Malam itu, Panglima Sudan membawa pasukannya menembus hutan dengan kuda hitam. Panglima Sudan menghentikan kudanya ketika melihat mayat dua pendekar tanpa kepala di hadapannya. Dia terkejut melihat satu pendekar yang tengah sekarat menyandar di batang pohon. Panglima Sudan langsung turun dari kudanya diikuti oleh prajuritnya yang berjumlah sepuluh orang itu.Panglima Sudan mendekati seorang pendekar yang tengah sekarat itu.“Siapa kalian?” tanya Panglima Sudan dengan heran.“Kami... kami...” Belum sempat pendekar yang sekarat itu menjawab, nyawanya sudah melawan.Panglima Sudan heran lalu memeriksa pakaian yang tengah mereka pakai. Satu Prajurit mendekatinya lalu ikut memeriksa para pendekar yang sudah mati itu.“Sepertinya mereka anak buah si Tuan Tanah yang memiliki ratusan budak itu, Tuan Panglima,” ucap Prajurit itu.Panglima Sudan terkejut mendengarnya. “Apa mereka ada hubungannya dengan Pendekar Buruk Rupa itu?”“Bisa saja, Tuan Panglima. Hamba dengar, Tuan Tanah itu telah menju
Tanaka berbalik badan, dia terkejut mendapati Saka dan Bari tengah memandangnya di mulut gua.“Kalian mengintipku?” tanya Tanaka.Saka dan Bari tampak ketakutan.“Tidak,” jawab Saka. “Kami terbangun, karena tidak melihatmu di dalam sana, kami pun mencarimu khawatir ditinggalkan pergi.”Tanaka tersenyum.“Aku tahu kalian belum tidur,” ujar Tanaka. “Tidurlah, besok hari berat buat kalian. Aku akan mengajari kalian ilmu bela diri dengan keras.”Saka dan Bari menelan ludah. Tanaka kembali berjalan ke dalam gua melewati mereka. Saka dan Bari saling menatap dengan khawatir.“Apa maksudnya besok hari terberat kita?” tanya Bari heran.“Mungkin dia akan mengajari kita ilmu bela diri dengan keras,” jawab Saka.Bari tampak ketakutan. Nampaknya dia belum sanggup jika harus diajari dengan keras.“Tak perlu khawatir,” ucap Saka menenangkannya. “Seharusnya kita bersyukur memiliki kesempatan belajar ilmu bela diri darinya.”Saka pun menyusul Tanaka masuk ke dalam sana. Bari pun bergegas menyusul juga
Tanaka berdiri sambil memperhatikan Saka dan Bari yang tengah berlari mengelilinginya di padang rumput di pinggir sungai itu. Keringat mengucur di dahi Saka dan Bari.“Boleh kah kami beristirahat sejenak?” teriak Bari.“Masi seratus putaran lagi!” tegas Tanaka.Saka dan Bari terbelalak.“Apa kau menginginkan kami mati?” teriak Saka tak percaya.“Berhentilah jika ingin berhenti, tapi setelah itu aku tak akan mau lagi meneruskan mengajari kalian ilmu bela diri,” teriak Tanaka.Saka dan Bari pun terpaksa melanjutkan larinya. Tanaka lalu duduk sambil mengawasi mereka. Dia mengingat ketika pertama kali Sa memintanya berlari saat srigala mengejarnya. Saat itu, Tanaka mengira serigala itu memang mengincarnya untuk memakannya, rupanya serigala itu adalah peliharaan Sa dan paman-pamannya yang sudah menjadi jinak karena kerap diberi makan oleh mereka. Tanaka marah besar ketika tahu akan hal itu. Dia tidak mau bicara berhari-hari dengan Sa dan paman-pamannya. Laras pun ikut membelanya mendiamkan
Pagi itu Tuan Tanah berdiri di hadapan puluhan pendekar sewaannya. Para pendekar itu sudah siap dengan senjata masing-masing. Dia menatap para pendekarnya itu dengan geram. Dia merasa terancam karena hampir saja dituduh Raja Nepis bersekongkol dengan Pendekar Buruk Rupa yang sedang dicari-carinya itu. Dia pun penasaran kenapa Pendekar Buruk Rupa itu menculik dua budaknya yang sangat berharga itu.“Hari ini saya tugaskan kalian untuk mencari Pendekar Buruk Rupa itu dan dua pemuda budakku yang telah dibawanya!” teriak Tuan Tanah. “Jika kalian berhasil membawa mereka ke hadapanku, maka aku akan membayar upah dua kali lipat dari biasanya!”Para pendekar itu saling menatap dengan semangat.“Apakah kami semua yang mendapat upah dua kali lipat atau diantara kami yang berhasil menangkapnya saja?” tanya salah seorang pendekar diantara mereka.“Semuanya akan mendapat upah dua kali lipat dari saya! Tapi yang berhasil menangkapnya akan ada hadiah tambahan!”“Apa hadiah tambahannya, Tuan?” tanya s
Saat Tanaka bersama Saka dan Bari hampir tiba di bukit tunjuk tempat persembunyian mereka, tiba-tiba anak-anak panah meluncur dari bawah ke arah mereka. Tanaka langsung menghindarinya lalu terpaksa mendarat ke bawah sana. Tanaka, Saka dan Bari terbelalak ketika melihat puluhan pendekar sudah mengelilingi mereka. Para pendekar itu adalah utusan dari Tuan Tanah.“Kau pikir kami tidak tahu di mana persembunyian kalian?” tanya salah satu dari para pendekar itu pada Tanaka.Tanaka pun bersiul. Tak lama kemudian ratusan tentara roh berdatangan dengan kuda berkepala api ke arah mereka untuk membantu Tanaka yang terjebak di sana. Para pendekar itu terbelalak melihat kedatangan mereka.Puluhan pendekar itu pun akhirnya bersiap dengan senjata masing-masing.“Kalian bukan lawanku,” ucap Tanaka. “Aku tidak ingin membunuh kalian! Jika kalian ingin selamat, pergi dari sini dan jangan ganggu kami.”Para pendekar itu pun tampak bingung. Jika mereka menyerah, mereka sudah pasti akan dimarahi oleh Tuan
Tanaka pun memerintahkan para pendekar itu untuk membangun tempat tinggal di dalam gua di puncak bukit tunjuk itu. Kini di dalam gua itu terdapat kamar-kamar dan ruangan-ruangan yang dibuat khusus dari bahan bambu. Sebuah ruangan yang cukup besar itu dikhususkan untuk Saka. Sebagai penghormatan padanya karena dialah penerus tahta sesungguhnya di kerajaan Nusantara.Tanaka pun mendekati seorang pendekar yang berdiri menatap ruangan khusus untuk Saka itu.“Siapa namamu?” tanya Tanaka.Pendekar itu menoleh padanya. “Aku disebut sebagai Pendekar Penggebrak Bumi.”“Mulai sekarang aku angkat dirimu menjadi pimpinan para pendekar lainnya,” ucap Tanaka. Dia mempercayakannya karena dialah yang paling terlihat berani dan paling vokal diantara lainnya.Pendekar Penggebrak Bumi tampak mengernyit. “Aku?”“Iya,” jawab Tanaka. “Meski di sini aku yang memimpin dalam usaha pengembalian tahta kerajaan sesungguhnya, tapi aku ingin para pendekar dari Tuan Tanah itu ada yang memimpin mereka. Dan aku kira
Tanaka kini sudah bersama Saka dan Bari di perut gua yang paling dalam. Mereka duduk mengelilingi kolam air yang tampak dingin itu. Tanaka baru saja selesai mengajari mereka ilmu bela diri di sana. Tanaka dan kedua muridnya itu tampak lelah.“Apa mereka bisa dipercaya?” tanya Saka pada Tanaka.“Aku sudah bicara dengan mereka,” jawab Tanaka. “Dan aku mendengar ketulusan dari mereka. Mereka sebenarnya sedang terjebak pada situasi kerajaan yang buruk ini. Mereka terpaksa menjadi pendekar sewaan dari Tuan Tanah.”Saka tenang mendengarnya.“Aku tahu mereka sebenarnya baik,” tambah Bari. “Sewaktu kami menjadi budak di perkebunan Tuan Tanah, para pendekar itu memperlakukan kami dengan baik. Mereka akan ganas jika kami membuat Tuan Tanah marah. Apalagi jika Tuan Tanah mengimingi mereka dengan koin emas, mereka akan bringas dan tak kenal ampun jika diminta Tuan Tanah untuk membunuh.”“Apa benar di negeri ini sedang terjadi huru hara?” tanya Tanaka memastikan.Saka mengangguk. “Jika penduduk bi
Pendekar Angin Ribut itu diam-diam tiba di tempat dia menyaksikan Tanaka bertarung dengan para pendekarnya. Matanya terbelalak ketika mendapati seorang pendekar sewaan Tuan Tanah tampak tengah berjalan dengan pedang di tangannya. Pendekar itu tengah ditugaskan oleh Pendekar Penggebrak Bumi untuk menjaga arena itu.“Sarwi!” teriak Pendekar Angin Ribut memanggilnya.Sarwi pun tampak terkejut.“Pendekar Angin Ribut?”Sarwi pun langsung menghunuskan pedangnya ke arah Pendekar Angin Ribut itu. Dia tahu pendekar itu tidak ada bersama mereka saat mereka menyerahkan diri pada Tanaka dan bergabung dengan Tanaka.“Aku sudah bukan menjadi pendekar sewaan Tuan Tanah lagi,” ucap Sarwi. “Sekarang ikut denganku jika tidak ingin mati.”Pendekar Angin Ribut terbelalak mendengar itu.“Sabar! Aku tidak berniat menyerangmu. Memangnya Apa yang terjadi?”“Jangan banyak tanya! Ayo ikut denganku!” ancam Sarwi padanya.“Aku ditugaskan Tuan Tanah untuk mencari kalian dan memastikan apa kalian masih hidup.”“Ak
Bimala dan Pelayan Minun tampak gelisah menantikan Tabib Istana bersama tabib-tabib lain yang sedang membantu Sang Ratu untuk melahirkan itu. Akhirnya hari itu telah tiba. Sang Ratu pun tak bisa lagi menahannya karena waktu kelahiran anak keduanya itu telah tiba.Sementara Bimala dan Pelayan Minun belum mendapat kabar dari Tanaka. Mereka tidak tahu apakah Tanaka sudah berhasil atau belum membunuh Baluku hingga kutukan itu terlepas dan tidak akan dialami oleh bayi yang sedang berusaha dikeluarkan oleh para tabib itu.Tak lama kemudian terdengar suara tangisan bayi. Bimala dan Pelayan Minun tampak haru bercampur was-was. Mereka was-was jikalau bayi itu akan terlahir buruk rupa juga seperti Tanaka.“Oh anakku!” teriak Sang Ratu di dalam sana terlihat menangis haru.Bimala dan Pelayan Minun saling menatap dengan ragu.“Apakah bayi itu juga terlahir buruk rupa?” bisik Pelayan Minun dengan penasaran pada Bimala.“Aku tidak tahu, Bi,” jawab Bimala dengan berbisik juga.“Bimala, Pelayan Setia
Baluku terbelalak ketika pulau yang menjadi tempatnya dikurung para dewa itu sudah dikelilingi kapal-kapal yang berisi pasukan dari Tanaka. Baluku kini berdiri di atas puncak batu karang yang paling tinggi. Matanya kini tertuju pada Tanaka yang berdiri gagah di samping Roh Panglima.“Kami sudah datang, Tuan Guru!” teriak Tanaka.Baluku kian geram mendengarnya.“Panglima dan prajurit-prajurit keparat! Kenapa kalian lebih setia pada muridku dibanding denganku yang sudah membangkitkan kalian dari alam roh hingga bisa hidup seperti manusia lagi?!!! Harusnya kalian berpihak padaku, bukan pada manusia buruk rupa itu!!!” teriak Baluku dengan geramnya.“Bukan kah Yang Mulia membangkitkan kami untuk setia pada Tuan Tanaka? Bukan pada Yang Mulia?” jawab Roh Panglima.Baluku kian geram mendengarnya. Baluku pun mengangkat tangannya. Seketika batu-batu kecil di atas permukaan karang itu terangkat lalu tak lama kemudian batu-batu kecil itu menyalakan api yang tampak panas.Tanaka dan Roh Panglima p
Pelayan Minun berteriak memanggil Bimala saat melihat Sang Ratu sedang kesakitan memegangi perutnya yang besar itu. Bimala bergegas datang dengan panik.“Yang Mulia!” ucap Bimala mendekat ke kasurnya. “Yang Mulia kenapa?”“Perutku sakit sekali, Bimala. Aku sepertinya hendak melahirkan.”Bimala dan Pelayang Minun pun panik mendengarnya.“Tolong panggilkan Tabib, Bi,” pinta Bimala dengan panik pada Pelayan Minun.“Baik, Nona.”Pelayan Minun pun bergegas keluar untuk memanggil Tabib. Bimala pun memegangi tangan Sang Ratu untuk menguatkannya.“Tunggu sebentar lagi, Yang Mulia. Sebentar lagi Tabib akan segera datang.”“Tapi bagaimana jika seandainya sekarang anak ini berhasil dilahirkan sementara Tanaka belum berhasil membunuh Baluku? Apakah kutukan itu akan menghilang jika setelah anak ini lahir, Tanaka baru bisa memusnahkan Baluku?” tanya Ratu dengan bingung sambil menahan sakit di perutnya.“Apapun yang terjadi, sekarang pikirkan saja kesehatan Yang Mulia Ratu dan anaknya nanti. Meskipu
“Bagaimana ini bisa terjadi?” tanya Jabali dengan terbelalak tak percaya melihat dirinya, Tanaka, Roh Panglima dan para awak kapal layarnya sedang dibawa terbang berputar mengelilingi tentara mereka yang tengah bertarung di atas lautan itu.“Inilah kemampuanku sekarang, Jabali,” ucap Tanaka.Tanaka pun memandangi Roh Panglima.“Kau hadapai Panglima Setan itu dan aku akan menghadapi murid baru Raja Iblis itu,” perinta Tanaka pada Roh Panglima.“Siap, Tuan Tanaka!”Roh Panglima pun langsung terbang melesat menuju Panglima Setan untuk menyerangnya. Panglima Setan pun terkejut melihat kedatangan Roh Panglima yang tengah melesat ke arahnya itu. Dia pun lansung meninggalkan Karan di atas kapal itu kemudian bertarung dengan Roh Panglima di atas lautan itu dengan jurus meringankan tubuhnya.Sementara Karan di atas kapalnya itu terbelalak ketika mendapati Tanaka kini sudah berada di hadapannya. Karan mundur ke belakang karena ketakutan melihat wajah Tanaka yang menghitam. Dia seperti baru itu
Tiba-tiba awak kapal tampak terbelalak ketika melihat kapal-kapal layar seperti menghadang di hadapan sana.“Tuan, Panglima! Tuan, Panglima!” teriak awak kapal itu.Tanaka dan Roh Panglima yang sedang berada di sisi kapal itu pun menoleh pada awak kapal itu.“Ada apa?” tanya Roh Panglima heran.“Di hadapan sana seperti ada puluhan kapal menghadang, Tuan,” jawab awak kapal itu.Roh Panglima dan Tanaka pun bergegas berjalan ke ujung kapal. Mereka berdua terbelalak melihat kapal-kapal di hadapan.“Tahan layarnya!!!!” teriak Roh Panglima saat melihat pasukan Karan tengah menghadang di hadapan sana dengan sepuluh kapal layar berkarangnya.Seluruh awak kapal Pasukan Tanaka pun mengatur layarnya agar kapal-kapal mereka berhenti berlayar. Saat kapal-kapal pasukan Tanaka berhenti, Tanaka berjalan ke ujung kapal lalu memperhatikan kapal-kapal pasukan Karan itu dengan jelas. Roh Panglima berdiri di sebelahnya.“Apakah benar yang berdiri paling depan di kapal layar terdepan itu murid baru Raja Ba
“Yang Mulia Ratu! Yang Mulia Ratu!” teriak pelayan setianya memasuki ruangan kediamannya. Dia tampak heran tidak melihat ada Ratu di sana.Sesaat kemudian Ratu tampak datang dari belakangnya.“Kau mencariku?” tanya Ratu heran.Pelayan Minun menatap Ratu dengan lega.“Bimala sudah datang, Yang Mulia!” ucap Pelayan Minun dengan lega.Ratu pun sangat senang mendengarnya.“Di mana dia sekarang?”“Dia ada depan gerbang kediamanmu ini, Yang Mulia,” jawab Pelayan Minum.“Suruh dia masuk! Tadi kenapa aku tidak melihatnya,” perintah Ratu.“Baik, Yang Mulia.”Pelayan Minun pun bergegas keluar dari ruangan itu. Ratu pun duduk di tempat duduknya dengan tidak sabar. Dia ingin tahu banyak bagaimana kabar Tanaka darinya. Tak lama kemudian Pelayan Minun datang bersama Bimala. Bimala langsung bersimpuh di hadapannya.“Maafkan aku, Yang Mulia,” ucap Bimala sembari meneteskan air mata. “Aku telah meninggalkan istanamu tidak pamit langsung di hadapanmu.”“Kau tak perlu merasa bersalah, Bimala. Sekarang c
Baluku berdiri di hadapan seorang lelaki yang sedang berlutut padanya. Lelaki yang dahulu tidak sengaja terdampar di sana karena perahu yang dia naiki terpaksa pecah tergulung ombak hingga dia terdampar dan diselamatkan Baluku di sana. Dia menatap lelaki itu dengan lekat, dengan wajah tegasnya.“Hari ini kau telah berhasil mendapatkan semua ilmu dariku!” ucap Baluku padanya. “Kau sendiri yang bersedia memilih untuk menjadi muridku daripada mati di tanganku! Aku tidak pernah memaksamu untuk datang ke pulauku ini. Perahumu lah yang karam dan membuatmu terdampar di sini!”“Baik, Guru!” ucap Pemuda yang bernama Karan.“Dan untuk bisa bebas dariku,” lanjut Baluku. “Kau harus mendapatkan Pedang Perak Cahaya Merah itu dari mantan Muridku si Buruk Rupa itu. Aku merasakan pedang itu sudah ada pada dirinya saat ini. Dia tengah berada di negeri Nusantara.”“Baik, Guru,” sahut Karan sekali lagi.Baluku pun menatap sebuah kapal setan yang di atasnya sudah berdiri seorang Panglima Setan, Nakoda dan
Kapal-kapal yang dinaiki Tanaka bersama kaum Sakwa itu pun akhirnya berlabuh di pelabuhan Nusantara. Roh panglima bersama prajuritnya langsung menyambut kedatangan mereka. Bimala sudah tidak sabar lagi untuk segera bertemu dengan Tanaka. Begitu pun Sakwa. Dia ingin meminta maaf pada kaumnya yang telah meninggalkan mereka di negeri raksasa itu.Saat Tanaka dan kaum sakwa itu turun dari kapal layar masing-masing. Bimala langsung berlari menuju Tanaka lalu memeluknya dengan erat.“Apakah kau berhasil mengembalikan batu permata itu pada Yang Mulia Raja Sujana?” tanya Bimala penasaran.“Batu permata itu ternyata untukku, Bimala,” jawab Tanaka.Bimala terkejut mendengarnya. “Untukmu?”“Iya,” jawab Tanaka. “Raja Sajuna menghadiahkannya padaku! Dia tahu aku hendak membunuh Raja Iblis itu. Katanya batu permata itu akan sepadang dengan kekuatan yang dimiliki raja Iblis itu.”Bimala senang mendengarnya. Kini dia semakin tenang karena Tanaka akan memiliki kekuatan lebih untuk melawan Baluku. Dia
“Ampun Yang Mulia! Jika kami memiliki kesalahan dan dosa hingga Yang Mulia berkunjung ke tempat sederhana kami ini, kami rela dihukum, Yang Mulia!” ucap ayah Numi yang tampak ketakutan melihat kedatangan Raja Saka yang secara mendadak itu.Begitu pun dengan Numi dan Ibunya, mereka pun memohon-mohon ampun pada Raja Saka. Raja Saka yang melihat itu tampak tidak enak hati dan merasa bersalah.“Berdirilah,” pinta Raja Saka.“Ampun, Yang Mulia. Berdiri di hadapan Raja adalah dosa besar bagi kami yang hanya sebagai rakyat jelata. Itu akan membuat leluhur mengutuk kami. Biarkan kampi bersimpuh begini Yang Mulia.”Numi dan Ibunya pun kembali memohon-mohon ampun pada Raja Saka. Sekarang Raja Saka tampak kebingungan sendiri. Dia pun menatap Panglimanya. Pendekar Penggebrak Bumi itu tampak kebingung. Dia tidak mengerti soal urusan asamara itu. Saat Raja Saja menatap Bari, Bari pun tampak mengangkat kedua bahunya. Sementara para warga di sekitar rumah Numi itu masih tampak berlutut di tempat masi