Dari kejauhan Lengkukup dapat melihat dengan jelas Kencana meneriakkan sesuatu, akan tetapi suara Kencana sedikit tidak terdengar, karena diterpa angin yang tiba-tiba saja lewat. Pada saat Kencana menoleh ke arah Lengkukup berada, siluman burung api bereaksi dengan bergerak kearah Kencana.
Melihat hal itu Lengkukup berteriak memanggil gurunya dengan maksud memberi tau, akan tetapi karena Kencana tidak menyadari dirinya hanya bisa menerima kedatangan siluman itu kepadanya.
Gerakan siluman burung api yang begitu cepat membuat Kencana tidak bisa berbuat banyak, terlebih jarak mereka yang terlalu dekat. Kencana bahkan sudah menduga jika dirinya mendapat serangan tiba-tiba, dia tidak akan bisa menghindari serangan tersebut tepat waktu.
“Celaka!!” batin Kencana.
Namun sesuatu yang tidak pernah ia duga terjadi, siluman burung api itu tiba-tiba masuk kedalam liontin kalung yang berada di genggama
Mungkin pertemuan mereka bukan sekedar kebetulan, karena tidak ada yang namanya kebetulan, semuanya telah diatur oleh skenario yang sangat sempurna. Kehidupan di dunia, merupakan cerita yang harus dijalani oleh setiap manusia.Kencana menganggap semua itu adalah takdir yang harus di jalani, mungkin juga sebagai penebusan dosa, karena dirinya telah membuat kesalahan, setelah orang tuanya meninggal tanpa mengetahui lebih pasti siapa dalang diantara semua itu.Penyesalan hanya akan membawa dampak buruk, sedangkan untuk mengulangi semua itu sangat mustahil untuk di lakukan. Kencana sempat berpikir jika memiliki kehidupan kedua, mungkin dirinya akan memperbaiki semua kesalahan itu lebih dulu.“Aku bahkan tidak peduli tentang masa lalu atau latar belakang mu, yang terpenting sekarang membuat mu menjadi kuat.” Ucap Kencana.“Terima kasih guru, jika bukan karena mu mungkin aku sudah mati dan menyusul ked
Mendapati hal itu yang mungkin akan membuat dirinya mendapat hadiah, berupa pukulan di kepala, Lengkukup seolah bungkam dan langsung menenggelamkan kepalanya hingga kedasar air, tindakan yang dilakukan oleh Lengkukup sempat membuat Kencana mengepalkan tangannya kearah Lengkukup.Lengkukup benar-benar tidak sengaja berkata demikian, yang mungkin akan membuat Kencana merasa tersinggung. Meski Kencana merupakan sosok yang baik di mata Lengkukup serta penuh perhatian kepadanya, Kencana bahkan tidak akan segan memberikan sebuah pukulan di kepala jika memang di perlukan.Tentu Lengkukup tidak akan berani untuk melakukan tindakan yang akan membuat kepalanya menjadi benjol, ketika Kencana melancarkan aksinya. Merasa sudah aman, Lengkukup sedikit menahan nafas untuk beberapa menit di dalam air, akan tetapi Lengkukup tidak akan kuat menahan nafas nya lebih lama, terlebih ketika berada di dalam air dirinya dapat melihat kejantanan Kencana semakin menun
Mendengar perkataan Kencana, sedikit membuat Lengkukup memikirkan sesuatu, tentang seekor burung yang pernah menjadi legenda di dalam kekaisaran Han. Sebuah legenda kuno yang mengisahkan seekor burung ajaib yang bercahaya merah keemasan, burung itu hidup selama beberapa ratus tahun sebelum akhirnya mati terbakar. Namun menurut cerita yang tersebar dari mulut ke mulut, burung Phoenix tersebut akan terlahir kembali dari abu, untuk memulai kehidupan baru yang panjang. Burung legendaris Phoenix memiliki ukuran yang cukup besar, berwarna merah keemasan karena dikaitkan dengan matahari terbit dan api. Bahkan ada yang mengatakan, jika Phoenix akan membangun sarangnya menggunakan tumpukan kayu dan menyalakannya dengan sekali kibasan sayapnya. Jika hal itu terjadi, maka Phoenix bisa dikatakan akan menemui ajalnya, akan tetapi ketika Phoenix mati, dari abu tempatnya terbakar akan terlahir Phoenix kecil yang akan menjalani hidup yang panjang dan akan mengulangi cerita yan
Lengkukup sempat ingin protes, akan tetapi Kencana lebih dulu mengatakan jika dirinya membutuhkan banyak tenaga dalam. Sedangkan Lengkukup belum begitu membutuhkan, mengingat Lengkukup bisa menggunakan kekuatan iblis nya. Mendengar penjelasan Kencana, sedikit membuat Lengkukup mengangguk pelan seolah dirinya mengerti maksud dari ucapan Kencana. Namun hal itu tidaklah begitu benar, meski Lengkukup bisa menggunakan kekuatan iblis, akan tetapi dirinya hanya bisa menggunakan kekuatan itu sekali saja dan berbatas waktu. Tentu Kencana mengetahuinya namun Kencana mengatakan jika dirinya memiliki ide lain yang mungkin akan membantu mereka lebih cepat dari biasanya. Dugaan Kencana, jika cara itu berhasil mereka dapat mencapai bagian atas curup 7 kenangan hanya dalam waktu 1 hari. Namun jika dugaan itu salah, maka mereka akan terjatuh dan kabar buruknya mereka akan mati karena terjatuh. “Mungkin sedikit berbahaya namun lebih baik kita mencobanya…” ucap Kencana memastik
Lengkukup sedikit menundukkan kepala sebelum dirinya kembali menyerang Kencana, akan tetapi semua serangan yang Lengkukup berikan, berhasil diatasi dengan mudah oleh Kencana. Namun tidak di sampai disitu, Lengkukup bahkan tidak ingin berhenti, ketika dirinya belum bisa memberikan serangan yang cukup memuaskan.Di sisi lain, Kencana hanya bisa tersenyum tipis kepada Lengkukup, seraya bergerak kearah belakang, setelah Lengkukup berusaha membuat dirinya terpojok. Namun, tiba-tiba Kencana mematahkan serangan yang diberikan Lengkukup dengan pedangnya, karena merasa bukan saatnya bermain-main.Lengkukup sempat berhenti namun dirinya tidak ingin menyerah, sembari memberikan serangan secara terus menerus. Dari gerakan yang Lengkukup berikan, sedikit membuat Kencana membuka mulut, karena dirinya baru saja menyadari jika Lengkukup saat ini, mengubah semua jurus pedang yang pernah di ajarkan nya.“Anak ini! Sejak kapan diriny
Tidak hanya sekali, bahkan untuk langkah berikutnya, mereka harus mengulangi tindakan yang sama, supaya dapat menjangkau tingkat berikutnya. Namun hampir beberapa jam berlalu mereka melakukan cara itu, mereka belum juga menemukan tempat yang cocok untuk beristirahat.Karena jalan yang sedang mereka lalui, hampir tidak memungkinkan untuk berpijak sekalipun. Kabar buruknya, Kencana dan Lengkukup hampir kehabisan tenaga dalam, karena setiap langkah yang mereka lakukan membutuhkan jumlah tenaga dalam yang tidak sedikit.Lengkukup bahkan ingin segera berubah ke wujud iblis, untuk mengambil tindakan cepat, karena bukan tidak mungkin, dirinya akan segera kehabisan tenaga dalam sebelum berhasil sampai ke tingkat berikutnya.“Guru akan ku lakukan sekarang,” ucap Lengkukup.“Tidak, masih belum…” timpal Kencana.“Aku sudah kehabisan tenaga dalam!” ujar Lengkukup.
Lengkukup menduga, jika Kencana berniat untuk mati demi menyelamatkan dirinya, tentu hal itu merupakan kabar yang sangat buruk bagi dirinya, akan tetapi jika dugaan Lengkukup itu benar.Ketika menyadari tindakan yang Kencana berikan, Lengkukup sempat ingin berhenti dan mengurungkan niatnya, akan tetapi selang beberapa saat, dirinya menyadari jika dari arah bawah beberapa tebasan 7 bintang sedang mengarah kepadanya.Sejenak firasat buruk tentang gurunya, mulai memudar karena melihat pedang angin yang tercipta dari jurus Kencana, membuat Lengkukup berfikir jika Kencana baik-baik saja, sehingga dirinya kembali melanjutkan langkah yang sempat goyah.“Sedikit lagi, aku pasti bisa!” batin Lengkukup.Lengkukup mulai bergegas mempercepat gerakannya dengan jurus meringankan tubuh, sembari melompati beberapa pedang angin yang ikut membantunya melesat kearah atas. Dirinya bahkan baru menyadari, jika
Genangan air mata Leng tidak bisa ditahan, meski dirinya berusaha untuk tidak menangis namun akhirnya jatuh juga. Tidak pernah ia duga, jika ini akan menjadi perjalanan yang teramat sulit, terlebih dirinya harus kehilangan gurunya.Ingin rasanya Leng melompat untuk menjemput gurunya, akan tetapi jika ia melakukan hal itu, tentu kemungkinan untuk selamat bisa dikatakan tidak mungkin, terlebih dirinya tidak bisa memastikan, jika Kencana masih berada ditempat itu atau sudah terjatuh kedalam lembah siluman kembali.Leng beranggapan jika dirinya tidak pernah mencoba, maka dirinya tidak akan pernah tau dan akan menjadi penyesalan suatu hari nanti. Sesaat Leng ingin mengurungkan niat untuk melanjutkan perjalanannya dan ingin kembali menjemput gurunya. Namun pada saat yang hampir bersamaan, tiba-tiba sebuah pedang angin melesat kearah nya, yang membuat dirinya bereaksi dengan cepat.“Guru, kau masih hidup!” ucapnya.
Ling terdiam dalam keheningan, tatapannya masih terpaku pada tempat di mana sosok berjubah putih itu menghilang. Lengkukup dan En Jio berdiri di sisinya, mencoba mencerna apa yang baru saja terjadi. Namun, pertanyaan yang menggantung di udara tidak segera menemukan jawaban."Siapa dia?" En Jio akhirnya memecah kesunyian, suaranya bergetar lemah. "Penjaga Kuil Tianlong? Aku tidak pernah mendengar tentang sosok seperti itu..."Lengkukup, yang biasanya tenang dan penuh perhitungan, hanya menggelengkan kepala. "Dia muncul tepat saat kita membutuhkannya. Entah siapa atau apa tujuannya, kita sebaiknya bersyukur."Ling menghela napas panjang, tubuhnya masih lelah setelah serangan besar yang hampir menghabisi kekuatannya. "Kita harus segera pergi dari sini. Tempat ini penuh dengan kegelapan, dan aku merasakan sesuatu yang tidak beres."Mereka bertiga mengangkat diri, meskipun tubuh mereka masih t
Sima Yan berdiri tegak di hadapan Ling, Lengkukup, dan En Jio. Aura kegelapan yang memancar dari tubuhnya membuat udara di sekitar mereka terasa berat. Pedangnya yang besar dan hitam berkilauan dengan cahaya merah yang jahat, menandakan kekuatan yang luar biasa.Ling mengepalkan tangannya lebih kuat di sekitar gagang pedangnya. Napasnya terasa berat, dan dadanya bergemuruh dengan adrenalin. Dia tahu ini bukan hanya pertarungan melawan seorang musuh yang kuat, tapi juga perjuangan untuk tetap hidup."Kita tidak bisa membiarkan dia menang!" desis Ling dengan penuh semangat, meski dia tahu dalam hatinya bahwa mereka mungkin tidak akan bertahan dari pertarungan ini.Lengkukup berdiri di sampingnya, menatap dingin ke arah Sima Yan. "Kita bertarung sampai napas terakhir. Tidak ada pilihan lain."En Jio, yang masih terluka, mengangguk dengan susah payah. Meskipun kondisinya jauh dari ideal, dia tahu tidak ada waktu untuk mundur.
Ketika mereka keluar dari gua, lembah yang dulunya gelap sekarang diterangi cahaya redup matahari yang mulai tenggelam. Udara terasa lebih berat, seolah sesuatu yang jahat menyelimuti mereka dari kejauhan. Langit di atas Gunung Tianfeng mulai berubah menjadi merah darah, pertanda bahwa bahaya semakin dekat.
Suasana di dalam ruangan besar itu mendadak tegang. Pria berjubah hitam yang berdiri di hadapan mereka tampak mengintimidasi, dengan senyum penuh kebencian yang menyiratkan keyakinan mutlak pada kekuatannya. Cahaya dari kristal elemen hijau memantul di zirah hitamnya, mempertegas aura kegelapan yang menyelimuti tubuhnya."Aku adalah pengawal elemen ini," ucap pria itu dengan suara rendah yang bergetar. "Namaku Hei Long, dan kalian tak akan bisa melewati gerbang kehidupan ini."Ling menatap pria itu dengan tajam, mempersiapkan diri. "Kalau begitu, kita tak punya pilihan lain selain melawanmu."Lengkukup dan En Jio mengambil posisi di sebelah Ling. Meskipun mereka tahu bahwa Hei Long adalah lawan yang kuat, mereka tidak punya waktu untuk ragu. Kristal elemen hijau itu adalah kunci untuk melengkapi kekuatan Kitab Dewa Naga, dan mereka harus mendapatkannya, apa pun risikonya."Serahkan saja elemen itu
Malam mulai menyelimuti perbukitan, namun Ling, Lengkukup, dan En Jio terus melangkah. Suasana semakin mencekam saat kabut tipis mulai muncul, menyelimuti jalanan setapak yang semakin sempit. Hutan lebat di kiri dan kanan mereka seolah menjadi dinding kegelapan yang tak tertembus. Hanya suara langkah kaki mereka yang terdengar di tengah keheningan itu."Kita semakin dekat," kata Lengkukup, matanya terus mengawasi setiap gerakan di sekitar. "Aku bisa merasakan kehadiran sesuatu yang tidak biasa di sini."Ling mengangguk setuju. Dari kitab Dewa Naga yang berada dalam genggamannya, ia bisa merasakan energi yang semakin kuat. "Lembah itu tak jauh lagi. Energi dari elemen berikutnya sangat jelas terpancar dari sana."En Jio, yang biasanya penuh semangat, kali ini tampak lebih tenang. "Apa kalian sudah siap? Kalau pasukan hitam benar-benar menunggu di sana, ini akan menjadi pertempuran yang sulit."
Setelah berhasil mengalahkan Pengawal Bayangan dan mengamankan elemen es, Ling, Lengkukup, dan En Jio melanjutkan perjalanan mereka menuju perbukitan yang lebih rendah, meninggalkan puncak es yang mencekam di belakang. Udara di sini lebih hangat, tapi suasana tegang masih melingkupi mereka. Masing-masing terdiam, merenungkan pertempuran yang baru saja mereka lalui.“Kita sekarang memiliki dua elemen,” kata Lengkukup, memecah keheningan. “Tapi musuh kita pasti semakin sadar dengan keberadaan kita.”Ling mengangguk. “Kita harus bergerak cepat. Mereka tidak akan tinggal diam dan membiarkan kita mengambil semua elemen begitu saja.”En Jio, yang biasanya ceria, kali ini terlihat lebih serius. “Kalau mereka sudah mengirim Pengawal Bayangan, berarti kekuatan besar sedang memantau kita. Kita harus siap menghadapi mereka, kapan pun mereka menyerang.”
Setelah berhasil mendapatkan elemen es dari Puncak Es, Ling, Lengkukup, dan En Jio tidak bisa beristirahat lama. Meski mereka baru saja mengalahkan serigala es yang menjaga elemen tersebut, perasaan cemas tidak pernah benar-benar pergi. Keheningan yang melingkupi pegunungan bersalju seolah menyembunyikan ancaman yang belum terungkap.“Ling,” kata Lengkukup tiba-tiba, matanya tajam menatap ke kejauhan. “Kita sedang diawasi.”Ling yang sedang mengatur napas setelah pertempuran, langsung siaga. Dia mengeluarkan pedangnya dengan gerakan cepat, memfokuskan seluruh indranya untuk mendeteksi ancaman yang disampaikan Lengkukup. Seiring angin dingin yang menusuk, bayangan mulai terlihat di balik kabut tebal.En Jio, yang sebelumnya sedang bercanda untuk menghilangkan ketegangan, kini mengalihkan pandangannya dengan wajah serius. “Sepertinya, penjaga elemen es bukan satu-satunya yang harus kita hadapi.”Dari kabut yang semakin pekat, muncul sosok-sosok berpakaian hitam. Mereka bergerak dengan k
Setelah berhasil mendapatkan elemen api dari Gunung Berapi Hitam, Ling, Lengkukup, dan En Jio tidak memiliki banyak waktu untuk merayakan keberhasilan mereka. Tantangan berikutnya, elemen es, menanti mereka di ujung dunia yang berlawanan, di Puncak Es yang dilapisi salju abadi.“Kita tidak bisa berlama-lama di sini,” ujar Ling, napasnya masih terengah-engah setelah pertarungan yang menegangkan. “Puncak Es jauh, dan kita tidak tahu apa yang menanti kita di sana.”Lengkukup menyetujui, mengangkat elemen api dengan hati-hati. Cahaya merah yang menyala dari elemen itu berdenyut lembut, memberikan rasa hangat yang kontras dengan suhu yang akan mereka hadapi di perjalanan berikutnya.“Kau benar, Ling,” katanya. “Kita harus segera bergerak. Semakin lama kita menunda, semakin besar kemungkinan musuh kita mengetahui keberadaan elemen ini.”En Jio, yang telah berhasil mengalihkan perhatian naga api, berjalan mendekat. Dia tersenyum puas, meskipun wajahnya dipenuhi keringat. “Aku tidak sabar unt
Dengan hati yang penuh semangat dan ketegangan yang meningkat, Ling, Lengkukup, dan En Jio meninggalkan pasar malam. Mereka tahu bahwa perjalanan ini akan menjadi salah satu yang paling menantang yang pernah mereka hadapi. Mereka harus mendapatkan dua elemen yang berlawanan, dan langkah pertama adalah menuju Gunung Berapi Hitam.Di jalan, Ling merenungkan kata-kata lelaki tua itu. Kekuatan tidak hanya datang dari kemampuan fisik, tetapi juga dari keputusan yang mereka buat. Perjalanan ini bukan hanya tentang mencari kunci, tetapi juga tentang menemukan diri mereka sendiri dan menguji batasan mereka.Sesampainya di tepi hutan, mereka berhenti sejenak. Ling bisa merasakan perubahan udara, dari segar menjadi panas dan berbau sulfur. “Kita sudah dekat dengan gunung,” ujarnya.“Kau yakin kita siap menghadapi makhluk yang menjaga elemen api?” Lengkukup bertanya, merasakan ketegangan di udara.“Kita harus percaya satu sama lain,” jawab Ling. “Kita sudah melalui banyak hal bersama. Ini hanya