Share

Bab 81

Penulis: Lathifah Nur
last update Terakhir Diperbarui: 2024-05-31 06:03:06

“Sayang, kau berdarah!”

Seorang perempuan cantik dengan potongan rambut model bob sedikit di bawah telinga mendadak muncul dan meraba wajah lelaki yang dipukul Zain. Ekspresi wanita itu tampak cemas. Ia menoleh kepada Amisha, lalu beralih kepada Zain.

“Ini hanya luka kecil. Tidak akan membuatku mati. Kau tidak perlu cemas, Sayang,” sahut lelaki itu santai, seraya mengusap punggung tangan wanita itu untuk menenangkannya.

Cih! Ternyata lelaki tak tahu adab ini bisa berbahasa Indonesia,’ umpat Zain dalam hati. Matanya jeli mengawasi dua orang asing yang berdiri di hadapannya itu.

“Kenapa bisa begini? Apa kau mengganggu wanita lagi dengan sifat ko

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 82

    “What? Pernikahanmu tidak penting? Sungguh pemikiran yang aneh!” Huges geleng-geleng kepala.“Kehadiranmu tidak dianggap penting!” Amisha meralat kalimatnya, membuat mata Huges membesar.“Amisha!” pekiknya, berlagak kesal.Sudut bibir Zain melengkung naik menyaksikan senyuman tipis terlukis di wajah Amisha saat gadis itu melihat reaksi kakak sepupunya. Ia tak menyangka Amisha memiliki sisi kepribadian yang lain, sedikit usil tentunya.“Berapa lama liburan di Indonesia?” tanya Amisha, mengalihkan topik pembicaraan. Ia tidak suka Huges terlalu tertarik membahas kehidupan pribadinya.“Entah

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-31
  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 83

    Tak terasa waktu begitu cepat berlalu. Sebulan sudah ketegangan dan kesalahpahaman antara Amisha dan Zain menemukan titik terang. Namun, hubungan mereka berdua belum mengalami banyak kemajuan. Sikap skeptis masih laksana kabut tebal yang menutupi keyakinan Amisha akan kesungguhan perasaan Zain.Meski informasi dari Cecilia memperkuat perlakuan lembut dan perhatian Zain untuk membuktikan kesungguhan perasaan lelaki itu kepadanya, kabut keraguan di hati Amisha hanya berlalu dengan sangat perlahan.Bagi Zain, setidaknya sikap Amisha yang mulai melunak dan lebih banyak bersuara kini membuat harapannya makin bersinar terang.Pagi ini, udara sejuk berembus pelan dari luar jendela. Membelai lembut helaian tirai yang menggantung dan setengah terbuka. Semburat mentari pagi memancarkan cahaya keemasan, menembus kaca dan menye

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-01
  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 84

    Berdiri di belakang jendela, Zain melayangkan pandangan ke luar, menjangkau gedung-gedung tua di seberang sana. Terhalang oleh kanal di bawahnya. Air kanal itu menampilkan warna indah, hijau bergradasi toska, tertimpa pantulan cahaya matahari pagi yang kian meninggi. Beberapa gondola melintas mengarungi kanal berair jernih itu.Zain membuka jendela dan mendorong daun jendela itu lebar-lebar. Kedua tangannya kini bertumpu pada bingkai jendela. Ia sedikit melongokkan kepala keluar jendela. Memberi keleluasaan kepada matanya untuk menyapu bersih aliran kanal, sepanjang yang dapat terjangkau oleh pandangannya.“Ah! Venice benar-benar indah!” Zain bergumam takjub.Ia tak menyesal telah memutuskan untuk menerima hadiah dari mommy dan daddy Cecilia. Ya, keberadaan dirinya dan Amisha di salah satu hotel ternama di Kota Veni

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-01
  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 85

    “Aku sangat menyukai aroma tubuhmu,” ujar Zain berterus terang. Ia menumpukan dagunya di pundak kiri Amisha.“Lepaskan aku office boy gila! Aku perlu memakai bajuku!” bentak Amisha jengkel.“Tidak mau! Panggil aku 'Sayang' baru aku lepaskan,” pinta Zain manja.Amisha menahan napas, bergumam keki, “Kekanak-kanakan sekali!”Ekspresi bibir Amisha terlihat menggelikan, membuat Zain semakin gemas, lalu mendaratkan kecupan ringan di pipi Amisha.Gumaman yang dilontarkan Amisha terdengar cukup jelas di telinga Zain. Alih-alih melarikan tangannya dari pinggang sang istri, ia justru mempererat pelukannya.“Tuan Zain Adelino, apa kamu ingin merusak hadiah liburanku?” sindir Amisha dengan na

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-01
  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 86

    Matahari musim semi bersinar hangat di pagi hari. Amisha dan Zain duduk berdampingan di atas sebuah gondola. Sebuah perahu dayung tradisional yang menjadi alat transportasi utama di Venice. Perahu itu berbentuk panjang dan runcing di bagian ujungnya dan datar pada bagian bawah. Membuatnya meliuk mudah dan lincah di atas permukaan air melewati kanal-kanal yang memenuhi kota terapung itu.Venice terletak di wilayah Veneto, di bagian Timur Laut negara Italia. Memiliki luas 412 km persegi yang terdiri dari 118 pulau kecil, dipisahkan oleh kanal-kanal dan dihubungkan oleh jembatan-jembatan yang tersebar di seluruh Kota Venice. Tak mengherankan jika kota ini dikenal dengan sebutan kota air.Pandangan mata Amisha dan Zain tak henti-hentinya mengagumi arsitektur bangunan-bangunan tua yang berdiri di sepanjang kanal. Sangat memukau! Ya, tidak salah jika banyak orang yan

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-01
  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 87

    “Auranya bikin bulu kuduk merinding,” komentar Amisha lagi, tanpa mengalihkan tatapan dari jembatan kuno itu.Patung-patung kepala yang berjajar rapi di sepanjang bagian sisi bawah jembatan tampak menakutkan, seakan memberi pesan bahwa setiap tahanan yang melintasi jembatan itu harus bersiap-siap menerima kematian.“Ayo, ke sana! Dan lihat apakah kau berpikir begitu,” ajak Zain.“Huh?”Di balik kesan suram itu, celah-celah kecil dari batangan batu yang dibentuk dengan pola tertentu menyuguhkan pemandangan yang luar biasa indah, seolah-olah memberi kesempatan terakhir kepada semua narapidana untuk menikmati detik-detik terakhir kebebasan mereka atau bahkan mungkin juga hidup mereka.Sebuah jembatan dengan posisi yang lebih ren

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-01
  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 88

    Apa pun yang ada di belakang, biarkan tetap tinggal. Semua akan memudar dengan sendirinya dan seiring waktu akan menghilang tanpa jejak. Mungkin prinsip itu yang harus dipegang teguh oleh Amisha mulai saat ini, sehubungan dengan kisah percintaan masa lalunya dengan Kenzo, sang pengkhianat.Amisha meraih benda cantik yang menghias sudut kanan meja kerjanya. Sebuah miniatur Menara Lonceng Santo Markus. Miniatur itu sangat indah. Terbuat dari kaca kualitas terbaik dengan warna menakjubkan.Miniatur menara itu merupakan sebuah rekam jejak kenangan antara dirinya dan Zain, saat menikmati hari terakhir bulan madu mereka di Venice. Saat itu mereka memutuskan untuk melintasi jembatan Laguna menuju Pulau Murano. Sebuah pulau kecil di Utara Venice.Pulau yang terkenal dengan kerajinan kaca dan pembuatan lampu itu sangat mengu

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-02
  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 89

    Bukan Jakarta namanya kalau sehari saja tak terjebak macet. Sepertinya kemacetan sudah menjadi ikon yang sangat sulit untuk dihilangkan. Lagi-lagi Amisha harus menahan hati berdiam diri di tengah antrean panjang itu.Amisha mengetuk-ngetuk setir mobil dengan ujung-ujung jarinya. Raut mukanya gelisah. Berulang kali ia mengingsut pantatnya, seolah ia sedang duduk di atas bebatuan runcing. Di depan sana, puluhan mobil mulai merayap sejengkal demi sejengkal di atas jalanan yang memuai. Menambah pengap panasnya cuaca di siang itu.“Ayo! Cepatlah bergerak!” perintah Amisha, bergumam pelan. Tak tahu ditujukan kepada siapa. Mungkin pada sopir-sopir di depan sana yang tak kalah resahnya dengan dirinya.Amisha melirik jam di pergelangan tangannya. Pukul 13.25. Sudah lima belas menit ia terjebak macet. Menyebalkan sekali. Amis

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-02

Bab terbaru

  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 210

    Amisha masih tegak mematung. Dadanya kian berguncang hebat. Detak jantungnya bagai genderang perang. Sungguh! Kata-kata Zain membawa jiwanya melayang tinggi, meniti angkasa menuju nirwana. Ia tak percaya Zain melamarnya. Ya, lamaran romantis yang diimpikan semua wanita. Meskipun tertunda sekian lama, Amisha masih saja merasakan lututnya gemetar. Saking gugupnya ia mendengar lamaran Zain yang disaksikan puluhan pasang mata.Selang beberapa menit, perlahan tangan kiri Amisha terulur membelai rambut Zain. Pelangi seakan bermunculan di hatinya kala ia menganggukkan kepala, tersenyum manis kepada Zain. Rona pelangi juga memancar dari sepasang netra gelap Zain ketika menyaksikan anggukan kepala Amisha. Senyuman Zain merekah.Tepuk tangan pun membahana disertai senyum bahagia dari puluhan pasang mata yang menjadi saksi lamaran tertunda Zain untuk Amisha.Zain pun bangkit dari berlutut dan spontan memeluk erat tubuh Amisha. Sejenak ia lupa akan keberadaan anak-anak panti yang menyaksikan mere

  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 209

    CEKLEK!Zain menutup pintu ruang kerja Amisha dengan kaki. Tangannya langsung saja menyambar tubuh Amisha yang berada di depannya dan melingkar erat pada pinggang ramping Amisha.Amisha membuang napas kesal. Kedua tangannya jatuh lurus ke samping tubuhnya.“Ini kantor, Tuan Zain Adelino! Sekarang saatnya aku bekerja!” Amisha memberi peringatan keras.Zain hanya tersenyum kecil tanpa berusaha merenggangkan pagutan lengannya dari tubuh istrinya itu. Sebaliknya, ia malah membenamkan wajahnya pada ceruk leher Amisha yang masih berbalut jilbab.“Sebentar saja,” rengek Zain.Matanya tertutup rapat, konsentrasi menyesap aroma wangi yang menguar dari tubuh Amisha.Puncak hidungnya yang menjulang tinggi berdiri pongah, seakan ingin memamerkan pada dunia bahwa tak ada seorang pun yang melebihi ketampanannya, setelah berhasil menaklukkan Amisha Harist.“Jangan bilang kamu ingin memangsaku saat ini!” goda Amisha, menoleh pada Zain dan langsung disambut dengan kecupan ringan pada pipinya.“Oh My G

  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 208

    Pandangan Amisha belum beralih dari Sonny, menanti penjelasan yang tak sepenuhnya ia pahami. Diletakkannya sendok dengan sedikit kasar. Menimbulkan bunyi berdentang. Untung saja meja mereka agak terpisah dari pengunjung lain, sehingga suara dentingan sendok beradu dengan piring tak sampai terdengar ke meja tetangga.“Aku tidak suka berteka-teki,” sergah Amisha dingin.Sonny tersenyum tipis dengan canggung. Ia sangat mengenal ekspresi yang ditunjukkan Amisha. Wanita itu sedang memasang kuda-kuda untuk setiap serangan kata yang akan dilayangkan oleh lawan bicaranya.“Ya … bisa jadi suatu hari nanti yang lalu itu akan menjadi awal dari masa depan,” kata Sonny, berandai-andai sembari tetap memendam angan.Amisha menantang tatapan sendu Sonny. “Tidak usah terlalu tinggi menggantung harap akan masa depan. Nikmati saja saat ini! Karena belum tentu Tuhan masih memberimu kesempatan untuk merasakan hangatnya cahaya mentari esok pagi.”Sonny terdiam. Perkataan Amisha skak mat untuknya. Ia hanya

  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 207

    “Ah, sudahlah! Mungkin aku memang harus ke sana. Setidaknya, pertemuan ini akan memperjelas semuanya.” Amisha akhirnya menyambar tas di atas meja, lalu menghilang dari ruangannya. Tidak butuh waktu lama bagi Amisha untuk tiba di kafe O, tempat janji temunya dengan seseorang yang menghubunginya satu jam yang lalu. Begitu Amisha berdiri di pintu masuk, seorang lelaki melambaikan tangan ke arahnya. Amisha pun berjalan ke meja di mana lelaki itu duduk. Kalau saja siang itu sinar mentari tidak begitu beringas, Amisha akan memilih pojok paling tepi di bagian luar kafe itu. Lebih sejuk. Akan tetapi, menikmati keindahan kubah dengan kaca warna-warni pada langit-langit kafe tersebut tentu tak kalah menyenangkan bila dibandingkan dengan nuansa alam di bagian luarnya. “Silakan duduk!” kata lelaki itu, menarik kursi untuk Amisha. “Terima kasih,” sahut Amisha. Komunikasi di antara mereka terdengar seperti percakapan sepasang robot yang sedang dalam masa uji coba. Amisha mematung kaku, mema

  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 206

    Amisha terjaga dari tidurnya ketika mendengar suara dengungan juicer yang sedang bekerja mengolah mangga. Entah berapa tempat yang didatangi Zain sampai akhirnya dia berhasil mendapat dua buah mangga sebagai stok terakhir dari sebuah kedai buah di pinggir jalan yang buka dua puluh empat jam. Ukurannya pun tidak terlalu besar. Layaknya buah mangga yang didatangkan dari kampung. Namun, Zain tetap bersyukur ia dapat memenuhi keinginan istri tercinta yang tengah mengidam itu. Melihat senyum bahagia menghiasi wajah Amisha adalah kebahagiaan terbesar bagi Zain. Amisha beranjak turun dari sofa bed dan melangkah gontai menuju ruang makan. Sesekali ia masih menguap dan ditutupnya dengan telapak tangan. Melihat Amisha berjalan seperti orang mabuk, Zain menekan tombol off, bergegas menyongsong Amisha, lalu membawanya duduk pada sebuah kursi. Lantaran masih mengantuk, Amisha langsung menempelkan sebelah pipinya pada permukaan meja. Matanya menatap sayu pada Zain yang melanjutkan pekerjaannya.

  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 205

    “Waktu Amisha masih kecil, mama kalian bahkan heboh, sampai lapor polisi karena mengira Amisha kabur setelah dimarahi. Eh, ternyata Amisha cuma ngumpet di kamar pengungsiannya.” Harist terkekeh setelah menceritakan kejadian itu, tak peduli pada sorot mata membunuh yang dilayangkan sang istri sebelumnya.“Honey?!” protes Claudya, dengan muka merah. Entah benar-benar marah atau justru tersipu malu.Gianna dan Zain tersenyum geli melihat raut muka Claudya yang bak pengantin baru digoda suaminya.Meski usia mereka sudah di ambang senja, hubungan Harist dan Claudya selalu mesra. Siapa pun yang melihat mereka akan merasa hangat dan damai. Ketularan hangatnya cinta kasih mereka yang tulus terhadap satu sama lain.Enggan rasanya berjauhan dari mereka bila sudah membaur dengan dua sejoli itu. Tak jarang kemesraan mereka menimbulkan rasa iri bagi sebagian anak muda, yang tanpa sengaja menyaksikan bagaimana mereka berinteraksi di tempat umum kala mereka sedang berada di taman, di restoran, atau

  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 204

    Setelah pesta kecil penyambutan orang tua angkatnya selesai dan tamu mereka pulang, Gianna tetap tinggal di rumah Amisha karena diminta Claudya untuk menginap. Celakanya, Gianna memang tak pernah bisa menolak permintaan orang tua angkatnya itu, meskipun sebenarnya ia sangat ingin pulang ke apartemennya sendiri.“Waaah, gila! Lama menghilang, kukira dia melanjutkan kuliah di luar negeri. Eh, ternyata malah ditangkap polisi! Ck!” seru Gianna, mendecak kaget sambil terus menyaksikan berita yang sedang ditontonnya di ruang tengah rumah Amisha.Ia ingat, terakhir kali ia melihat sosok orang yang diberitakan itu adalah saat menghadiri pesta perayaan ulang tahun Adelino Daneswara. Sempat beredar kabar lelaki itu akan melanjutkan study-nya di luar negeri.Haris yang sedang asyik membaca majalah olahraga hanya melirik sekilas mendengar kehebohan Gianna. Bagi Harist, kumpulan artikel dalam majalah itu jauh lebih menarik daripada berita yang ditonton Gianna. Dalam hitungan detik, ia pun kembali

  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 203

    Merahnya darah yang mengaliri wajah cantik Amisha tak lagi membayang jelas. Berubah pias diterpa kekagetan. Kaget menyaksikan berjuta kenangan indah yang terekam dalam setiap helai foto yang baru saja ditemukannya. Tidak hanya foto-fotonya semasa kuliah bersama Gianna dan Sonny, tetapi juga foto-foto menjelang pernikahannya. Bahkan, beberapa foto itu memperlihatkan tubuhnya yang sudah terbalut gaun pengantin.Diiringi detak jantung yang bergemuruh, otak Amisha mereka ulang kejadian empat tahun yang lalu. Saat itu hijaunya hamparan sajadah panjang yang terbentang menutupi lantai masjid tak lagi melukiskan ketenangan dan kedamaian hati. Warna hijau itu telah beralih rupa menjadi kelabu. Menorehkan goresan pilu.Aura keemasan yang semula memancar cerah dari indahnya janur kuning yang jatuh menjuntai dan berayun-ayun dibelai embusan angin perlahan tampak memudar, lalu menghilang tanpa jejak.Kalau saja Amisha tahu bahwa putihnya gaun pengantin yang dikenakannya saat itu tak lagi melambang

  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 202

    Dulu, ketika Amisha masih menyandang status sebagai tunangan Sonny, kehidupannya penuh keceriaan. Hampir setiap hari ia senyum-senyum sendiri membaca serangkaian pesan mesra dari Sonny. Saat itu ia benar-benar bahagia dan berharap kebahagiaan itu tak akan pernah berakhir.Kala itu awal tahun 2016. Pelaksanaan akad nikah yang direncanakan keluarga mereka tinggal menghitung hari. Tak ada yang menyangka jika tepat pada hari yang ditunggu-tunggu itu semua mimpi hidup bahagia yang dimiliki Amisha lenyap tak berbekas.Saat itu Amisha hanya bisa bergeming dengan ekspresi berubah kaku. Senyuman bahagia yang terpancar dari bibirnya beberapa detik sebelumnya seakan direnggut paksa oleh berita buruk tentang ketidakhadiran Sonny di Masjid Istiqlal hari itu.Amisha merasakan dunia tempatnya berpijak amblas seketika. Menariknya masuk ke dalam lapisan kerak bumi terdalam. Membenamkan jiwa raganya dalam kekalutan pikiran yang mengantarnya pada titik nadir sikap pesimis tentang cinta.Cinta Sonny yang

DMCA.com Protection Status