, kaget. "Tidak. Anda datang pada waktu yang tepat. Mari bergabung bersama keluargaku!""Iya, Nyonya. Ayo duduk sini!" Kimi menjemput Bellona."Terima kasih!" Bellona merasa terharu dengan sambutan Gallen dan keluarganya. "Sebenarnya, aku ke sini ingin minta maaf pada Gallen atas namaku dan juga Atha. Aku terlalu serakah dan mementingkan anakku.""Seorang ibu selalu menginginkan yang terbaik untuk anaknya. Itu bisa dimaklumi, Nyonya," sahut Gallen. "Kami juga minta maaf karena telah melaporkan Anda dengan beberapa tindak kejahatan yang tidak Anda lakukan."Wajah Gallen kecut, merasa bersalah."Itu bukan kesalahanmu sepenuhnya. Wanita berhati iblis itu yang sangat pandai menipu orang." Muka Bellona menggelap. "Kalau aku tahu Bibi Rose menggunakan wajahku untuk berbuat jahat, aku pasti telah lebih dulu menyeretnya ke penjara. Dia benar-benar licik!""Dia pasti mempelajari keterampilan make-up saat berada di Korea Selatan," timpal Kimi."Betul. Itu ar
Gallen melangkah gontai memasuki rumah. Ia melewati Grizelle yang duduk santai di ruang tengah begitu saja.Namun, ketika sudut matanya menangkap bayang Grizelle saat hendak menaiki tangga, ia berbalik.Tanpa malu-malu ia merebahkan diri dan meletakkan kepala di pangkuan Grizelle yang duduk berjuntai di atas sofa.Grizelle mengelus rambut Gallen yang jatuh ke kening."Kamu dari mana saja? Aku sangat khawatir. Teleponmu tidak aktif."Gallen merogoh saku, mengeluarkan ponsel. "Ck! Baterainya habis.""Sini! Kubantu mengisikan dayanya.""Nanti saja! Aku masih mau seperti ini." Gallen menaruh ponsel di atas meja, lalu melingkarkan lengan pada pinggang Grizelle.Saat hatinya sedang galau dan pikiran kacau, berbaring di pangkuan Grizelle bikin nyaman.Wangi vanila berpadu dengan aroma alami tubuh Grizelle menghadirkan perasaan tenang di hati Gallen.Setelah cukup lama menikmati kehangatan pangkuan Grizelle, Gallen bangkit. Mengecup kening Grizelle."Terima kasih. Bersamamu, aku selalu merasa
"Kenapa? Kaget? Hahaha ...."Wanita itu tak peduli dengan keberadaan polisi dan tangannya yang terbogol. Ia tertawa, seperti telah kehilangan kewarasannya.Gallen bukan hanya kaget, tapi syok. Tak menyangka orang yang selama ini dikenalnya begitu baik dan berada di pihaknya, ternyata merupakan dalang dari segala kemalangan yang menimpa keluarganya."Bibi Rose, katakan bahwa ini tidak benar!""Hahaha ... sayangnya, inilah kenyataannya."Gallen menggeleng-geleng. Masih sulit memercayai kebenaran yang terpampang di depan mata."Kenapa, Bi? Bukankah nenekku selalu memperlakukan Bibi dengan baik?"Gallen masih ingat, walaupun samar, neneknya tidak pernah memperlakukan Bibi Rose dengan kasar.Rianna bahkan memercayai Bibi Rose menjadi pelayan pribadinya. Neneknya bahkan tak pernah perhitungan dalam membelikan pakaian dan memenuhi kebutuhan Bibi Rose.Tapi lihat balasan yang diberikan wanita itu! Hanya pengkhianatan terhadap keluarganya."Baik? Cih! Nenekmu bahkan lebih licik dari seekor rub
"Bro, target memasuki perangkap. Kau ingin melihat langsung?""Aku sudah berada di lokasi. Di mana kau?"Gallen berdiri di belakang sebuah tiang besar, mengawasi seorang wanita yang baru saja turun dari mobil.Wanita itu memakai setelan tunik dan celana panjang yang terlihat modis. Sehelai masker dan kacamata hitam berbingkai lebar menutupi wajahnya yang lonjong.Sebuah topi bulat dengan hiasan sekuntum bunga teratai mekar meneduhi wajahnya yang tersembunyi dari terik matahari."Arah jam sembilan."Gallen mengerling ke titik yang disebutkan. Tampak bayangan Regan duduk di belakang roda kemudi, berlagak sedang membersihkan dashboard. Namun, matanya sering kali mengerling ke pintu gerbang."Aku pada titik jam satu."Pandangan keduanya segera bertemu begitu Gallen menutup panggilan telepon.Regan tersenyum seraya mengangguk ringan.Wanita itu telah memasuki lobi hotel. Regan mengikuti dari belakang layaknya juga seorang pengunjung.Gallen berjalan memutar. Memasuki hotel lewat pintu khusu
"Laura, memaafkan dan kembali bersama adalah dua hal yang berbeda! Jangan mengharapkan lebih dari apa yang dapat kuberikan dan pantas untuk kau dapatkan!"Binar di mata Laura sirna seketika. Tatapannya luruh ke tanah."Tapi aku masih sangat mencintaimu, Gallen! Tak bisakah kamu menceraikan istrimu dan kembali padaku?""Laura, rumah tangga bukan hanya tentang rasa cinta, tapi tentang komitmen dan saling percaya."Cinta adalah ungkapan rasa hati. Dan asal kau tahu, hati itu sangat rapuh. Mudah sekali terbolak-balik, seperti musim yang terus berganti."Sementara komitmen adalah keteguhan hati dalam memegang janji suci. Tak peduli sekuat apa semesta mengguncangnya, ia tak akan berubah. Tetap setia melewati berbagai cobaan dan rintangan."Namun, sekali komitmen itu hancur, maka yang tersisa hanyalah serpihan tak berwujud, dan tak akan pernah bisa kembali utuh seperti semula."Kau bukan hanya telah menghancurkan komitmen cintamu denganku, Laura, tapi juga telah membuangnya. Apa lagi yang bi
Hening!Orang itu tak menyahuti perkataan Gallen. Ia sama sekali tak membantah tuduhan Gallen."Siapa kau?"Gallen menekan beberapa titik di punggung orang itu dengan gerakan cepat. Mengunci tubuhnya agar tak bisa melarikan diri."Kamu apakan badanku, hah?! Lepaskan aku!"Gallen terkesiap. Ternyata sosok yang bersembunyi di balik coat panjang dengan kepala tertutup hoodie lebar itu adalah seorang perempuan."Kau tidak akan ke mana-mana sebelum aku mendapatkan apa yang kuinginkan darimu," bisik Gallen, dengan nada penuh penekanan.Beberapa pasang mata, dari orang-orang yang melintas hendak keluar masuk Rumah Sakit, mengerling curiga pada Gallen.Gallen pindah ke hadapan wanita itu. Tegak dengan sebelah tangan bersembunyi dalam saku celana.Posisi mereka seperti dua orang kenalan yang saling bercengkerama.Keinginan wanita itu untuk kabur dari Gallen melebihi kuatnya terjangan ombak yang mengempas batu karang. Sayang, sekujur tubuhnya tak bisa digerakkan."Tolong, lepaskan aku! Aku janj
"Ada apa ini? Kenapa semua terlihat canggung?" tanya Grizelle, merasa tak enak hati karena masuk tanpa mengetuk pintu."Ah, itu hanya perasaanmu saja!"Gallen menyongsong Grizelle, mengambil alih tas berukuran kecil, yang berisi pakaian Kimi."Instingku tak pernah salah," bisik Grizelle. "Aura ruangan ini agak aneh."Gallen tersenyum simpul. Ia akui Grizelle memiliki kepekaan yang luar biasa. Pantas saja ia tak pernah gagal dalam menyelidiki kasus kliennya."God! Ayah juga di sini?" seru Grizelle, bergegas menyalami Grath. "Huh! Sekarang aku tahu kenapa ruangan ini terasa aneh. Ternyata Adam dan Hawa bertemu kembali setelah terlempar dari surga ke belahan dunia yang berbeda.""Greeze, apa yang kamu katakan?" Pipi Kimi merona merah.Perumpamaan yang disematkan Grizelle pada dirinya dan Grath menurutnya terlalu berlebihan."Wah, Ayah juga sudah sembuh? Luar biasa! Memang ya ... lelaki akan melupakan segala rasa sakit dan kesedihannya begitu melihat senyum menawan sang istri," imbuh Griz
"Penjahat seperti David Kyler tidak akan mampu menyentuhku, Bu. Ibu tidak perlu mencemaskan aku. Pikirkan saja kesehatan Ibu! Ibu harus segera sembuh.""Kamu juga tidak perlu mengkhawatirkan aku secara berlebihan."Gallen meraih jemari Kimi. "Bu, aku takut. Jika terjadi sesuatu yang buruk pada Ibu, aku akan merasa bersalah seumur hidup. Aku akan dihantui perasaan menyesal.""Gallen, tidak ada yang perlu disesali dari sebuah takdir. Cepat atau lambat, kita semua akan meninggalkan dunia ini.""Aku tahu, Bu. Tapi aku akan menyesal karena aku belum sempat mempertemukan Ibu dengan ayah.""Kamu tidak perlu melakukan itu, Gallen." Kimi melengos. Matanya terasa panas."Kenapa? Apa Ibu tak lagi mencintai ayah?""Bukan. Bukan karena itu. Seumur hidupku, aku hanya mencintai satu orang pria. Dan Pria itu adalah ayahmu."Aku tidak pernah mencintai lelaki lain, dan tidak akan pernah bisa.""Tapi, kenapa Ibu tidak mau bertemu dengan ayah? Selama ini ayah juga menderita, Bu."Kimi berusaha untuk dudu
Bugh!Tendangan Gallen melempar David hingga menghantam dinding dan menyebabkan dinding itu jebol."Bawa dia!" titah Gallen pada dua orang anak buah Kenzie yang menonton aksinya."S–siap, Komandan!"Mereka gugup melihat kehebatan Gallen. Tak terbayang jika mereka yang berada di posisi David. Mengerikan.Cepat-cepat mereka mengangkat sosok David yang tergeletak di tanah.Suara dering ponsel memecah kesunyian di kamar isolasi Grath.Thomas meninggalkan komputer yang memuat laporan perkembangan kesehatan Grath. Berjalan sedikit menjauh setelah membaca nama Gallen pada layar monitor."Firasatku tidak enak menerima panggilan telepon darimu pagi-pagi begini," ujar Thomas dengan suara lirih."Apa istriku bersama Kakek? Aku tidak bisa menghubunginya.""Tidak. Ada apa?""Kek, kalau Grizelle datang menemui Kakek, tolong minta dia untuk ke rumah ibuku, mengambil baju. Ibuku dirawat di Rumah Sakit.""Ibumu dirawat?! Apa yang terjadi? Apa dia baik-baik saja?""Ceritanya panjang, Kek. Aku masih ada