Minaki masih bergeming ketika aku memintanya untuk memulai hubungan kami seperti semula. Sekalian membuatnya memaafkan kesalahanku semalam. Jika aku tidak bisa mendapatkan hatinya kembali, maka sang raja yang sedang bertahta di singgasana, Tuan Tatsuo, akan memenggal tubuhku lalu memasukkanku hidup-hidup ke dalam penjara. Oh tidak! Aku masih sangat mencintai kebebasan. "Minaki, aku mohon maafkan aku. Aku bisa gila jika kamu tidak memaafkanku." Ucapku dengan menggenggam kedua tangannya erat."Itu tidak mungkin, Jay.""Apa maksudmu?"Tangannya terulur untuk menyentuh jidat dan leherku secara bergantian. "Kamu tidak sakit. Tapi, kamu sedang memainkan drama dengan Dina untuk membuatku pulang."Sial! Aku ketahuan! Sembari membasahi bibirku sendiri dan memutar ide untuk membuatnya memaafkanku, aku menatap matanya yang menatapku dengan sorot kecewa yang teramat. "Aku tidak ada cara untuk membuatmu pulang dan kembali padaku." Akhirnya aku mengaku.Minaki hanya terdiam lalu menunduk sedih.
4 bulan kemudian...Selama empat bulan hidup berdua bersama Minaki dia apartemen, aku memiliki kebiasaan baru. Kala membuat lagu baru untuk pementasan yang spektakuler, dia akan senang hati memberi masukan layaknya pendengar. Dia juga membantu mengelola akun youtube milikku dengan menampilkan pementasanku agar namaku makin diperhitungkan di dunia musik Jepang. Kerja kerasku mengguncang dance floor setiap malam di berbagai club malam, acara pernikahan, dan segala macamnya kini membuahkan hasil yang signifikan. Untuk pertama kalinya aku menjadi cover sebuah majalah entertainment sebagai artis pendatang baru dengan kulit coklat eksotis yang memiliki ciri khas tersendiri. Rinto begitu bangga dengan kesuksesan yang kudapat. Ia juga merasakan 'cipratan' uang dari hasil kerja kerasnya kala membantuku membuat musik DJ yang baru.Pagi ini, setelah mengantar Minaki ke stand toko rotinya, aku mengundang Rinto di akhir pekan untuk membantuku membuat lagu. Apakah ia tidak curiga dengan keadaan
Gerakan tanganku yang hendak melepas kaos yang semalam kupakai bergelung dengan Harumi di hotel pun terhenti. Tatapanku mengarah pada Minaki yang tengah duduk di atas kursi roda yang tak jauh dariku. "Kamu hamil?" Tanyaku dengan tatapan lekat ke arahnya.Harapanku, semoga Minaki segera hamil setelah empat bulan pernikahan kami. Aku khawatir dia memiliki masalah kesuburan. Jika ia sampai memiliki masalah dengan rahimnya, berapa lama lagi aku harus menjadi suami sewaannya? Sedang aku memiliki kekasih yang menuntut agar segera dilamar. Tidak mungkin jika aku memiliki hubungan lebih dari satu perempuan di negara yang tidak menganut monogami seperti tanah kelahiranku."Aku tidak tahu, Jay. Aku hanya ingin memeriksakan diri."Jawaban Minaki membuat hatiku lunglai. Lalu tanganku kembali bergerak melepas kaos dan melemparnya asal ke dalam keranjang cucian. Kemudian kakiku melangkah membuka lemari pakaian untuk mengambil kaos yang bersih."Kamu kenapa Jay? Apa ada masalah dengan pementasan s
Sejak Minaki dinyatakan oleh dokter tengah mengandung, Nyonya Tatsuo memaksa agar ia pulang ke rumah karena kehamilan muda rentan keguguran. Sebenarnya, jika aku tinggal di rumah Minaki, ada perasaan takut dan tidak bebas. Bayangkan saja, setiap kali pementasan di salah satu club, aku pasti akan pulang tengah malam. Lalu, bagaimana aku menghadapi wajah masam Tuan dan Nyonya Tatsuo karena mendapatiku pulang selarut itu?"Minaki, aku tidak bisa pulang ke rumahmu. Aku tidak memiliki keberanian menghadapi tatapan papamu yang bisa mengulitiku hidup-hidup karena pulang kerja semalam itu.""Lalu, aku harus bagaimana Jay? Mama memaksa. Tapi aku juga tidak mau berpisah darimu."Baru saja Nyonya Tatsuo menelfon Minaki dan bersikeras memintanya untuk tinggal di rumah. Sedang Minaki melayangkan keberatan karena tidak mau berpisah dariku. Alasannya sederhana, tetiba ia begitu manja padaku. Saat ini saja dia tengah duduk bersandar di dada bidangku dengan kami menghadap televisi yang menayangkan d
Aku meninggalkan prefektur Fukuoka keesokan harinya dengan mengendari mobil jemputan yang khusus mengantarku kembali ke Miyazaki. Namun baru lima belas menit perjalanan, manajer menyarankan untuk membeli oleh-oleh. Aku pun menurut dan mulai memilih oleh-oleh di toko yang yang berada di dekat Stasiun Hakata."Untuk siapa Jay?""Rinto. Dia banyak membantuku membuat lagu untuk pementasan.""Boleh aku memberi saran?" Tanyanya dengan keranjang yang belum terisi oleh-oleh."Apa?" Aku mengambil sekotak bundar sebuah Tsuronoko. Atau marshmellow yang dibuat dari putih telur dengan isi pasta dan kacang. "Suruh Rinto berhenti menjadi TKI. Aku akan belajar mengorbitkan dia sebagai cadanganmu bila kamu berhalangan hadir."Aku menatap manajer dengan raut datar. "Apa kamu jengah mengurusi artis yang banyak rahasia sepertiku?""Bukan Jay, aku hanya membantu karirmu lebih cemerlang. Jika Rinto selalu membuatkan banyak lagu untukmu maka kamu yang beruntung.""Lalu dia dilirik agensi lain setelah sukse
Aku mendengus geli mendengar pertanyaan Yamada. Dia tahu persis jika aku memiliki kekasih yang kini kutelantarkan. Demi adiknya yang sekarang tengah mengandung anakku. Demi keinginan konyol adiknya yang ingin memiliki anak dariku dan setelah anak kami lahir, aku kembali dibebaskan untuk kembali pada kekasihku. "Kamu tahu aku sangat mencintai Harumi. Seharusnya, kamu sebagai kakak harus menjaga Minaki agar tidak salah melangkah." Sindirku halus."Maksudmu dia salah melangkah menikahi lelaki sepertimu?" Tanyanya seraya menatapku.Aku mengangguk tegas sambil menatap langit yang tidak diterangi bulan. Jepang akan memasuki musim gugur dengan guyuran hujan dimana-mana."Dia salah langkah. Dia tahu aku sudah memiliki kekasih, dan kekasihku adalah temannya di kampus. Tapi dia masih memaksa menikahiku dengan menggunakan kelemahanku saat itu.""Andai aku tidak memiliki masalah finansial, mungkin aku tidak akan pernah menikah dengan Minaki. Dan tidak ada acara aku meninggalkan Harumi seperti ga
Aku terkesiap dari lamunan saat Minaki kembali melontarkan pertanyaan. "Jay, apa kamu mendengarku?""A ... i ... iya aku dengar.""Aku janji ini hanya sampa anak kita lahir Jay. Aku tidak akan merubah kesepakatan kita."Aku menatapnya dengan senyum palsu lalu mengangguk. Memangnya, apa yang bisa kulakukan dengan tidak menuruti keinginan Minaki. "Iya. Aku setuju."Minaki memelukku erat lalu mencium bibirku sepuasnya. "Jay, kita akan bercinta malam ini?""Aku ingin tidur cepat Minaki. Maaf."Bukan karena lelah, melainkan aku sedang terbebani pekara aku tidak bisa menghubungi Harumi belakangan ini. Sedang aku tidak siap kehilangan dirinya demi mempertahankan pernikahanku dengan Minaki. "Baiklah. Aku tahu kamu sedang apa pikiran Jay.""Tidak, aku hanya lelah biasa Minaki."Lalu Minaki meringkuk dalam dekapanku hingga kantuk membawa kami menuju alam mimpi. Berpura-pura manis di hadapannya jauh lebih baik.***Masih pagi, namun gerimis telah mengguyur area cluster perumahan keluarga Mi
Mataku menatap sepasang lelaki dan perempuan tengah berjalan bersama dengan bergandengan tangan. Senyum keduanya tercipta ketika tengah memilih aksesoris ponsel di stand yang cukup jauh dari lokasiku berdiri.Tanganku yang sedang memegang handle pendorong kursi roda Minaki mencengkeramnya begitu kuat dengan rahang mengeras. Aku marah pada keadaan! Marah pada takdirku!Apakah aku harus menemui Harumi yang tengah bersama lelaki lain?Lalu apa yang akan kukatakan padanya jika ia bertanya tentang kepulanganku yang mendadak? Ditemani Minaki pula."Jay?" Minaki memanggilku.Tapi aku tidak memperdulikan panggilannya hingga Harumi dan lelaki itu menghilang dari pandanganku. "Jay, kalau kamu sedang tidak bersemangat, pergilah. Aku tidak masalah berkutat dengan adonan sendirian."Mataku merunduk menatapnya tajam hingga ia kelincutan. Pantaskah aku marah pada Minaki?Karena dia aku kehilangan kekasihku.Karena dia juga keluargaku di Indonesia tidak sampai terlunta-lunta di jalanan. Karena dia
POV MINAKI Satu Tahun Kemudian … Jayka benar-benar menunjukkan keseriusannya padaku selama satu tahun kami menjalani pernikahan kedua ini. Semua terasa indah dan melenakan karena sesungguuhnya hati ini masih lah miliknya meski sedalam apapun kesalahan yang Jayka perbuat. Sungguh cinta sebodoh ini. Hari-hari penuh cinta selalu Jayka tawarkan padaku. Perlakuannya di ranjang juga tidak kalah hebatnya hingga aku diam-diam selalu menginginkannya. Maklum, usia kami masih tergolong pasangan muda. Meski kakiku memiliki keterbatasan, namun aku tidak menjadikan itu sebagai penghalang untuk memuaskannya juga. Aku ingin kami sama-sama menikmati dan bahagia. Satu bulan kemudian setelah pernikahan kami, Jayka membawaku ke Spanyol untuk melakukan pengobatan. Ditemani Mayka, pengasuh, dan manajer Jayka. Kaki yang terkena polio membuatku tidak bisa berdiri dan itu menyebabkan tulang punggungku tertekan dan terasa nyeri. Akhirnya dokter melakukan beberapa tindakan dan aku diwajibkan menjalani ter
POV MINAKI "Aku tidak hamil, Jay," selaku cepat kemudian menunduk. Menatap kedua tanganku yang ia genggam erat. Kemudian Jayka menghela nafas panjang dan menggunakan tangan kanannya untuk menaikkan daguku. Lalu memberiku satu ciuman di bibir. Meski hanya sekilas namun cukup membuatku panas dingin. "Setelah dari Spanyol, kita akan berusaha memberi Mayka adik. Tidak ada protes." Lalu ia kembali mencium bibirku sedikit lebih lama hingga dering ponselnya meminta perhatian. Dengan kedua tangan, aku mendorong dada Jayka agar menyudahi ciuman ini lalu menerima panggilan itu. Panggilan yang berasal dari manajernya. "Halo? Ada apa?" "Semua sudah beres." Jayka tersenyum lalu jemari kirinya mengusap sudut bibirku. "Terima kasih, manajer." Kemudian Jayka menekan tombol merah pada layar ponselnya lalu menghubungi seseorang kembali. Kali ini siapa yang ia hubungi? "Halo, Michiya. Apa kabar?" "Baik, Jay." "Terima kasih sudah mau menerima panggilanku. Sekali lagi, aku minta maaf untuk
POV MINAKI Kepulangan Dina ke Indonesia membuatku kehilangan adik sekaligus sahabat terbaik. Meski kami masih saling bertukar kabar melalui pesan singkat, namun aku berharap esok hari dia mau ikut calon besanku kembali menuju Jepang untuk menghadiri upacara pernikahanku dengan Jayka. Masih di lokasi yang sama di Kuil Aoshima, rencana pernikahanku dengan Jayka agar digelar. Segala sesuatunya telah diurus oleh manajer Jayka dan dipastikan kuil tidak akan dibuka untuk umum selama pernikahan kami berlangsung. Tidak banyak yang kami undang mengingat banyaknya pro dan kontra yang terjadi di luar sana. Fans Jayka terutama, ada yang mendukung tapi tidak sedikit yang menghujat hubungan kami dengan melontarkan komentar negatif. Tapi Jayka selalu berkata 'jangan diambil pusing'. Agar tidak membuatku merasa tertekan dan tidak nyaman. Bahkan ia sengaja tidak mengatakan kapan upacara pernikahan kami akan digelar agar tidak ada paparazi yang menguntit. Cukup menyewa fotografer profesional dan me
POV MINAKISepeninggal Sagawa dari villa keluargaku di Ebino, aku mengajak Dina kembali ke Miyazaki. Aku menyarankan dia agar tidur di rumah kedua orang tuaku beberapa hari ke depan untuk membuat hatinya tenang.Dan betapa terkejutnya Jayka ketika melihat Dina telah berada di rumahku esok harinya, karena Jayka fikir Dina sedang menemani Sagawa di Ebino. Untuk masalah patah hati itu, aku sengaja menyembunyikannya dari Jayka. Biarlah Dina sendiri yang mengatakan pada kakaknya itu. Khawatir jika ada kata-kataku yang tidak sesuai dengan apa yang Dina rasakan. "Mas, pesanin aku tiket pulang ke Indonesia," ucap Dina pada Jayka.Wajah sendu dan tidak bersemangat menunjukkan betapa sedih suasana hatinya. Padahal tadi aku sudah mengatakan padanya agar tidak menunjukkan betapa hancur hatinya agar Jayka tidak bertanya-tanya. Jayka yang sedang menyuapi Mayka, akhirnya menoleh ke arah adiknya itu. "Kenapa? Tiga minggu lagi aku dan Minaki mau nikah, Din. Ibu Bapak juga bakal kesini. Kok kamu mal
POV MINAKI "Aku dan Sagawa ... kami sudah ... " "Sudah apa, Dina?" tanyaku semakin penasaran hingga tidak terasa aku meremas tangannya sangat erat. "Kami ... pernah seranjang bersama, Minaki San." *** Usai Dina mengakui hubungannya dengan Sagawa sudah sejauh itu, kepalaku teramat pusing sekali. Aku hanya khawatir Dina hamil dan keluarga Sagawa tidak mau mengakuinya. Berulang kali aku melihat jam di dinding dengan hati kesal karena Sagawa belum kembali juga padahal senja sudah tiada. Dan aku sudah menghabiskan dua cangkir kopi hitam sembari menunggunya. "Kamu kemana, Sagawa?!" geramku dengan jemari mengetuk-ngetuk sandaran tangan di kursi roda. Sengaja, aku menyuruh Dina istirahat agar dia tidak terlihat seperti mayat hidup. Aku paham sekali bagaimana terpukul dirinya menyadari jika mimpi indahnya bersama Sagawa telah usai. Dia harus bangun dan menyadari bahwa Sagawa haruslah kembali ke Tokyo seperti kemauan ibunya. Soal mahkotanya yang telah diambil Sagawa, bukankah mere
POV MINAKI Terpaan angin pantai itu membuat pakaian dan rambutku berkibar-kibar namun kedua mataku tidak lepas menatap Mayka dan Jayka yang sedang bermain pasir dan hewan-hewan kecil di pesisir pantai. "Aku meulis harapan, semoga tidak lagi hidup dengan Jayka." "Minaki!" seru Kak Yamada dengan suara tidak terima. Kedua matanya menatapku dengan sorot emosi lalu aku memberikan senyum terbaik. "Aku belum selesai berucap, Kak." "Ingat Mayka jika kamu menolak Jayka. Anakmu itu akan menjadi korban. Dia akan merasa kosong karena kehilangan sosok ayah dalam dirinya!" "Aku menulis harapan semoga tidak lagi hidup dengan Jayka, bila sekali lagi dia menyelingkuhiku." Kak Yamada menghela nafas panjang lalu berbalik menatap Jayka dan Mayka yang masih bersenang-senang disana. "Jayka sudah berjanji padaku bahkan dia sudah mengganti beberapa aset kekayaannya atas namamu. Demi meyakinkanku dan Papa untuk diberi izin kembali meminangmu." "Benarkah?" *** Pagi-pagi sekali aku teringat dengan ag
POV MINAKI "Jay, sudahlah. Temui saja pendetanya. Aku menunggu disini saja." Usai mengatakan itu, tanganku perlahan menurunkan tangan Jayka dari lipatan belakang lutut kakiku yang tadi sudah bersiap mengangkat tubuhku ke dalam gendongannya. Kedua mata tajam Jayka menyorotku dengan tatapan sedikit tidak suka namun aku memilih memalingkan wajah. Masalahnya, keseriusannya masih tidak terbaca oleh kata hatiku hingga rasanya perasaan ini masih saja meragu. "Aku mengajakmu ke Kuil Aoshima untuk mendengarkan dari pendeta sendiri kapan tanggal terbaik untuk kita menikah. Apa pesan yang akan pendeta katakan untuk pernikahan kedua kita nantinya, Minaki. Agar keraguan yang ada di hatimu juga hilang." Aku menggigit bibir dengan perasaan bingung tak karuan karena ucapan Jayka. "Sekarang, ayo kita masuk. Kamu mau 'kan?" Belum sempat aku menjawab, tiba-tiba saja ada suara bisik-bisik dan derap langkah kaki yang tidak biasa di belakangku. Begitu tatapan Jayka mengarah ke belakangku dengan se
POV MINAKI Terowongan berbentuk hati warna merah yang membentang indah dengan beragam gantungan kayu bertuliskan nama para nama pasangan yang ingin hubungannya diberkahi sepanjang pernikahan ketika akan menuju Kuil Aoshima seakan menambah kesan tak kira di dalam hati. Ketika Jayka mendorong kursi rodaku perlahan-lahan, aku segera memejamkan kedua mata lalu membayangkan wajahnya dan Mayka sembari memohon pada para dewa agar hubungan kami dilanggengkan. Kalaupun kami menemui rintangan dalam rumah tangga, semoga baik aku dan Jayka sama-sama diberi kekuatan untuk melewatinya. Juga, semoga tidak ada perselingkuhan diantara kami. Dan aku kuat menghadapi ujian apapun ke depannya setelah Jayka kembali mengambil sumpahnya menjadikanku satu-satunya istri. "Sudah," bisik Jayka ketika aku merasakan kursi rodaku berhenti didorong. Begitu membuka mata, benar saja jika aku sudah usai melewati terowongan berbentuk hati itu. Lalu Jayka kembali mendorong kursi rodaku menuju Chozuya, sebuah batu b
POV MINAKI Niat Jayka untuk menikahiku lagi mendapat beragam tanggapan dari para fans dan netizen. Ada yang memuji kerendahan hatinya karena mau meminang perempuan tidak sempurna sepertiku. Bahkan ada yang menganggap aku menggunakan ancaman untuk membuat Jayka bertekuk lutut. Hasilnya, aku sendiri yang merasa sakit hati karena membaca beragam komentar dan pemberitaan tentang kami. Dan jalan satu-satunya adalah tidak memegang ponsel sama sekali untuk sementara waktu. Kini, aku sudah bersiap dengan pakaian musim semi dan make up natural yang menghiasi wajah. Begitu juga dengan Mayka, sudah terlihat manis dengan pakaian barunya yang dibelikan Jayka hampir satu koper banyaknya. “Kenapa aku begitu cemas, Kak?” tanyaku pada Kak Yamada. “Wajar.” Rencananya hari ini, kami akan pergi ke Kuil Shinto yang ada di Aoshima. Itu adalah Kuil Shinto kuno di pulau kecil yang rimbun dengan patung Dewa Buddha yang indah. Aku masih belum tahu mengapa Jayka memilih kuil itu sebagai tempat pernikahan