Tidak hanya sekali, bahkan untuk langkah berikutnya, mereka harus mengulangi tindakan yang sama, supaya dapat menjangkau tingkat berikutnya. Namun hampir beberapa jam berlalu mereka melakukan cara itu, mereka belum juga menemukan tempat yang cocok untuk beristirahat.
Karena jalan yang sedang mereka lalui, hampir tidak memungkinkan untuk berpijak sekalipun. Kabar buruknya, Kencana dan Lengkukup hampir kehabisan tenaga dalam, karena setiap langkah yang mereka lakukan membutuhkan jumlah tenaga dalam yang tidak sedikit.
Lengkukup bahkan ingin segera berubah ke wujud iblis, untuk mengambil tindakan cepat, karena bukan tidak mungkin, dirinya akan segera kehabisan tenaga dalam sebelum berhasil sampai ke tingkat berikutnya.
“Guru akan ku lakukan sekarang,” ucap Lengkukup.
“Tidak, masih belum…” timpal Kencana.
“Aku sudah kehabisan tenaga dalam!” ujar Lengkukup.<
Lengkukup menduga, jika Kencana berniat untuk mati demi menyelamatkan dirinya, tentu hal itu merupakan kabar yang sangat buruk bagi dirinya, akan tetapi jika dugaan Lengkukup itu benar.Ketika menyadari tindakan yang Kencana berikan, Lengkukup sempat ingin berhenti dan mengurungkan niatnya, akan tetapi selang beberapa saat, dirinya menyadari jika dari arah bawah beberapa tebasan 7 bintang sedang mengarah kepadanya.Sejenak firasat buruk tentang gurunya, mulai memudar karena melihat pedang angin yang tercipta dari jurus Kencana, membuat Lengkukup berfikir jika Kencana baik-baik saja, sehingga dirinya kembali melanjutkan langkah yang sempat goyah.“Sedikit lagi, aku pasti bisa!” batin Lengkukup.Lengkukup mulai bergegas mempercepat gerakannya dengan jurus meringankan tubuh, sembari melompati beberapa pedang angin yang ikut membantunya melesat kearah atas. Dirinya bahkan baru menyadari, jika
Genangan air mata Leng tidak bisa ditahan, meski dirinya berusaha untuk tidak menangis namun akhirnya jatuh juga. Tidak pernah ia duga, jika ini akan menjadi perjalanan yang teramat sulit, terlebih dirinya harus kehilangan gurunya.Ingin rasanya Leng melompat untuk menjemput gurunya, akan tetapi jika ia melakukan hal itu, tentu kemungkinan untuk selamat bisa dikatakan tidak mungkin, terlebih dirinya tidak bisa memastikan, jika Kencana masih berada ditempat itu atau sudah terjatuh kedalam lembah siluman kembali.Leng beranggapan jika dirinya tidak pernah mencoba, maka dirinya tidak akan pernah tau dan akan menjadi penyesalan suatu hari nanti. Sesaat Leng ingin mengurungkan niat untuk melanjutkan perjalanannya dan ingin kembali menjemput gurunya. Namun pada saat yang hampir bersamaan, tiba-tiba sebuah pedang angin melesat kearah nya, yang membuat dirinya bereaksi dengan cepat.“Guru, kau masih hidup!” ucapnya.
Leng melesat dengan cepat menggunakan kekuatan iblis yang ia miliki, menerobos semak belukar, serta bebatuan yang teramat gulir untuk berpijak. Namun, semua itu terasa teramat mudah bagi Leng saat ini, karena kekuatan iblis serta jurus meringankan tubuh miliknya, hampir dapat menyatu dengan baik. Meski tenaga dalam Leng belum cukup banyak untuk menggunakan jurus meringankan tubuh, akan tetapi dengan adanya kekuatan iblis di dalamnya, Leng dapat mengatur tenaga dalam yang di keluarkan tanpa mengurangi keakuratannya. Dirinya sendiri bahkan tidak begitu mengerti, jika ia dapat melakukan hal yang telah ia alami, semua kejadian itu terasa seolah terjadi begitu saja tanpa mampu ia mengerti sebabnya. Namun satu keyakinan yang Leng miliki, dirinya dapat mengendalikan kekuatannya saat ini. “Sedikit lagi, aku pasti bisa,” gumam Lengkukup sembari menyipitkan mata. Dari kejauhan Leng dapat me
Ketika dirinya selesai berucap, Leng menjatuhkan tubuh ke tanah yang membuat tanah itu bergetar cukup kuat, bahkan beberapa di antara musuh yang ada, langsung terduduk karena tidak kuasa menahan kaki yang bergetar.Ketakutan terlihat jelas diantara mereka, bahkan tidak sedikit yang mengeluarkan keringat dingin dengan wajah yang sangat pucat. Karena mereka baru pertama kali melihat sosok yang begitu aneh terlebih memiliki kekuatan yang sangat besar.Meski mereka sudah beberapa kali melihat siluman lumut dan tidak jarang membunuhnya, akan tetapi ketika melihat sosok Leng saat ini, ketakutan tidak dapat disembunyikan dengan mudah, terlebih akan mengambil tindakan bodoh dengan cara menyerangnya lebih dulu.“Siapa kau sebenarnya?” tanya salah satu orang yang terlihat seperti pemimpin kelompok.“Aku hargai keberanian mu, terlebih sudah membunuh beberapa anggota ku yang memang pantas mendapatkannya.&rdq
Pria itu sedikit gemetar dan tidak menyembunyikan ketakutannya ketika berhadapan dengan Leng saat ini, berkali-kali ia mencoba menggerakkan kaki, akan tetapi sedikitpun dirinya tidak kuasa, ketika ketakutan mulai merasuk di sekujur tubuhnya.Melihat hal itu, beberapa rekannya mencoba untuk menyerang Lengkukup dengan jarak hanya beberapa depa darinya. Sambil berteriak, mereka menyerang hampir bersamaan, akan tetapi Leng bahkan menanggapi mereka dengan senyum seraya menebaskan pedangnya.Bahkan pedang Leng belum menyentuh tubuh mereka, ketika dirinya mengeluarkan jurus tebasan 1 bintang yang membuat pedang angin tercipta dari itu. Satu tebasan yang Leng berikan, membuat tubuh beberapa pendekar kelompok aliran hitam terbelah menjadi 2 bagian.“Siapa kau sebenarnya?” tanya salah seorang rekan mereka yang selamat, memberanikan diri untuk bertanya dengan ketakutan yang tiada tara.Ketika meliha
Ketika itu, Leng bahkan tidak memberikan tanggapan sama sekali kepada Yun, karena dirinya menyadari hal itu tidak akan berdampak apapun, meski dirinya memberikan jawaban. Leng bahkan sempat menatap Yun sepintas, sebelum dirinya kembali menghadapi beberapa pasukan Yun, yang kembali menyerangnya.Satu demi satu pasukan Yun tumbang, bahkan tidak bisa memberi goresan sedikitpun di tubuh Lengkukup, sehingga membuat Yun menelan ludahnya sembari mencari cara lain, akan tetapi kini posisinya sangat tidak diuntungkan karena berada di tengah-tengah kedua belah pihak, yang sama-sama menyudutkan nya.Di sisi lain, kelompok Ming merasa di atas angin, karena semenjak kedatangan Lengkukup, sangat membuat perbedaan kekuatan yang sangat besar berada di pihaknya. Namun, jika mereka tau yang sebenarnya sedang terjadi, mungkin mereka akan menyelamatkan diri selagi masih ada waktu, akan tetapi pada saat ini, mereka belum tau maksud dan tujuan Lengkukup, sehingga
Gongli yang merupakan wakil ketua kelompok Ming, sempat menyipitkan mata ketika melihat arah yang di tunjuk oleh Yun, akan tetapi dirinya sudah mengetahui maksud dari perkataan Yun, yang tidak lain ialah Lengkukup.Namun, dirinya tidak pernah menduga, ketika ia menyipitkan mata, sebuah batu kerikil melesat kearah mata tanpa bisa ia hindari. Akibat serangan yang begitu mendadak itu, Gongli harus kehilangan salah satu matanya, karena batu kerikil tersebut menembus salah satu bola matanya, sehingga membuat dirinya jatuh ke tanah seraya berteriak dengan keras.Gongli tidak berusaha menahan sakit, melainkan melampiaskan hal itu dengan berguling di tanah beberapa saat, sebelum dirinya berusaha untuk berdiri sembari memegang matanya yang telah berlumuran darah.“Keparat! Bunuh makhluk itu jangan biarkan dia lolos…!!” ucap Gongli memerintah.“Kau lihat sendiri! Dia sangat berbahaya,” timpal
Puluhan pasukan Ming bergerak mundur beberapa langkah ketika Lengkukup berucap, mereka tidak melakukan hal itu tanpa alasan, ketika Lengkukup berucap, tatapan matanya seolah ingin melahap mereka hidup-hidup.Pada saat itu, Leng mendongak kearah atas beberapa saat, seolah dirinya sedang menghirup udara segar yang sudah sangat lama ia rindukan. Namun, sebenarnya yang terjadi Lengkukup sedang menahan nafasnya, karena perasaan aneh sedang merasuki pikirannya berkali-kali.Leng tidak pernah menduga, jika jika saat ini dirinya masih bisa bertahan dalam wujud iblis, ketika waktunya sudah lama habis terpakai. Namun, berkat Manggala yang beberapa waktu yang lalu kembali membantunya, Leng masih dapat mempertahankan wujud tersebut, andai Manggala tidak membantunya, mungkin Lengkukup sudah kehilangan nyawa karena kehabisan tenaga dalam.“Perasaan apa ini,” gumam Lengkukup.“Kau terlalu menganggap remeh lawan
Ling terdiam dalam keheningan, tatapannya masih terpaku pada tempat di mana sosok berjubah putih itu menghilang. Lengkukup dan En Jio berdiri di sisinya, mencoba mencerna apa yang baru saja terjadi. Namun, pertanyaan yang menggantung di udara tidak segera menemukan jawaban."Siapa dia?" En Jio akhirnya memecah kesunyian, suaranya bergetar lemah. "Penjaga Kuil Tianlong? Aku tidak pernah mendengar tentang sosok seperti itu..."Lengkukup, yang biasanya tenang dan penuh perhitungan, hanya menggelengkan kepala. "Dia muncul tepat saat kita membutuhkannya. Entah siapa atau apa tujuannya, kita sebaiknya bersyukur."Ling menghela napas panjang, tubuhnya masih lelah setelah serangan besar yang hampir menghabisi kekuatannya. "Kita harus segera pergi dari sini. Tempat ini penuh dengan kegelapan, dan aku merasakan sesuatu yang tidak beres."Mereka bertiga mengangkat diri, meskipun tubuh mereka masih t
Sima Yan berdiri tegak di hadapan Ling, Lengkukup, dan En Jio. Aura kegelapan yang memancar dari tubuhnya membuat udara di sekitar mereka terasa berat. Pedangnya yang besar dan hitam berkilauan dengan cahaya merah yang jahat, menandakan kekuatan yang luar biasa.Ling mengepalkan tangannya lebih kuat di sekitar gagang pedangnya. Napasnya terasa berat, dan dadanya bergemuruh dengan adrenalin. Dia tahu ini bukan hanya pertarungan melawan seorang musuh yang kuat, tapi juga perjuangan untuk tetap hidup."Kita tidak bisa membiarkan dia menang!" desis Ling dengan penuh semangat, meski dia tahu dalam hatinya bahwa mereka mungkin tidak akan bertahan dari pertarungan ini.Lengkukup berdiri di sampingnya, menatap dingin ke arah Sima Yan. "Kita bertarung sampai napas terakhir. Tidak ada pilihan lain."En Jio, yang masih terluka, mengangguk dengan susah payah. Meskipun kondisinya jauh dari ideal, dia tahu tidak ada waktu untuk mundur.
Ketika mereka keluar dari gua, lembah yang dulunya gelap sekarang diterangi cahaya redup matahari yang mulai tenggelam. Udara terasa lebih berat, seolah sesuatu yang jahat menyelimuti mereka dari kejauhan. Langit di atas Gunung Tianfeng mulai berubah menjadi merah darah, pertanda bahwa bahaya semakin dekat.
Suasana di dalam ruangan besar itu mendadak tegang. Pria berjubah hitam yang berdiri di hadapan mereka tampak mengintimidasi, dengan senyum penuh kebencian yang menyiratkan keyakinan mutlak pada kekuatannya. Cahaya dari kristal elemen hijau memantul di zirah hitamnya, mempertegas aura kegelapan yang menyelimuti tubuhnya."Aku adalah pengawal elemen ini," ucap pria itu dengan suara rendah yang bergetar. "Namaku Hei Long, dan kalian tak akan bisa melewati gerbang kehidupan ini."Ling menatap pria itu dengan tajam, mempersiapkan diri. "Kalau begitu, kita tak punya pilihan lain selain melawanmu."Lengkukup dan En Jio mengambil posisi di sebelah Ling. Meskipun mereka tahu bahwa Hei Long adalah lawan yang kuat, mereka tidak punya waktu untuk ragu. Kristal elemen hijau itu adalah kunci untuk melengkapi kekuatan Kitab Dewa Naga, dan mereka harus mendapatkannya, apa pun risikonya."Serahkan saja elemen itu
Malam mulai menyelimuti perbukitan, namun Ling, Lengkukup, dan En Jio terus melangkah. Suasana semakin mencekam saat kabut tipis mulai muncul, menyelimuti jalanan setapak yang semakin sempit. Hutan lebat di kiri dan kanan mereka seolah menjadi dinding kegelapan yang tak tertembus. Hanya suara langkah kaki mereka yang terdengar di tengah keheningan itu."Kita semakin dekat," kata Lengkukup, matanya terus mengawasi setiap gerakan di sekitar. "Aku bisa merasakan kehadiran sesuatu yang tidak biasa di sini."Ling mengangguk setuju. Dari kitab Dewa Naga yang berada dalam genggamannya, ia bisa merasakan energi yang semakin kuat. "Lembah itu tak jauh lagi. Energi dari elemen berikutnya sangat jelas terpancar dari sana."En Jio, yang biasanya penuh semangat, kali ini tampak lebih tenang. "Apa kalian sudah siap? Kalau pasukan hitam benar-benar menunggu di sana, ini akan menjadi pertempuran yang sulit."
Setelah berhasil mengalahkan Pengawal Bayangan dan mengamankan elemen es, Ling, Lengkukup, dan En Jio melanjutkan perjalanan mereka menuju perbukitan yang lebih rendah, meninggalkan puncak es yang mencekam di belakang. Udara di sini lebih hangat, tapi suasana tegang masih melingkupi mereka. Masing-masing terdiam, merenungkan pertempuran yang baru saja mereka lalui.“Kita sekarang memiliki dua elemen,” kata Lengkukup, memecah keheningan. “Tapi musuh kita pasti semakin sadar dengan keberadaan kita.”Ling mengangguk. “Kita harus bergerak cepat. Mereka tidak akan tinggal diam dan membiarkan kita mengambil semua elemen begitu saja.”En Jio, yang biasanya ceria, kali ini terlihat lebih serius. “Kalau mereka sudah mengirim Pengawal Bayangan, berarti kekuatan besar sedang memantau kita. Kita harus siap menghadapi mereka, kapan pun mereka menyerang.”
Setelah berhasil mendapatkan elemen es dari Puncak Es, Ling, Lengkukup, dan En Jio tidak bisa beristirahat lama. Meski mereka baru saja mengalahkan serigala es yang menjaga elemen tersebut, perasaan cemas tidak pernah benar-benar pergi. Keheningan yang melingkupi pegunungan bersalju seolah menyembunyikan ancaman yang belum terungkap.“Ling,” kata Lengkukup tiba-tiba, matanya tajam menatap ke kejauhan. “Kita sedang diawasi.”Ling yang sedang mengatur napas setelah pertempuran, langsung siaga. Dia mengeluarkan pedangnya dengan gerakan cepat, memfokuskan seluruh indranya untuk mendeteksi ancaman yang disampaikan Lengkukup. Seiring angin dingin yang menusuk, bayangan mulai terlihat di balik kabut tebal.En Jio, yang sebelumnya sedang bercanda untuk menghilangkan ketegangan, kini mengalihkan pandangannya dengan wajah serius. “Sepertinya, penjaga elemen es bukan satu-satunya yang harus kita hadapi.”Dari kabut yang semakin pekat, muncul sosok-sosok berpakaian hitam. Mereka bergerak dengan k
Setelah berhasil mendapatkan elemen api dari Gunung Berapi Hitam, Ling, Lengkukup, dan En Jio tidak memiliki banyak waktu untuk merayakan keberhasilan mereka. Tantangan berikutnya, elemen es, menanti mereka di ujung dunia yang berlawanan, di Puncak Es yang dilapisi salju abadi.“Kita tidak bisa berlama-lama di sini,” ujar Ling, napasnya masih terengah-engah setelah pertarungan yang menegangkan. “Puncak Es jauh, dan kita tidak tahu apa yang menanti kita di sana.”Lengkukup menyetujui, mengangkat elemen api dengan hati-hati. Cahaya merah yang menyala dari elemen itu berdenyut lembut, memberikan rasa hangat yang kontras dengan suhu yang akan mereka hadapi di perjalanan berikutnya.“Kau benar, Ling,” katanya. “Kita harus segera bergerak. Semakin lama kita menunda, semakin besar kemungkinan musuh kita mengetahui keberadaan elemen ini.”En Jio, yang telah berhasil mengalihkan perhatian naga api, berjalan mendekat. Dia tersenyum puas, meskipun wajahnya dipenuhi keringat. “Aku tidak sabar unt
Dengan hati yang penuh semangat dan ketegangan yang meningkat, Ling, Lengkukup, dan En Jio meninggalkan pasar malam. Mereka tahu bahwa perjalanan ini akan menjadi salah satu yang paling menantang yang pernah mereka hadapi. Mereka harus mendapatkan dua elemen yang berlawanan, dan langkah pertama adalah menuju Gunung Berapi Hitam.Di jalan, Ling merenungkan kata-kata lelaki tua itu. Kekuatan tidak hanya datang dari kemampuan fisik, tetapi juga dari keputusan yang mereka buat. Perjalanan ini bukan hanya tentang mencari kunci, tetapi juga tentang menemukan diri mereka sendiri dan menguji batasan mereka.Sesampainya di tepi hutan, mereka berhenti sejenak. Ling bisa merasakan perubahan udara, dari segar menjadi panas dan berbau sulfur. “Kita sudah dekat dengan gunung,” ujarnya.“Kau yakin kita siap menghadapi makhluk yang menjaga elemen api?” Lengkukup bertanya, merasakan ketegangan di udara.“Kita harus percaya satu sama lain,” jawab Ling. “Kita sudah melalui banyak hal bersama. Ini hanya