"Gerald! Kamu sadar nggak apa yang kamu bicarakan? Aku peringatkan kamu, ya! Nggak usah ikut campur atau kamu akan dikeluarkan!" teriak Cassandra menunjukkan kuasanya. Ia sangat marah ketika mendengar protes Gerald. Begitu juga Victor."Kamu ini bukan siapa-siapa. Nggak usah sok jadi pahlawan. Beraninya kamu mendorongku!" Secepar kilat, Victor lalu menarik rambut Gerald dan memukul wajahnya. Plak! Debug!Victor yang temperamental tidak terima diperlakukan seperti tadi oleh orang seperti Gerald.Gerald merasakan panas menjalar di pipinya."Stop! Jangan pukul Gerald lagi, Victor. Kumohon. Aku nggak butuh penggalangan dana ini lagi. Tolong jangan pukul Gerald!" pinta Layla ketakutan. Ia memegangi tangan Victor agar berhenti memukul Gerald. Layla sadar semua ini terjadi karenanya."Menyingkir! Kalian berdua memang sama-sama gembel nggak tahu diri! Jangan berani menyentuhku!" bentak Victor dengan keras. Ingin rasanya ia memukul Gerald sekali lagi.Secara tiba-tiba, suara dentuman terdenga
Gerald tidak mempedulikan tatapan Whitney. Dia sama sekali tidak gentar. Gerald lalu mengirim pesan kepada Zack dan menceritakan yang terjadi pada Victor. Setelahnya, Gerald mengajak Layla kembali ke kelas. Di sisi lain, Harper tahu bahwa Gerald akan menghadapi masalah yang sangat besar mengingat keluarga Wright bukan keluarga sembarangan. Ayah Victor adalah pengusaha yang membangun bisnis berskala internasional. Meski begitu, Harper dan teman-temannya masih di sana, mereka bersiap membela Gerald jika memang dibutuhkan. “Gerald! Kamu mencoba untuk sembunyi di kelas, ya. Sana pergi! Ketua jurusan mau bertemu denganmu!” bentak Whitney sambil membuka pintu kelas. “Oh, iya, kamu Harper, kan? Sekarang kamu bantu Gerald membereskan barang-barangnya. Kasihan dia kalau harus melakukannya sendiri nanti kertika kembali ke sini,” lanjut Whitney sinis dan segera berbalik pergi.Gerald mengekor di belakang Whitney menuju ruang kepala jurusan. Cassandra dan beberapa teman Victor yang lain su
“Tapi saya belum selesai mengisi formulir ini, Pak. Saya akan mengangkatnya nanti,” jawab Gerald santai. Sebelumnya, Gerald sudah pernah beberapa kali berjumpa dengan Tuan Raine. Mereka bahkan sempat makan siang bersama dua kali. Jadi bisa dibilang Gerlad sudah cukup akrab dengan Tuan Raine. “Gerald! Kenapa masih sibuk mengisi form? Cepat angkat teleponnya!” sentak Jacob dengan gemas. Ponsel Gerald tiba-tiba berhenti berdering karena terlalu lama tidak dijawab. Jacob mendengus kesal, “Dasar anak bodoh! Kamu memang pantas...”Ponsel Gerald berbunyi lagi.“Cepat angkat teleponnya!” Jacob merebut bolpoin di tangan Gerald dengan cepat. Ia lalu mengambil ponsel Gerald untuk menjawab panggilan itu dan menjejalkannya ke telinga Gerald. Tetapi Gerald sama sekali tidak mengangkat tangan untuk memegangi ponselnya. Jadi, pemandangan yang terjadi adalah Gerald masih terduduk manis dan di sebelahnya Jacob memegangkan HP dan menempelkannya di telinga Gerald. Sungguh konyol!Jacob tidak pe
“Tuan Crawford, ini semua hanyalah kesalahpahaman!” jawab Jacob dengan nada khawatir. “Apanya yang salah paham, Pak? Bukannya saya bahkan tidak bisa tinggal di kota ini lagi?” Gerald memaksa akan menandatangani formulir itu.“Tuan Crawford, saya salah. Saya benar-benar salah. Harusnya saya cukup memberimu hukuman ringan. Tetapi karena saya dipengaruhi orang lain, akhirnya membuat saya ingin mengeluarkanmu dari kampus,” Kalau sampai rektor tahu bahwa dia mengeluarkan Tuan Crawford dari kampus, maka tamatlah riwayat Jacob. “Oke, tapi bagaimana dengan kasus Layla? Cassandra sudah menyuruhnya melakukan hal yang meruntuhkan harga dirinya di depan publik,” kata Gerald dengan berani.“Jangan khawatir, Tuan Crawford. Saya yang akan urus semuanya.”“Baiklah kalau begitu. Oh, ya, tolong sumbangkan tujuh puluh ribu dolar untuk Layla atas nama ‘Manusia Biasa’. Saya akan mengirim uangnya nanti. Terima kasih.”“Wah, Anda benar-benar murah hati.” jawab Jacob dengan senyum lega.Gerald mengangg
Sementara itu, di saat yang sama Cassandra mengirim pesan ke akun Manusia Biasa.Cassandra: Aku benar-benar dalam masalah besar, Manusia Biasa! Aku rasanya ingin mati saja. Aku nggak tahu harus bagaimana.Gerald yang membaca nama Cassandra saja sudah merasa geram.Manusia Biasa: Kalau kamu sudah tidak sanggup hidup lagi, ya sudah silakan mati saja. Memangnya mau apa lagi?Cassandra: Kamu memang menyebalkan, ya! Aku ini mau curhat dan menceritakan hal yang membuat aku jengkel ke kamu.Gerald berpikir sejenak. Padahal tadi dia sudah melemparkan kalimat yang kasar dan pedas, tapi Cassandra malah menjawabnya dengan nada manja seperti anak kecil yang butuh perhatian. Gerald tidak tahu harus menjawab apa.Cassandra: Huh, aku tuh selalu peduli sama kamu. Tapi kamu sama sekali gak pernah pedulikan aku. Aku sedih. Tapi aku akan tetap cerita ke kamu apa yang terjadi, karena aku merasa cuma sama kamu aku bisa merasa bebas bercerita.Jadi, sesuatu terjadi hari ini. Kamu tahu acara penggalangan dan
Pintu Lamborghini itu terbuka. Empat mahasiswi di depan Gerald tercengang tidak percaya.Apa? Mobil mewah ini milik Gerald? Bukankah dia mahasiswa paling miskin di jurusan? Bagaimana bisa dia punya mobil semahal ini? Mobil itu bahkan lebih mahal dari mobil Audi milik Victor.Salah satu mahasiswi itu kemudian bertanya, "Mobil ini punyamu? Benar-benar punyamu?"Gerald sudah mulai terbiasa dengan respons sepert ini ini. "Wah! Keren banget mobil ini. Pasti harganya sekitar satu sampai dua juta dolar.""Tepatnya satu juta delapan ratus ribu dolar," jawab Gerald dingin. Tanpa basa basi dia langsung menghidupkan mesin dan deru suara mesin seketika terdengar."Gerald, kamu mau ke mana? Kami boleh ikut juga nggak?" kata mereka dengan nada menggoda."Nggak, menyingkir kalian semua!" bentak Gerald tidak tahan dengan sikap gadis-gadis itu. Dia langsung tancap gas dan meninggalkan parkiran."Awas kamu, ya!" mereka mendengus kesal. Ternyata Gerald adalah orang kaya. Mereka telah melewatkan kesempat
“Ya, aku kenal dia. Dia teman sekelasku dulu di SMA. Gerald, kamu nggak ingat aku? Sudah tiga tahun kita nggak ketemu," ujar Lilian dengan selipan nada mengejek dalam kalimatnya.Gerald lalu ingat, Lilian adalah teman sekelasnya sejak tahun kedua di SMA. Di organisasi, gadis itu adalah pengurus bidang seni karena ia memiliki keahlian dalam menyanyi dan menari.Namun, Gerald dan Lilian sama sekali tidak akrab saat sekolah dulu. Lilian lebih banyak bergaul dengan siswa kaya dan tentu saja Gerald tidak termasuk dalam lingkaran pertemanannya. Ditambah lagi, karena sekolah mereka terletak di pusat kota dan Lilian tinggal di sana, jadi jelas dia tidak berselera berteman dengan siswa yang datang dari kampung seperti Gerald.Selama tiga tahun, mereka hanya berinteraksi sekadarnya. Oleh karena itulah mereka tidak saling tahu kabar masing-masing sejak kelulusan SMA."Oh, iya, sudah tiga tahun sejak kelulusan sekolah. Aku hampir nggak bisa mengenalimu. Kamu jadi jauh lebih cantik sekarang." Geral
”Ada apa?” tanya Gerald.“Akan ada acara reuni malam ini. Acara ini diadakan setiap dua bulan sekali. Aku nggak pernah memberitahumu sebelumnya, tapi karena kita sekarang ketemu, ya sudah kamu kukabari saja... di sana juga akan ada Sharon,” Lilian menjelaskan diselingi tawa kecil. “Kalau di ingat-ingat, dulu kan kamu juara satu dan Sharon juara dua. Kalian juga cukup dekat, daan... kamu juga sempat suka sama dia, kan?” Gerald tidak menjawab. Ia masih sangat ingat Sharon Leslie, teman SMAnya. Ya, mereka dulu berteman akrab dan benar bahwa Gerald juga sempat menaruh hati pada Sharon. Tetapi itu dulu sekali. Apakah Gerald pernah mengungkapkannya? Tidak, Gerald tidak berani melakukannya. Di tahun pertama, mereka sering bersama. Namun belakangan seiring berjalannya waktu, ketika Gerald mencoba akrab dan mengajak Sharon mengorol, gadis itu seringkali menghindar. Karena itulah kemudian hubungan mereka jadi renggang.Tiga tahun begitu cepat berlalu.“Hei!” Lilian membuyarkan lamunan Gerald.