Yeaaay! Alhamdulillah bintang kecil Gallen sudah menyala. Terima kasih tak terhingga untuk sobat readers yang telah membantu menyalakannya dengan menulis komentar di halaman muka cerita/di bawah blurb. I love you much! Semoga tetap sehat dan murah rezeki ya sobat readers ....
"Tidak ada daftar tamu yang membesuknya hari ini.""Aah ...." Gallen paham sekarang.Regan memanggilnya karena tak sabar ingin mengungkap kasus Malik lebih cepat.Jika hanya mengandalkan hasil coroner autopsy, akan memakan waktu lebih lama.Gallen menyentuh kening Malik dengan ujung jari. "Sebaiknya kau videokan," ujar Gallen sebelum menutup mata dan mengabaikan dunia di sekelilingnya."Oh, iya. Siap!"Regan mengeluarkan ponsel dan menyalakan video. Ia mengarahkan kamera tepat ke kening Malik. Selanjutnya ia bungkam. Ikut bertapa, mengimbangi kebisuan Gallen.Perlahan bayang samar mulai merasuki pikiran Gallen. Malik memindahkan suap demi suap nasi yang berada di dalam kotak ke mulutnya.Ia mengunyah nasi itu dengan tangis tertahan. Meratapi nasib buruknya yang berakhir di penjara.Tidak ada yang aneh selama Malik menikmati makanannya.Gallen terus memusatkan konsentrasi.Setelah makan, Malik duduk berselonjor kaki, bersandar pada dinding.Selang beberapa menit, ia merasa mual. Perutn
Anggur? Sejak kapan menu untuk tahanan biasa menyaingi kemewahan hidangan di meja makan para bangsawan?"Sepertinya kau tak lagi membutuhkan bantuanku," seloroh Gallen."Kau luar biasa! Aku angkat topi untukmu.""Pujianmu terlalu cepat, Kawan!""Aku yakin hasil autopsi nanti akan menguatkan temuanmu.""Apa pun hasilnya, aku hanya berharap kasus ini segera terpecahkan. Aku ingin identitas Nyonya Kedua bisa diungkapkan kepada publik secepatnya."Mereka tiba di pelataran parkir, bersamaan dengan masuknya sebuah mobil ambulans.Mulut Regan terbuka lebar. "Maksudmu ... kau sudah mengantongi identitas wanita itu?"Seketika Gallen tersadar bahwa dia belum melaporkan hasil penyelidikannya kepada Regan."Sorry. Kupikir aku sudah memberitahumu.""Kau ini benar-benar ya ... aku sedih mengetahui bahwa aku tidak penting bagimu. Bahkan, menikah pun kau melupakan aku.""Tidak usah lebay! Aku akan mengundangmu nanti.""Awas saja kalau tidak! Aku akan terus mengganggu waktumu dengan berbagai kasus.""
Penjelasan dan pertanyaan Gallen begitu menohok!Regan seketika sadar bahwa dia lebih banyak menghabiskan waktu untuk memainkan game favoritnya di waktu senggang.Padahal sebagai pria, meluangkan waktu untuk berinvestasi pada diri sendiri itu sangat penting.Dengan meningkatkan pengetahuan dan keahlian, keran-keran rezeki akan lebih banyak yang terbuka.Mau kaya dan hidup berkecukupan? Jalan tercepat adalah dengan memiliki minimal satu atau dua pekerjaan sampingan.Mulai sekarang, Regan pikir dia harus mengatur ulang alokasi waktunya dalam kehidupan sehari-hari.Cukup main game ala kadarnya saja! Sekadar melepas penat selepas kerja. Selebihnya, perkaya wawasan demi masa depan.Suatu hari nanti, istri dan anak-anaknya tidak hanya butuh biaya sekadar cukup untuk makan. Ada banyak mimpi yang harus diraih. Dan itu semua tidak akan tercapai dengan mengandalkan pendapatan dari satu sumber penghasilan, apalagi dengan berpangku tangan dan bermalas-malasan.Tak ingin mendebat logika Gallen, Re
Gallen tak bisa berkata-kata. Ternyata dia telah membuat pilihan yang salah saat memutuskan untuk mampir ke rumah orang tuanya. Benar-benar apes!"Pulanglah! Selesaikan masalahmu dengan kepala dingin! Aku tidak pernah mendidikmu untuk menjadi lelaki yang tidak bertanggung jawab dan pengecut."Alis Gallen berkedut. Ayah dan adiknya telah salah paham mengenai kepulangannya, tetapi dia kehabisan kata untuk membela diri.Menjelaskan pun percuma. Ayahnya pasti akan semakin murka jika dia memberitahu lelaki renta itu bahwa dia baru saja pulang kerja.Memang dia yang salah. Wajar jika kini dia memetik hasil dari kekeliruannya."Baiklah. Aku pulang, Ayah. Jaga kesehatan, Ayah."Gallen mengusap kepala Falisha. "Kau juga. Jangan bekerja terlalu lelah. Bagaimanapun, kesehatan dan kuliahmu lebih utama."Sebelum meninggalkan ruang makan, Gallen menyempatkan diri untuk menyalami Ghifari."Hargai dan sayangi istrimu, Nak! Dia adalah bagian dari jiwamu. Jika dia tidak bahagia, hidupmu akan terasa bag
"Idih, ge-er. Aku cuma mau melihat hujan badai di luar sana. Bunyinya berisik sekali. Tidurku jadi terganggu.""Benarkah? Aku juga mau lihat." Gallen ikut mengintip dari balik jendela dengan tirai yang setengah terbuka. "Mana? Tidak ada apa-apa di luar sana. Langit malah terlihat cerah."Beberapa bintang sudah menampakkan diri di bentang cakrawala. Menghias langit malam dengan pesona kerlipnya."Sudah berhenti. Tadi ada kok." Grizelle bergeser ke kanan, lalu berbalik dan melarikan diri dari sisi Gallen.Sebelum Gallen pulang, memang ada serangan hujan badai yang menyebabkan Grizelle dirundung gelisah sehingga tak bisa memejamkan mata. Tetapi bukan di luar sana, melainkan dalam hati Grizelle.Gallen mengulum senyum merasakan betapa canggung dan gugupnya Grizelle saat berada di dekatnya.Grizelle tak berani menoleh ke belakang. Ia langsung mengempaskan diri ke atas kasur, kemudian membungkus dirinya dengan selimut. Menyembunyikan rona merah pada pipinya dari penglihatan Gallen.Detak ja
"Aku tidak bisa menunda lebih lama lagi.""Akan kudapatkan informasi itu secepatnya.""Kemarin, ada kasus yang menimpa seorang tahanan. Tolong bantu aku menyelidikinya! Kuyakin ini erat kaitannya dengan orang tuaku."Gallen menyerahkan kumpulan informasi di tangannya pada Kenzie."Tewas karena tetrodotoksin? Ini kasus langka.""Ya. Dan itu menunjukkan bahwa kemampuan lawan kita pantas untuk diperhitungkan. Orang biasa tidak akan menggunakan TTX sebagai senjata penghilang nyawa.""Oke. Aku akan lembur malam ini. Kau akan mendapatkan hasilnya besok pagi.""Bagus!" Gallen melompat bangun. "Aku akan menyambangi peternakan Codet. Kau mau ikut?""Beri aku waktu untuk ganti baju!""Lima menit!"Kenzie segera melesat masuk ke rumah, diikuti Gallen yang melenggang santai.Gallen menunggu di mobil. Dia melirik arloji di pergelangan tangannya begitu Kenzie duduk di belakang kemudi."Manajemen waktumu juga memburuk. Kau terlambat lima detik!"Kenzie menyeringai kecut. "Sorry, Bos! Mungkin karena
Gallen pura-pura tidak mendengar jeritan Pites. Ia terus mengayun langkah menuju pintu."Tuan!" Pites melompat, ingin memburu Gallen.Akan tetapi, gerakannya terhenti akibat cekalan erat anak buah Codet pada kerah bajunya."Tuan, tolong beri saya kesempatan!" raung Pites, terdengar putus asa.Gallen berhenti dan berbalik. "Cepat bicara!""B–baik, Tuan." Pites menghela napas panjang sebelum memenuhi permintaan Gallen."Usia saya belum memenuhi syarat untuk mengakses informasi penting saat itu, tapi ... saya kenal seseorang yang mungkin dapat membantu Anda."Gallen jadi tertarik. Dia pun kembali duduk. "Ceritakan lebih banyak!"Pites melihat secercah cahaya harapan begitu sikap Gallen melunak."Anda bisa menghubungi Paman Yu. Dia adalah seseorang yang bertugas menyingkirkan anak lelaki Nyonya Indira."Kenangan kelam masa kecilnya, melintas di benak Gallen. Giginya mengerit, seiring api dendam yang membesar.Melihat perubahan raut muka Gallen, Pites menggigil. Otaknya segera menganalisa.
Gallen memutar kepalanya, lalu berbalik perlahan. Seorang lelaki berdiri pincang di depannya."Anda mencari siapa?" ulang lelaki itu, menatap Gallen penuh selidik."Saya kerabat jauh penghuni rumah ini. Sekadar mampir untuk bertemu Paman Yu."Gallen tersenyum ramah untuk menghalau kecurigaan lelaki berkaki pincang itu."Dia sudah pergi. Apa Anda tidak tahu?""Oh, sayang sekali. Saya merantau selama bertahun-tahun dan baru pulang." Gallen memasang tampang sedih. "Kami sudah lama sekali tidak bertemu. Ke mana saya harus mencari Paman Yu sekarang?"Gallen tampak putus asa dan merasa kehilangan.Aktingnya itu sangat meyakinkan dan mengundang simpati si pincang."Saya juga tidak tahu dia pergi ke mana, tapi ... menurut beberapa warga, kemarin sore ada mobil yang menjemputnya."Gallen menyipitkan mata. Apa menghilangnya Paman Yu ada hubungannya dengan kematian Malik?"Bagaimana dengan keluarganya?""Mereka bahkan sudah pindah lebih dahulu. Mungkin sekitar satu bulan yang lalu.""Keterlaluan
"Nyonya Bellona Hopkins?!" seru Gallen, kaget. "Tidak. Anda datang pada waktu yang tepat. Mari bergabung bersama keluargaku!""Iya, Nyonya. Ayo duduk sini!" Kimi menjemput Bellona."Terima kasih!" Bellona merasa terharu dengan sambutan Gallen dan keluarganya. "Sebenarnya, aku ke sini ingin minta maaf pada Gallen atas namaku dan juga Atha. Aku terlalu serakah dan mementingkan anakku.""Seorang ibu selalu menginginkan yang terbaik untuk anaknya. Itu bisa dimaklumi, Nyonya," sahut Gallen. "Kami juga minta maaf karena telah melaporkan Anda dengan beberapa tindak kejahatan yang tidak Anda lakukan."Wajah Gallen kecut, merasa bersalah."Itu bukan kesalahanmu sepenuhnya. Wanita berhati iblis itu yang sangat pandai menipu orang." Muka Bellona menggelap. "Kalau aku tahu Bibi Rose menggunakan wajahku untuk berbuat jahat, aku pasti telah lebih dulu menyeretnya ke penjara. Dia benar-benar licik!""Dia pasti mempelajari keterampilan make-up saat berada di Korea Selatan," timpal Kimi."Betul. Itu ar
Gallen melangkah gontai memasuki rumah. Ia melewati Grizelle yang duduk santai di ruang tengah begitu saja.Namun, ketika sudut matanya menangkap bayang Grizelle saat hendak menaiki tangga, ia berbalik.Tanpa malu-malu ia merebahkan diri dan meletakkan kepala di pangkuan Grizelle yang duduk berjuntai di atas sofa.Grizelle mengelus rambut Gallen yang jatuh ke kening."Kamu dari mana saja? Aku sangat khawatir. Teleponmu tidak aktif."Gallen merogoh saku, mengeluarkan ponsel. "Ck! Baterainya habis.""Sini! Kubantu mengisikan dayanya.""Nanti saja! Aku masih mau seperti ini." Gallen menaruh ponsel di atas meja, lalu melingkarkan lengan pada pinggang Grizelle.Saat hatinya sedang galau dan pikiran kacau, berbaring di pangkuan Grizelle bikin nyaman.Wangi vanila berpadu dengan aroma alami tubuh Grizelle menghadirkan perasaan tenang di hati Gallen.Setelah cukup lama menikmati kehangatan pangkuan Grizelle, Gallen bangkit. Mengecup kening Grizelle."Terima kasih. Bersamamu, aku selalu merasa
"Kenapa? Kaget? Hahaha ...."Wanita itu tak peduli dengan keberadaan polisi dan tangannya yang terbogol. Ia tertawa, seperti telah kehilangan kewarasannya.Gallen bukan hanya kaget, tapi syok. Tak menyangka orang yang selama ini dikenalnya begitu baik dan berada di pihaknya, ternyata merupakan dalang dari segala kemalangan yang menimpa keluarganya."Bibi Rose, katakan bahwa ini tidak benar!""Hahaha ... sayangnya, inilah kenyataannya."Gallen menggeleng-geleng. Masih sulit memercayai kebenaran yang terpampang di depan mata."Kenapa, Bi? Bukankah nenekku selalu memperlakukan Bibi dengan baik?"Gallen masih ingat, walaupun samar, neneknya tidak pernah memperlakukan Bibi Rose dengan kasar.Rianna bahkan memercayai Bibi Rose menjadi pelayan pribadinya. Neneknya bahkan tak pernah perhitungan dalam membelikan pakaian dan memenuhi kebutuhan Bibi Rose.Tapi lihat balasan yang diberikan wanita itu! Hanya pengkhianatan terhadap keluarganya."Baik? Cih! Nenekmu bahkan lebih licik dari seekor rub
"Bro, target memasuki perangkap. Kau ingin melihat langsung?""Aku sudah berada di lokasi. Di mana kau?"Gallen berdiri di belakang sebuah tiang besar, mengawasi seorang wanita yang baru saja turun dari mobil.Wanita itu memakai setelan tunik dan celana panjang yang terlihat modis. Sehelai masker dan kacamata hitam berbingkai lebar menutupi wajahnya yang lonjong.Sebuah topi bulat dengan hiasan sekuntum bunga teratai mekar meneduhi wajahnya yang tersembunyi dari terik matahari."Arah jam sembilan."Gallen mengerling ke titik yang disebutkan. Tampak bayangan Regan duduk di belakang roda kemudi, berlagak sedang membersihkan dashboard. Namun, matanya sering kali mengerling ke pintu gerbang."Aku pada titik jam satu."Pandangan keduanya segera bertemu begitu Gallen menutup panggilan telepon.Regan tersenyum seraya mengangguk ringan.Wanita itu telah memasuki lobi hotel. Regan mengikuti dari belakang layaknya juga seorang pengunjung.Gallen berjalan memutar. Memasuki hotel lewat pintu khusu
"Laura, memaafkan dan kembali bersama adalah dua hal yang berbeda! Jangan mengharapkan lebih dari apa yang dapat kuberikan dan pantas untuk kau dapatkan!"Binar di mata Laura sirna seketika. Tatapannya luruh ke tanah."Tapi aku masih sangat mencintaimu, Gallen! Tak bisakah kamu menceraikan istrimu dan kembali padaku?""Laura, rumah tangga bukan hanya tentang rasa cinta, tapi tentang komitmen dan saling percaya."Cinta adalah ungkapan rasa hati. Dan asal kau tahu, hati itu sangat rapuh. Mudah sekali terbolak-balik, seperti musim yang terus berganti."Sementara komitmen adalah keteguhan hati dalam memegang janji suci. Tak peduli sekuat apa semesta mengguncangnya, ia tak akan berubah. Tetap setia melewati berbagai cobaan dan rintangan."Namun, sekali komitmen itu hancur, maka yang tersisa hanyalah serpihan tak berwujud, dan tak akan pernah bisa kembali utuh seperti semula."Kau bukan hanya telah menghancurkan komitmen cintamu denganku, Laura, tapi juga telah membuangnya. Apa lagi yang bi
Hening!Orang itu tak menyahuti perkataan Gallen. Ia sama sekali tak membantah tuduhan Gallen."Siapa kau?"Gallen menekan beberapa titik di punggung orang itu dengan gerakan cepat. Mengunci tubuhnya agar tak bisa melarikan diri."Kamu apakan badanku, hah?! Lepaskan aku!"Gallen terkesiap. Ternyata sosok yang bersembunyi di balik coat panjang dengan kepala tertutup hoodie lebar itu adalah seorang perempuan."Kau tidak akan ke mana-mana sebelum aku mendapatkan apa yang kuinginkan darimu," bisik Gallen, dengan nada penuh penekanan.Beberapa pasang mata, dari orang-orang yang melintas hendak keluar masuk Rumah Sakit, mengerling curiga pada Gallen.Gallen pindah ke hadapan wanita itu. Tegak dengan sebelah tangan bersembunyi dalam saku celana.Posisi mereka seperti dua orang kenalan yang saling bercengkerama.Keinginan wanita itu untuk kabur dari Gallen melebihi kuatnya terjangan ombak yang mengempas batu karang. Sayang, sekujur tubuhnya tak bisa digerakkan."Tolong, lepaskan aku! Aku janj
"Ada apa ini? Kenapa semua terlihat canggung?" tanya Grizelle, merasa tak enak hati karena masuk tanpa mengetuk pintu."Ah, itu hanya perasaanmu saja!"Gallen menyongsong Grizelle, mengambil alih tas berukuran kecil, yang berisi pakaian Kimi."Instingku tak pernah salah," bisik Grizelle. "Aura ruangan ini agak aneh."Gallen tersenyum simpul. Ia akui Grizelle memiliki kepekaan yang luar biasa. Pantas saja ia tak pernah gagal dalam menyelidiki kasus kliennya."God! Ayah juga di sini?" seru Grizelle, bergegas menyalami Grath. "Huh! Sekarang aku tahu kenapa ruangan ini terasa aneh. Ternyata Adam dan Hawa bertemu kembali setelah terlempar dari surga ke belahan dunia yang berbeda.""Greeze, apa yang kamu katakan?" Pipi Kimi merona merah.Perumpamaan yang disematkan Grizelle pada dirinya dan Grath menurutnya terlalu berlebihan."Wah, Ayah juga sudah sembuh? Luar biasa! Memang ya ... lelaki akan melupakan segala rasa sakit dan kesedihannya begitu melihat senyum menawan sang istri," imbuh Griz
"Penjahat seperti David Kyler tidak akan mampu menyentuhku, Bu. Ibu tidak perlu mencemaskan aku. Pikirkan saja kesehatan Ibu! Ibu harus segera sembuh.""Kamu juga tidak perlu mengkhawatirkan aku secara berlebihan."Gallen meraih jemari Kimi. "Bu, aku takut. Jika terjadi sesuatu yang buruk pada Ibu, aku akan merasa bersalah seumur hidup. Aku akan dihantui perasaan menyesal.""Gallen, tidak ada yang perlu disesali dari sebuah takdir. Cepat atau lambat, kita semua akan meninggalkan dunia ini.""Aku tahu, Bu. Tapi aku akan menyesal karena aku belum sempat mempertemukan Ibu dengan ayah.""Kamu tidak perlu melakukan itu, Gallen." Kimi melengos. Matanya terasa panas."Kenapa? Apa Ibu tak lagi mencintai ayah?""Bukan. Bukan karena itu. Seumur hidupku, aku hanya mencintai satu orang pria. Dan Pria itu adalah ayahmu."Aku tidak pernah mencintai lelaki lain, dan tidak akan pernah bisa.""Tapi, kenapa Ibu tidak mau bertemu dengan ayah? Selama ini ayah juga menderita, Bu."Kimi berusaha untuk dudu
Bugh!Tendangan Gallen melempar David hingga menghantam dinding dan menyebabkan dinding itu jebol."Bawa dia!" titah Gallen pada dua orang anak buah Kenzie yang menonton aksinya."S–siap, Komandan!"Mereka gugup melihat kehebatan Gallen. Tak terbayang jika mereka yang berada di posisi David. Mengerikan.Cepat-cepat mereka mengangkat sosok David yang tergeletak di tanah.Suara dering ponsel memecah kesunyian di kamar isolasi Grath.Thomas meninggalkan komputer yang memuat laporan perkembangan kesehatan Grath. Berjalan sedikit menjauh setelah membaca nama Gallen pada layar monitor."Firasatku tidak enak menerima panggilan telepon darimu pagi-pagi begini," ujar Thomas dengan suara lirih."Apa istriku bersama Kakek? Aku tidak bisa menghubunginya.""Tidak. Ada apa?""Kek, kalau Grizelle datang menemui Kakek, tolong minta dia untuk ke rumah ibuku, mengambil baju. Ibuku dirawat di Rumah Sakit.""Ibumu dirawat?! Apa yang terjadi? Apa dia baik-baik saja?""Ceritanya panjang, Kek. Aku masih ada