Share

Bab 2

Penulis: Lathifah Nur
last update Terakhir Diperbarui: 2024-05-15 07:55:22

“Akhirnya satu nyamuk lagi berhasil ditepuk mati!” Amisha mendesah lega. Ia berdiri di depan cermin toilet, merapikan pakaiannya. “Kacamata ini, sungguh sangat berjasa!”

Amisha tersenyum menatap kacamata yang baru saja dilepasnya. Kacamata itu telah dilengkapi lukisan optik khusus yang memperlihatkan mata kanan Amisha seakan-akan juling. Sebuah cacat yang tentu saja tak ingin dimiliki oleh siapa pun, terutama kaum hawa.

“Oke. Saatnya merayakan kemenangan!” Amisha melangkah riang keluar dari toilet setelah memasang kembali kacamata samarannya. Di tangan kirinya tergenggam sebuah kantong plastik, berisi pakaian yang tadi dipakainya untuk menyamar.

Dari tempat persembunyiannya, lelaki yang mengikuti Amisha melirik sekilas jam tangannya. Pandangannya tak lepas dari pintu toilet.

“Kenapa gadis aneh itu lama sekali? Apa terjadi sesuatu?”

Sesaat kemudian, pertanyaannya terjawab dengan kemunculan Amisha. Ia nyaris tak mengenali gadis yang diikutinya jika saja ia tidak melihat kacamata yang dikenakan Amisha. Ia menyunggingkan senyum dan mendengkus. Matanya menyipit saat melihat Amisha mengeluarkan sesuatu dari kantong coat panjangnya.

“Ya, Ma,” ujar Amisha begitu mengangkat panggilan telepon.

“Apa yang kamu katakan sampai keluarga Taksa menolak perjodohan denganmu? Bukankah kalian baru saja bertemu?”

Amisha sedikit menjauhkan ponsel dari telinga. Suara mamanya benar-benar terdengar marah. Sejenak ia menghela napas panjang.

“Aku tidak mengatakan apa-apa, Ma. Aku hanya memperkenalkan diri dan dia langsung pergi begitu saja. Bukankah itu sudah sangat jelas bahwa dia tidak menginginkan aku, Ma?” Amisha berusaha tenang menjawab pertanyaan mamanya.

“Jangan membohongi mama, Misha!” bentak mamanya dari seberang telepon.

“Ma, aku mengatakan yang sebenarnya. Aku harap Mama menepati janji Mama untuk tidak menjodohkan aku lagi jika Taksa menolakku. Aku lelah dengan semua perjodohan ini, Ma!” Nada suara Amisha terdengar sendu, tetapi sedikit meninggi.

“Amishaaa!”

Amisha mengernyit. Ia menarik mundur kepalanya dan menjauhkan ponsel dari telinga mendengar teriakan sang mama dari seberang telepon. Ia tahu mamanya sekarang benar-benar murka.

Tak ingin terus berdebat dengan mamanya, Amisha menutup panggilan telepon dengan bibir tersenyum penuh kemenangan, lalu menyimpan kembali ponselnya. Tangan kanannya segera melepas kacamata dan memasukkan benda pusaka itu ke dalam tas.

HAH!

DEG! DEG! DEG!

Dari tempat persembunyiannya, lelaki yang masih saja terus mengamati gerak-gerik Amisha tercengang ketika menyaksikan gadis itu melepas kacamata samarannya. Jantungnya mendadak berdebar kencang.

“Menarik! Amisha Harist benar-benar cantik dan penuh kejutan!” pujinya dengan tatapan mata penuh hasrat.

Amisha berjalan mendekati tempat sampah dan membuang pakaian samarannya, lalu memakai kacamata hitam untuk menyembunyikan sebagian besar wajah cantiknya.

Sepeninggal Amisha, lelaki itu keluar dari tempat persembunyian, menghampiri tong sampah. Ia memungut kantong plastik yang dibuang Amisha, menyeringai seraya menatap pintu keluar darurat yang baru saja dilewati Amisha.

Oh My God! Aku lupa ada janji!” Buru-buru lelaki itu menghubungi seseorang dan meminta orang itu mengambil kantong plastik di dekat pintu keluar darurat.

Lelaki itu masuk ke toilet pria. Ia berdiri di depan kaca dan mengeluarkan sesuatu dari saku celananya. Sebuah kulit sintetis yang sangat tipis dan elastis.

Ia menempelkan kulit sintetis itu ke pipi kirinya, lalu tersenyum licik menyaksikan wajah tampannya telah berubah wujud menjadi tampak sedikit mengerikan dengan bekas luka yang cukup besar dan menjijikkan. Ia meninggalkan toilet dan kembali ke dalam restoran.

Seorang wanita anggun, memakai gaun panjang berwarna merah fanta, duduk dengan gelisah di meja yang tadi dihuni lelaki itu. Rambutnya hitam, ikal sebahu. Kecantikannya menarik perhatian beberapa pengunjung pria yang berada di restoran itu. Membuatnya semakin pongah dan bangga dengan kecantikannya. Semua itu terlihat jelas dari raut mukanya.

TAP! TAP!

Wanita itu menoleh saat mendengar langkah kaki mendekati mejanya. Ia mengernyit, melihat seorang lelaki berbadan tegap dengan tinggi tidak kurang dari 180 cm tersenyum menatapnya. Penampilannya tampak elegan dengan setelan jas mahal. Namun, wajah lelaki itu membuat perutnya tiba-tiba berasa ingin muntah. Ia jijik melihat bekas luka besar di pipi kiri lelaki itu.

Tidak! Jangan ke sini! Aku menunggu Zain Adelino, bukan kamu!’ jerit wanita itu dalam hati.

Ia menggeleng kuat sembari memejamkan mata. Berharap lelaki itu akan menghilang begitu ia membuka mata. Detik berikutnya, ia dibuat melongo.

Lelaki itu telah duduk manis di depannya ketika ia membuka mata. Cepat-cepat ia meraih minuman untuk membasahi kerongkongannya, yang mendadak terasa kering.

“Anda Nona Maisie?” tanya lelaki itu, ramah.

Maisie hanya bisa mengangguk dan menatap lelaki di depannya dengan pandangan tidak suka.

“Oh, kenalkan! Aku Zain!”

Zain memperkenalkan diri, mengulurkan tangan kepada Maisie.

Maisie tak menyambut uluran tangan Zain. Rasa jijik membuatnya berdiri tegak dan langsung menyambar tasnya.

“Anggap kita tidak pernah bertemu, Tuan!” Maisie bergegas pergi tanpa menoleh lagi ke belakang.

“Berani-beraninya papa menjodohkanku dengan lelaki menakutkan seperti itu hanya karena dia kaya,” omel Maisie sepanjang langkahnya menuju mobil.

Ia mengeluarkan selembar foto dari tasnya dan menyobek foto itu, lalu membuang sobekannya ke tempat sampah yang dilewatinya.

“Cuih! Tak kusangka dia menipu keluargaku dengan selembar foto editan!” Maisie memaki kesal. Ia masuk ke mobil, mengenyakkan pantat dengan jengkel.

Dari mejanya, Zain dapat melihat mobil Maisie pergi meninggalkan restoran itu. Ia tersenyum puas. Dalam waktu singkat, ia pun meninggalkan restoran mewah tersebut.

Sambil memutar roda kemudi, Zain bertanya dengan earphone yang menempel di telinga, “Kau sudah mengambilnya?”

Bab terkait

  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 3

    “Menjadi cantik dan kaya tidak selamanya membawa kebahagiaan,” keluh Amisha dalam hening.Gadis itu meminta Gianna untuk pulang lebih dulu. Ia berjalan seorang diri, menyusuri jalanan dengan perasaan tak menentu. Ia berada di ambang putus asa, menyikapi keinginan mamanya. Wanita yang sangat dicintainya itu terus saja memaksanya untuk menikah.Amisha bukannya tidak ingin menikah. Siapa sih yang mau jadi perawan tua? Ia hanya tidak ingin bersikap gegabah. Ia menolak keras menikahi lelaki yang hanya menuruti nafsu dan mengincar harta orang tuanya, tetapi tidak mencintainya.Di usia yang hampir mendekati tiga puluh tahun, Amisha mendambakan seorang pria yang mencintai dirinya, bukan embel-embel di belakangnya. Tanpa sadar, Amisha meneteskan air mata.Zain melajukan mobilnya dengan kecepatan rendah, membelah jalanan tanpa tujuan yang jelas. Mendadak ia menginjak rem dan menoleh kaget, saat netra kelamnya menangkap siluet Amisha berjalan seorang diri di tengah keramaian.Wajah sendu Amisha

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-15
  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 4

    “Aarrgh!” Kenzo meninju angin dengan kesal lantaran gagal menyusul Amisha.“Sayang, biarkan saja dia pergi. Bukankah itu lebih baik?” Wanita itu berusaha menghibur Kenzo.“Semua ini gara-gara kamu! Aku jadi kehilangan tambang emas dan masa depanku!” Kenzo menatap tajam kepada kekasihnya.“Kita masih bisa mencari perempuan bodoh lainnya,” bujuk wanita itu, tersenyum manis seraya menggelayut manja di lengan Kenzo.“Ah! Benar juga! Kamu memang kekasih pintarku!” Kenzo mencolek dagu wanita itu. Emosinya mereda.Mereka kembali masuk ke toko pakaian, melanjutkan kegiatan mereka yang sempat tertunda.Bersembunyi di balik sebuah mobil, Amisha melihat semua adegan mesra sepasang kekasih itu dengan air mata mengalir deras. Hatinya benar-benar hancur bagai butiran debu.“Aku memang bodoh dan telah dibutakan oleh cinta!” gumam Amisha, pelan. Tanpa terasa air matanya kembali luruh, mengenang kisah kelam itu.Amisha melangkah gontai di sepanjang jalan. Tak ia pedulikan tubuhnya yang basah kuyup. Ai

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-15
  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 5

    “Aku tidak percaya aku bisa melakukan hal sebodoh itu hanya karena sebuah kenangan buruk yang menjijikkan!” Amisha memaki dirinya sendiri kala teringat bagaimana ia membiarkan dirinya berjalan tak tentu arah di bawah derasnya guyuran hujan. Ia mengutuk kelemahan hatinya yang masih saja menangis hanya karena terkenang bagaimana Kenzo mengkhianati kesetiaannya beberapa tahun lalu.“Aku rasa tidak ada yang lebih bodoh dari diriku! Pantas saja Kenzo mencampakkan aku.” Amisha mengejek diri sendiri dengan lenguhan jengkel.CEKLEK!Suara pintu terbuka membuat Amisha, yang berbaring di atas tempat tidur, berpaling ke arah pintu. Tampak Inah datang membawa baki berisi semangkuk bubur dan segelas jus jambu merah segar bercampur madu.“Bagaimana perasaan Anda pagi ini, Nona Muda?” tanya Inah lembut seraya meletakkan nampan yang dibawanya di atas meja.“Memangnya apa yang terjadi padaku, Bi?” Amisha balik bertanya.“Ya, Tuhan! Nona lupa? Kemarin malam Nona jatuh pingsan di depan pintu lho. Dema

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-15
  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 6

    Kurang dari tiga puluh menit, Amisha sudah tiba di kantor. Ia berjalan menuju lift. Langkahnya nan elegan selalu saja menarik perhatian karyawan pria yang berselisih jalan dengannya. “Selamat pagi, Nona!” sapa Seno yang bertemu Amisha di depan lift. Amisha mengangguk ringan tanpa membalas sapaan Seno. Seno sangat maklum. Ia mengiring Amisha memasuki lift dan berdiri kaku di samping bosnya itu. Sesekali ia melirik Amisha dengan sudut matanya.Sudah hampir lima tahun Seno bekerja untuk Amisha. Belum sekali pun ia dapat melihat dengan jelas seperti apa wajah asli junjungannya itu. Rumor yang didengarnya simpang siur. Selentingan kabar angin mengatakan bahwa Amisha adalah wanita yang memiliki kecantikan luar biasa tanpa cela. Sementara kabar lainnya mengatakan Amisha tak lain merupakan wanita berwajah jelek.Ia memiliki cacat pada matanya. Itu sangat memalukan bagi orang kelas atas sehingga ia selalu menutupinya dengan kacamata hitam yang lebar.Bahkan, sebagian rumor juga mengatakan ba

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-15
  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 7

    Zain meletakkan peralatan kebersihan yang dibawanya di luar ruangan Amisha. Ia baru ingat pesan Seno untuk tidak membersihkan ruangan bosnya itu saat Amisha sedang berada di dalam ruangan. Amisha sangat membenci itu. Jadi, Zain memutuskan untuk memastikan keberadaan Amisha terlebih dulu.Zain mengetuk pintu beberapa kali. Tak ada sahutan. Ia mendorong daun pintu pelan dan melangkah masuk dengan hati-hati. Kekosongan dan kesunyian menyambut kehadiran Zain di ruangan itu. Ia melirik jam dinding. Pukul 8.17.“Bukankah rumornya Amisha Harist adalah wanita yang sangat disiplin waktu? Kenapa dia belum muncul?” Zain bertanya heran.Tatapan jeli Zain menyapu seisi ruang kerja Amisha. Alisnya terangkat saat melihat tas Amisha sudah teronggok manis di atas meja.“Ah! Ternyata dia sudah datang, tapi … di mana dia?” Zain masih mempertanyakan keberadaan bosnya itu. Entah kenapa kecemasan menyergap hatinya. Membayangkan kemungkinan hal buruk telah menimpa Amisha. Bukankah kemarin malam hujan sangat

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-15
  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 8

    Gianna dan Amisha saling lempar pandang, lalu serentak menoleh ke arah sumber suara yang menyela obrolan mereka.Seorang lelaki berpakaian seragam office boy datang menghampiri mereka sambil menenteng bingkisan berisi makanan dan minuman.“Dia Dede. Lelaki yang telah membawamu ke sini dalam gendongannya,” bisik Gianna di telinga Amisha.“Apa? Kamu pasti bercanda, ‘kan?” sergah Amisha, terperangah.Gelengan kepala Gianna membuat tatapan mata Amisha mendadak sayu. Ia merasa malu.“Aku membawa sesuatu. Nona Amisha dan Nona Gianna pasti lapar. Makanlah!” Dede mengeluarkan kotak makanan yang dibawanya da

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-16
  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 9

    Seminggu telah berlalu semenjak Amisha diperbolehkan pulang dari rumah sakit. Ia telah kembali ke kesibukan semula. Berjibaku dengan waktu dan berkutat dengan setumpuk berkas serta seribu satu agenda pertemuan dengan rekan bisnis.Amisha ingin sekali bisa menendang Dede hengkang dari perusahaannya. Namun, kenyataan bahwa Dede bukanlah seorang office boy biasa seperti rekan-rekannya memaksa Amisha untuk tidak pernah menjalankan niat hatinya itu.Cara kerja Dede sungguh cekatan. Ia juga memiliki kecerdasan di atas rata-rata. Tak jarang Dede ikut memberi masukan kepada Amisha saat ia merasa otaknya buntu, tidak mampu memikirkan solusi terhadap permasalahan perusahaannya. Meski Amisha tidak ingin mengakui itu di hadapan Dede, jauh di lubuk hatinya ia memuji cara pikir Dede. Amisha baru saja selesai menghadiri pertemuan dengan beberapa orang kolega. Ia kembali ke kantor membawa setumpuk lelah di kedua pundaknya.BRAK!Amisha mengempaskan berkas yang dibawanya ke atas meja dengan kasar, lal

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-16
  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 10

    “Tangkap!” seru Amisha, melemparkan sesuatu kepada Dede tatkala mereka tiba di pelataran parkir.Dede memperhatikan benda yang dilempar Amisha dan kini berada dalam genggaman tangannya. Sebuah kunci mobil. Ia menatap Amisha dengan sorot mata penuh tanya.“Jangan bilang kamu tidak bisa menyetir mobil!” ujar Amisha, dingin.“Oh! Oke!”Buru-buru Dede menyusul Amisha yang sudah berjalan menuju mobil. Dede membukakan pintu untuk Amisha.Amisha mengenyakkan pantat di jok belakang dan menyandarkan kepala dengan santai. Sungguh hari yang sangat melelahkan. Ia harus menahan hati, bertemu dengan kolega yang menyebalkan dan haus akan pujian, sebelum akhirnya bersedia menandatangani kontrak kerja sama.

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-16

Bab terbaru

  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 210

    Amisha masih tegak mematung. Dadanya kian berguncang hebat. Detak jantungnya bagai genderang perang. Sungguh! Kata-kata Zain membawa jiwanya melayang tinggi, meniti angkasa menuju nirwana. Ia tak percaya Zain melamarnya. Ya, lamaran romantis yang diimpikan semua wanita. Meskipun tertunda sekian lama, Amisha masih saja merasakan lututnya gemetar. Saking gugupnya ia mendengar lamaran Zain yang disaksikan puluhan pasang mata.Selang beberapa menit, perlahan tangan kiri Amisha terulur membelai rambut Zain. Pelangi seakan bermunculan di hatinya kala ia menganggukkan kepala, tersenyum manis kepada Zain. Rona pelangi juga memancar dari sepasang netra gelap Zain ketika menyaksikan anggukan kepala Amisha. Senyuman Zain merekah.Tepuk tangan pun membahana disertai senyum bahagia dari puluhan pasang mata yang menjadi saksi lamaran tertunda Zain untuk Amisha.Zain pun bangkit dari berlutut dan spontan memeluk erat tubuh Amisha. Sejenak ia lupa akan keberadaan anak-anak panti yang menyaksikan mere

  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 209

    CEKLEK!Zain menutup pintu ruang kerja Amisha dengan kaki. Tangannya langsung saja menyambar tubuh Amisha yang berada di depannya dan melingkar erat pada pinggang ramping Amisha.Amisha membuang napas kesal. Kedua tangannya jatuh lurus ke samping tubuhnya.“Ini kantor, Tuan Zain Adelino! Sekarang saatnya aku bekerja!” Amisha memberi peringatan keras.Zain hanya tersenyum kecil tanpa berusaha merenggangkan pagutan lengannya dari tubuh istrinya itu. Sebaliknya, ia malah membenamkan wajahnya pada ceruk leher Amisha yang masih berbalut jilbab.“Sebentar saja,” rengek Zain.Matanya tertutup rapat, konsentrasi menyesap aroma wangi yang menguar dari tubuh Amisha.Puncak hidungnya yang menjulang tinggi berdiri pongah, seakan ingin memamerkan pada dunia bahwa tak ada seorang pun yang melebihi ketampanannya, setelah berhasil menaklukkan Amisha Harist.“Jangan bilang kamu ingin memangsaku saat ini!” goda Amisha, menoleh pada Zain dan langsung disambut dengan kecupan ringan pada pipinya.“Oh My G

  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 208

    Pandangan Amisha belum beralih dari Sonny, menanti penjelasan yang tak sepenuhnya ia pahami. Diletakkannya sendok dengan sedikit kasar. Menimbulkan bunyi berdentang. Untung saja meja mereka agak terpisah dari pengunjung lain, sehingga suara dentingan sendok beradu dengan piring tak sampai terdengar ke meja tetangga.“Aku tidak suka berteka-teki,” sergah Amisha dingin.Sonny tersenyum tipis dengan canggung. Ia sangat mengenal ekspresi yang ditunjukkan Amisha. Wanita itu sedang memasang kuda-kuda untuk setiap serangan kata yang akan dilayangkan oleh lawan bicaranya.“Ya … bisa jadi suatu hari nanti yang lalu itu akan menjadi awal dari masa depan,” kata Sonny, berandai-andai sembari tetap memendam angan.Amisha menantang tatapan sendu Sonny. “Tidak usah terlalu tinggi menggantung harap akan masa depan. Nikmati saja saat ini! Karena belum tentu Tuhan masih memberimu kesempatan untuk merasakan hangatnya cahaya mentari esok pagi.”Sonny terdiam. Perkataan Amisha skak mat untuknya. Ia hanya

  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 207

    “Ah, sudahlah! Mungkin aku memang harus ke sana. Setidaknya, pertemuan ini akan memperjelas semuanya.” Amisha akhirnya menyambar tas di atas meja, lalu menghilang dari ruangannya. Tidak butuh waktu lama bagi Amisha untuk tiba di kafe O, tempat janji temunya dengan seseorang yang menghubunginya satu jam yang lalu. Begitu Amisha berdiri di pintu masuk, seorang lelaki melambaikan tangan ke arahnya. Amisha pun berjalan ke meja di mana lelaki itu duduk. Kalau saja siang itu sinar mentari tidak begitu beringas, Amisha akan memilih pojok paling tepi di bagian luar kafe itu. Lebih sejuk. Akan tetapi, menikmati keindahan kubah dengan kaca warna-warni pada langit-langit kafe tersebut tentu tak kalah menyenangkan bila dibandingkan dengan nuansa alam di bagian luarnya. “Silakan duduk!” kata lelaki itu, menarik kursi untuk Amisha. “Terima kasih,” sahut Amisha. Komunikasi di antara mereka terdengar seperti percakapan sepasang robot yang sedang dalam masa uji coba. Amisha mematung kaku, mema

  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 206

    Amisha terjaga dari tidurnya ketika mendengar suara dengungan juicer yang sedang bekerja mengolah mangga. Entah berapa tempat yang didatangi Zain sampai akhirnya dia berhasil mendapat dua buah mangga sebagai stok terakhir dari sebuah kedai buah di pinggir jalan yang buka dua puluh empat jam. Ukurannya pun tidak terlalu besar. Layaknya buah mangga yang didatangkan dari kampung. Namun, Zain tetap bersyukur ia dapat memenuhi keinginan istri tercinta yang tengah mengidam itu. Melihat senyum bahagia menghiasi wajah Amisha adalah kebahagiaan terbesar bagi Zain. Amisha beranjak turun dari sofa bed dan melangkah gontai menuju ruang makan. Sesekali ia masih menguap dan ditutupnya dengan telapak tangan. Melihat Amisha berjalan seperti orang mabuk, Zain menekan tombol off, bergegas menyongsong Amisha, lalu membawanya duduk pada sebuah kursi. Lantaran masih mengantuk, Amisha langsung menempelkan sebelah pipinya pada permukaan meja. Matanya menatap sayu pada Zain yang melanjutkan pekerjaannya.

  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 205

    “Waktu Amisha masih kecil, mama kalian bahkan heboh, sampai lapor polisi karena mengira Amisha kabur setelah dimarahi. Eh, ternyata Amisha cuma ngumpet di kamar pengungsiannya.” Harist terkekeh setelah menceritakan kejadian itu, tak peduli pada sorot mata membunuh yang dilayangkan sang istri sebelumnya.“Honey?!” protes Claudya, dengan muka merah. Entah benar-benar marah atau justru tersipu malu.Gianna dan Zain tersenyum geli melihat raut muka Claudya yang bak pengantin baru digoda suaminya.Meski usia mereka sudah di ambang senja, hubungan Harist dan Claudya selalu mesra. Siapa pun yang melihat mereka akan merasa hangat dan damai. Ketularan hangatnya cinta kasih mereka yang tulus terhadap satu sama lain.Enggan rasanya berjauhan dari mereka bila sudah membaur dengan dua sejoli itu. Tak jarang kemesraan mereka menimbulkan rasa iri bagi sebagian anak muda, yang tanpa sengaja menyaksikan bagaimana mereka berinteraksi di tempat umum kala mereka sedang berada di taman, di restoran, atau

  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 204

    Setelah pesta kecil penyambutan orang tua angkatnya selesai dan tamu mereka pulang, Gianna tetap tinggal di rumah Amisha karena diminta Claudya untuk menginap. Celakanya, Gianna memang tak pernah bisa menolak permintaan orang tua angkatnya itu, meskipun sebenarnya ia sangat ingin pulang ke apartemennya sendiri.“Waaah, gila! Lama menghilang, kukira dia melanjutkan kuliah di luar negeri. Eh, ternyata malah ditangkap polisi! Ck!” seru Gianna, mendecak kaget sambil terus menyaksikan berita yang sedang ditontonnya di ruang tengah rumah Amisha.Ia ingat, terakhir kali ia melihat sosok orang yang diberitakan itu adalah saat menghadiri pesta perayaan ulang tahun Adelino Daneswara. Sempat beredar kabar lelaki itu akan melanjutkan study-nya di luar negeri.Haris yang sedang asyik membaca majalah olahraga hanya melirik sekilas mendengar kehebohan Gianna. Bagi Harist, kumpulan artikel dalam majalah itu jauh lebih menarik daripada berita yang ditonton Gianna. Dalam hitungan detik, ia pun kembali

  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 203

    Merahnya darah yang mengaliri wajah cantik Amisha tak lagi membayang jelas. Berubah pias diterpa kekagetan. Kaget menyaksikan berjuta kenangan indah yang terekam dalam setiap helai foto yang baru saja ditemukannya. Tidak hanya foto-fotonya semasa kuliah bersama Gianna dan Sonny, tetapi juga foto-foto menjelang pernikahannya. Bahkan, beberapa foto itu memperlihatkan tubuhnya yang sudah terbalut gaun pengantin.Diiringi detak jantung yang bergemuruh, otak Amisha mereka ulang kejadian empat tahun yang lalu. Saat itu hijaunya hamparan sajadah panjang yang terbentang menutupi lantai masjid tak lagi melukiskan ketenangan dan kedamaian hati. Warna hijau itu telah beralih rupa menjadi kelabu. Menorehkan goresan pilu.Aura keemasan yang semula memancar cerah dari indahnya janur kuning yang jatuh menjuntai dan berayun-ayun dibelai embusan angin perlahan tampak memudar, lalu menghilang tanpa jejak.Kalau saja Amisha tahu bahwa putihnya gaun pengantin yang dikenakannya saat itu tak lagi melambang

  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 202

    Dulu, ketika Amisha masih menyandang status sebagai tunangan Sonny, kehidupannya penuh keceriaan. Hampir setiap hari ia senyum-senyum sendiri membaca serangkaian pesan mesra dari Sonny. Saat itu ia benar-benar bahagia dan berharap kebahagiaan itu tak akan pernah berakhir.Kala itu awal tahun 2016. Pelaksanaan akad nikah yang direncanakan keluarga mereka tinggal menghitung hari. Tak ada yang menyangka jika tepat pada hari yang ditunggu-tunggu itu semua mimpi hidup bahagia yang dimiliki Amisha lenyap tak berbekas.Saat itu Amisha hanya bisa bergeming dengan ekspresi berubah kaku. Senyuman bahagia yang terpancar dari bibirnya beberapa detik sebelumnya seakan direnggut paksa oleh berita buruk tentang ketidakhadiran Sonny di Masjid Istiqlal hari itu.Amisha merasakan dunia tempatnya berpijak amblas seketika. Menariknya masuk ke dalam lapisan kerak bumi terdalam. Membenamkan jiwa raganya dalam kekalutan pikiran yang mengantarnya pada titik nadir sikap pesimis tentang cinta.Cinta Sonny yang

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status