Setelah melewati penerbangan selama satu jam setengah, Gallen dan Kenzie menginjakkan kaki di ibukota negara.Sebuah taksi membawa mereka ke hotel begitu keluar dari bandara."Kita masih punya waktu untuk sedikit bersenang-senang sebelum acara lelang dimulai," kata Kenzie, melirik arloji di pergelangan tangannya. "Mau keluar sebentar?"Gallen melempar pandang pada jam dinding. Kenzie benar. Mereka masih bisa santai menikmati hari selama dua jam. Pasti akan sangat membosankan bila terus mengurung diri di kamar hotel."Boleh. Kebetulan aku merasa sedikit lapar.""Ah, aku tahu makanan enak yang bisa kita coba."Kenzie tampak bersemangat. Ia merapikan rambutnya dengan bersisirkan jari sambil bersiul menghadap cermin.Gallen hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah konyol sahabatnya itu."Aku masih ngantuk. Makan di resto hotel saja ya?""Eh! Serius nggak mau keluar?""Waktu luangnya juga tidak terlalu banyak. Yang penting bisa isi perut.""Kita tidak mesti makan di resto. Kita pesan saj
"Kau gagal?" Kenzie menyodorkan segelas jus anggur pada Gallen saat dia kembali ke meja."Aku harus mencari tahu siapa lelaki muda pengganggu itu dan mematahkan tulangnya.""Lupakan saja! Tidak baik terlalu kejam pada karakter kecil," tegur Kenzie, "Lihat ke sana! Dia wanita yang tadi kau ikuti, bukan?"Kenzie mengarahkan lirikan matanya pada meja di sisi kanan, baris kedua dari depan."Hem ... sepertinya iya.""Aku sempat mendengar seseorang menegurnya.""Benarkah? Apakah itu 'Bibi Elle'?"Kenzie menggeleng, lalu berkata dengan nada setengah berbisik, "Dia adalah Bellona Hopkins."Pffft!Gallen menyemburkan seteguk jus anggur dari mulutnya."Jangan bercanda! Itu sama sekali tidak lucu!""Terserah padamu apakah kau bercaya atau tidak. Aku hanya mengatakan apa yang kudengar."Kenzie mengalihkan pusat perhatiannya pada pembawa acara. Lelaki berkumis tipis itu sedang menjelaskan deskripsi barang yang akan segera dilelang.Gallen terus memikirkan perkataan Kenzie. Bibi Elle, Bellona Hopki
Sebuah cincin permata tersemat di jari manis tangan kanan Gallen. Di bawah cahaya lampu, permata pada cincin tersebut terlihat seperti kuntum mawar hitam merah darah. Rupanya cantik dan eksotis, tetapi terkesan misterius.Gallen menyesap sisa jus anggur dalam gelasnya seraya memosisikan mata cincin ke arah panggung. Dia harus mengabadikan momen berharga tersebut."Hei, Nak! Tundukkan pandanganmu! Wanita di atas panggung itu lebih pantas menjadi ibumu."Seorang lelaki dengan rambut yang mulai memutih menegur Gallen. Lelaki itu duduk di sebelah meja Gallen.Jarak mereka kurang dari satu meter, tetapi suara lelaki itu cukup keras hingga menarik perhatian orang-orang yang duduk di sekitar mereka.Kini banyak mata yang menatap sinis pada Gallen setelah memindai penampilannya."Zaman sekarang, ada orang yang tidak pandai menempatkan diri. Dia mengira dirinya merak, padahal hanya seekor gagak," timpal rekan semeja lelaki berambut putih itu."Kau benar! Dia bahkan menulikan telinga dari nasih
"Kau gila, Bro! Tega banget membuat orang tua itu nyaris kena serangan jantung." Kenzie berkata lirih tanpa mengalihkan pandangan dari panggung."Sesekali orang tua bermulut ember seperti itu perlu diberi pelajaran. Di usia yang sudah bau tanah, seharusnya dia lebih banyak mengingat Tuhan, bukan mengomentari kehidupan orang lain." Gallen menimpali dengan nada datar dan santai.Di atas panggung, Bellona memamerkan barang yang berhasil dibelinya. Kilat sinar blitz menerangi senyum semringah wanita itu.Gallen menegang. "Itu benar-benar dia!" gumamnya, menoleh pada Kenzie. Seakan meragukan penglihatannya, dia bertanya, "Wanita yang turun dari panggung itu Bellona Hopkins kan, Kenz? Bukan hanya ilusiku saja?""Tidak, Bro! Matamu jernih. Itu memang Bellona Hokpins.""Wow! Dia penjahat yang bersembunyi di balik topeng malaikat, tapi aku malah bekerja sama dengan perusahaannya.""Huh! Aku tidak ingat pernah meminta persetujuanmu untuk bekerja sama dengannya.""Bukan kau, tapi Hanum.""Ah, ya
"Kau bisa mengandalkan aku, Bos!" Kenzie menepuk dada."Hem!"Di atas panggung, juru lelang kembali bersuara ketika seorang pria berdasi kupu-kupu muncul dengan membawa nampan berisi seuntai gelang berlian, kombinasi butiran mutiara.Penjelasan sang juru lelang mampu membangkitkan minat setiap orang yang ada dalam ruangan itu."Baik. Kita mulai dari harga delapan puluh juta. Setiap penawaran berikutnya harus dalam kelipatan sepuluh juta."Belum kering mulut si juru lelang menjabarkan aturan pelelangan, seorang pelanggan mengangkat papan nomor peserta. Itu adalah lelaki si rambut putih.Dia melirik sinis pada Gallen sebelum berseru, "Seratus juta!""Seratus tiga puluh juta!""Seratus lima puluh juta!"Harga penawaran terus naik. Setiap kali si rambut putih menaikkan harga, ia melirik pada Gallen dengan seringai mengejek.Gallen menyesap minumannya acuh tak acuh. Membiarkan sebagian penggila barang mewah itu berebut sepotong kue kecil yang terlihat lezat dan menggoda."Lagaknya sok ikut
"Tiga ratus lima puluh juta!"Si rambut putih yang ditantang, tetapi Jody yang menyambut tantangan Gallen.Si rambut putih kebakaran jenggot. "Empat ratus juta!""Lima ratus juta!" Sekali lagi Gallen mengangkat papan nomor miliknya.Para pengunjung mulai berkasak-kusuk. Sebagian ternganga sambil menutup mulut, terkagum-kagum dengan keberanian Gallen.Sisanya mendelik dengan kerling cemooh."Dia pasti sudah gila!""Ya. Kasihan sekali dia! Mungkin dia sudah terlalu lama hidup dalam kemiskinan sampai-sampai otaknya korslet dan menganggap dirinya seorang miliarder.""Kenapa petugas keamanan tidak mengusir dia keluar dari ruangan ini?"Komentar demi komentar saling bersambut memojokkan Gallen."Sudahlah! Biarkan saja dia ikut meramaikan acara lelang ini. Tidakkah kalian semua merasa bahwa ini jauh lebih menarik? Kita dapat menyaksikan siaran langsung di mana kubu kelas atas saling unjuk kekayaan demi mempertahankan harga diri."Seorang lelaki berkacamata menengahi keributan tersebut sambil
Sunyi!Ruangan lelang itu sehening kuburan. Bahkan, suara jarum yang jatuh pun akan terdengar nyaring.Di atas panggung, sang juru lelang membiarkan mulutnya menganga lebar. Mikrofon di tangannya nyaris terempas.Gallen satu-satunya orang yang tidak terpengaruh oleh suasana. Dia terlihat asyik bermain dengan gelas kosong. Tidak ada yang dapat membaca isi pikirannya saat itu."Hei, Nak! Apa kau sudah kehabisan uang?" Si rambut putih memanfaatkan sikap diam Gallen untuk membalaskan sakit hatinya.Pertanyaan sarkastik si rambut putih seperti jari-jari tangan yang memutar sebuah keran air. Begitu keran terbuka, maka air yang terbendung mengalir dengan deras.Suasana hening dalam sekejap menjelma menjadi hiruk pikuk."Haha ... tebakan Anda tepat sekali, Pak Tua!""Ya. Pasti begitu. Lihat! Dia telah menjahit rapat mulutnya.""Dia bahkan tidak berani mengangkat kepala.""Cih! Tuan Muda Hopkins dilawan, ya keok!"Celoteh demi celoteh yang merendahkan Gallen disambut dengan ledakan tawa."Haha
"Satu koma dua!" Atha langsung menyambar peluang dengan menaikkan empat kali lipat syarat penawaran yang telah ditentukan.Para pedagang perhiasan kelas menengah dengan modal terbatas tertunduk pasrah. Wajah-wajah lesu itu telah kalah, bahkan sebelum pertarungan dimulai.Mata Gallen berbinar cerah melihat butiran mutiara di atas sana. Ketika ia hendak membuka mulut untuk mematahkan penawaran Atha, ponselnya menjerit.Melihat nama Erlan terpampang pada layar monitor, Gallen bangkit dan menepi ke dinding bagian belakang."Ada apa?" tanyanya tanpa tedeng aling-aling."Nyo–Nyonya Besar Dayyan, Tuan. Sesuatu yang buruk telah jadi pada nyonya."Gallen ingin marah karena Erlan menghubunginya pada waktu yang salah. Namun, saat nama Dayyan disebut, emosinya melemah."Apa kondisinya parah?""Nyonya kritis, Tuan. Sebelum nyonya pingsan, beliau berpesan agar ...."Erlan menjeda penuturannya. Untaian kata-katanya digantikan oleh helaan napas berat bernada bimbang."Katakan saja! Akan kubantu denga
"Nyonya Bellona Hopkins?!" seru Gallen, kaget. "Tidak. Anda datang pada waktu yang tepat. Mari bergabung bersama keluargaku!""Iya, Nyonya. Ayo duduk sini!" Kimi menjemput Bellona."Terima kasih!" Bellona merasa terharu dengan sambutan Gallen dan keluarganya. "Sebenarnya, aku ke sini ingin minta maaf pada Gallen atas namaku dan juga Atha. Aku terlalu serakah dan mementingkan anakku.""Seorang ibu selalu menginginkan yang terbaik untuk anaknya. Itu bisa dimaklumi, Nyonya," sahut Gallen. "Kami juga minta maaf karena telah melaporkan Anda dengan beberapa tindak kejahatan yang tidak Anda lakukan."Wajah Gallen kecut, merasa bersalah."Itu bukan kesalahanmu sepenuhnya. Wanita berhati iblis itu yang sangat pandai menipu orang." Muka Bellona menggelap. "Kalau aku tahu Bibi Rose menggunakan wajahku untuk berbuat jahat, aku pasti telah lebih dulu menyeretnya ke penjara. Dia benar-benar licik!""Dia pasti mempelajari keterampilan make-up saat berada di Korea Selatan," timpal Kimi."Betul. Itu ar
Gallen melangkah gontai memasuki rumah. Ia melewati Grizelle yang duduk santai di ruang tengah begitu saja.Namun, ketika sudut matanya menangkap bayang Grizelle saat hendak menaiki tangga, ia berbalik.Tanpa malu-malu ia merebahkan diri dan meletakkan kepala di pangkuan Grizelle yang duduk berjuntai di atas sofa.Grizelle mengelus rambut Gallen yang jatuh ke kening."Kamu dari mana saja? Aku sangat khawatir. Teleponmu tidak aktif."Gallen merogoh saku, mengeluarkan ponsel. "Ck! Baterainya habis.""Sini! Kubantu mengisikan dayanya.""Nanti saja! Aku masih mau seperti ini." Gallen menaruh ponsel di atas meja, lalu melingkarkan lengan pada pinggang Grizelle.Saat hatinya sedang galau dan pikiran kacau, berbaring di pangkuan Grizelle bikin nyaman.Wangi vanila berpadu dengan aroma alami tubuh Grizelle menghadirkan perasaan tenang di hati Gallen.Setelah cukup lama menikmati kehangatan pangkuan Grizelle, Gallen bangkit. Mengecup kening Grizelle."Terima kasih. Bersamamu, aku selalu merasa
"Kenapa? Kaget? Hahaha ...."Wanita itu tak peduli dengan keberadaan polisi dan tangannya yang terbogol. Ia tertawa, seperti telah kehilangan kewarasannya.Gallen bukan hanya kaget, tapi syok. Tak menyangka orang yang selama ini dikenalnya begitu baik dan berada di pihaknya, ternyata merupakan dalang dari segala kemalangan yang menimpa keluarganya."Bibi Rose, katakan bahwa ini tidak benar!""Hahaha ... sayangnya, inilah kenyataannya."Gallen menggeleng-geleng. Masih sulit memercayai kebenaran yang terpampang di depan mata."Kenapa, Bi? Bukankah nenekku selalu memperlakukan Bibi dengan baik?"Gallen masih ingat, walaupun samar, neneknya tidak pernah memperlakukan Bibi Rose dengan kasar.Rianna bahkan memercayai Bibi Rose menjadi pelayan pribadinya. Neneknya bahkan tak pernah perhitungan dalam membelikan pakaian dan memenuhi kebutuhan Bibi Rose.Tapi lihat balasan yang diberikan wanita itu! Hanya pengkhianatan terhadap keluarganya."Baik? Cih! Nenekmu bahkan lebih licik dari seekor rub
"Bro, target memasuki perangkap. Kau ingin melihat langsung?""Aku sudah berada di lokasi. Di mana kau?"Gallen berdiri di belakang sebuah tiang besar, mengawasi seorang wanita yang baru saja turun dari mobil.Wanita itu memakai setelan tunik dan celana panjang yang terlihat modis. Sehelai masker dan kacamata hitam berbingkai lebar menutupi wajahnya yang lonjong.Sebuah topi bulat dengan hiasan sekuntum bunga teratai mekar meneduhi wajahnya yang tersembunyi dari terik matahari."Arah jam sembilan."Gallen mengerling ke titik yang disebutkan. Tampak bayangan Regan duduk di belakang roda kemudi, berlagak sedang membersihkan dashboard. Namun, matanya sering kali mengerling ke pintu gerbang."Aku pada titik jam satu."Pandangan keduanya segera bertemu begitu Gallen menutup panggilan telepon.Regan tersenyum seraya mengangguk ringan.Wanita itu telah memasuki lobi hotel. Regan mengikuti dari belakang layaknya juga seorang pengunjung.Gallen berjalan memutar. Memasuki hotel lewat pintu khusu
"Laura, memaafkan dan kembali bersama adalah dua hal yang berbeda! Jangan mengharapkan lebih dari apa yang dapat kuberikan dan pantas untuk kau dapatkan!"Binar di mata Laura sirna seketika. Tatapannya luruh ke tanah."Tapi aku masih sangat mencintaimu, Gallen! Tak bisakah kamu menceraikan istrimu dan kembali padaku?""Laura, rumah tangga bukan hanya tentang rasa cinta, tapi tentang komitmen dan saling percaya."Cinta adalah ungkapan rasa hati. Dan asal kau tahu, hati itu sangat rapuh. Mudah sekali terbolak-balik, seperti musim yang terus berganti."Sementara komitmen adalah keteguhan hati dalam memegang janji suci. Tak peduli sekuat apa semesta mengguncangnya, ia tak akan berubah. Tetap setia melewati berbagai cobaan dan rintangan."Namun, sekali komitmen itu hancur, maka yang tersisa hanyalah serpihan tak berwujud, dan tak akan pernah bisa kembali utuh seperti semula."Kau bukan hanya telah menghancurkan komitmen cintamu denganku, Laura, tapi juga telah membuangnya. Apa lagi yang bi
Hening!Orang itu tak menyahuti perkataan Gallen. Ia sama sekali tak membantah tuduhan Gallen."Siapa kau?"Gallen menekan beberapa titik di punggung orang itu dengan gerakan cepat. Mengunci tubuhnya agar tak bisa melarikan diri."Kamu apakan badanku, hah?! Lepaskan aku!"Gallen terkesiap. Ternyata sosok yang bersembunyi di balik coat panjang dengan kepala tertutup hoodie lebar itu adalah seorang perempuan."Kau tidak akan ke mana-mana sebelum aku mendapatkan apa yang kuinginkan darimu," bisik Gallen, dengan nada penuh penekanan.Beberapa pasang mata, dari orang-orang yang melintas hendak keluar masuk Rumah Sakit, mengerling curiga pada Gallen.Gallen pindah ke hadapan wanita itu. Tegak dengan sebelah tangan bersembunyi dalam saku celana.Posisi mereka seperti dua orang kenalan yang saling bercengkerama.Keinginan wanita itu untuk kabur dari Gallen melebihi kuatnya terjangan ombak yang mengempas batu karang. Sayang, sekujur tubuhnya tak bisa digerakkan."Tolong, lepaskan aku! Aku janj
"Ada apa ini? Kenapa semua terlihat canggung?" tanya Grizelle, merasa tak enak hati karena masuk tanpa mengetuk pintu."Ah, itu hanya perasaanmu saja!"Gallen menyongsong Grizelle, mengambil alih tas berukuran kecil, yang berisi pakaian Kimi."Instingku tak pernah salah," bisik Grizelle. "Aura ruangan ini agak aneh."Gallen tersenyum simpul. Ia akui Grizelle memiliki kepekaan yang luar biasa. Pantas saja ia tak pernah gagal dalam menyelidiki kasus kliennya."God! Ayah juga di sini?" seru Grizelle, bergegas menyalami Grath. "Huh! Sekarang aku tahu kenapa ruangan ini terasa aneh. Ternyata Adam dan Hawa bertemu kembali setelah terlempar dari surga ke belahan dunia yang berbeda.""Greeze, apa yang kamu katakan?" Pipi Kimi merona merah.Perumpamaan yang disematkan Grizelle pada dirinya dan Grath menurutnya terlalu berlebihan."Wah, Ayah juga sudah sembuh? Luar biasa! Memang ya ... lelaki akan melupakan segala rasa sakit dan kesedihannya begitu melihat senyum menawan sang istri," imbuh Griz
"Penjahat seperti David Kyler tidak akan mampu menyentuhku, Bu. Ibu tidak perlu mencemaskan aku. Pikirkan saja kesehatan Ibu! Ibu harus segera sembuh.""Kamu juga tidak perlu mengkhawatirkan aku secara berlebihan."Gallen meraih jemari Kimi. "Bu, aku takut. Jika terjadi sesuatu yang buruk pada Ibu, aku akan merasa bersalah seumur hidup. Aku akan dihantui perasaan menyesal.""Gallen, tidak ada yang perlu disesali dari sebuah takdir. Cepat atau lambat, kita semua akan meninggalkan dunia ini.""Aku tahu, Bu. Tapi aku akan menyesal karena aku belum sempat mempertemukan Ibu dengan ayah.""Kamu tidak perlu melakukan itu, Gallen." Kimi melengos. Matanya terasa panas."Kenapa? Apa Ibu tak lagi mencintai ayah?""Bukan. Bukan karena itu. Seumur hidupku, aku hanya mencintai satu orang pria. Dan Pria itu adalah ayahmu."Aku tidak pernah mencintai lelaki lain, dan tidak akan pernah bisa.""Tapi, kenapa Ibu tidak mau bertemu dengan ayah? Selama ini ayah juga menderita, Bu."Kimi berusaha untuk dudu
Bugh!Tendangan Gallen melempar David hingga menghantam dinding dan menyebabkan dinding itu jebol."Bawa dia!" titah Gallen pada dua orang anak buah Kenzie yang menonton aksinya."S–siap, Komandan!"Mereka gugup melihat kehebatan Gallen. Tak terbayang jika mereka yang berada di posisi David. Mengerikan.Cepat-cepat mereka mengangkat sosok David yang tergeletak di tanah.Suara dering ponsel memecah kesunyian di kamar isolasi Grath.Thomas meninggalkan komputer yang memuat laporan perkembangan kesehatan Grath. Berjalan sedikit menjauh setelah membaca nama Gallen pada layar monitor."Firasatku tidak enak menerima panggilan telepon darimu pagi-pagi begini," ujar Thomas dengan suara lirih."Apa istriku bersama Kakek? Aku tidak bisa menghubunginya.""Tidak. Ada apa?""Kek, kalau Grizelle datang menemui Kakek, tolong minta dia untuk ke rumah ibuku, mengambil baju. Ibuku dirawat di Rumah Sakit.""Ibumu dirawat?! Apa yang terjadi? Apa dia baik-baik saja?""Ceritanya panjang, Kek. Aku masih ada