Seharian ini aku hanya duduk termenung dekat balkon kamar sedang Minaki memilih bercengkrama dengan anak pemilik villa. Ini lebih baik daripada aku bersama Minaki saat hatiku tengah gundah gulana memikirkan nasib Harumi."Halo Shima, bagaimana kabar Harumi?" Secara khusus aku meminta bantuan Matsushima untuk menengok serta membawakan keperluan Harumi ke rumah sakit. Jika Tuan Tatsuo membuka sadapan telfonku dan menemukan percakapanku dengan Harumi maka habislah riwayatku. "Aku menemaninya selama satu jam. Dia mengalami tipes karena terlalu stres dengan seminar skripsinya.""Kamu tidak menggodanya kan?!"Matsushima berdecak kesal. "Bilang sekali lagi maka akan kukencani betulan selirmu itu.""Dia permaisuriku!""Bukan. Sekarang yang menjadi permaisurimu adalah Minaki. Dia yang sah kamu nikahi. Dan Harumi harus bersedia turun tahta." Ledekannya membuatku makin ingin menendang segala yang ada di kamar ini. Tidak peduli jika nantinya akan mirip kapal pecah."Hentikan! Aku benar-benar k
Apa yang bisa dilakukan oleh seorang lelaki yang disewa untuk menjadi suami bayaran sang putri majikan?Menurut pada perintah!Bukankah aku diberi tugas oleh sang pemilik kuasa akan ragaku untuk menyenangkan putrinya?"Aku akan mewujudkan apa yang menjadi keinginanmu tuan putri. Termasuk mewujudkan inginmu menjadi istri yang baik dan berbakti pada suamimu, yaitu aku."Jawaban yang meluncur begitu lancar dari bibirku menghasilkan lengkungan senyum yang indah dari bibir istri tidak sempurnaku ini. Kebahagiaannya saat bersamaku bukanlah sebuah kamuflase, melainkan kenyataan bahwa ia begitu menikmati setiap waktunya bersamaku. Namun sayang, hal itu tidak berlaku untukku yang menganggap bahwa hubungan kami tercipta karena ada 'aksi' dan 'reaksi'."Aku mencintaimu, Jay."Ungkapan perasaan Minaki tidak serta merta membuat debaran yang dahsyat dihatiku. Semua terasa biasa saja walau sebelumnya kami telah menghabiskan dua malam dengan saling memberikan kepuasan selayaknya hubungan suami istri.
Empat malam berturut-turut tanpa terlewatkan sehari pun. Kami bergelung dengan peluh yang penuh dengan kenikmatan. Maklum, aktivitas sebagai pasangan suami istri baru dengan target agar Minaki segera mengandung benihku adalah fokus utamanya. Selama permainan, Minaki tidak pernah menolak segala gaya yang kuberikan. Bahkan dia tidak keberatan jika kami melakukannya di tengah kegelapan kamar hotel. Sederhana saja, aku tidak bisa menikmati penyatuan jika mataku melihat kedua kakinya yang kecil akibat polio yang diderita. Pagi ini, setelah menggempurnya tanpa ampun berkat sisa cairan pembangkit nafsu yang diberikan Yamada tempo hari, aku bergerilya bagai mentari yang tidak memberi ampun barang sedikit pun kala mengirimkan cahaya terpanasnya. Keranjingan bagai rusa yang tengah menari ditengah ladang yang dibasahi hujan selepas kemarau yang merenggut hijaunya ilalang. Sambil menyulut sebatang rokok di balkon kamar hotel, aku kembali menghubungi Matsushima untuk menanyakan kabar Harumi. Bu
Masih setia memandang wajah pria berusia lebih dari setengah abad yang kini duduk dihadapanku, ayah mertua sementaraku, Tuan Tatsuo. Namun beberapa detik aku membingkai wajahnya ke dalam bola mataku, tiba-tiba saja rasa rikuh menjajah keberanianku."Ada yang mau kamu katakan, Jayka?!" Beliau menyoal keberadaanku yang masih setia duduk di sofa kebesaran ruang kerjanya. Padahal, tadi beliau sudah memperkenankan aku keluar ruangan. Namun pernyataannya yang seakan-akan bisa meneropong isi kepalaku, membuat tubuhku terpenjara dengan sendirinya. Apakah beliau sungguh-sungguh mengetahui perihal Harumi yang belakangan ini menjadi beban fikiranku?"T... tidak ada, Tuan.""Yakin?!"Pertanyaannya yang mengandung penekanan membuat nyaliku kembali terputus. Bagaimana jika beliau mengarifi kerisauanku tapi aku menafikannya? Atau beliau sekedar mematut-matut saja?"Saya... akan memprioritaskan Minaki, Tuan.""Itu tugasmu. Mengapa masih kamu tegaskan kembali? Atau jangan-jangan kamu tidak melakukan
Sambil menggeleng lemah dengan bibir mendesah kesal, aku membuka suara."Itu bukan pengaman milikku Minaki."Minaki mengambil tisyu lalu membungkusnya dengan dengusan jijik sembari hendal muntah. "Lalu mengapa apartemen kita berubah seperti ini Jayka?!"Bagaimana aku bisa mengatakan semua ini pada Minaki. Rasanya terlalu panjang untuk dijelaskan. Jadi, lebih baik aku mengatakan intinya saja. "Rinto kusuruh menempati apartemen kita."Minaki menatapku dengan sorot tidak percaya. "Kenapa?""Dari pada apartemen kita sepi lalu berhantu. Sejak kamu memutuskan pergi dari sini dan mengancam bunuh diri, aku tidak pernah membawa siapapun kemari. Dan aku tidak menyangka jika Rinto membawa perempuan kemari lalu bercinta.""Menjijikkan sekali Jayka. Tolong ambilkan ponselku."Dengan segera kuangsurkan ponselnya yang berada di atas koper kami yang baru saja diantar oleh petugas hotel. Tanpa basa basi, Minaki menghubungi jasa kebersihan online. Hanya dalam waktu dua jam, semua kekacauan yang diperb
Masih dengan raut penuh keterkejutan karena seperti salah berucap, guru roti Minaki mundur beberapa langkah untuk menjauhiku. Namun tatapan tajamku terus menghunus matanya sambil menuntut jawaban yang lain. Jawaban yang membuatku mengerti segalanya tentang Minaki.Setahuku Minaki adalah gadis yang lemah dan tidak memiliki ide licik sepertiku. Namun penuturan guru pembuat rotinya, dalam sekejap membuatku tergoda untuk mengetahui lebih dari ini. "Jayka, maafkan aku. Sepertinya aku salah berucap."Aku menggeleng lalu menarik paksa tangan gurunya menjauh dari stand toko roti Minaki yang mulai ramai pengunjung. "Aku butuh jawaban lengkap atas perkataan anda. Sejak kapan Minaki berkata memiliki target untuk menikahiku?" "Jay, ini ada kesalahpahaman. Aku bisa jamin itu."Aku menggeleng tanpa melepas cengkeraman di pergelangan tangannya. "Jangan bersikap tidak tahu apapun. Padahal anda tahu segalanya. Apa maksud Minaki menjadikanku target?!""Jayka aku mohon maafkan aku yang salah berucap.
"Jayka, apa maksudmu berkata begitu?!"Aku berusaha untuk duduk dengan benar di atas ranjang dengan kepala berdenyut nyeri. Pakaianku saat pementasan masih belum berganti dan itu terasa menyesakkan. Akhirnya dengan kesadaran seadanya aku berusaha meloloskan pakaian itu, membuangnya tepat di pangkuan Minaki hingga menyisakan celana panjangku saja."Diam kamu! Kamu hanya perempuan samapah pembuat masalah! Kamu menjebakku dengan trik bunuh diri itu! Kenapa?! Apa kamu tidak bisa membuat lelaki lain menyukaimu heh?!""Jayka..." Minaki menatapku tidak percaya. Aku kembali mengayunkan tangan dan menggerakkan telunjuk tepat ke hadapannya yang masih duduk di atas kursi roda. "Kamu hanya bersembunyi dibalik ketidakberdayaanmu. Kamu menggunakan kekurangan untuk membuatku melepaskan Harumi. Dasar perempuan tidak tahu diri!" Ucapku sengit tanpa bisa dicegah. Nyatanya beberapa slot voda cukup ampuh memporak-porandakan kesadaran serta kewarasanku. Bahkan kebaikan apa yang Minaki lakukan untuk kel
Handuk setengah basah yang masih kupegang kini kulempar begitu saja karena merasa kesal. Bodohnya aku meracau saat sedang mabuk hingga melukai hati Minaki teramat dalam. "Rasain kamu Mas Jak!"Aku menatap tajam Dina yang kini menyesap sendiri tehnya dengan begitu tenang dengan senyum yang begitu menyebalkan."Kamu tahu enaknya aja! Tapi kamu nggak tahu gimana susahnya aku hidup di Jepang!"Dina berhenti meneguk tehnya dengan tatapan bingung dan merasa tidak enak hati karena berkata sesuatu yang teramat melukaiku. Lalu tangan kanannya menurunkan cangkir teh yang sudah berada di ujung bibir kembali ke atas meja. "Maaf, Mas Jak.""Kamu udah besar dan sekarang Mas mau bilang satu rahasia penting ini."Kemudian aku ikut mendudukkan diri di sebelah Dina, menatap kedua bola matanya lekat-lekat. Aku ingin dia bisa merasakan tekanan yang kutanggung demi kesejahteraan keluarga di Indonesia, termasuk kesejahteraan dirinya. Dina menatapku dengan ekspresi tidak enak hati dengan menggaruk kening
POV MINAKI Satu Tahun Kemudian … Jayka benar-benar menunjukkan keseriusannya padaku selama satu tahun kami menjalani pernikahan kedua ini. Semua terasa indah dan melenakan karena sesungguuhnya hati ini masih lah miliknya meski sedalam apapun kesalahan yang Jayka perbuat. Sungguh cinta sebodoh ini. Hari-hari penuh cinta selalu Jayka tawarkan padaku. Perlakuannya di ranjang juga tidak kalah hebatnya hingga aku diam-diam selalu menginginkannya. Maklum, usia kami masih tergolong pasangan muda. Meski kakiku memiliki keterbatasan, namun aku tidak menjadikan itu sebagai penghalang untuk memuaskannya juga. Aku ingin kami sama-sama menikmati dan bahagia. Satu bulan kemudian setelah pernikahan kami, Jayka membawaku ke Spanyol untuk melakukan pengobatan. Ditemani Mayka, pengasuh, dan manajer Jayka. Kaki yang terkena polio membuatku tidak bisa berdiri dan itu menyebabkan tulang punggungku tertekan dan terasa nyeri. Akhirnya dokter melakukan beberapa tindakan dan aku diwajibkan menjalani ter
POV MINAKI "Aku tidak hamil, Jay," selaku cepat kemudian menunduk. Menatap kedua tanganku yang ia genggam erat. Kemudian Jayka menghela nafas panjang dan menggunakan tangan kanannya untuk menaikkan daguku. Lalu memberiku satu ciuman di bibir. Meski hanya sekilas namun cukup membuatku panas dingin. "Setelah dari Spanyol, kita akan berusaha memberi Mayka adik. Tidak ada protes." Lalu ia kembali mencium bibirku sedikit lebih lama hingga dering ponselnya meminta perhatian. Dengan kedua tangan, aku mendorong dada Jayka agar menyudahi ciuman ini lalu menerima panggilan itu. Panggilan yang berasal dari manajernya. "Halo? Ada apa?" "Semua sudah beres." Jayka tersenyum lalu jemari kirinya mengusap sudut bibirku. "Terima kasih, manajer." Kemudian Jayka menekan tombol merah pada layar ponselnya lalu menghubungi seseorang kembali. Kali ini siapa yang ia hubungi? "Halo, Michiya. Apa kabar?" "Baik, Jay." "Terima kasih sudah mau menerima panggilanku. Sekali lagi, aku minta maaf untuk
POV MINAKI Kepulangan Dina ke Indonesia membuatku kehilangan adik sekaligus sahabat terbaik. Meski kami masih saling bertukar kabar melalui pesan singkat, namun aku berharap esok hari dia mau ikut calon besanku kembali menuju Jepang untuk menghadiri upacara pernikahanku dengan Jayka. Masih di lokasi yang sama di Kuil Aoshima, rencana pernikahanku dengan Jayka agar digelar. Segala sesuatunya telah diurus oleh manajer Jayka dan dipastikan kuil tidak akan dibuka untuk umum selama pernikahan kami berlangsung. Tidak banyak yang kami undang mengingat banyaknya pro dan kontra yang terjadi di luar sana. Fans Jayka terutama, ada yang mendukung tapi tidak sedikit yang menghujat hubungan kami dengan melontarkan komentar negatif. Tapi Jayka selalu berkata 'jangan diambil pusing'. Agar tidak membuatku merasa tertekan dan tidak nyaman. Bahkan ia sengaja tidak mengatakan kapan upacara pernikahan kami akan digelar agar tidak ada paparazi yang menguntit. Cukup menyewa fotografer profesional dan me
POV MINAKISepeninggal Sagawa dari villa keluargaku di Ebino, aku mengajak Dina kembali ke Miyazaki. Aku menyarankan dia agar tidur di rumah kedua orang tuaku beberapa hari ke depan untuk membuat hatinya tenang.Dan betapa terkejutnya Jayka ketika melihat Dina telah berada di rumahku esok harinya, karena Jayka fikir Dina sedang menemani Sagawa di Ebino. Untuk masalah patah hati itu, aku sengaja menyembunyikannya dari Jayka. Biarlah Dina sendiri yang mengatakan pada kakaknya itu. Khawatir jika ada kata-kataku yang tidak sesuai dengan apa yang Dina rasakan. "Mas, pesanin aku tiket pulang ke Indonesia," ucap Dina pada Jayka.Wajah sendu dan tidak bersemangat menunjukkan betapa sedih suasana hatinya. Padahal tadi aku sudah mengatakan padanya agar tidak menunjukkan betapa hancur hatinya agar Jayka tidak bertanya-tanya. Jayka yang sedang menyuapi Mayka, akhirnya menoleh ke arah adiknya itu. "Kenapa? Tiga minggu lagi aku dan Minaki mau nikah, Din. Ibu Bapak juga bakal kesini. Kok kamu mal
POV MINAKI "Aku dan Sagawa ... kami sudah ... " "Sudah apa, Dina?" tanyaku semakin penasaran hingga tidak terasa aku meremas tangannya sangat erat. "Kami ... pernah seranjang bersama, Minaki San." *** Usai Dina mengakui hubungannya dengan Sagawa sudah sejauh itu, kepalaku teramat pusing sekali. Aku hanya khawatir Dina hamil dan keluarga Sagawa tidak mau mengakuinya. Berulang kali aku melihat jam di dinding dengan hati kesal karena Sagawa belum kembali juga padahal senja sudah tiada. Dan aku sudah menghabiskan dua cangkir kopi hitam sembari menunggunya. "Kamu kemana, Sagawa?!" geramku dengan jemari mengetuk-ngetuk sandaran tangan di kursi roda. Sengaja, aku menyuruh Dina istirahat agar dia tidak terlihat seperti mayat hidup. Aku paham sekali bagaimana terpukul dirinya menyadari jika mimpi indahnya bersama Sagawa telah usai. Dia harus bangun dan menyadari bahwa Sagawa haruslah kembali ke Tokyo seperti kemauan ibunya. Soal mahkotanya yang telah diambil Sagawa, bukankah mere
POV MINAKI Terpaan angin pantai itu membuat pakaian dan rambutku berkibar-kibar namun kedua mataku tidak lepas menatap Mayka dan Jayka yang sedang bermain pasir dan hewan-hewan kecil di pesisir pantai. "Aku meulis harapan, semoga tidak lagi hidup dengan Jayka." "Minaki!" seru Kak Yamada dengan suara tidak terima. Kedua matanya menatapku dengan sorot emosi lalu aku memberikan senyum terbaik. "Aku belum selesai berucap, Kak." "Ingat Mayka jika kamu menolak Jayka. Anakmu itu akan menjadi korban. Dia akan merasa kosong karena kehilangan sosok ayah dalam dirinya!" "Aku menulis harapan semoga tidak lagi hidup dengan Jayka, bila sekali lagi dia menyelingkuhiku." Kak Yamada menghela nafas panjang lalu berbalik menatap Jayka dan Mayka yang masih bersenang-senang disana. "Jayka sudah berjanji padaku bahkan dia sudah mengganti beberapa aset kekayaannya atas namamu. Demi meyakinkanku dan Papa untuk diberi izin kembali meminangmu." "Benarkah?" *** Pagi-pagi sekali aku teringat dengan ag
POV MINAKI "Jay, sudahlah. Temui saja pendetanya. Aku menunggu disini saja." Usai mengatakan itu, tanganku perlahan menurunkan tangan Jayka dari lipatan belakang lutut kakiku yang tadi sudah bersiap mengangkat tubuhku ke dalam gendongannya. Kedua mata tajam Jayka menyorotku dengan tatapan sedikit tidak suka namun aku memilih memalingkan wajah. Masalahnya, keseriusannya masih tidak terbaca oleh kata hatiku hingga rasanya perasaan ini masih saja meragu. "Aku mengajakmu ke Kuil Aoshima untuk mendengarkan dari pendeta sendiri kapan tanggal terbaik untuk kita menikah. Apa pesan yang akan pendeta katakan untuk pernikahan kedua kita nantinya, Minaki. Agar keraguan yang ada di hatimu juga hilang." Aku menggigit bibir dengan perasaan bingung tak karuan karena ucapan Jayka. "Sekarang, ayo kita masuk. Kamu mau 'kan?" Belum sempat aku menjawab, tiba-tiba saja ada suara bisik-bisik dan derap langkah kaki yang tidak biasa di belakangku. Begitu tatapan Jayka mengarah ke belakangku dengan se
POV MINAKI Terowongan berbentuk hati warna merah yang membentang indah dengan beragam gantungan kayu bertuliskan nama para nama pasangan yang ingin hubungannya diberkahi sepanjang pernikahan ketika akan menuju Kuil Aoshima seakan menambah kesan tak kira di dalam hati. Ketika Jayka mendorong kursi rodaku perlahan-lahan, aku segera memejamkan kedua mata lalu membayangkan wajahnya dan Mayka sembari memohon pada para dewa agar hubungan kami dilanggengkan. Kalaupun kami menemui rintangan dalam rumah tangga, semoga baik aku dan Jayka sama-sama diberi kekuatan untuk melewatinya. Juga, semoga tidak ada perselingkuhan diantara kami. Dan aku kuat menghadapi ujian apapun ke depannya setelah Jayka kembali mengambil sumpahnya menjadikanku satu-satunya istri. "Sudah," bisik Jayka ketika aku merasakan kursi rodaku berhenti didorong. Begitu membuka mata, benar saja jika aku sudah usai melewati terowongan berbentuk hati itu. Lalu Jayka kembali mendorong kursi rodaku menuju Chozuya, sebuah batu b
POV MINAKI Niat Jayka untuk menikahiku lagi mendapat beragam tanggapan dari para fans dan netizen. Ada yang memuji kerendahan hatinya karena mau meminang perempuan tidak sempurna sepertiku. Bahkan ada yang menganggap aku menggunakan ancaman untuk membuat Jayka bertekuk lutut. Hasilnya, aku sendiri yang merasa sakit hati karena membaca beragam komentar dan pemberitaan tentang kami. Dan jalan satu-satunya adalah tidak memegang ponsel sama sekali untuk sementara waktu. Kini, aku sudah bersiap dengan pakaian musim semi dan make up natural yang menghiasi wajah. Begitu juga dengan Mayka, sudah terlihat manis dengan pakaian barunya yang dibelikan Jayka hampir satu koper banyaknya. “Kenapa aku begitu cemas, Kak?” tanyaku pada Kak Yamada. “Wajar.” Rencananya hari ini, kami akan pergi ke Kuil Shinto yang ada di Aoshima. Itu adalah Kuil Shinto kuno di pulau kecil yang rimbun dengan patung Dewa Buddha yang indah. Aku masih belum tahu mengapa Jayka memilih kuil itu sebagai tempat pernikahan