”Karena aku nggak mau hubungan ini berlanjut,” kata Gerald memberanikan diri.“Maksud kamu apa?”“Mmm... Alice, ada kesalahpahaman di sini. Aku... aku ke sana bukan untuk bertemu kamu waktu itu dan aku sudah berusaha mengatakannya. Aku ke sana untuk mengajak Mila, salah satu teman jurusanmu, untuk makan malam bersama. Tapi kemudian setelah aku masuk, para mahasiswi dari jurusanmu merubungiku, mereka mengira aku berniat menyatakan cinta ke kamu dan setelah itu...” Gerald masih berusaha keras menjelaskan semua yang tertahan di hatinya akhir-akhir ini. Alice menarik napas berat. Kata-kata Gerald pelan-pelan serasa menusuk jantungnya. “Lalu aku muncul dan aku salah mengira bahwa kamu di sana untuk mencari aku? Bahkan aku menyatakan mau jadi pacarmu, begitu kan?” timpal Alice dengan alis berkerut. “Ya! Aku nggak bisa menjelaskan semuanya saat itu karena aku pikir kamu akan merasa dipermalukan.”“Oke, aku mengerti sekarang. Aku cuma gadis bodoh yang sangat bisa dipermainkan.” Timpal Alice
“Eh, Mila, lihat! si berengsek itu ada di sini.” “Bukannya dia sudah jadian, ya sama Alice? Untuk apa dia ada di luar kelas kita?”“Pppfft... apa jangan-jangan si berengsek ini mau kembali sama Mila lagi? Ya, Tuhan, aku benar-benar nggak ngerti yang ada di pikiran Alice. Kenapa dia mau kencan sama pria pecundang macam Gerald?”Saat itu Gerald sedang menunggu di depan kelas Mila ketika tiba-tiba teman-teman sekelas Mila mencibirnya. Untungnya Gerald sudah kebal dengan hal semacam ini, itu tidak akan menghalangi niatnya untuk mengajak Mila keluar jalan-jalan. Mila sedikit terkejut mengetahui bahwa Gerald datang jauh-jauh datang untuk mencarinya. Dia sempat kecewa karena Gerald tidak mencoba menelepon balik tadi. Eh, ternyata Gerald malah mendatanginya langsung. Singkat cerita, Mila mengiyakan ajakan Gerald. Itu karena Mila percaya padanya. Sebenarnya, Mila sempat menyesal karena telah menampar Gerald tempo hari. Dalam lubuk hatinya, Mila yakin bahwa Gerald bukan pria jahat yang suk
Cara menggelengkan kepalanya dengan perasaan kecewa. Mila yang mulai merasakan situasi yang kurang bersahabat, mencoba mengalihkan topik pembicaraan.“Cara, kamu kemarin bilang beberapa temanmu dari luar negeri juga datang ke Mayberry. Di mana mereka?”“Oh, iya. Mereka akan ke sini. Aku awalnya berencana untuk mengundang mereka makan siang sekalian bertemu kalian berdua. Mereka itu kalangan elit yang berkuliah di luar negeri, tapi lihat tempat kumuh ini. Bagaimana mungkin aku akan mengundang mereka ke sini?”“Aku yakin restoran yang dipesan Gerald cukup bagus, kok. Kamu lihat deh, tempat ini nggak begitu buruk. Lagipula, restoran ini menawarkan pondok dan penginapan juga, jadi kita bisa mengatur penginapan untuk teman-temanmu,” lanjut Mila. “Hah!? Apa? Menyuruh mereka untuk menginap di sini? Mila kamu jangan mengada-ada deh, kamu mau membuat aku malu di depan teman-temanku?” Setelah berkata demikian, HP Cara berbunyi. Dia segera menjawab telepon itu. “Apa? Kalian sudah sampa
Gerald dan yang lain akhirnya menuju ke Homeland Kitchen.Saat ada di tempat parkir, teman-teman Cara sempat terkejut melihat Lamborghini milik Gerald. Tetapi kemudian Cara menjelaskan bagaimana Gerald bisa membeli mobil itu dan fakta bahwa Gerald tidak memiliki perencanaan yang baik untuk masa depannya. Kakak-beradik Wade yang sempat kagum pada Gerald langsung berubah menunjukkan cibiran mereka. Mereka merasa Gerald hanya buang-buang uang saja dengan membeli mobil mahal itu.Gerald menelan semua cibiran mereka dengan senyum acuh tak acuh.Menyadari situasi Gerald yang terpojok, Quron tidak mau menyia-nyiakan kesempatan untuk unjuk diri. Dia menghubungi salah satu temannya di Kota Mayberry untuk meminta tolong melakukan pemesanan meja di Homeland Kitchen.Semua orang merasa heran, terutama Cara."Wow! Quron, aku sama sekali gak nyangka lho ternyata kamu punya banyak kenalan ya di Mayberry. Hahahaha...padahal Homeland Kitchen itu restoran yang mewah, eksklusif dan terkenal. Tempat yang
”Coba bawa ke sini, aku mau cek ini wine asli atau nggak," kata Cara kemudian. Wajahnya terlihat bersemangat saat mengambil botol wine itu dan menuangkan isinya ke dalam gelas. Ia memperhatikan dengan teliti sebelum kemudian meminumnya seteguk."Hmm... Ini asli!""Oh, ya? Mana aku juga mau coba!" timpal Lisa bersemangat.Mereka memandang Quron dengan penuh kekaguman. Awalnya mereka menganggap Quron hanya keren saja, lebih dari itu ternyata pria itu benar-benar luar biasa."Quron, cerita tentang latar belakang temanmu itu, dong. Gimana kamu bisa punya relasi dengan orang-orang keren di sini? Kamu tahu kan wine ini biasanya diminum kalangan bos-bos besar!" Makin Cara mengenal Quron, makin kekagumannya bertambah."Iya, cerita dong bagaimana kamu bisa punya jejaring di sini. Ada hal keren apa lagi yang kamu sembunyikan dari kami?""Hahahaha! Aku sebenarnya juga nggak tahu banyak. Ah, temanku itu membuatku banyak dapat pujian hari ini." Quron mencoba merendah. Dia sebenarnya tidak telalu me
Cara lalu menarik Mila ke samping dan membisikkan sesuatu padanya. Cara berbisik sambil sesekali melirik ke arah Gerald dan beralih ke Quron. Ia sepertinya sedang membujuk Mila untuk segera putus dengan Gerald dan menjalin hubungan dengan Quron. Mila menunjukkan ekspresi tidak setuju dan menolak permintaan Cara. “Cara, kamu bisa pergi dan bersenang-senang tanpa aku. Aku sama Gerald harus kembali ke kampus,” jawab Mila kekeuh. Dia dan Gerald akhirnya pulang dulu setelah mengucap salam perpisahan. Cara merasa sangat kecewa. Sepertinya akan sulit menjodohkan Mila dan Quron. “Ya, sudah Cara, nggak apa-apa kok. Mila sepupumu dan dia juga temanku. Lain waktu aku masih bisa ajak dia lagi,” kata Quron sambil tersenyum dan menahan rasa kecewanya. “Oke, Quron. Aku senang kalau kamu nggak merasa putus asa. Kamu jangan khawatir, aku akan terus berusaha supaya Mila bisa segera putus dari Gerald. Lagipula pria itu sama sekali nggak ada apa-apanya dibanding kamu,” timpal Cara mencoba meyakink
"Maaf, Nona, tapi Anda belum memesan minum. Ini daftar menu minuman yang kami sediakan, silakan dilihat." kata pelayan sambil memberikan buku menu pada Cara.Cara tertegun. Salah satu temannya berujar, "Cara, tadi kamu bilang akan ada kejutan kalau semua pesanannya sudah dihidangkan. Mana kejutannya?""Nggak! Aku nggak akan lihat daftar menu! Aku ingatkan kamu sekali lagi ya, yang memesan ini adalah Tuan Wade! Tuan Wade ada di sini, kamu paham maksudku?" Cara sekali lagi membawa nama Quron."Maaf, Nona. Semua tamu kami adalah kalangan orang penting dan para pebisnis besar. Kami tidak memberikan menu hadiah untuk setiap orang setiap hari.""Kamu serius? Kamu mau membuat aku malu, hah? Kamu gak tahu siapa Tuan Kennedy? Dia itu teman baikku!" tanya Quron dengan geram."Saya tahu ada Tuan Muda bernama Kennedy. Beliau sering datang ke sini. Kami juga tidak memberinya menu hadiah," jawab pelayan itu dengan ekspresi bingung."Sial! Kamu benar-benar mau mencoreng nama baikku, hah!" Quron dan C
Cara lalu bertanya, "apakah tamu yang kamu maksud adalah Gerald?""Kami tidak tahu. Yang kami tahu adalah salah satu dari kalian adalah tamu istimewa kami tadi siang," kata kasir itu sambil tersenyum.Sial! Ada apa ini sebenarnya? Tadi siang Mila dan Gerald ikut. Meski petugas restoran tidak ada yang mau memberitahu, tetapi Cara sudah bisa menebak. Pasti tamu yang dimaksud adalah Gerald. Tetapi, bagaimana bisa? Kemudian Donna, salah satu teman SMA Cara buka suara. "Hahahaha! Cara, katanya kamu mau kasih kami kejutan. Jadi ini kejutan yang kamu maksud?"Donna dan Cara sudah lama berteman, mereka bahkan satu jurusan di kampus. Tetapi meski begitu, mereka seringkali berkompetisi di banyak hal dan tidak jarang Cara mengungguli Donna.Awalnya, Cara berniat pamer pada Donna, tetapi siapa sangka kalau semuanya berakhir begini?Cara merasa bertambah malu ketika Donna sengaja mengungkit dan memperjelas masalahnya.Sekarang jelas bahwa mereka tidak akan mendapat diskon dan situasi akan lebih