Kata orang, hidup itu butuh uang. Dengan uang orang bisa mendapatkan apapun yang mereka inginkan. Tanpa uang, bagaimana nasibku di Jepang? Tanpa uang bagaimana nasib keluargaku di Indonesia? Dan tanpa uang bagaimana masa depanku kelak? Jika tanpa uang aku tidak bisa hidup, artinya tanpa Minaki aku masih bisa bertahan hidup. Sesederhana itulah pemikiranku. Tanpa mempedulikan teriakan Fukuda yang memanggilku sembari menghubungi Minaki dengan sambungan video call, aku berjalan menuju Matsushima untuk menemui Tuan Takahashi. Ia lebih penting dari pada sekedar urusan minta maaf pada Minaki. Toh selama ini aku bertahan hidup karena bekerja sebagai DJ di club ini. Bukan karena sokongan uang dari Minaki. Fukuda menahan tanganku agar tidak menemui Tuan Takahashi, tapi aku menepisnya. "Maaf aku sedang sibuk." Fukuda sedikit menggerutu tapi aku acuh. Karena kontrak kerjaku disini jauh lebih penting. "Selamat malam Tuan Takahashi." Ucapku sembari menunduk memberi salam. "Duduklah J
Kachirei Foods Inc. Ko Tanocho, Prefektur Miyazaki 889-1701, Jepang. Itu adalah nama pabrik makanan instan tempatku dan para teman teman TKI yang lain mendulang Yen setiap hari. Hari ini pabrik merayakan ulang tahunnya yang ke-20. Kami mendapat bingkisan berupa makanan instan buatan pabrik. Lumayan, untuk stok di asrama dan bisa menghemat biaya belanja ke supermarket. Setelah menerima bingkisan, iseng iseng aku membuka tutupnya sambil menunggu bis di halte depan pabrik. Ada Toyo Suisan Gotsumori Shioyaki Soba, Toyo Suisan Maruchan Gotsumori Kitsune Udon, Donbei Kakiage Soba, Amano Food Soup Miso, dan Nomshing Shin Ramyun. Isi bingkisan yang sangat lezat. Kemudian ponselku berdering nyaring. Nyonya Tatsuo sedang memanggil. Betapa gugupnya aku melihat siapa yang menghubungi. Aku khawatir Minaki menceritakan semuanya dan hubungan kami sebagai surrogate partner akan berakhir. Padahal aku masih membutuhkan dia sebagai mesin ATM-ku. Tapi, bukankah lebih baik mendengarkan dulu apa
"Kekasih? Sejak kapan Minaki memiliki kekasih?" Aku tersenyum kikuk. "Kami sudah lama bersama." "Kalau kalian sudah lama bersama mengapa kamu membiarkan Minaki datang kemari dengan wajah sedih? Menangis semalaman! Kamu lelaki tidak tahu diri!" Hardiknya. "Bu...bukan begitu nyonya. Kami hanya salah paham." "Salah paham sampai Minaki lari dari rumah?! Ibunya sampai kebingungan dengan kepergiannya dan ternyata kamulah biangnya!" Tunjuknya tepat dimukaku. "Saya bisa jelaskan." Perdebatan kami terjadi di depan pintu rumahnya. Aku khawatir tetangga mendengarnya. "Kenapa kamu diam saja! Ini yang kamu bilang kekasih? Aku yakin kamu mau mengencani Minaki karena menginginkan hartanya!" Bukan! Aku tidak mengencani Minaki tapi aku ini surrogate partner-nya. Lelaki yang dibayar untuk memberinya sentuhan hangat dari lawan jenis dan memberinya nasehat untuk berani menatap masa depan. "Jayka?" Aku menoleh ketika namaku disebut. Minaki diatas kursi rodanya dengan didorong seorang gadis s
Malam itu, setelah rayuan panjang yang kulontarkan pada paman dan bibi Minaki, akhirnya mereka menginjinkanku membawa Minaki kembali ke Miyazaki. Itu pun setelah Nyonya Tatsuo mengatakan pada mereka melalui sambungan telepon jika aku adalah seseorang yang 'spesial' untuk Minaki. Minaki pun demikian, setelah menerima roti panggang Shamakurayama pemberianku, senyum dan suasana hatinya berubah lebih baik. Juga beberapa kata bujuk rayu manis yang begitu lancar terlontar dari mulutku membuatnya setuju untuk segera pulang. Akhirnya, aku bisa bernafas lega. "Bilang pada bibi jika Jayka membuatmu sedih lagi. Akan aku masukkan dia ke dalam pagoda agar dipenjara para dewa disana." Aku menunduk diam sedang Minaki terkekeh. "Aku akan ingat pesan bibi." "Jangan macam macam lagi pada Minaki, atau aku akan membuat kamu tidak akan bisa menemuinya lagi untuk sekedar minta maaf. Ingat itu Jayka." Ucapnya sungguh sungguh dengan raut wajah sangar, serta alis mata setinggi gunung Himalaya. "I...i
Kata pepatah, orang disebut pintar jika setelah membuat kesalahan ia belajar dan tidak mengulangi kesalahan itu kembali. Setelah membuat kesalahan dengan mengabaikan pesan Minaki dan lebih memilih mengutamakan kebahagiaanku bersama Harumi, aku sadar jika ada harapan Minaki yang kini disandarkan di punggungku. Kami terikat kontrak yang mengharuskan aku selalu ada untuknya ketika membutuhkan dukungan, perhatian, dan kehangatan. Kehangatan yang dimaksud adalah memberinya kasih sayang secara lahir batin. Meski berada di kursi roda, Minaki juga perempuan normal yang ingin merasakan interaksi seperti sepasang kekasih pada umumnya. Bukan cerita baru jika mereka yang terlahir tidak sempurna memiliki pikiran-pikiran negatif tidak diinginkan oleh siapapun. Minaki membiarkan dirinya dipandang sebelah mata atau dilewati begitu saja. Ia saja diabaikan kedua kakak laki laki yang seharusnya bersikap melindungi, apa lagi orang lain. Minaki juga pernah bercerita jika pernah menjalin hubungan den
Sebagai lelaki sejati, aku harus pintar mengatur waktu untuk tiga perempuan penting dalam hidupku. Jika mereka tidak akur dan aku tidak adil membagi waktu pada salah satunya, itu bisa menjadi bumerang di kemudian hari. Mereka adalah Harumi, Minaki, dan Dina. Harumi telah mendapat kehangatan selayaknya kekasihku dengan memanjakannya saat liburan ke Prefektur Saga. Minaki telah mendapat dukungan penuh dariku setelah acara bersedihnya dan kembali menekuni dunia pastry. Sedang Dina, adik angkatku, kembali mendapat surat dari Minaki yang menjadi sahabat pena-nya untuk tugas sekolah. Melihat mereka semua bahagia dan mendapatkan apa yang mereka butuhkan, membuatku lega dan merasa berarti dalam hidup mereka. Walau aku sendiri harus mempertaruhkan waktu untuk mereka hingga tidak memiliki waktu untuk diri sendiri. "Halo Yamada, ada apa?" "Halo Jayka, apa kamu sibuk?" Aku tengah istirahat siang di pabrik saat ini. Juga, aku tidak memiliki niatan mengatakan profesi utamaku ini pada siapapu
Ada alasan mengapa aku menyeret Harumi ke dalam bilik ganti saat Yamada dan istri melakukan fitting gaun pengantin dan para maid-nya. Aku tidak bisa menahan kegeraman karena Harumi menolak menikah denganku. Padahal dia tahu aku sangat mencintainya. Panggilan asisten pemilik Candy Crosset membuatku harus menyudahi moment setengah panas ini. Aku merapikan anak rambut Harumi dan belahan bawahan gaunnya yang kusingkap sedikit kasar. "Jangan membuatku gelap mata sayang." Ucapku tegas lalu membuka pintu. Tatapan terkejut sang asisten kuacuhkan begitu aku keluar kamar ganti. Aku tidak peduli dianggap melakukan tindakan asusila di dalam bilik ganti. Sedang Harumi masih ada di dalam dengan kondisi sedikit berantakan dan mungkin juga tertekan. Kemarahan ini benar-benar dipicu oleh rasa takut kehilangan Harumi. Aku pun mulai menaruh curiga jika ia memiliki pria idaman lain. Seketika kecemburuan menyeruak dalam hatiku. "Ada apa Jayka?" Tanya Yamada sembari duduk di sebelahku. Di depan
"Rin, kamu udah bikin lagu baru?" Tanyaku saat kami makan siang di pabrik. Semalam setelah mengantar Harumi kembali ke asrama, aku mendapat pesan dari Matsushima. Jika mulai minggu ini aku secara resmi akan manggung di Yokoha Club sebanyak tiga kali dalam seminggu. Sebuah pencapaian yang mengesankan untuk karirku sekaligus menambah pundi pundi Yen untuk Rinto. Karena hasil memeras otaknya juga kuhargai. "Udah, dapat dua. Kebetulan pas ada ide." "Aku ada kabar bagus. Mulai minggu ini jadwal manggungku di Yokoha Club ditambah menjadi tiga kali seminggu." Rinto berbinar. "Enak banget Jak. Rejeki nomplok." "Kamu bikin aja lagu lagu yang keren nanti aku yang naik panggung. Bayarannya kita bagi dua." "Kamu kenapa sih jarang bikin lagu sendiri?" Aku menggeleng sambil meletakkan sumpit. "Sibuk Rin." "Halah alasanmu selalu sama. Sibuk melulu tapi nggak pernah ngomong sibuk apaan." Aku meneguk air mineral. "Oh ya gimana kabar Minaki?" Aku sampai terbatuk-batuk. "Apaan sih Rin? A
POV MINAKI Satu Tahun Kemudian … Jayka benar-benar menunjukkan keseriusannya padaku selama satu tahun kami menjalani pernikahan kedua ini. Semua terasa indah dan melenakan karena sesungguuhnya hati ini masih lah miliknya meski sedalam apapun kesalahan yang Jayka perbuat. Sungguh cinta sebodoh ini. Hari-hari penuh cinta selalu Jayka tawarkan padaku. Perlakuannya di ranjang juga tidak kalah hebatnya hingga aku diam-diam selalu menginginkannya. Maklum, usia kami masih tergolong pasangan muda. Meski kakiku memiliki keterbatasan, namun aku tidak menjadikan itu sebagai penghalang untuk memuaskannya juga. Aku ingin kami sama-sama menikmati dan bahagia. Satu bulan kemudian setelah pernikahan kami, Jayka membawaku ke Spanyol untuk melakukan pengobatan. Ditemani Mayka, pengasuh, dan manajer Jayka. Kaki yang terkena polio membuatku tidak bisa berdiri dan itu menyebabkan tulang punggungku tertekan dan terasa nyeri. Akhirnya dokter melakukan beberapa tindakan dan aku diwajibkan menjalani ter
POV MINAKI "Aku tidak hamil, Jay," selaku cepat kemudian menunduk. Menatap kedua tanganku yang ia genggam erat. Kemudian Jayka menghela nafas panjang dan menggunakan tangan kanannya untuk menaikkan daguku. Lalu memberiku satu ciuman di bibir. Meski hanya sekilas namun cukup membuatku panas dingin. "Setelah dari Spanyol, kita akan berusaha memberi Mayka adik. Tidak ada protes." Lalu ia kembali mencium bibirku sedikit lebih lama hingga dering ponselnya meminta perhatian. Dengan kedua tangan, aku mendorong dada Jayka agar menyudahi ciuman ini lalu menerima panggilan itu. Panggilan yang berasal dari manajernya. "Halo? Ada apa?" "Semua sudah beres." Jayka tersenyum lalu jemari kirinya mengusap sudut bibirku. "Terima kasih, manajer." Kemudian Jayka menekan tombol merah pada layar ponselnya lalu menghubungi seseorang kembali. Kali ini siapa yang ia hubungi? "Halo, Michiya. Apa kabar?" "Baik, Jay." "Terima kasih sudah mau menerima panggilanku. Sekali lagi, aku minta maaf untuk
POV MINAKI Kepulangan Dina ke Indonesia membuatku kehilangan adik sekaligus sahabat terbaik. Meski kami masih saling bertukar kabar melalui pesan singkat, namun aku berharap esok hari dia mau ikut calon besanku kembali menuju Jepang untuk menghadiri upacara pernikahanku dengan Jayka. Masih di lokasi yang sama di Kuil Aoshima, rencana pernikahanku dengan Jayka agar digelar. Segala sesuatunya telah diurus oleh manajer Jayka dan dipastikan kuil tidak akan dibuka untuk umum selama pernikahan kami berlangsung. Tidak banyak yang kami undang mengingat banyaknya pro dan kontra yang terjadi di luar sana. Fans Jayka terutama, ada yang mendukung tapi tidak sedikit yang menghujat hubungan kami dengan melontarkan komentar negatif. Tapi Jayka selalu berkata 'jangan diambil pusing'. Agar tidak membuatku merasa tertekan dan tidak nyaman. Bahkan ia sengaja tidak mengatakan kapan upacara pernikahan kami akan digelar agar tidak ada paparazi yang menguntit. Cukup menyewa fotografer profesional dan me
POV MINAKISepeninggal Sagawa dari villa keluargaku di Ebino, aku mengajak Dina kembali ke Miyazaki. Aku menyarankan dia agar tidur di rumah kedua orang tuaku beberapa hari ke depan untuk membuat hatinya tenang.Dan betapa terkejutnya Jayka ketika melihat Dina telah berada di rumahku esok harinya, karena Jayka fikir Dina sedang menemani Sagawa di Ebino. Untuk masalah patah hati itu, aku sengaja menyembunyikannya dari Jayka. Biarlah Dina sendiri yang mengatakan pada kakaknya itu. Khawatir jika ada kata-kataku yang tidak sesuai dengan apa yang Dina rasakan. "Mas, pesanin aku tiket pulang ke Indonesia," ucap Dina pada Jayka.Wajah sendu dan tidak bersemangat menunjukkan betapa sedih suasana hatinya. Padahal tadi aku sudah mengatakan padanya agar tidak menunjukkan betapa hancur hatinya agar Jayka tidak bertanya-tanya. Jayka yang sedang menyuapi Mayka, akhirnya menoleh ke arah adiknya itu. "Kenapa? Tiga minggu lagi aku dan Minaki mau nikah, Din. Ibu Bapak juga bakal kesini. Kok kamu mal
POV MINAKI "Aku dan Sagawa ... kami sudah ... " "Sudah apa, Dina?" tanyaku semakin penasaran hingga tidak terasa aku meremas tangannya sangat erat. "Kami ... pernah seranjang bersama, Minaki San." *** Usai Dina mengakui hubungannya dengan Sagawa sudah sejauh itu, kepalaku teramat pusing sekali. Aku hanya khawatir Dina hamil dan keluarga Sagawa tidak mau mengakuinya. Berulang kali aku melihat jam di dinding dengan hati kesal karena Sagawa belum kembali juga padahal senja sudah tiada. Dan aku sudah menghabiskan dua cangkir kopi hitam sembari menunggunya. "Kamu kemana, Sagawa?!" geramku dengan jemari mengetuk-ngetuk sandaran tangan di kursi roda. Sengaja, aku menyuruh Dina istirahat agar dia tidak terlihat seperti mayat hidup. Aku paham sekali bagaimana terpukul dirinya menyadari jika mimpi indahnya bersama Sagawa telah usai. Dia harus bangun dan menyadari bahwa Sagawa haruslah kembali ke Tokyo seperti kemauan ibunya. Soal mahkotanya yang telah diambil Sagawa, bukankah mere
POV MINAKI Terpaan angin pantai itu membuat pakaian dan rambutku berkibar-kibar namun kedua mataku tidak lepas menatap Mayka dan Jayka yang sedang bermain pasir dan hewan-hewan kecil di pesisir pantai. "Aku meulis harapan, semoga tidak lagi hidup dengan Jayka." "Minaki!" seru Kak Yamada dengan suara tidak terima. Kedua matanya menatapku dengan sorot emosi lalu aku memberikan senyum terbaik. "Aku belum selesai berucap, Kak." "Ingat Mayka jika kamu menolak Jayka. Anakmu itu akan menjadi korban. Dia akan merasa kosong karena kehilangan sosok ayah dalam dirinya!" "Aku menulis harapan semoga tidak lagi hidup dengan Jayka, bila sekali lagi dia menyelingkuhiku." Kak Yamada menghela nafas panjang lalu berbalik menatap Jayka dan Mayka yang masih bersenang-senang disana. "Jayka sudah berjanji padaku bahkan dia sudah mengganti beberapa aset kekayaannya atas namamu. Demi meyakinkanku dan Papa untuk diberi izin kembali meminangmu." "Benarkah?" *** Pagi-pagi sekali aku teringat dengan ag
POV MINAKI "Jay, sudahlah. Temui saja pendetanya. Aku menunggu disini saja." Usai mengatakan itu, tanganku perlahan menurunkan tangan Jayka dari lipatan belakang lutut kakiku yang tadi sudah bersiap mengangkat tubuhku ke dalam gendongannya. Kedua mata tajam Jayka menyorotku dengan tatapan sedikit tidak suka namun aku memilih memalingkan wajah. Masalahnya, keseriusannya masih tidak terbaca oleh kata hatiku hingga rasanya perasaan ini masih saja meragu. "Aku mengajakmu ke Kuil Aoshima untuk mendengarkan dari pendeta sendiri kapan tanggal terbaik untuk kita menikah. Apa pesan yang akan pendeta katakan untuk pernikahan kedua kita nantinya, Minaki. Agar keraguan yang ada di hatimu juga hilang." Aku menggigit bibir dengan perasaan bingung tak karuan karena ucapan Jayka. "Sekarang, ayo kita masuk. Kamu mau 'kan?" Belum sempat aku menjawab, tiba-tiba saja ada suara bisik-bisik dan derap langkah kaki yang tidak biasa di belakangku. Begitu tatapan Jayka mengarah ke belakangku dengan se
POV MINAKI Terowongan berbentuk hati warna merah yang membentang indah dengan beragam gantungan kayu bertuliskan nama para nama pasangan yang ingin hubungannya diberkahi sepanjang pernikahan ketika akan menuju Kuil Aoshima seakan menambah kesan tak kira di dalam hati. Ketika Jayka mendorong kursi rodaku perlahan-lahan, aku segera memejamkan kedua mata lalu membayangkan wajahnya dan Mayka sembari memohon pada para dewa agar hubungan kami dilanggengkan. Kalaupun kami menemui rintangan dalam rumah tangga, semoga baik aku dan Jayka sama-sama diberi kekuatan untuk melewatinya. Juga, semoga tidak ada perselingkuhan diantara kami. Dan aku kuat menghadapi ujian apapun ke depannya setelah Jayka kembali mengambil sumpahnya menjadikanku satu-satunya istri. "Sudah," bisik Jayka ketika aku merasakan kursi rodaku berhenti didorong. Begitu membuka mata, benar saja jika aku sudah usai melewati terowongan berbentuk hati itu. Lalu Jayka kembali mendorong kursi rodaku menuju Chozuya, sebuah batu b
POV MINAKI Niat Jayka untuk menikahiku lagi mendapat beragam tanggapan dari para fans dan netizen. Ada yang memuji kerendahan hatinya karena mau meminang perempuan tidak sempurna sepertiku. Bahkan ada yang menganggap aku menggunakan ancaman untuk membuat Jayka bertekuk lutut. Hasilnya, aku sendiri yang merasa sakit hati karena membaca beragam komentar dan pemberitaan tentang kami. Dan jalan satu-satunya adalah tidak memegang ponsel sama sekali untuk sementara waktu. Kini, aku sudah bersiap dengan pakaian musim semi dan make up natural yang menghiasi wajah. Begitu juga dengan Mayka, sudah terlihat manis dengan pakaian barunya yang dibelikan Jayka hampir satu koper banyaknya. “Kenapa aku begitu cemas, Kak?” tanyaku pada Kak Yamada. “Wajar.” Rencananya hari ini, kami akan pergi ke Kuil Shinto yang ada di Aoshima. Itu adalah Kuil Shinto kuno di pulau kecil yang rimbun dengan patung Dewa Buddha yang indah. Aku masih belum tahu mengapa Jayka memilih kuil itu sebagai tempat pernikahan