Pintu Lamborghini itu terbuka. Empat mahasiswi di depan Gerald tercengang tidak percaya.Apa? Mobil mewah ini milik Gerald? Bukankah dia mahasiswa paling miskin di jurusan? Bagaimana bisa dia punya mobil semahal ini? Mobil itu bahkan lebih mahal dari mobil Audi milik Victor.Salah satu mahasiswi itu kemudian bertanya, "Mobil ini punyamu? Benar-benar punyamu?"Gerald sudah mulai terbiasa dengan respons sepert ini ini. "Wah! Keren banget mobil ini. Pasti harganya sekitar satu sampai dua juta dolar.""Tepatnya satu juta delapan ratus ribu dolar," jawab Gerald dingin. Tanpa basa basi dia langsung menghidupkan mesin dan deru suara mesin seketika terdengar."Gerald, kamu mau ke mana? Kami boleh ikut juga nggak?" kata mereka dengan nada menggoda."Nggak, menyingkir kalian semua!" bentak Gerald tidak tahan dengan sikap gadis-gadis itu. Dia langsung tancap gas dan meninggalkan parkiran."Awas kamu, ya!" mereka mendengus kesal. Ternyata Gerald adalah orang kaya. Mereka telah melewatkan kesempat
“Ya, aku kenal dia. Dia teman sekelasku dulu di SMA. Gerald, kamu nggak ingat aku? Sudah tiga tahun kita nggak ketemu," ujar Lilian dengan selipan nada mengejek dalam kalimatnya.Gerald lalu ingat, Lilian adalah teman sekelasnya sejak tahun kedua di SMA. Di organisasi, gadis itu adalah pengurus bidang seni karena ia memiliki keahlian dalam menyanyi dan menari.Namun, Gerald dan Lilian sama sekali tidak akrab saat sekolah dulu. Lilian lebih banyak bergaul dengan siswa kaya dan tentu saja Gerald tidak termasuk dalam lingkaran pertemanannya. Ditambah lagi, karena sekolah mereka terletak di pusat kota dan Lilian tinggal di sana, jadi jelas dia tidak berselera berteman dengan siswa yang datang dari kampung seperti Gerald.Selama tiga tahun, mereka hanya berinteraksi sekadarnya. Oleh karena itulah mereka tidak saling tahu kabar masing-masing sejak kelulusan SMA."Oh, iya, sudah tiga tahun sejak kelulusan sekolah. Aku hampir nggak bisa mengenalimu. Kamu jadi jauh lebih cantik sekarang." Geral
”Ada apa?” tanya Gerald.“Akan ada acara reuni malam ini. Acara ini diadakan setiap dua bulan sekali. Aku nggak pernah memberitahumu sebelumnya, tapi karena kita sekarang ketemu, ya sudah kamu kukabari saja... di sana juga akan ada Sharon,” Lilian menjelaskan diselingi tawa kecil. “Kalau di ingat-ingat, dulu kan kamu juara satu dan Sharon juara dua. Kalian juga cukup dekat, daan... kamu juga sempat suka sama dia, kan?” Gerald tidak menjawab. Ia masih sangat ingat Sharon Leslie, teman SMAnya. Ya, mereka dulu berteman akrab dan benar bahwa Gerald juga sempat menaruh hati pada Sharon. Tetapi itu dulu sekali. Apakah Gerald pernah mengungkapkannya? Tidak, Gerald tidak berani melakukannya. Di tahun pertama, mereka sering bersama. Namun belakangan seiring berjalannya waktu, ketika Gerald mencoba akrab dan mengajak Sharon mengorol, gadis itu seringkali menghindar. Karena itulah kemudian hubungan mereka jadi renggang.Tiga tahun begitu cepat berlalu.“Hei!” Lilian membuyarkan lamunan Gerald.
Wajah gadis kecil itu terlihat kumal dan lusuh. Dia berbicara pada anak laki-laki di sampingnya.“Itu karena kelasnya belum dibuka,” jawab bocah laki-laki sambil mengusap ingus. “Aku juga mau sekolah di sini.” “Kamu harus punya uang untuk sekolah. Dan kita nggak punya uang. Bu Queta udah bekerja keras untuk memberi kita makan. Kita nggak boleh minta uang lagi!” kata bocah yang gendut menimpali.“Kak, aku lapar!” Si Gadis kecil merengek. “Aku carikan roti sebentar lagi.”“Hei! Kalian pengemis, ya? Ngapain kalian di sini? Sana pergi!” bentak satpam mengagetkan tiga bocah itu. Mereka ketakutan. Satpam itu berusia sekita lima puluhan dan memiliki badan yang kekar yang bertugas menjaga sekolah. Merasa kasihan melihat anak-anak itu, Gerald akhirnya angkat bicara, “Mereka cuma melihat-lihat. Tidak apa-apa, kan? Lagipula bukan kamu yang membiayai sekolah ini.”“Hei, Bocah! Aku tidak bilang kalau kalian masuk ke dalam, ya. Jadi jangan mengadu macam-macam! Ini bukan sekolah kalian jadi sekar
Gerald segera bisa mengenali wanita itu. Dia bertemu wanita itu di Homeland Kitchen beberapa hari yang lalu. Jane sempat memarahinya saat itu.“Anda mengenal saya?” tanya wanita itu sambil menarik pelan anak-anak untuk mendekat. Dia sempat takut jangan-jangan pria di depannya adalah anggota sindikat perdagangan anak.“Ya, kita pernah bertemu di Homeland Kitchen. Kamu lupa?” tanya Gerald sambil tersenyum.Wanita itu mencoba mengingat-ingat kemudian berseru, “Oh, ternyata Anda! Terima kasih sudah membantu saya saat itu.” Waktu itu dia dimarahi dengan sangat keras sampai tidak berani mengangkat kepala. Hanya ketika dia akan pergi, dia sempat melihat sekilas ke arah Gerald. Ketika bertemu dengan Gerald lagi hari ini, yang dia kenali adalah suara Gerald. Gerald menyelamatkannya hari itu.“Ah, itu bukan apa-apa. Minimal kamu nggak perlu curiga padaku. Oh, iya, apa kamu yang merawat anak-anak ini?” tanya Gerald penasaran. “Iya, benar!” Queta Smith mengangguk. Setelahnya, Gerald mengajak me
Bagaimana bisa seorang pria muda kaya raya mau menjadi teman Queta?Gerald tidak akan menjelaskan alasannya karena pertemuan hari ini pun juga sebuah kebetulan.Gerald memiliki hati yang lembut dan seringkali menaruh simpati pada orang-orang yang hidupnya kesusahan. Dan hal yang pasti bisa dia lakukan adalah membantu mereka mendapatkan tempat tinggal yang lebih layak dan menyekolahkan ketiga bocah itu.Tetapi di balik itu semua, saat Gerald menatap Queta, jantungnya berdebar kencang. Ada perasaan halus yang memaksanya untuk ingin lebih dekat dengan Queta dan mengenal gadis itu lebih jauh.Gerald tidak mengerti perasaan itu sebenarnya.Namun yang Gerald tahu adalah saat pertama kali melihat Queta, bahkan dari samping, wajah Queta langsung tertanam kuat dalam memori otaknya. Padahal gadis itu dia temui secara kebetulan, tetapi kenapa Gerald bisa merasa begitu?Mereka berdua akhirnya banyak mengobrol dan menjadi semakin akrab sampai tidak terasa bahwa hari sudah sore."Queta, aku pulang d
“Siapa yang bilang kamu boleh duduk di sini? Kursi ini untuk pacarku. Ya, ampun, dari dulu dasar pecundang. Pergi kamu, pergi!"Gerald tidak ingat siapa gadis yang mengusirnya itu dan dia tidak mau buang waktu dan energi untuk meladeninya. Gerald akhirnya menempati kursi di dekat pintu dekat para petugas lalu-lalang membawa makanan.Sebenarnya, ada satu kursi kosong di sebelah Sharon. Tetapi gadis itu meletakkan tas selempangnya di sana. Hal itu menandakan dia telah menyiapkan kursi itu untuk seseorang. Dan semakin jelas karena Sharon juga sama sekali tidak menawari Gerald untuk duduk di sana.Lillian tersenyum menyeringai dan bertanya pada Sharon, "Sharon, kapan Murphy datang?""Hmmpphh...dia memang selalu plin-plan. Bilangnya akan segera sampai, tapi nyatanya nggak datang-datang." Meski terdengar kecewa, tetapi sebenarnya dalam hati Sharon merasa bangga.Seketika setelah Sharon menyebut nama Murphy, semua orang di sana berkomentar dan diliputi perasaan iri."Woaa... Sharon, kamu lagi
“Hahaha! Jangan bilang begitu, lah. Dia sekarang sudah kuliah di Universitas Mayberry. Siapa tahu nanti setelah lulus dia bisa dapat pekerjaan di Mayberry Commercial Street juga,” kata yang lain menyindir.“Oho? Itu artinya kami akan jadi rekan kerja, dong. Sini bergabung, Gerald!” ajak Murphy. Dia ingin mengobrol lebih jauh dengan Gerald dan mengenal lebih dalam teman lama Sharon itu. Murphy penasaran seperti apa Gerald sebenarnya. Itulah kenapa ketika dia diperkenalkan dengan Gerald tadi, Murphy tidak tahan untuk tidak menarik perhatian Gerald hanya untuk melihat responsnya. Dan sejauh yang ia lihat, Gerald tidak memiliki kecerdasan sosial yang baik. “Hahaha! Biarkan dia sendiri, Murphy! Kalau orang seperti dia bisa dapat kerja di Mayberry Street, pasti bosnya adalah orang yang buta dan tuli!”“Oh, iya Murphy. Kamu belum cerita awalnya kamu bisa jadi Sales Manager di sana,” kata salah seorang dari mereka mengalihkan topik obrolan.“Ceritanya panjang. Ya, tentu saja aku bisa mendapa