Share

Bab 7

Author: Lathifah Nur
last update Last Updated: 2024-05-15 07:58:32

Zain meletakkan peralatan kebersihan yang dibawanya di luar ruangan Amisha. Ia baru ingat pesan Seno untuk tidak membersihkan ruangan bosnya itu saat Amisha sedang berada di dalam ruangan. Amisha sangat membenci itu. Jadi, Zain memutuskan untuk memastikan keberadaan Amisha terlebih dulu.

Zain mengetuk pintu beberapa kali. Tak ada sahutan. Ia mendorong daun pintu pelan dan melangkah masuk dengan hati-hati. Kekosongan dan kesunyian menyambut kehadiran Zain di ruangan itu. Ia melirik jam dinding. Pukul 8.17.

“Bukankah rumornya Amisha Harist adalah wanita yang sangat disiplin waktu? Kenapa dia belum muncul?” Zain bertanya heran.

Tatapan jeli Zain menyapu seisi ruang kerja Amisha. Alisnya terangkat saat melihat tas Amisha sudah teronggok manis di atas meja.

“Ah! Ternyata dia sudah datang, tapi … di mana dia?” 

Zain masih mempertanyakan keberadaan bosnya itu. Entah kenapa kecemasan menyergap hatinya. Membayangkan kemungkinan hal buruk telah menimpa Amisha. Bukankah kemarin malam hujan sangat deras? Zain masih ingat ia melihat sekilas wanita itu di jalanan, bermandikan derasnya hujan.

Jangan-jangan dia pingsan!

Zain berlari, menerobos masuk menuju lorong sempit. Lorong itu sepertinya mengarah pada toilet pribadi Amisha.

GREP!

Zain menangkap tubuh Amisha yang berjalan terhuyung sembari meraba dinding. Gadis itu tiba-tiba jatuh pingsan setelah keluar dari toilet. Zain mengangkat Amisha dalam gendongannya dan membaringkannya di atas sofa. Dirabanya kening Amisha.

Oh My God! Panas sekali!” Zain memekik pelan.

Saat membuka mata, Amisha mendapati dirinya berada di ruangan asing serba putih. Sesaat ia terlihat linglung.

“Di mana aku?” tanya Amisha, bingung. 

Aroma obat menusuk tajam indra penciuman Amisha. Ia pun menyadari bahwa dirinya sedang terbaring tak berdaya di atas ranjang sebuah rumah sakit. Rasa nyeri pada tangannya yang tertusuk jarum infus membuat Amisha meringis.

“Syukurlah Nona sudah sadar,” seru Gianna lega, menghampiri Amisha dengan sisa kecemasan yang masih melekat di wajahnya.

“Nona tadi pingsan. Untung ada Dede,” imbuh Gianna sambil memijat ringan lengan Amisha.

“Dede? Siapa dia?”

Amisha merasa asing dengan nama itu. Seingatnya, tidak ada karyawan perusahaannya yang bernama Dede. Bahkan, ia juga tidak memiliki kenalan dengan nama itu. Lalu, bagaimana lelaki itu bisa muncul tiba-tiba menjadi malaikat penolongnya?

Aku tidak hidup di negeri dongeng, ‘kan?’ tanya Amisha pada diri sendiri.

Andai ia benar-benar hidup di negeri dongeng, tentu ia akan sangat bahagia dapat bertemu dengan seorang pangeran berkuda putih, yang menyelamatkan nyawanya dan berakhir dengan kisah cinta seindah cerita Cinderella atau Putri Tidur, yang terjaga dari tidur panjangnya dan hidup kembali karena ciuman seorang pria.

Sayang, ia tidak hidup di negeri dongeng. Ia hidup di dunia nyata, yang penuh carut-marut dan kejam. Sebuah dunia di mana yang kuat menindas yang lemah. Yang baik dan jujur akan ditipu. Yang bijaksana akan binasa, dan yang berkuasa punya hak di atas segalanya untuk menyingkirkan siapa pun yang menjadi batu sandungannya.

Pun tak berbeda halnya dalam urusan cinta. Keluguan dan kesetiaan menjadi santapan empuk sang predator cinta, yang hanya memburu harta dan takhta. Wanita menjadi alat untuk memperebutkan keduanya. Sungguh menyedihkan!

Amisha memejamkan mata. Hatinya benar-benar miris, mengingat dirinya pernah menjadi objek seorang Kenzo demi mengincar sesuatu yang berlabel harta dan takhta itu.

“Nona! Nona baik-baik saja?” Gianna mengguncang lengan Amisha. Kekhawatirannya kembali meningkat.

“Aku belum mati, Bodoh!” umpat Amisha, kembali membuka mata.

“Aiyaaa … Nona membuatku hampir terkena serangan jantung!” Gianna terduduk lunglai di atas kursi, di samping ranjang Amisha.

“Bisa tidak kamu berhenti memanggilku, Nona? Atau memang hanya aku yang menganggapmu sebagai sahabat?” Amisha memalingkan muka, memasang wajah cemberut.

“Itu … aku selalu merasa sungkan.” Gianna mengaku jujur.

Gianna telah mengenal Amisha semenjak mereka masih duduk di bangku sekolah dasar. Orang tua Gianna adalah pelayan setia keluarga Amisha. Sayangnya, mereka meninggal demi menyelamatkan Amisha dan Gianna saat terjadi peristiwa kebakaran puluhan tahun yang lalu. Saat itu Amisha dan Gianna masih duduk di kelas empat sekolah dasar.

Sejak saat itu, Gianna tinggal bersama Amisha dan menjadi tanggung jawab orang tua Amisha. Namun, Gianna sama sekali tidak melupakan statusnya. Meskipun ia mendapatkan fasilitas dan pendidikan yang sama dengan Amisha, ia tetap sadar diri bahwa ia hanyalah anak seorang pelayan. Gianna telah berjanji akan mendedikasikan hidupnya untuk keluarga Amisha.

“Ayolah, Gianna! Kamu tahu bagaimana watakku. Aku tidak peduli dengan semua status itu. Di mataku, semua manusia sama. Tuhan saja yang Maha Segalanya hanya membedakan manusia dari ketakwaannya, lalu kenapa aku yang bersifat fana ini harus memandang manusia dari status sosialnya? Kamu melukai harga diriku, Gianna!” Amisha mendengkus kesal.

“Maafkan aku, Nona … eh A–Amisha!” Gianna berkata gagap.

Lidah Gianna terasa kelu menyebut nama Amisha—teman sekaligus majikannya. Ia merasa bersalah karena selama ini ia seakan telah memberi jarak pada keakraban hubungan pertemanannya dengan Amisha. Di sisi lain, ia juga merasa tidak sopan jika hanya memanggil Amisha dengan nama.

“Nah, begitu dong … ‘kan lebih enak didengar!” puji Amisha, tersenyum senang. “Lagi pula, kita hanya berdua. Tidak ada yang mesti ditakutkan!”

Hati Gianna terasa nyaman melihat senyum tulus Amisha. Bagaimanapun, harus diakuinya bahwa keluarga Amisha memang tak pernah menilai dan memperlakukan orang lain dari status sosial mereka.

“Apa aku tidak diperhitungkan di sini?”

Related chapters

  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 8

    Gianna dan Amisha saling lempar pandang, lalu serentak menoleh ke arah sumber suara yang menyela obrolan mereka.Seorang lelaki berpakaian seragam office boy datang menghampiri mereka sambil menenteng bingkisan berisi makanan dan minuman.“Dia Dede. Lelaki yang telah membawamu ke sini dalam gendongannya,” bisik Gianna di telinga Amisha.“Apa? Kamu pasti bercanda, ‘kan?” sergah Amisha, terperangah.Gelengan kepala Gianna membuat tatapan mata Amisha mendadak sayu. Ia merasa malu.“Aku membawa sesuatu. Nona Amisha dan Nona Gianna pasti lapar. Makanlah!” Dede mengeluarkan kotak makanan yang dibawanya da

    Last Updated : 2024-05-16
  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 9

    Seminggu telah berlalu semenjak Amisha diperbolehkan pulang dari rumah sakit. Ia telah kembali ke kesibukan semula. Berjibaku dengan waktu dan berkutat dengan setumpuk berkas serta seribu satu agenda pertemuan dengan rekan bisnis.Amisha ingin sekali bisa menendang Dede hengkang dari perusahaannya. Namun, kenyataan bahwa Dede bukanlah seorang office boy biasa seperti rekan-rekannya memaksa Amisha untuk tidak pernah menjalankan niat hatinya itu.Cara kerja Dede sungguh cekatan. Ia juga memiliki kecerdasan di atas rata-rata. Tak jarang Dede ikut memberi masukan kepada Amisha saat ia merasa otaknya buntu, tidak mampu memikirkan solusi terhadap permasalahan perusahaannya. Meski Amisha tidak ingin mengakui itu di hadapan Dede, jauh di lubuk hatinya ia memuji cara pikir Dede. Amisha baru saja selesai menghadiri pertemuan dengan beberapa orang kolega. Ia kembali ke kantor membawa setumpuk lelah di kedua pundaknya.BRAK!Amisha mengempaskan berkas yang dibawanya ke atas meja dengan kasar, lal

    Last Updated : 2024-05-16
  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 10

    “Tangkap!” seru Amisha, melemparkan sesuatu kepada Dede tatkala mereka tiba di pelataran parkir.Dede memperhatikan benda yang dilempar Amisha dan kini berada dalam genggaman tangannya. Sebuah kunci mobil. Ia menatap Amisha dengan sorot mata penuh tanya.“Jangan bilang kamu tidak bisa menyetir mobil!” ujar Amisha, dingin.“Oh! Oke!”Buru-buru Dede menyusul Amisha yang sudah berjalan menuju mobil. Dede membukakan pintu untuk Amisha.Amisha mengenyakkan pantat di jok belakang dan menyandarkan kepala dengan santai. Sungguh hari yang sangat melelahkan. Ia harus menahan hati, bertemu dengan kolega yang menyebalkan dan haus akan pujian, sebelum akhirnya bersedia menandatangani kontrak kerja sama.

    Last Updated : 2024-05-16
  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 11

    Amisha tak pernah menyangka akan ada hari untuknya bertemu lagi dengan Kenzo. Seseorang yang ingin dihindarinya seumur hidup. Lelaki yang telah memperkenalkannya pada indahnya cinta sekaligus menorehkan jejak luka yang mendalam di relung hatinya.Masih terbayang jelas pengkhianatan Kenzo bertahun-tahun silam. Juga senyum mencemooh yang baru saja dipertontonkan lelaki itu dengan pongah bersama perempuan jalang simpanannya. Perempuan yang tak memiliki rasa empati sedikit pun terhadap sesama wanita.Luka lama Amisha seakan berdarah kembali. Namun, air matanya tak lagi tersisa untuk menangisi semua kepedihan itu. Air matanya telah terkuras habis bersama derasnya hujan di malam itu. Malam ketika terik kehampaan membakar hangus keyakinannya akan adanya cinta suci di hamparan bumi ini.Dede berulang kali melirik Amisha dar

    Last Updated : 2024-05-16
  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 12

    Kacamata hitam di tangan Amisha jatuh ketika tahu-tahu Dede sudah berdiri di depannya, menghidangkan secangkir cappuccino.Amisha mendongak. Pandangan mata kagetnya bersirobok dengan tatapan tajam Dede. Sesaat Amisha membatu kaku.Di usianya yang menjelang kepala tiga, untuk pertama kalinya seorang lelaki yang bukan keluarga dan orang terdekatnya melihatnya tanpa kacamata, mempertontonkan bentuk asli kedua netranya.‘Oh My God! Manik mata itu sungguh indah luar biasa!’ Dede berseru takjub dalam hati.Malam itu ia telah terpesona dengan kecantikan Amisha tanpa kacamata. Kini, dalam jarak yang begitu dekat ia seakan terbius oleh sepasang iris merah jambu keunguan, menatapnya dengan panca

    Last Updated : 2024-05-17
  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 13

    “Apa? Mama diopname karena serangan jantung?” Amisha terlonjak kaget dari tempat duduknya.“Iya, Misha.” Suara berwibawa papanya menyahut lesu dari seberang telepon.“Kenapa bisa begitu, Pa?” tanya Amisha sedih.“Belakangan ini mamamu selalu memikirkan tentang pernikahanmu. Darah tingginya kambuh gara-gara stres.”“Maafkan aku, Pa.” Amisha merasa bersalah.Andai cinta suci dapat ia temukan di pasar loak, mungkin telah lama ia mencarinya di sana. Tak masalah ia bukan yang pertama. Selama ia menjadi pemilik terakhir, itu sudah lebih dari cukup untuk membuatnya bahagia. Bukankah cinta terakhir hanya akan terpisahkan oleh kematian?“Sayang, papa sangat berharap kamu bisa menjenguk mam

    Last Updated : 2024-05-17
  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 14

    Amisha mengira Dede akan dengan senang hati menyetujui kontrak yang ditawarkannya. Mengingat ia sudah sangat royal memberikan kompensasi sepuluh kali lipat dari gajinya sebagai office boy, ditambah dengan beragam fasilitas mewah lainnya selama ia menjadi tunangan kontrak. Ia benar-benar tak menduga jika lelaki itu akan jual mahal dan mencoba bernegosiasi dengannya.‘Apa dia tidak takut dipecat?’ pikir Amisha, semakin heran dengan sosok Dede.“Terserah Nona kalau memang Nona keberatan. Aku hanya mencoba menciptakan suasana kerja yang nyaman untukku, supaya aku bisa menjalankan peranku dengan baik. Hak Nona untuk menolak persyaratanku, tapi jika mau Nona seperti itu, maaf, aku tidak bisa membantu Nona.”Selesai berkata begitu Dede b

    Last Updated : 2024-05-17
  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 15

    Begitu menginjakkan kaki di Bandar Udara Heathrow, Amisha disambut langit musim semi Kota London yang berwarna biru cerah. Rasa lelah setelah melakukan perjalanan hampir dua puluh empat jam penerbangan ditambah dengan dua kali transit seakan lenyap seketika.Seorang lelaki muda dan sebuah mobil BMW i8 warna silver telah menanti kedatangan Amisha begitu ia keluar dari pintu bandara. Lelaki itu berlari menyongsong Amisha dan mengambil alih koper di tangannya.Amisha masuk ke mobil tanpa menunggu lelaki itu membukakan pintu untuknya. Sementara Dede masih menyimpan kopernya di bagasi bersama sang sopir.“Are you going to visit your mom right away, Miss Harist?” tanya si sopir, melirik Amisha dari kaca spion beberapa menit kemudian.

    Last Updated : 2024-05-17

Latest chapter

  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 210

    Amisha masih tegak mematung. Dadanya kian berguncang hebat. Detak jantungnya bagai genderang perang. Sungguh! Kata-kata Zain membawa jiwanya melayang tinggi, meniti angkasa menuju nirwana. Ia tak percaya Zain melamarnya. Ya, lamaran romantis yang diimpikan semua wanita. Meskipun tertunda sekian lama, Amisha masih saja merasakan lututnya gemetar. Saking gugupnya ia mendengar lamaran Zain yang disaksikan puluhan pasang mata.Selang beberapa menit, perlahan tangan kiri Amisha terulur membelai rambut Zain. Pelangi seakan bermunculan di hatinya kala ia menganggukkan kepala, tersenyum manis kepada Zain. Rona pelangi juga memancar dari sepasang netra gelap Zain ketika menyaksikan anggukan kepala Amisha. Senyuman Zain merekah.Tepuk tangan pun membahana disertai senyum bahagia dari puluhan pasang mata yang menjadi saksi lamaran tertunda Zain untuk Amisha.Zain pun bangkit dari berlutut dan spontan memeluk erat tubuh Amisha. Sejenak ia lupa akan keberadaan anak-anak panti yang menyaksikan mere

  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 209

    CEKLEK!Zain menutup pintu ruang kerja Amisha dengan kaki. Tangannya langsung saja menyambar tubuh Amisha yang berada di depannya dan melingkar erat pada pinggang ramping Amisha.Amisha membuang napas kesal. Kedua tangannya jatuh lurus ke samping tubuhnya.“Ini kantor, Tuan Zain Adelino! Sekarang saatnya aku bekerja!” Amisha memberi peringatan keras.Zain hanya tersenyum kecil tanpa berusaha merenggangkan pagutan lengannya dari tubuh istrinya itu. Sebaliknya, ia malah membenamkan wajahnya pada ceruk leher Amisha yang masih berbalut jilbab.“Sebentar saja,” rengek Zain.Matanya tertutup rapat, konsentrasi menyesap aroma wangi yang menguar dari tubuh Amisha.Puncak hidungnya yang menjulang tinggi berdiri pongah, seakan ingin memamerkan pada dunia bahwa tak ada seorang pun yang melebihi ketampanannya, setelah berhasil menaklukkan Amisha Harist.“Jangan bilang kamu ingin memangsaku saat ini!” goda Amisha, menoleh pada Zain dan langsung disambut dengan kecupan ringan pada pipinya.“Oh My G

  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 208

    Pandangan Amisha belum beralih dari Sonny, menanti penjelasan yang tak sepenuhnya ia pahami. Diletakkannya sendok dengan sedikit kasar. Menimbulkan bunyi berdentang. Untung saja meja mereka agak terpisah dari pengunjung lain, sehingga suara dentingan sendok beradu dengan piring tak sampai terdengar ke meja tetangga.“Aku tidak suka berteka-teki,” sergah Amisha dingin.Sonny tersenyum tipis dengan canggung. Ia sangat mengenal ekspresi yang ditunjukkan Amisha. Wanita itu sedang memasang kuda-kuda untuk setiap serangan kata yang akan dilayangkan oleh lawan bicaranya.“Ya … bisa jadi suatu hari nanti yang lalu itu akan menjadi awal dari masa depan,” kata Sonny, berandai-andai sembari tetap memendam angan.Amisha menantang tatapan sendu Sonny. “Tidak usah terlalu tinggi menggantung harap akan masa depan. Nikmati saja saat ini! Karena belum tentu Tuhan masih memberimu kesempatan untuk merasakan hangatnya cahaya mentari esok pagi.”Sonny terdiam. Perkataan Amisha skak mat untuknya. Ia hanya

  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 207

    “Ah, sudahlah! Mungkin aku memang harus ke sana. Setidaknya, pertemuan ini akan memperjelas semuanya.” Amisha akhirnya menyambar tas di atas meja, lalu menghilang dari ruangannya. Tidak butuh waktu lama bagi Amisha untuk tiba di kafe O, tempat janji temunya dengan seseorang yang menghubunginya satu jam yang lalu. Begitu Amisha berdiri di pintu masuk, seorang lelaki melambaikan tangan ke arahnya. Amisha pun berjalan ke meja di mana lelaki itu duduk. Kalau saja siang itu sinar mentari tidak begitu beringas, Amisha akan memilih pojok paling tepi di bagian luar kafe itu. Lebih sejuk. Akan tetapi, menikmati keindahan kubah dengan kaca warna-warni pada langit-langit kafe tersebut tentu tak kalah menyenangkan bila dibandingkan dengan nuansa alam di bagian luarnya. “Silakan duduk!” kata lelaki itu, menarik kursi untuk Amisha. “Terima kasih,” sahut Amisha. Komunikasi di antara mereka terdengar seperti percakapan sepasang robot yang sedang dalam masa uji coba. Amisha mematung kaku, mema

  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 206

    Amisha terjaga dari tidurnya ketika mendengar suara dengungan juicer yang sedang bekerja mengolah mangga. Entah berapa tempat yang didatangi Zain sampai akhirnya dia berhasil mendapat dua buah mangga sebagai stok terakhir dari sebuah kedai buah di pinggir jalan yang buka dua puluh empat jam. Ukurannya pun tidak terlalu besar. Layaknya buah mangga yang didatangkan dari kampung. Namun, Zain tetap bersyukur ia dapat memenuhi keinginan istri tercinta yang tengah mengidam itu. Melihat senyum bahagia menghiasi wajah Amisha adalah kebahagiaan terbesar bagi Zain. Amisha beranjak turun dari sofa bed dan melangkah gontai menuju ruang makan. Sesekali ia masih menguap dan ditutupnya dengan telapak tangan. Melihat Amisha berjalan seperti orang mabuk, Zain menekan tombol off, bergegas menyongsong Amisha, lalu membawanya duduk pada sebuah kursi. Lantaran masih mengantuk, Amisha langsung menempelkan sebelah pipinya pada permukaan meja. Matanya menatap sayu pada Zain yang melanjutkan pekerjaannya.

  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 205

    “Waktu Amisha masih kecil, mama kalian bahkan heboh, sampai lapor polisi karena mengira Amisha kabur setelah dimarahi. Eh, ternyata Amisha cuma ngumpet di kamar pengungsiannya.” Harist terkekeh setelah menceritakan kejadian itu, tak peduli pada sorot mata membunuh yang dilayangkan sang istri sebelumnya.“Honey?!” protes Claudya, dengan muka merah. Entah benar-benar marah atau justru tersipu malu.Gianna dan Zain tersenyum geli melihat raut muka Claudya yang bak pengantin baru digoda suaminya.Meski usia mereka sudah di ambang senja, hubungan Harist dan Claudya selalu mesra. Siapa pun yang melihat mereka akan merasa hangat dan damai. Ketularan hangatnya cinta kasih mereka yang tulus terhadap satu sama lain.Enggan rasanya berjauhan dari mereka bila sudah membaur dengan dua sejoli itu. Tak jarang kemesraan mereka menimbulkan rasa iri bagi sebagian anak muda, yang tanpa sengaja menyaksikan bagaimana mereka berinteraksi di tempat umum kala mereka sedang berada di taman, di restoran, atau

  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 204

    Setelah pesta kecil penyambutan orang tua angkatnya selesai dan tamu mereka pulang, Gianna tetap tinggal di rumah Amisha karena diminta Claudya untuk menginap. Celakanya, Gianna memang tak pernah bisa menolak permintaan orang tua angkatnya itu, meskipun sebenarnya ia sangat ingin pulang ke apartemennya sendiri.“Waaah, gila! Lama menghilang, kukira dia melanjutkan kuliah di luar negeri. Eh, ternyata malah ditangkap polisi! Ck!” seru Gianna, mendecak kaget sambil terus menyaksikan berita yang sedang ditontonnya di ruang tengah rumah Amisha.Ia ingat, terakhir kali ia melihat sosok orang yang diberitakan itu adalah saat menghadiri pesta perayaan ulang tahun Adelino Daneswara. Sempat beredar kabar lelaki itu akan melanjutkan study-nya di luar negeri.Haris yang sedang asyik membaca majalah olahraga hanya melirik sekilas mendengar kehebohan Gianna. Bagi Harist, kumpulan artikel dalam majalah itu jauh lebih menarik daripada berita yang ditonton Gianna. Dalam hitungan detik, ia pun kembali

  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 203

    Merahnya darah yang mengaliri wajah cantik Amisha tak lagi membayang jelas. Berubah pias diterpa kekagetan. Kaget menyaksikan berjuta kenangan indah yang terekam dalam setiap helai foto yang baru saja ditemukannya. Tidak hanya foto-fotonya semasa kuliah bersama Gianna dan Sonny, tetapi juga foto-foto menjelang pernikahannya. Bahkan, beberapa foto itu memperlihatkan tubuhnya yang sudah terbalut gaun pengantin.Diiringi detak jantung yang bergemuruh, otak Amisha mereka ulang kejadian empat tahun yang lalu. Saat itu hijaunya hamparan sajadah panjang yang terbentang menutupi lantai masjid tak lagi melukiskan ketenangan dan kedamaian hati. Warna hijau itu telah beralih rupa menjadi kelabu. Menorehkan goresan pilu.Aura keemasan yang semula memancar cerah dari indahnya janur kuning yang jatuh menjuntai dan berayun-ayun dibelai embusan angin perlahan tampak memudar, lalu menghilang tanpa jejak.Kalau saja Amisha tahu bahwa putihnya gaun pengantin yang dikenakannya saat itu tak lagi melambang

  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 202

    Dulu, ketika Amisha masih menyandang status sebagai tunangan Sonny, kehidupannya penuh keceriaan. Hampir setiap hari ia senyum-senyum sendiri membaca serangkaian pesan mesra dari Sonny. Saat itu ia benar-benar bahagia dan berharap kebahagiaan itu tak akan pernah berakhir.Kala itu awal tahun 2016. Pelaksanaan akad nikah yang direncanakan keluarga mereka tinggal menghitung hari. Tak ada yang menyangka jika tepat pada hari yang ditunggu-tunggu itu semua mimpi hidup bahagia yang dimiliki Amisha lenyap tak berbekas.Saat itu Amisha hanya bisa bergeming dengan ekspresi berubah kaku. Senyuman bahagia yang terpancar dari bibirnya beberapa detik sebelumnya seakan direnggut paksa oleh berita buruk tentang ketidakhadiran Sonny di Masjid Istiqlal hari itu.Amisha merasakan dunia tempatnya berpijak amblas seketika. Menariknya masuk ke dalam lapisan kerak bumi terdalam. Membenamkan jiwa raganya dalam kekalutan pikiran yang mengantarnya pada titik nadir sikap pesimis tentang cinta.Cinta Sonny yang

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status