Sudah dua hari sejak Jiu Long melepas jabatan ketua. Suasana Partai Naga Emas masih muram. Semua murid dilanda kebingungan. Mereka tidak bisa menyembunyikan kenyataan belum ada seorang murid pun yang mumpuni menjadi ketua. Hanya dua yang layak, Yu Jin dan Liu Xing. Namun kedua sepuh itu menolak, dengan alasan usia sudah lanjut.
Yu Jin dan Liu Xing belum menentukan sikap. Malam itu, keduanya berembuk. "Tak ada jalan lain, kita harus membujuk Jiu Long, kalau perlu mengemis kepadanya, ini kan untuk kemajuan Partai Naga Emas, kita tak boleh membiarkan Partai Naga Emas yang sudah maju pesat ini kembali merosot," kata Liu Xing
Keduanya menuju rumah Jiu Long. Lelaki itu sedang bercanda dengan tiga isterinya. Liu Xing membuka percakapan, minta Jiu Long membatalkan niatnya. Namun Jiu Long bersikukuh tetap mundur. "Aku tak bisa menjilat ludah kembali."
Yu Jin menoleh kepada Mayleen dengan air muka muram. Orang tua itu berkata dengan suara rendah. "Mayleen aku minta maaf a
Sehari setelah menerima berita tantangan, Jiu Kang menugaskan Liu Yaoshan dan Liu Changhai melakukan penyelidikan. Liu Changhai adalah saudara bungsu Jiu Kang, sedangkan Liu Yaoshan salah seorang murid pintar Elang Jantan. Malam itu semua orang penting perguruan Bruanxi duduk mendengar laporan Liu Changhai dan Liu Yaoshan. "Rombongan Himalaya itu jumlahnya sebelas, tujuh pria dan empat wanita. Ketuanya, Ciu Tan, tampaknya ingin balas dendam karena adik perguruannya, dibunuh Jiu Long di pertarungan Pegunungan Salju Meili. Mereka semua pendekar hebat yang di daratan Himalaya sudah bernama besar."Secara bergantian Liu Yaoshan dan Liu Changhai menceritakan secara rinci peta kekuatan para Pendekar Himalaya, seperti si kembar Mok dengan pedang bersatupadu, Li Moy belalang beracun dan Sian Hwa Pendekar Pedang Gurun Gobi.Mendengar ini, semua pendekar Bruanxi mengerutkan kening, bertanya-tanya apa maksud tantangan itu. "Mereka ingin menjajal orang-orang Dataran Tengah
Rumah itu sangat besar dengan pekarangan luas. Itulah rumah Dong Zhuo, juga markas perguruan Tapak Maut yang hampir semua muridnya hidup sebagai pengemis. Orang tua berusia lebih separuh abad itu adalah ketua perguruan. Malam itu ia berkumpul dengan para pentolan perguruan membicarakan tantangan para Pendekar Himalaya.Dong Zhuo, duduk bersila di tilam. Wajahnya teduh dan sangat wibawa. Jenggot dan kumisnya menyatu, putih panjang. Tubuhnya tegap, tinggi. Matanya dingin dan tajam. Menatap matanya seperti memandang sumur yang kedalamannya tidak terukur. Itu tanda ia memiliki tenaga dalam yang sangat tinggi.Ia menghela nafas kemudian berkata, suaranya serak dan kasar. "Aku tidak pernah menyangka, setelah lebih dari satu tahun berlalu, para Pendekar Himalaya datang lagi. Dulu itu di Pegunungan Salju Meili terjadi pertarungan hebat, lima pendekar Dataran Tengah ditantang lima pendekar negeri Himalaya."Dia melanjutkan cerita. Dalam pertarungan itu, empat pe
"Lantas siapa saja yang sudah ditantang mereka, apakah termasuk Quan Bei, Jiu Long, Liang Zhipu juga Yue Jin? Apakah pendekar negeri ini mau datang mempertaruhkan nama mereka? Bagaimana jika tidak seorang pun yang hadir nanti?" Pertanyaan ini menusuk pikirannya, tanpa dia mampu menjawabnya.Teringat kekalahannya dari Liong Kam waktu itu, Dong Zhuo mengepalkan tangannya. Kebetulan Liong Kam termasuk di antara sebelas orang itu. "Aku jadi penasaran, selama lebih dari satu tahun aku berlatih, aku ingin menjajal sampai di mana kemajuanku. Kebetulan lawan yang pernah mengalahkan aku dulu, Liong Kam akan hadir. Aku akan tantang dia," ucap Dong Zhuo dengan suara bergetar.Ia teringat bagaimana malunya dia dikalahkan jurus pedang Liong Kam. Ia sulit melupakan kekalahan itu, karena kejadiannya disaksikan ratusan pendekar lain. "Masih ada sisa waktu duapuluh hari, aku akan melatih ilmuku lebih kuat."Salah seorang yang hadir, Sardula, tokoh terkemuka yang lihai ilmu dan t
Perguruan Wuwei terletak di kaki gunung Wuwei. Senja itu suasana di balairung agak riuh. Sebagian besar murid berkumpul, hanya murid yang masih bertugas berjaga atau bekerja di dapur yang tidak hadir. Mereka yang hadir saling pandang penuh tanda-tanya, tidak mengerti apa yang akan diumumkan ketuanya, pendeta Quan Bei. Ketika ketua muncul seketika juga suasana hening.Pendeta Quan Bei duduk didampingi saudara perguruannya, Wong Anta, Wong Braga, Wong Rawa, Wong Mata. Lima orang ini duduk bersila, memandang puluhan murid yang duduk berkumpul.Diantara lima tokoh tua Wuwei hanya Quan Bei yang seorang pendeta. Quan Bei memecah keheningan, "Dengarkan, sepuluh hari lagi, aku akan ke desa Yinchuan menghadiri pertarungan menghadapi sebelas Pendekar Himalaya. Orang-orang seberang itu telah menantang seluruh pendekar negeri ini untuk tarung, sebelas lawan sebelas. Aku sebenarnya tak ingin tarung lagi, tetapi demi membela negeriku, tanah airku, aku harus ikut, ini merupakan darma
Hari itu upacara pengangkatan Wong Anta sebagai ketua Wuwei berlangsung tertib dan sederhana. Tak ada reaksi berlebihan di kalangan murid. Tradisi dan peraturan Wuwei menetapkan seorang guru melatih secara bergilir, sehingga tak pernah ada murid dilatih khusus seorang guru. Para ketua melatih murid lapis satu dan lapis satu melatih lapis dua dan lapis tiga.Setelah hari pengangkatan, Quan Bei menyepi berlatih silat. Adik perguruannya termasuk Wong Anta bergantian menjadi lawan tanding. Ia menekuni jurus andalan perguruannya. Jurus ini sudah didalami Quan Bei sejak kekalahan dari Sin Thong. Ia berlatih keras meningkatkan kualitas jurus hebat ini. Jurus ini mengutamakan kedalaman tenaga batin sehingga cepat menemukan kelemahan lawan untuk dijadikan sasaran serangan.Quan Bei juga mendalami jurus Kadharmesta (Kebajikan) dan Amijilakna (Hasil upaya). Dua jurus ini diambil dari sifat Gereh (Guntur) dan Sedung (Badai) saling dukung mendukung. Suatu serangan lawan yang ganas
Gunung Putuo letaknya sebelah utara gunung Tai. Hutan padat dan lebat merambah seluruh bagian lereng gunung. Hanya lereng bagian timur yang pernah dijamah manusia. Ada jalan setapak namun yang sudah nyaris hilang tertutup semak belukar. Jalan itu menuju ke hutan kecil yang pepohonannya tidak terlalu padat Setelah melewati hutan kecil itu, tampak pemandangan luas. Air terjun dari tebing yang tinggi mencurah ke danau yang cukup besar. Agak jauh dari air terjun, terdapat tebing terjal Ada sepotong bagian tebing, mencuat ke luar sehingga memayungi sebidang tanah di bawahnya. Tanah yang tidak terlalu luas itu terlindung dari curah hujan. Di tanah itu Jiu Long dan rombongan berhenti setelah menempuh dua hari perjalanan dari Partai Naga Emas.Jiu Long, Gwangsin, Mayleen dan Hwang Mi Hee akan menetap. Sedang Gan Nung dan Gan Ning yang didampingi masing-masing isterinya bersama enam murid pria dan dua murid wanita hanya membantu mendirikan rumah, setelah itu mereka akan kembali ke Par
Malam itu bulan terang, tak ada awan mendung. Jiu Long menggenggam tangan isterinya. Mereka mendaki tebing menuju barat. Tak berapa lama, mereka tiba di atas tebing yang permukaannya datar dan cukup luas untuk beberapa orang duduk.Di bawah sinar terang bulan tampak air terjun dan danau. Kemilau air terjun diterpa sinar rembulan, memantulkan kemilau warna warni, tampak indah. Gwangsin menggumam, "Oh pemandangannya sangat indah, coba lihat air terjun itu dan air di danau, indah kena pantulan sinar rembulan. Jiu Long kamu pintar mencari tempat.""Aku ingin hidup seperti ini, terpencil bersama isteriku, tak ada orang lain, tak ada lagi tarung, tak ada balas dendam. Gwangsin kekasihku, aku sudah bosan berkelana, bertarung dan membunuh orang. Dalam tarung, memang kalau tidak mau dibunuh maka kita harus membunuh. Aku sudah bosan dengan semua ini, aku ingin menyendiri, bercinta dengan kamu seperti malam ini. Sepanjang malam, bercinta sampai puas." Sambil bicara tangan Jiu Lon
Udara pagi terasa sejuk. Di dalam goa masih tetap hangat. Dua insan itu masih berpelukan. Gwangsin telungkup di atas tubuh Jiu Long. Ia berbisik, "Jiu Long, menurut rencana dua hari lagi kita berangkat ke desa Yinchuan. Menurut Kakak Gan Ning, perjalanan ke Yinchuan sekitar dua hari. Entah mengapa setiap memikirkan tarung itu, aku merasa takut.""Apa yang kau takutkan?"Gwangsin menyembunyikan wajahnya di dada suaminya. "Aku takut kehilangan kamu. Aku tak mau kehilangan kamu, Jiu Long."Mata Jiu Long menerawang. "Aku juga takut. Sudah sering aku tarung mati hidup. Di Wuwei menghadapi tokoh kelas atas, aku tidak takut. Di Pegunungan Salju Meili aku merasa takut terutama saat tarung lawan Ladalinu. Di Laojun, aku tidak takut. Belakangan aku tahu sebabnya, di Wuwei aku belum punya apa-apa, mati pun tak mengapa. Di Pegunungan Salju Meili aku sudah punya isteri yang menyinta dan kucinta, Jen Ting dan kamu. Di Laojun aku ingin membalas dendam Sekarang ini aku takut se