Pagi mulai menyingsing, desa Suban Dara yang damai kembali menggeliat dengan aktivitas warganya. Sementara itu, Ling dan kelompoknya telah tiba di desa saat fajar mulai menerangi cakrawala. Wajah-wajah kelelahan tampak jelas, terutama pada Ling yang masih menyimpan banyak pikiran terkait perbincangannya dengan Heng Juesha mengenai Pedang Pemabalik Surga.Setelah perjalanan panjang, mereka akhirnya berkumpul di rumah tetua desa, En Jio. Sang tetua menyambut mereka dengan penuh kelegaan, tetapi juga dengan raut wajah yang mengisyaratkan sesuatu yang tidak baik."Aku mendengar tentang serangan di hutan Siluman dan keberanian kalian semua. Kalian sudah melakukan banyak hal besar," ujar En Jio sembari menyuguhkan teh hangat. Namun, ada ketegangan dalam suaranya yang tidak bisa disembunyikan."Kami berhasil menahan serangan, tetapi musuh yang kami hadapi jauh lebih kuat dari yang kami duga," balas Heng Juesha dengan nada berat. "Masih ada kekuatan gelap yang bersembunyi di luar sana, menung
Kerumunan penduduk desa semakin ramai, berbisik-bisik di antara mereka sendiri setelah mendengar kabar buruk tentang Tombak Naga Bumi. Wajah-wajah yang sebelumnya tenang kini tampak panik. Beberapa orang mulai khawatir tentang keluarga mereka, sementara yang lain berusaha mencari perlindungan dari ancaman yang tidak mereka ketahui sepenuhnya.Ling masih berdiri di samping prajurit yang terluka parah itu. Tatapan matanya tajam, namun dalam hatinya, kegelisahan semakin menggeliat. Jika yang dikatakan prajurit itu benar, maka kehancuran bukan hanya mengancam desa Suban Dara, tetapi juga seluruh wilayah sekitarnya.“Berapa banyak waktu yang kita miliki sebelum mereka melancarkan serangan?” Ling bertanya cepat, suaranya tegas meskipun ia sedang menahan amarah.Prajurit yang tergeletak itu berjuang untuk berbicara. "Tidak... tidak lebih dari... tiga hari... Mereka... akan menyerang di bawah purnama... memanfaatkan kekuatan alam untuk memperkuat senjata terkutuk itu..."Tiga hari. Ling merasa
Hari terakhir sebelum purnama tiba, awan gelap menggantung rendah di langit. Angin yang kencang membawa udara dingin yang menusuk kulit, sementara tanah desa Suban Dara mulai terasa berat oleh ketegangan yang menyelimuti. Di tengah persiapan yang sedang berlangsung, semua mata tertuju pada Ling dan Pedang Pemabalik Surga yang menjadi harapan terakhir mereka."Ini hari yang besar, Ling," kata Yu Lian dengan nada lembut namun tegas, menghampiri Ling yang sedang duduk di atas batu di tepi sungai, masih berusaha memahami kekuatan Pedang Pemabalik Surga.Ling menatap Yu Lian sejenak, lalu mengangguk. “Aku tahu. Tetapi aku belum merasa sepenuhnya siap.”Yu Lian meletakkan tangannya di bahu Ling, menenangkannya. "Tidak ada yang pernah sepenuhnya siap menghadapi takdir sebesar ini. Kau hanya perlu mempercayai dirimu sendiri, dan juga pedang itu."Ling menatap pedang di pangkuannya dengan penuh tekad. Setiap getaran yang ia rasakan dari bilahnya terasa seperti kekuatan yang belum sepenuhnya ia
Suara pedang yang beradu dengan senjata lain terdengar menggema di seantero lembah. Fang dan prajurit lainnya bertempur mati-matian, berusaha menahan serangan dari musuh yang lebih kuat dan terorganisir. Hujan yang semakin deras membasahi tubuh mereka, tapi mereka tidak gentar, mengerti bahwa ini adalah pertempuran yang menentukan nasib desa Suban Dara.Di tengah medan pertempuran yang kacau, Heng Juesha dan Yu Lian terus berusaha mendekati Ling, yang kini berdiri hanya beberapa langkah dari Tombak Naga Bumi. Aura merah dari tombak itu semakin kuat, dan getaran di udara terasa seperti detak jantung yang tidak beraturan, seakan tombak itu memiliki kehidupan sendiri.Ling menatap tombak itu dengan tatapan tegas, tidak membiarkan rasa takut menguasainya. Energi yang dipancarkan oleh Tombak Naga Bumi semakin menekan, tetapi Pedang Pemabalik Surga di tangannya merespons dengan kekuatan yang semakin besar, menciptakan aura terang yang berputar di sekeliling tubuhnya.“Aku bisa merasakan kek
Di hadapan Tombak Naga Bumi, aura gelap yang mengelilingi senjata tersebut tampak semakin tebal, berputar-putar seperti kabut merah pekat yang siap menyelimuti segalanya. Meski Wulhan telah dikalahkan, ancaman terbesar masih belum teratasi. Tombak Naga Bumi memancarkan kekuatan yang tidak terduga, dan waktu yang dimiliki Ling bersama yang lainnya semakin menipis.Ling berdiri mematung sejenak, memikirkan apa langkah selanjutnya. Cahaya dari Pedang Pembalik Surga di tangannya bergetar lembut, seakan-akan pedang itu mencoba membisikkan sesuatu. Ling memejamkan matanya, mencoba mendengar suara dari pusaka itu, berharap mendapatkan petunjuk.Heng Juesha yang berdiri di sampingnya memandangi pemuda itu dengan penuh kecemasan. "Ling, kita tidak punya banyak waktu. Jika tombak itu tidak dihancurkan sekarang, kekuatannya akan semakin tak terkendali. Ini bisa membahayakan seluruh desa dan mungkin seluruh benua."Ling membuka matanya kembali, menatap tombak itu dengan tekad yang semakin kuat. "
Langit di atas desa Suban Dara tampak semakin kelabu, awan-awan tebal bergulung di kejauhan, membawa firasat buruk yang menggantung di udara. Penduduk desa, yang biasanya tenang, mulai merasakan ketegangan yang sulit dijelaskan. Di dalam balai pertemuan desa, Ling bersama Heng Juesha, Yu Lian, dan Tetua En Jio berkumpul untuk membahas langkah selanjutnya.Tetua En Jio memulai pertemuan dengan nada serius, “Tombak Naga Bumi telah dihancurkan, tetapi kita semua tahu ini bukanlah akhir. Ada kekuatan yang lebih besar di luar sana, sesuatu yang bahkan lebih berbahaya.”Ling yang masih terlihat lelah setelah pertarungan sebelumnya menatap lurus ke depan, wajahnya penuh tekad meskipun tubuhnya belum sepenuhnya pulih. “Tombak itu hanyalah salah satu bagian dari kegelapan yang tersembunyi. Musuh sebenarnya masih menunggu di balik bayangan, dan mereka tahu kita telah bergerak.”Yu Lian mengangguk setuju. “Aku merasakan sesuatu sejak kita meninggalkan hutan siluman. Seolah ada kekuatan yang teru
Setelah beberapa saat, Ling merenungkan kata-kata Guan Ping tentang Kitab Dewa Naga yang ada di tangannya. Ketegangan dan rasa ingin tahunya semakin meningkat. **"Apa aku benar-benar siap untuk mempelajari kekuatan ini?"** pikirnya. Dalam benaknya, gambaran tentang kekuatan yang luar biasa dan tanggung jawab yang menyertainya membayangi setiap langkahnya.Di sampingnya, En Jio terus mengawasi Ling dengan tatapan penuh harapan. **"Ling, ingat, kekuatan besar datang dengan risiko yang besar pula. Kau harus siap menghadapi konsekuensinya,"** katanya, dengan suara serius. Ling mengangguk, merasakan beratnya kata-kata itu.**"Tapi aku tidak bisa terus melarikan diri dari takdirku,"** balas Ling, suaranya penuh tekad. **"Aku harus menemukan Kitab Surgawi. Itu satu-satunya cara untuk memahami kekuatanku dan menuntut balas atas kematian orang tuaku."**Guan Ping mendengarkan percakapan mereka dengan seksama. **"Anak muda,"** katanya, **"setiap kekuatan yang kau pelajari memiliki harga. Hutan
Beberapa hari setelah pertempuran melawan Tong Guan, Ling merasakan kehadiran energi yang kuat di dalam dirinya. Dia berdiri di tepi hutan Siluman, mengenang kembali pengalaman yang baru saja dilaluinya. Gelombang energi dari Kitab Dewa Naga terus mengalir, menyentuh batinnya dengan rasa ingin tahu yang mendalam. **“Mungkin inilah saatnya untuk menguji kekuatanku,”** katanya pada dirinya sendiri. **“Aku harus belajar dan berkembang sebelum mereka menemukanku.”**Ling tahu bahwa perjalanan di hutan ini telah mengubah segalanya. Dia tidak hanya melawan musuh fisik, tetapi juga menghadapi dirinya sendiri. Dengan tekad yang membara, dia membuka Kitab Dewa Naga, membiarkan energi magisnya meresap ke dalam dirinya. Saat dia membaca halaman-halaman kitab tersebut, getaran yang kuat melanda hutan, seolah menjawab panggilan dari Kitab Dewa Naga.“Sungguh menakjubkan,” bisiknya, merasakan aliran energi yang menggetarkan seluruh tubuhnya. Kitab itu tidak hanya mengandung pengetahuan, tetapi juga