Bunyi decit rem menjerit murka ketika Grizelle berhenti mendadak.Buru-buru Gallen turun dari motor dan menuliskan selembar cek, lalu menyerahkannya kepada si tukang ojek."Terima kasih, Bang! Tetaplah di sini sampai wanita itu mengizinkan aku masuk ke mobilnya!"Tukang ojek tersebut hanya mengangguk, seperti seseorang yang terkena hipnotis.Nyawanya seakan masih berserakan, tercecer di sepanjang jalan. Dan dia tengah berjuang untuk mengumpulkan kepingan-kepingan nyawa yang telah lebur diempas cemas.Gallen mengetuk kaca jendela mobil Grizelle. Tak ada sahutan. Grizelle menumpukan kening pada roda kemudi.Detak jantungnya tak terkendali. Terbayang bagaimana jika tadi mobilnya menghantam motor yang dikendarai Gallen."Grizelle! Buka!" teriak Gallen, mengetuk kaca lebih keras. "Grizelle!"Grizelle mengangkat kepala, menoleh seperti orang linglung. Perlahan jemarinya bergerak untuk menurunkan kaca jendela.Gallen tersenyum lebar. Merasa lega karena Grizelle mau sedikit melunak."Kamu gil
"Gallen, berhenti! Kamu salah jalan!""Enggak. Jalannya sudah benar kok. Tenang saja!""Benar apanya? Kamu pikir aku tidak hafal seluk beluk kota ini? Ini bukan jalan ke Rumah Sakit, Gallen!""Memang bukan." Gallen tersenyum tipis sambil mengoper gigi persneling."Kamu!""Kau lupa, nenek bilang apa? Kita butuh waktu untuk berdua dan keluar mencari udara segar. Aku sedang memenuhi permintaan nenek sekarang."Grizelle tak bisa berkata-kata. Lelaki yang tampak cuek ini ternyata merekam setiap detail perkataan Erina."Cih! Kamu sangat pandai memanfaatkan kesempatan," ledek Grizelle setelah terdiam cukup lama."Tidak juga. Aku hanya sedang berusaha menjadi calon cucu menantu yang baik dan patuh."Calon cucu menantu yang baik dan patuh? Kedengarannya akan mudah dikendalikan, tapi Grizelle yakin Gallen tidak sesederhana itu.Dalam ingatan Grizelle masih terpatri bahwa Gallen adalah sosok yang penuh misteri. Dia bahkan meragukan status Gallen yang bekerja sebagai OB."Em ... kamu ...."Grizel
Seperti anak ayam kehilangan induknya, Gallen berlari ke sana kemari. Menyerukan nama Grizelle dengan keringat cemas mengucur deras."Grizelle, di mana kamu?" Gallen mengusap wajah dengan kasar.Pandangan netra elangnya liar menyapu setiap penjuru taman. Ketika matanya merekam gerak seorang wanita yang terlihat syok, ia melesat menuju wanita itu."Grizelle!"Tangan Gallen menangkap tubuh Grizelle pada saat yang tepat."Ya Tuhan! Apa yang terjadi padamu?" Suara Gallen bergetar.Kelopak mata Grizelle setengah terbuka. "Kakek ....""Grizelle, hei! Bertahanlah!" Gallen membopong Grizelle.Namun, sebelum ia berhasil membawa gadis itu untuk berteduh, kilatan peristiwa melintas dalam penglihatan batinnya.Pagi itu, gumpalan awan kelabu menggantung pada bentang cakrawala. Dua lelaki berpakaian serba hitam menerobos masuk ke pekarangan sebuah rumah mewah setelah menidurkan sang penjaga dengan embusan segumpal asap rokok pada wajahnya.Grizelle keluar dari kamar sambil mengucek mata. Berjalan m
Gallen memacu mobilnya dengan kecepatan kilat menuju Rumah Sakit. Begitu tiba, ia membopong Grizelle ke ruang IGD, mengabaikan petugas yang menawarkan sebuah kursi roda. Itu terlalu lambat!"Tolong periksa calon istri saya, Dok!" pinta Gallen pada dokter muda yang berjalan mendekat.Dibaringkannya Grizelle di atas brankar. Gerakannya sangat hati-hati, seakan Grizelle adalah sebuah porselen langka berharga mahal.Dokter muda itu segera memeriksa Grizelle. Ia mengecek kerja organ vital Grizelle dengan menggunakan stetoskop. Lalu, mengintip bagian dalam kelopak mata Grizelle sebelah bawah."Kenapa dengan tunangan saya, Dok?" tanya Gallen tak sabar.Dokter muda itu bahkan belum berdiri dengan sempurna. Dia tersenyum maklum."Tidak apa-apa. Tunangan Anda hanya syok. Sepertinya dia pernah mengalami trauma dan kebetulan dihadapkan pada situasi yang membangkitkan kenangan buruk itu."Gallen teringat lintasan peristiwa saat dia menyentuh Grizelle. "Apa itu berbahaya?""Ada baiknya tunangan Anda
"Strategi Nyonya Besar benar-benar ampuh menaklukkan Nona.""Grizelle itu sangat keras kepala. Aku tidak akan pernah bisa memaksanya dengan bersikap keras." Erina menjauhkan rangkaian selang menyebalkan itu dari tubuhnya."Anda benar, Nyonya.""Tapi, sejak kemarin Grizelle tidak menjengukku. Ke mana dia? Apa dia sangat sibuk?"Erlan mendadak gugup. Tangannya yang semula di samping kini bersembunyi di belakang tubuhnya."Erlan? Apa kau sedang menyembunyikan sesuatu dariku?""Um ... anu ... itu ....""A, u, a, u ... bicara yang benar. Kamu mau aku jatuh sakit lagi?""Eh, tidak, Nyonya!" Tidak ada gunanya bersikeras untuk menghindar. "Tapi ... Nyonya harus menyiapkan hati.""Apa maksudmu? Apa terjadi sesuatu yang buruk pada cucuku?""Oh, tidak. Bukan persis seperti itu, Nyonya. Hanya saja, Nona Muda tidak bisa membesuk Nyonya karena ...."Erlan mengamati ekspresi Erina, mempelajari perubahan emosi pada wajahnya yang masih tampak pucat."Katakan saja! Aku bisa mati penasaran kalau kamu te
"Saya terima nikah dan kawinnya Grizelle Dayyan binti Alexander Dayyan dengan mas kawin satu set perhiasan dibayar tunai!""Bagaimana saksi? Sah?""Saaah!"Bukan hanya para saksi yang menggaungkan kata sah atas ucapan kabul yang diikrarkan Gallen dengan lancar dan dalam satu tarikan napas, walaupun juga dibarengi dengan tetes keringat yang membasuh rasa grogi."Alhamdulillah. Mari kita berdoa—""Ada acara apa ini?" Suara perempuan bernada tanya menahan kalimat doa yang menggantung di ujung lidah penghulu.Perempuan yang baru tiba itu masuk, diiringi tiga orang lainnya. Dia adalah Miranda, bersama orang tua dan kakak laki-lakinya. Mereka baru saja pulang dari menikmati liburan."Bagus kalian masih ingat jalan pulang," sindir Erina tanpa beranjak dari tempat duduknya. "Duduk dan diamlah! Jangan mengganggu kekhidmatan acara yang sedang berlangsung!"Erina segera berpaling pada penghulu dan berkata dengan nada lembut, tapi tegas, "Silakan dilanjutkan, Pak Penghulu! Abaikan saja mereka!"S
"Miranda! Tutup mulutmu! Kalau kamu hanya ingin membuat keributan, tinggalkan tempat ini!"Erina tak segan mengusir Miranda, walaupun disaksikan banyak orang."Nenek, aku hanya mengemukakan pendapat. Kenapa tidak boleh?""Apa yang dikatakan Miranda betul, Bu. Suami cucu kesayanganmu itu cuma orang pinggiran. Bekerja seumur hidup pun belum tentu dia mampu mengusahakan perhiasan asli." Abizam mencibir. "Ibu memungut dari mana cucu menantu seperti itu?"Plak!Tangan Erina melayang dan mendarat di kepala Abizam."Aduh! Kenapa Ibu memukulku? Aku mengatakan yang sebenarnya."Kini cubitan jari Erina bersarang pada lengan atas Abizam. Menyobek kulitnya dengan rasa perih yang luar biasa."Aaakh ... sakit, Bu!" Abizam menjerit seperti anak kecil.Adegan konyol itu meledakkan tawa tertahan para tamu.Erina mencopot sebelah kaus kakinya dan menjejalkan kain yang mulai dibasahi keringat itu ke mulut Abizam. "Makan ini! Sekali lagi mulutmu mengeluarkan kata tak berguna, kupastikan tidak akan ada or
Lelaki sampah? Mempermalukan keluarga?Kulit kisut Erina menegang mendengar umpatan yang ditujukan Miranda untuk Gallen.Plak!Semua orang tercengang melihat Erina menampar Miranda.Selama ini Erina dikenal sebagai sosok yang berhati lembut. Walaupun dia juga tersohor dengan sifat tegasnya, dia tidak pemarah.Akan tetapi, hari ini semua orang sudah menyaksikan sisi lain Erina.Miranda dan ayahnya telah membangunkan ular tidur. Dan sekarang mereka harus menanggung akibat dari kemarahannya.Miranda tak mampu berkata-kata. Ia terlalu syok menerima perlakuan kasar Erina.Sejak kecil, belum pernah sekali pun Erina bersikap ringan tangan kepadanya. Setiap kali dia melakukan kesalahan, Erina hanya akan menegurnya atau mendiamkannya selama beberapa hari hingga kekesalannya mereda.Abizam memuntahkan kaus kaki di mulutnya. Dia ikut bangkit."Bu, apa yang telah Ibu lakukan?" tanyanya dengan kemarahan yang tertahan, "Ibu tega memukul cucu sendiri demi membela lelaki asing itu?""Dia cucu menantu
"Nyonya Bellona Hopkins?!" seru Gallen, kaget. "Tidak. Anda datang pada waktu yang tepat. Mari bergabung bersama keluargaku!""Iya, Nyonya. Ayo duduk sini!" Kimi menjemput Bellona."Terima kasih!" Bellona merasa terharu dengan sambutan Gallen dan keluarganya. "Sebenarnya, aku ke sini ingin minta maaf pada Gallen atas namaku dan juga Atha. Aku terlalu serakah dan mementingkan anakku.""Seorang ibu selalu menginginkan yang terbaik untuk anaknya. Itu bisa dimaklumi, Nyonya," sahut Gallen. "Kami juga minta maaf karena telah melaporkan Anda dengan beberapa tindak kejahatan yang tidak Anda lakukan."Wajah Gallen kecut, merasa bersalah."Itu bukan kesalahanmu sepenuhnya. Wanita berhati iblis itu yang sangat pandai menipu orang." Muka Bellona menggelap. "Kalau aku tahu Bibi Rose menggunakan wajahku untuk berbuat jahat, aku pasti telah lebih dulu menyeretnya ke penjara. Dia benar-benar licik!""Dia pasti mempelajari keterampilan make-up saat berada di Korea Selatan," timpal Kimi."Betul. Itu ar
Gallen melangkah gontai memasuki rumah. Ia melewati Grizelle yang duduk santai di ruang tengah begitu saja.Namun, ketika sudut matanya menangkap bayang Grizelle saat hendak menaiki tangga, ia berbalik.Tanpa malu-malu ia merebahkan diri dan meletakkan kepala di pangkuan Grizelle yang duduk berjuntai di atas sofa.Grizelle mengelus rambut Gallen yang jatuh ke kening."Kamu dari mana saja? Aku sangat khawatir. Teleponmu tidak aktif."Gallen merogoh saku, mengeluarkan ponsel. "Ck! Baterainya habis.""Sini! Kubantu mengisikan dayanya.""Nanti saja! Aku masih mau seperti ini." Gallen menaruh ponsel di atas meja, lalu melingkarkan lengan pada pinggang Grizelle.Saat hatinya sedang galau dan pikiran kacau, berbaring di pangkuan Grizelle bikin nyaman.Wangi vanila berpadu dengan aroma alami tubuh Grizelle menghadirkan perasaan tenang di hati Gallen.Setelah cukup lama menikmati kehangatan pangkuan Grizelle, Gallen bangkit. Mengecup kening Grizelle."Terima kasih. Bersamamu, aku selalu merasa
"Kenapa? Kaget? Hahaha ...."Wanita itu tak peduli dengan keberadaan polisi dan tangannya yang terbogol. Ia tertawa, seperti telah kehilangan kewarasannya.Gallen bukan hanya kaget, tapi syok. Tak menyangka orang yang selama ini dikenalnya begitu baik dan berada di pihaknya, ternyata merupakan dalang dari segala kemalangan yang menimpa keluarganya."Bibi Rose, katakan bahwa ini tidak benar!""Hahaha ... sayangnya, inilah kenyataannya."Gallen menggeleng-geleng. Masih sulit memercayai kebenaran yang terpampang di depan mata."Kenapa, Bi? Bukankah nenekku selalu memperlakukan Bibi dengan baik?"Gallen masih ingat, walaupun samar, neneknya tidak pernah memperlakukan Bibi Rose dengan kasar.Rianna bahkan memercayai Bibi Rose menjadi pelayan pribadinya. Neneknya bahkan tak pernah perhitungan dalam membelikan pakaian dan memenuhi kebutuhan Bibi Rose.Tapi lihat balasan yang diberikan wanita itu! Hanya pengkhianatan terhadap keluarganya."Baik? Cih! Nenekmu bahkan lebih licik dari seekor rub
"Bro, target memasuki perangkap. Kau ingin melihat langsung?""Aku sudah berada di lokasi. Di mana kau?"Gallen berdiri di belakang sebuah tiang besar, mengawasi seorang wanita yang baru saja turun dari mobil.Wanita itu memakai setelan tunik dan celana panjang yang terlihat modis. Sehelai masker dan kacamata hitam berbingkai lebar menutupi wajahnya yang lonjong.Sebuah topi bulat dengan hiasan sekuntum bunga teratai mekar meneduhi wajahnya yang tersembunyi dari terik matahari."Arah jam sembilan."Gallen mengerling ke titik yang disebutkan. Tampak bayangan Regan duduk di belakang roda kemudi, berlagak sedang membersihkan dashboard. Namun, matanya sering kali mengerling ke pintu gerbang."Aku pada titik jam satu."Pandangan keduanya segera bertemu begitu Gallen menutup panggilan telepon.Regan tersenyum seraya mengangguk ringan.Wanita itu telah memasuki lobi hotel. Regan mengikuti dari belakang layaknya juga seorang pengunjung.Gallen berjalan memutar. Memasuki hotel lewat pintu khusu
"Laura, memaafkan dan kembali bersama adalah dua hal yang berbeda! Jangan mengharapkan lebih dari apa yang dapat kuberikan dan pantas untuk kau dapatkan!"Binar di mata Laura sirna seketika. Tatapannya luruh ke tanah."Tapi aku masih sangat mencintaimu, Gallen! Tak bisakah kamu menceraikan istrimu dan kembali padaku?""Laura, rumah tangga bukan hanya tentang rasa cinta, tapi tentang komitmen dan saling percaya."Cinta adalah ungkapan rasa hati. Dan asal kau tahu, hati itu sangat rapuh. Mudah sekali terbolak-balik, seperti musim yang terus berganti."Sementara komitmen adalah keteguhan hati dalam memegang janji suci. Tak peduli sekuat apa semesta mengguncangnya, ia tak akan berubah. Tetap setia melewati berbagai cobaan dan rintangan."Namun, sekali komitmen itu hancur, maka yang tersisa hanyalah serpihan tak berwujud, dan tak akan pernah bisa kembali utuh seperti semula."Kau bukan hanya telah menghancurkan komitmen cintamu denganku, Laura, tapi juga telah membuangnya. Apa lagi yang bi
Hening!Orang itu tak menyahuti perkataan Gallen. Ia sama sekali tak membantah tuduhan Gallen."Siapa kau?"Gallen menekan beberapa titik di punggung orang itu dengan gerakan cepat. Mengunci tubuhnya agar tak bisa melarikan diri."Kamu apakan badanku, hah?! Lepaskan aku!"Gallen terkesiap. Ternyata sosok yang bersembunyi di balik coat panjang dengan kepala tertutup hoodie lebar itu adalah seorang perempuan."Kau tidak akan ke mana-mana sebelum aku mendapatkan apa yang kuinginkan darimu," bisik Gallen, dengan nada penuh penekanan.Beberapa pasang mata, dari orang-orang yang melintas hendak keluar masuk Rumah Sakit, mengerling curiga pada Gallen.Gallen pindah ke hadapan wanita itu. Tegak dengan sebelah tangan bersembunyi dalam saku celana.Posisi mereka seperti dua orang kenalan yang saling bercengkerama.Keinginan wanita itu untuk kabur dari Gallen melebihi kuatnya terjangan ombak yang mengempas batu karang. Sayang, sekujur tubuhnya tak bisa digerakkan."Tolong, lepaskan aku! Aku janj
"Ada apa ini? Kenapa semua terlihat canggung?" tanya Grizelle, merasa tak enak hati karena masuk tanpa mengetuk pintu."Ah, itu hanya perasaanmu saja!"Gallen menyongsong Grizelle, mengambil alih tas berukuran kecil, yang berisi pakaian Kimi."Instingku tak pernah salah," bisik Grizelle. "Aura ruangan ini agak aneh."Gallen tersenyum simpul. Ia akui Grizelle memiliki kepekaan yang luar biasa. Pantas saja ia tak pernah gagal dalam menyelidiki kasus kliennya."God! Ayah juga di sini?" seru Grizelle, bergegas menyalami Grath. "Huh! Sekarang aku tahu kenapa ruangan ini terasa aneh. Ternyata Adam dan Hawa bertemu kembali setelah terlempar dari surga ke belahan dunia yang berbeda.""Greeze, apa yang kamu katakan?" Pipi Kimi merona merah.Perumpamaan yang disematkan Grizelle pada dirinya dan Grath menurutnya terlalu berlebihan."Wah, Ayah juga sudah sembuh? Luar biasa! Memang ya ... lelaki akan melupakan segala rasa sakit dan kesedihannya begitu melihat senyum menawan sang istri," imbuh Griz
"Penjahat seperti David Kyler tidak akan mampu menyentuhku, Bu. Ibu tidak perlu mencemaskan aku. Pikirkan saja kesehatan Ibu! Ibu harus segera sembuh.""Kamu juga tidak perlu mengkhawatirkan aku secara berlebihan."Gallen meraih jemari Kimi. "Bu, aku takut. Jika terjadi sesuatu yang buruk pada Ibu, aku akan merasa bersalah seumur hidup. Aku akan dihantui perasaan menyesal.""Gallen, tidak ada yang perlu disesali dari sebuah takdir. Cepat atau lambat, kita semua akan meninggalkan dunia ini.""Aku tahu, Bu. Tapi aku akan menyesal karena aku belum sempat mempertemukan Ibu dengan ayah.""Kamu tidak perlu melakukan itu, Gallen." Kimi melengos. Matanya terasa panas."Kenapa? Apa Ibu tak lagi mencintai ayah?""Bukan. Bukan karena itu. Seumur hidupku, aku hanya mencintai satu orang pria. Dan Pria itu adalah ayahmu."Aku tidak pernah mencintai lelaki lain, dan tidak akan pernah bisa.""Tapi, kenapa Ibu tidak mau bertemu dengan ayah? Selama ini ayah juga menderita, Bu."Kimi berusaha untuk dudu
Bugh!Tendangan Gallen melempar David hingga menghantam dinding dan menyebabkan dinding itu jebol."Bawa dia!" titah Gallen pada dua orang anak buah Kenzie yang menonton aksinya."S–siap, Komandan!"Mereka gugup melihat kehebatan Gallen. Tak terbayang jika mereka yang berada di posisi David. Mengerikan.Cepat-cepat mereka mengangkat sosok David yang tergeletak di tanah.Suara dering ponsel memecah kesunyian di kamar isolasi Grath.Thomas meninggalkan komputer yang memuat laporan perkembangan kesehatan Grath. Berjalan sedikit menjauh setelah membaca nama Gallen pada layar monitor."Firasatku tidak enak menerima panggilan telepon darimu pagi-pagi begini," ujar Thomas dengan suara lirih."Apa istriku bersama Kakek? Aku tidak bisa menghubunginya.""Tidak. Ada apa?""Kek, kalau Grizelle datang menemui Kakek, tolong minta dia untuk ke rumah ibuku, mengambil baju. Ibuku dirawat di Rumah Sakit.""Ibumu dirawat?! Apa yang terjadi? Apa dia baik-baik saja?""Ceritanya panjang, Kek. Aku masih ada