"Apakah kau telah melupakan tujuanmu, Bro? Atau terjadi sesuatu yang buruk pada keluargamu?"Kenzie menepuk pundak Gallen.Gallen terperanjat. Otaknya masih belum bisa berpikir dengan jernih. "Oh, bukan apa-apa."Gallen kembali ke tempat duduknya, tetapi hatinya tidak tenang. Raganya memang masih berada di ruangan itu. Namun, pikirannya tertuju pada Erina dan Grizelle.Telepon Erlan yang terputus saat dia mengangkatnya membuat perasaannya tidak enak. Bagaimana kalau kondisi Erina semakin kritis?Grizelle pasti merasa sangat kacau. Dan dia benar-benar butuh seseorang untuk berbagi beban."Bos, kelihatannya kau sedang tidak baik. Ada yang mengganggu pikiranmu?" Kenzie kembali bertanya.Selama mendampingi Gallen dalam berbagai kesempatan, untuk pertama kalinya dia melihat Gallen kehilangan fokus pada tujuannya.Lelaki itu juga terlihat linglung dan kehilangan separuh jiwa.Itu benar!Gallen sedang terombang-ambing di tengah lautan keraguan. Jiwanya seakan terkoyak karena ditarik dari dua
Di ruang VIP 1 Rumah Sakit, Grizelle berwajah sembap, memandangi tubuh ringkih Erina yang terlihat seperti robot telah dipreteli.Beragam selang menempel pada kulit kisut Erina. Bunyi mesin perekam detak jantung terdengar laksana suara pukulan gong dalam ruangan sunyi itu.Hidung bangir Grizelle merah dan terus menerus mengeluarkan cairan bening. Helaian tisu nyaris memenuhi tempat sampah di sisi ranjang Erina."Bertahanlah, Nek! Nenek harus bangun ... demi aku, Nek." Grizelle mengusap lembut punggung tangan Erina. "Aku janji ... kalau Nenek membuka mata, aku akan menuruti semua permintaan Nenek."Nek ... Nenek tidak mungkin tega meninggalkan aku, kan? Aku tidak punya siapa-siapa lagi. Aku cuma punya Nenek. Bangun, Nek!"Jangan tinggalkan aku sendiri!"Grizelle kembali terisak."Kau tidak sendiri. Kau masih punya aku. Aku akan selalu bersamamu."Gallen melangkah santai mendekati Grizelle. Hatinya tercabik-cabik saat mendengar ratap pilu gadis pujaannya.Ingin ia mengulurkan tangan dan
"Neneeek!" Grizelle memekik histeris.Tubuh Erina terlonjak hebat secara tiba-tiba. Mesin perekam detak jantung mengeluarkan decit melengking panjang.Derap langkah kaki dokter dan perawat terdengar bagai kuda berlari kencang.Begitu dokter melakukan tindakan sebagai upaya penyelamatan, Grizelle menyudut. Ia menggigit ujung jemarinya yang gemetar.Gallen tak mampu lagi menahan diri saat menyaksikan gadis itu sangat rapuh.Ia menjangkau pundak Grizelle. Dan menyediakan dada bidangnya untuk menyembunyikan tangis Grizelle."Nenek akan baik-baik saja. Percayalah!" hibur Gallen seraya menenangkan Grizelle dengan usapan lembut pada punggungnya."Aku ... aku tidak mau nenek mati!""Nenek akan tetap hidup. Dokter sedang berjuang untuk menyelamatkan nenek. Mari kita bantu dengan doa!"Entah kenapa kata-kata menghibur dan suara lembut Gallen terasa menyentuh dan begitu menenangkan bagi Grizelle.Kita? Satu kata itu sungguh ajaib! Tiba-tiba saja Grizelle tak lagi merasa sendirian. Ia masih punya
"Em ... Ayah, apa Ayah sibuk hari ini?" tanya Gallen, menyeka mulutnya setelah menelan suapan terakhir dari sarapan paginya."Huh? Tidak juga. Hanya ke bengkel, seperti biasa. Kenapa? Kau membutuhkan bantuanku?""Iya, Yah. Sebagai lelaki, ada hal penting yang ingin kulakukan hari ini, tapi ... aku membutuhkan kehadiran Ayah untuk menyampaikan niatku."Ghifari urung menjejali mulutnya dengan makanan. "Sebentar, biar kutebak! Aku tidak ingin salah memahami permintaanmu. Kau ingin aku meminang seorang gadis untukmu. Benar begitu?"Gallen mengangguk pelan."Ah, jadi ... itu sebabnya kau membiarkan Falisha menyelesaikan sarapannya lebih dulu dan pergi?"Lagi-lagi Gallen mengangguk."Hei! Kau tidak perlu bersikap malu-malu seperti gadis perawan!" goda Ghifari, "usiamu sudah kepala tiga. Memang sudah sepantasnya kau menikah dan membina rumah tangga."Ghifari terkekeh. Namun, sudut matanya menjatuhkan bulir bening. Ia terharu. Sungguh ia tak menyangka akan secepat ini ia melepaskan anak bujan
"Ayah, tunggu!" Gallen menahan langkah Ghifari. "Ayah salah paham.""Salah paham bagaimana? Jelas-jelas mereka tidak tulus menerimamu sebagai calon anggota keluarga baru," sanggah Ghifari, "Kalau tulus, mereka tidak akan meminta untuk melakukan cek kesahatan saat ingin melamar. Untuk apa? Untuk mengecek kesuburanmu atau mencari jejak bukti kenakalanmu sebagai lelaki?"Apa pun alasannya, aku tak terima. Itu sangat melukai harga diriku sebagai orang tua. Secara tidak langsung, mereka menganggapku tidak becus dalam membesarkan dan mendidik anak.""Ayah, tenanglah. Orang-orang jadi memperhatikan kita. Apa Ayah tidak malu?"Ghifari mengedarkan pandangan berkeliling. Gallen benar. Setiap orang yang keluar masuk Rumah Sakit itu melirik ke arah mereka, walaupun sungkan untuk memperlihatkan ketertarikan mereka secara terang-terangan.Ghifari mendesah lesu."Dengarkan aku, Ayah! Apa yang melintas di pikiran Ayah itu tidak benar. Percayalah padaku! Nenek calon istriku tidak memiliki pikiran sepi
"Baiklah. Diam berarti setuju." Ghifari tersenyum lebar. "Terima kasih, Nak!"Grizelle ternganga. Dia belum mengatakan apa-apa, tetapi Ghifari sudah menyimpulkan bahwa dia menerima pinangan Gallen.Dia lupa bahwa dalam agama Islam, diamnya seorang gadis saat dimintai pendapat pada proses khitbah merupakan izin darinya.Erina mengulum senyum. "Cucuku anak yang berbakti. Gallen, jagalah dia dengan baik!""I–iya, Nek. Tentu! Aku akan melindungi Grizelle dengan segenap jiwa dan ragaku. Tapi, Nek ....""Apa lagi? Bukankah dia sudah bersedia menikah denganmu? Apakah kau masih belum puas?""Em ... anu ... aku ...." Gallen bingung harus bagaimana menyampaikan isi pikirannya pada Erina."Kenapa? Apa ada kodok yang tersangkut di tenggorokanmu?""Ah, Nyonya ... mungkin anak saya ingin menanyakan soal mahar," sela Ghifari."Terserah!" Grizelle langsung menyerobot sebelum Erina membuka mulut."Beres, kan?" tanya Erina, melirik Gallen yang berkeringat dingin."Nak, lebih baik kau sebutkan secara sp
"Arabelle? Apa yang kau lakukan?!""Apa yang kulakukan? Gallen, aku hanya mengungkapkan rasa rinduku padamu. Apa itu salah?"Arabelle menyahut manja sembari mengulurkan lagi kedua tangannya untuk menjangkau Gallen.Di tempat duduknya, Grizelle memotong daging ayam di piringnya dengan kekuatan penuh.Tuing!Potongan ayam dari piring Grizelle terbang dan mendarat di pipi kiri Arabelle sebelum meluruh ke lantai."Apa-apaan ini?!" pekik Arabelle setelah pulih dari rasa kaget.Gallen menahan tawa seraya berputar ke samping. Mengamati ekspresi Grizelle. Kilatan senang berkelebat pada netra birunya saat mendapati wajah Grizelle merah padam."Heh, wanita kampung! Lihat apa yang telah kamu lakukan padaku! Kamu iri ya dengan kecantikanku?!"Arabelle menarik lengan Grizelle sehingga pisau yang berada di genggamannya terlepas."Setiap wanita memiliki kecantikan yang unik. Kenapa aku harus iri padamu?""Omong kosong! Buktinya, kamu sengaja mengotori wajahku dengan daging ayam itu!"Grizelle mengama
"Tidaaak! Aku tidak percaya. Kamu pasti bohong!" Arabelle keukeh dengan keyakinannya. "Kamu tidak akan menyelamatkan aku waktu itu kalau kamu tidak memiliki perasaan padaku.""Hah!" Gallen menepuk jidat.Kejadian itu sudah cukup lama berlalu dan dia bahkan telah melupakannya."Nona, apa Anda baik-baik saja?" tanya Gallen, beralih ke bahasa formal setelah melihat Arabelle semakin kacau.Gadis itu menjambak rambutnya sendiri. Bola matanya bergerak liar dengan tatapan yang kosong.Seorang perempuan berlari ke arah Arabelle. "Nona, bukankah Anda meminta saya untuk mengambilkan tas Anda? Tapi, kenapa Anda meninggalkan saya? Saya jadi kalang kabut mencari Anda."Perempuan itu merapikan rambut Arabelle dan menyeka air mata gadis itu. "Syukurlah Anda tidak kenapa-napa."Gallen memperhatikan interaksi dua perempuan itu dengan sebelah alis terangkat. Ada yang salah dengan Arabelle."Maaf, Tuan. Nona kami sedang sakit," ujar perempuan itu pada Gallen."Siapa yang sakit? Aku tidak sakit!" hardik
"Nyonya Bellona Hopkins?!" seru Gallen, kaget. "Tidak. Anda datang pada waktu yang tepat. Mari bergabung bersama keluargaku!""Iya, Nyonya. Ayo duduk sini!" Kimi menjemput Bellona."Terima kasih!" Bellona merasa terharu dengan sambutan Gallen dan keluarganya. "Sebenarnya, aku ke sini ingin minta maaf pada Gallen atas namaku dan juga Atha. Aku terlalu serakah dan mementingkan anakku.""Seorang ibu selalu menginginkan yang terbaik untuk anaknya. Itu bisa dimaklumi, Nyonya," sahut Gallen. "Kami juga minta maaf karena telah melaporkan Anda dengan beberapa tindak kejahatan yang tidak Anda lakukan."Wajah Gallen kecut, merasa bersalah."Itu bukan kesalahanmu sepenuhnya. Wanita berhati iblis itu yang sangat pandai menipu orang." Muka Bellona menggelap. "Kalau aku tahu Bibi Rose menggunakan wajahku untuk berbuat jahat, aku pasti telah lebih dulu menyeretnya ke penjara. Dia benar-benar licik!""Dia pasti mempelajari keterampilan make-up saat berada di Korea Selatan," timpal Kimi."Betul. Itu ar
Gallen melangkah gontai memasuki rumah. Ia melewati Grizelle yang duduk santai di ruang tengah begitu saja.Namun, ketika sudut matanya menangkap bayang Grizelle saat hendak menaiki tangga, ia berbalik.Tanpa malu-malu ia merebahkan diri dan meletakkan kepala di pangkuan Grizelle yang duduk berjuntai di atas sofa.Grizelle mengelus rambut Gallen yang jatuh ke kening."Kamu dari mana saja? Aku sangat khawatir. Teleponmu tidak aktif."Gallen merogoh saku, mengeluarkan ponsel. "Ck! Baterainya habis.""Sini! Kubantu mengisikan dayanya.""Nanti saja! Aku masih mau seperti ini." Gallen menaruh ponsel di atas meja, lalu melingkarkan lengan pada pinggang Grizelle.Saat hatinya sedang galau dan pikiran kacau, berbaring di pangkuan Grizelle bikin nyaman.Wangi vanila berpadu dengan aroma alami tubuh Grizelle menghadirkan perasaan tenang di hati Gallen.Setelah cukup lama menikmati kehangatan pangkuan Grizelle, Gallen bangkit. Mengecup kening Grizelle."Terima kasih. Bersamamu, aku selalu merasa
"Kenapa? Kaget? Hahaha ...."Wanita itu tak peduli dengan keberadaan polisi dan tangannya yang terbogol. Ia tertawa, seperti telah kehilangan kewarasannya.Gallen bukan hanya kaget, tapi syok. Tak menyangka orang yang selama ini dikenalnya begitu baik dan berada di pihaknya, ternyata merupakan dalang dari segala kemalangan yang menimpa keluarganya."Bibi Rose, katakan bahwa ini tidak benar!""Hahaha ... sayangnya, inilah kenyataannya."Gallen menggeleng-geleng. Masih sulit memercayai kebenaran yang terpampang di depan mata."Kenapa, Bi? Bukankah nenekku selalu memperlakukan Bibi dengan baik?"Gallen masih ingat, walaupun samar, neneknya tidak pernah memperlakukan Bibi Rose dengan kasar.Rianna bahkan memercayai Bibi Rose menjadi pelayan pribadinya. Neneknya bahkan tak pernah perhitungan dalam membelikan pakaian dan memenuhi kebutuhan Bibi Rose.Tapi lihat balasan yang diberikan wanita itu! Hanya pengkhianatan terhadap keluarganya."Baik? Cih! Nenekmu bahkan lebih licik dari seekor rub
"Bro, target memasuki perangkap. Kau ingin melihat langsung?""Aku sudah berada di lokasi. Di mana kau?"Gallen berdiri di belakang sebuah tiang besar, mengawasi seorang wanita yang baru saja turun dari mobil.Wanita itu memakai setelan tunik dan celana panjang yang terlihat modis. Sehelai masker dan kacamata hitam berbingkai lebar menutupi wajahnya yang lonjong.Sebuah topi bulat dengan hiasan sekuntum bunga teratai mekar meneduhi wajahnya yang tersembunyi dari terik matahari."Arah jam sembilan."Gallen mengerling ke titik yang disebutkan. Tampak bayangan Regan duduk di belakang roda kemudi, berlagak sedang membersihkan dashboard. Namun, matanya sering kali mengerling ke pintu gerbang."Aku pada titik jam satu."Pandangan keduanya segera bertemu begitu Gallen menutup panggilan telepon.Regan tersenyum seraya mengangguk ringan.Wanita itu telah memasuki lobi hotel. Regan mengikuti dari belakang layaknya juga seorang pengunjung.Gallen berjalan memutar. Memasuki hotel lewat pintu khusu
"Laura, memaafkan dan kembali bersama adalah dua hal yang berbeda! Jangan mengharapkan lebih dari apa yang dapat kuberikan dan pantas untuk kau dapatkan!"Binar di mata Laura sirna seketika. Tatapannya luruh ke tanah."Tapi aku masih sangat mencintaimu, Gallen! Tak bisakah kamu menceraikan istrimu dan kembali padaku?""Laura, rumah tangga bukan hanya tentang rasa cinta, tapi tentang komitmen dan saling percaya."Cinta adalah ungkapan rasa hati. Dan asal kau tahu, hati itu sangat rapuh. Mudah sekali terbolak-balik, seperti musim yang terus berganti."Sementara komitmen adalah keteguhan hati dalam memegang janji suci. Tak peduli sekuat apa semesta mengguncangnya, ia tak akan berubah. Tetap setia melewati berbagai cobaan dan rintangan."Namun, sekali komitmen itu hancur, maka yang tersisa hanyalah serpihan tak berwujud, dan tak akan pernah bisa kembali utuh seperti semula."Kau bukan hanya telah menghancurkan komitmen cintamu denganku, Laura, tapi juga telah membuangnya. Apa lagi yang bi
Hening!Orang itu tak menyahuti perkataan Gallen. Ia sama sekali tak membantah tuduhan Gallen."Siapa kau?"Gallen menekan beberapa titik di punggung orang itu dengan gerakan cepat. Mengunci tubuhnya agar tak bisa melarikan diri."Kamu apakan badanku, hah?! Lepaskan aku!"Gallen terkesiap. Ternyata sosok yang bersembunyi di balik coat panjang dengan kepala tertutup hoodie lebar itu adalah seorang perempuan."Kau tidak akan ke mana-mana sebelum aku mendapatkan apa yang kuinginkan darimu," bisik Gallen, dengan nada penuh penekanan.Beberapa pasang mata, dari orang-orang yang melintas hendak keluar masuk Rumah Sakit, mengerling curiga pada Gallen.Gallen pindah ke hadapan wanita itu. Tegak dengan sebelah tangan bersembunyi dalam saku celana.Posisi mereka seperti dua orang kenalan yang saling bercengkerama.Keinginan wanita itu untuk kabur dari Gallen melebihi kuatnya terjangan ombak yang mengempas batu karang. Sayang, sekujur tubuhnya tak bisa digerakkan."Tolong, lepaskan aku! Aku janj
"Ada apa ini? Kenapa semua terlihat canggung?" tanya Grizelle, merasa tak enak hati karena masuk tanpa mengetuk pintu."Ah, itu hanya perasaanmu saja!"Gallen menyongsong Grizelle, mengambil alih tas berukuran kecil, yang berisi pakaian Kimi."Instingku tak pernah salah," bisik Grizelle. "Aura ruangan ini agak aneh."Gallen tersenyum simpul. Ia akui Grizelle memiliki kepekaan yang luar biasa. Pantas saja ia tak pernah gagal dalam menyelidiki kasus kliennya."God! Ayah juga di sini?" seru Grizelle, bergegas menyalami Grath. "Huh! Sekarang aku tahu kenapa ruangan ini terasa aneh. Ternyata Adam dan Hawa bertemu kembali setelah terlempar dari surga ke belahan dunia yang berbeda.""Greeze, apa yang kamu katakan?" Pipi Kimi merona merah.Perumpamaan yang disematkan Grizelle pada dirinya dan Grath menurutnya terlalu berlebihan."Wah, Ayah juga sudah sembuh? Luar biasa! Memang ya ... lelaki akan melupakan segala rasa sakit dan kesedihannya begitu melihat senyum menawan sang istri," imbuh Griz
"Penjahat seperti David Kyler tidak akan mampu menyentuhku, Bu. Ibu tidak perlu mencemaskan aku. Pikirkan saja kesehatan Ibu! Ibu harus segera sembuh.""Kamu juga tidak perlu mengkhawatirkan aku secara berlebihan."Gallen meraih jemari Kimi. "Bu, aku takut. Jika terjadi sesuatu yang buruk pada Ibu, aku akan merasa bersalah seumur hidup. Aku akan dihantui perasaan menyesal.""Gallen, tidak ada yang perlu disesali dari sebuah takdir. Cepat atau lambat, kita semua akan meninggalkan dunia ini.""Aku tahu, Bu. Tapi aku akan menyesal karena aku belum sempat mempertemukan Ibu dengan ayah.""Kamu tidak perlu melakukan itu, Gallen." Kimi melengos. Matanya terasa panas."Kenapa? Apa Ibu tak lagi mencintai ayah?""Bukan. Bukan karena itu. Seumur hidupku, aku hanya mencintai satu orang pria. Dan Pria itu adalah ayahmu."Aku tidak pernah mencintai lelaki lain, dan tidak akan pernah bisa.""Tapi, kenapa Ibu tidak mau bertemu dengan ayah? Selama ini ayah juga menderita, Bu."Kimi berusaha untuk dudu
Bugh!Tendangan Gallen melempar David hingga menghantam dinding dan menyebabkan dinding itu jebol."Bawa dia!" titah Gallen pada dua orang anak buah Kenzie yang menonton aksinya."S–siap, Komandan!"Mereka gugup melihat kehebatan Gallen. Tak terbayang jika mereka yang berada di posisi David. Mengerikan.Cepat-cepat mereka mengangkat sosok David yang tergeletak di tanah.Suara dering ponsel memecah kesunyian di kamar isolasi Grath.Thomas meninggalkan komputer yang memuat laporan perkembangan kesehatan Grath. Berjalan sedikit menjauh setelah membaca nama Gallen pada layar monitor."Firasatku tidak enak menerima panggilan telepon darimu pagi-pagi begini," ujar Thomas dengan suara lirih."Apa istriku bersama Kakek? Aku tidak bisa menghubunginya.""Tidak. Ada apa?""Kek, kalau Grizelle datang menemui Kakek, tolong minta dia untuk ke rumah ibuku, mengambil baju. Ibuku dirawat di Rumah Sakit.""Ibumu dirawat?! Apa yang terjadi? Apa dia baik-baik saja?""Ceritanya panjang, Kek. Aku masih ada