Satu bulan setelahnya, di apartemen Eddie.
Bruk!Eddie mendorong Olivia hingga punggungnya terbentur dengan tembok.Olivia meringis kesakitan, merasakan punggungnya terasa ngilu saat berbenturan dengan tembok cukup keras."Apa katamu? Hamil?" bisik Eddie dengan kesal. Kedua tangannya mencengkeram bahu Olivia dengan erat. Tatapannya tajam dan rahangnya mengeras dengan otot-otot wajah yang sangat terlihat."Kamu pikir aku bodoh? Kamu pergi ke Paris selama kurang lebih satu bulan lalu sebulan kemudian kamu datang mengadu padaku kalau kamu hamil?" Eddie tertawa pahit, terlihat kilatan amarah di sorot matanya. "Kamu ngaco!""Kita hanya berhubungan badan selama satu kali setelah kepulangan mu dari Paris, itupun aku mengeluarkan milikku saat pelepasan. Katakan Olivia... benih siapa yang berada di rahimmu? Tidak mungkin itu milik Max kan?" Jika Olivia mengandung anak Max, tidak mungkin dia malah datang kemari sambil berkata kalau dia hamil anak Eddie.Sambil men"Ternyata Finley yang membukakan jalan untuk istrimu di sini, Max. Pria itu memiliki koneksi yang besar dengan mengandalkan latar belakang keluarganya." James menyodorkan minuman soda ke gelas Max.Keduanya berada di kediaman James setelah menemukan informasi tentang Finley yang diminta Max.Max menatap minuman itu dengan pandangan menerawang, perkataan Lily saat di rumah sakit kemarin masih terngiang-ngiang dalam benaknya."Tentang pria berambut pirang, aku rasa bawahan ku sudah menemukan tentangnya. Terpantau di rekaman pengawas di lorong apartemen, ada pria berambut pirang yang mengejar istrimu dan dia bagian dari keluarga Blanchet." James mendekatkan wajahnya ke arah Max yang duduk berseberangan dengannya. "Menariknya rekan kerja Lily ada yang berasal dari keluarga Blanchet. Entah ini ada hubungannya atau tidak, aku belum mendapat info lanjutannya."Kening Max mengerut dalam. "Rekan kerja?"James menatap Max dengan tatapan mengejek. "Dia itu istrimu atau buka
Tiga tahun kemudian.Lily telah menyelesaikan pendidikan sekolah desain selama dua tahun lalu mencoba mendirikan sebuah brand fashion bersama Vina yang mengerti tentang bisnis.Brand fashion tersebut bernama Elvi merupakan singkatan dari nama Lily dan Vina. Hanya dalam waktu satu tahun setelah Elvi didirikan, Elvi dapat bersaing dengan fashion brand terkenal lainnya yang berada di Paris.Vina berjuang mati-matian saat mendirikan perusahaan bersama Lily. Tadinya orang-orang meremehkan karena produk awal yang Lily buat dinilai tidak mampu bersaing dengan produk brand-brand lainnya. Tapi Vina tidak menyerah, dia mengerahkan uang dan waktunya untuk promosi produk-produk Elvi agar terus laku di pasaran. Tak lupa dia dan Lily terus mengamati tren yang diinginkan di pasaran.Tepat dua bulan yang lalu, tiba-tiba produk Elvi meledak di pasaran dan nama mereka menjadi perbincangan banyak orang. Itu karena mereka telah berhasil membuat kerja sama dengan artis dunia ya
Untungnya, setelah mengatakan itu Finley langsung tak sadarkan diri. Jadi Lily tak harus bersusah payah menjawab ucapan Finley.Perasaannya pada Finley hanya sebatas kagum karena kebaikan yang dilakukan Finley untuknya begitu luar biasa.Lily hanya akan merasa canggung jika dia menolak perasaan Finley namun juga tidak mau menerima cintanya karena tidak ingin terikat dengan seorang pria, setidaknya untuk saat ini saja.Lily pun mencari ponselnya di dalam tas jinjing lalu menelepon Hana untuk menyuruh seseorang membopong Finley pulang.Beberapa saat kemudian.Hana datang dengan dua pria berseragam dan bertubuh tegap.Lily menduga, dua pria itu adalah seorang bodyguard jika dilihat dari jenis seragamnya."Maaf, karena telah merepotkan. Entah kenapa akhir-akhir ini Tuan Finley menjadi seorang pemabuk, aku bahkan tidak tahu kalau Tuan pergi ke apartemen Nona," ujar Hana merasa tidak enak.Tatapan Hana muram saat melihat Finley yang masih tergeletak di lant
Di kantor Max.Hubungan Olivia dengan Eddie sudah putus semenjak Olivia hamil dan memutuskan untuk menggugurkan kandungannya. Eddie sama sekali tak memberitahu soal kehamilan Olivia pada Max karena dia takut kalau Max akan mengetahui hubungan gelapnya bersama Olivia nanti.Selama tiga tahun setelahnya Eddie sudah memiliki kekasih sedang Olivia masih terus menempel pada Max.Eddie tak mengerti mengapa Max yang nampak tidak lagi mencintai Olivia masih terus mempertahankan wanita itu di sisinya.Apapun itu, Max tetap tidak akan menceritakan soal urusan pribadi pada Eddie. Dia hanyalah sekretaris di kantor, urusannya sebatas pekerjaan saja.Saat Olivia terlihat membuka pintu dan hendak masuk ke ruangan Max, Eddie meliriknya dari balik kaca ruangan dengan tatapan muak. Dulu dia begitu cinta mati terhadap Olivia, kini saat melihatnya saja dia begitu muak. Eddie tetap tidak bisa melihat wanita yang dia sukai berhubungan badan dengan pria asing yang tidak dikenal, b
"Untuk apa kamu tiba-tiba kesini?" Suara Max mengejutkan Olivia yang kemudian segera menolehkan kepala."Max, kamu sudah datang." Suara Olivia terdengar lega, dia menarik napas lalu kembali berkata, "Kamu darimana saja? Aku sudah menunggumu di sini selama kurang lebih sepuluh menit."Ekspresi Max nampak datar. Namun sorot matanya sangat terlihat kalau Max tidak suka melihat Olivia berada di dalam ruangannya. "Dari makam, mengunjungi makam ayahku bersama ibu." Gegas Olivia mendekati Max dan menampilkan raut wajah kecewa. "Kenapa tidak mengajakku? Aku kan-""Itu sudah berlalu." Max langsung memotong ucapan Olivia lalu acuh tak acuh berjalan ke meja kerja.Olivia menatap Max dengan tatapan kecewa namun sedetik kemudian bisa mengendalikan dirinya. Dengan langkah yang anggun Olivia kembali mendekati Max. "CEO Ernes ingin aku ikut ke pagelaran fashion show yang diadakan di Bangkok. Bagaimana menurutmu?" tanya Olivia. Dia sudah berada di depan meja Max dengan tatapan antusias, meski Max ha
Lily menikmati perayaan yang dilakukan oleh karyawannya. Dia sibuk menyesap wine sambil tertawa lepas saat melihat tingkah lucu Vina yang setengah mabuk tengah menari aneh di antara kerumunan.Para karyawan pun terlihat senang dan menikmati hidangan yang disiapkan Vina.Saat masih fokus itu, Lily tak sadar Elliot sedari tadi mengamatinya dari kejauhan.Elliot masih belum bebas karena kanan dan kirinya dipenuhi oleh para karyawan wanita. Mereka tak kenal lelah menawari Elliot minuman atau makanan bahkan berani menyuapinya.Padahal kedatangannya ke sini hanyalah untuk mendekati Lily.Kalau bukan untuk menjaga perasaan Lily, Elliot pasti sudah mengusir mereka atau enggan untuk meneruskan ikut acara.Demi penyelamatnya, Elliot rela melakukan apapun untuknya. Semenjak Lily menyelamatkannya, entah kenapa keberuntungan selalu memihak padanya. Mulai dari segi karir, kesehatan bahkan hubungan keluarga yang membaik. Elliot dengan mudah mendapatkannya.Usianya baru menginjak dua puluh dua tahun
Bukannya menjawab, Lily malah memutar bola matanya dengan malas lalu berdiri untuk keluar. Elliot adalah tipe anak muda yang sering ceplas-ceplos. Lily malas untuk meladeninya."Hei, hei, kamu mau kemana?" Elliot terlihat panik lalu ikut berdiri dan menyusul Lily. "Kenapa diam saja? Apa kamu marah?" "Tidak. Untuk apa aku marah?" Raut wajah Lily nampak santai dan dia berjalan dengan cepat di sepanjang lorong."Terus kenapa malah lari?""Aku tidak lari. Ucapanmu tadi terdengar konyol bagiku, jadi aku malas untuk menjawab" jawab Lily jujur."Konyol bagaimana? Setidaknya jelaskan padaku." Elliot terlihat tidak puas, masih ingin menuntut. Namun Lily malah membalikkan badan yang seketika membuat Elliot terhenti."Tunggu aku masuk lebih dulu baru kamu menyusul. Aku tidak ingin ada gosip yang muncul kalau kita tiba-tiba masuk bersama." Elliot ingin protes namun Lily sudah masuk terlebih dahulu yang membuat Elliot mengerutkan bibirnya. Lily memang susah untuk didekati, tapi dia tidak akan me
Saphira tak menyangka kini dia bisa memiliki peluang untuk kembali menguasai Lily. Matanya berbinar di tengah kegelapan kamar karena tidak adanya listrik untuk penerangan. Tiga tahun lalu saat Saphira tiba-tiba di penjarakan oleh Lily dengan alasan kelalaian dan kekerasan terhadap anaknya, Arsan. Dia langsung kehilangan segalanya. Uang, kemewahan, dan kekasihnya.Tidak ada satupun yang membersamai Saphira kala itu. Dia jatuh miskin dan terseok-seok untuk mencukupi kebutuhannya sendiri.Saphira hanya dijatuhi hukuman setahun. Setelah keluar, dia masih berusaha mencari Lily untuk meminta maaf. Bagaimana juga, dia adalah ibu tirinya dan ibu kandung Arsan. Saphira berharap Lily dapat mempertimbangkan itu untuk menyelamatkan hidupnya.Namun saat kini dia mendengar kabar Lily dari Olivia, timbul rasa dendam dan benci yang teramat dalam.Rupanya Lily menyembunyikan Arsan dan dia pergi ke Paris untuk mewujudkan cita-cita. "Sialan! Pria mana lagi yang dia peras uangnya?" kesal Saphira saat m
"Setelah mencari tahu, ternyata dalang dibalik kebakaran butik itu adalah Olivia." Lily tidak menunjukkan keterkejutannya. Dia malah menundukkan kepalanya dengan sedih. "Vina... maafkan aku. Sebenarnya aku sudah tahu tapi aku menyembunyikannya."Vina tertegun sejenak."Apa dia mengancam mu waktu itu?""Ya." Lily mengusap wajahnya dengan kedua tangan. "Dia melakukannya karena tidak suka denganku. Waktu itu aku berada di titik terendah. Tidak tahu harus berbuat apa-apa, jadi aku memilih diam dan menuruti perkataannya untuk pergi dari hadapan Max.""Kau tidak memberitahuku dan meminta bantuan? Malah diam saja?" Suara Vina terdengar kecewa. Teringat beberapa kali Lily telah menolak bantuan yang diberikan olehnya. Lily menatap Vina yang terlihat kecewa. "Aku sudah banyak merepotkan mu, jadi aku-""Kamu keterlaluan, Lily," potong Vina dengan kedua mata memerah."Apa aku memang tidak begitu berguna? Apa karena aku bukan dari keluarga berpengaruh seperti Fi
Bibir Olivia semakin mengerut dan wajahnya semakin menggelap. "Apa yang akan aku lakukan padanya, itu bukan lagi urusanmu, Max. kau dan dia sudah lama berpisah, harusnya itu tidak jadi masalah.""Tentu saja itu jadi urusanku!" bentak Max. "Kalau kau mengusik hidup Lily lagi, aku yang akan menghukum mu." Olivia pun segera berdiri. "Kenapa? Apa kau masih mencintainya? Wanita itu, sudah pergi meninggalkanmu dan memilih bersama pria lain. Tapi kenapa kau masih membela si jalang itu?"Plak!Max menampar Olivia cukup keras hingga Olivia terjatuh di atas sofa.Napas Max masih memburu dan dia melihat tangannya dengan tak percaya. Dia tak pernah lepas kontrol seperti ini sebelumnya.Sedang Olivia memegang pipi sebelah kirinya dengan perasaan terluka. Kedua matanya memerah dan sudah basah. Max tidak pernah menamparnya seperti ini."Olivia... aku..." Max tak sanggup untuk bersuara, membela diri atas perbuatannya barusan.Olivia menundukkan kepalanya dan suarany
Bukan hanya karena janji itu saja. Pengalamannya dalam menangani seorang wanita sangat minim ditambah dia memiliki ego yang tinggi, membuatnya tak bisa tampil sebagai seorang suami yang baik untuk Lily.Olivia selalu mengatur Max dan Max akan mematuhinya. Sedangkan Lily adalah wanita yang patuh dan taat selama menikah. Mereka sangat berbeda.Hal-hal itu sebenarnya sudah mampu membuat hati Max goyah, namun karena Max masih memegang janji pada Olivia dan ingin menepatinya, maka dia terus mengabaikan Lily.Lagipula kakeknya dulu mengajarkannya harus keras sebagai seorang suami, membuatnya tak ada pilihan lain.Bahkan saat Olivia pergi ke Paris, meninggalkannya selama setahun setelah Max menikah saja, Max masih setia.Tapi akhirnya Max runtuh setelah Lily benar-benar ingin bercerai darinya. Keinginannya untuk tidak berpisah dari Lily semakin tinggi di saat pernikahannya sudah berada di ujung tanduk.Dia baru menyadari kalau dia lebih membutuhkan sosok wanita
Max menghela napasnya singkat. "Aku turut bersedih atas apa yang menimpa padamu.""Tapi soal membantu, kenapa kau begitu yakin kalau aku akan membantu? Bukannya kau tadi yakin kalau aku dikendalikan oleh Olivia?"Serena memiringkan kepala sambil mengingat-ingat informasi yang telah dia kumpulkan selama beberapa hari. "Sebelum datang aku sudah mengumpulkan banyak informasi tentangmu.""Olivia pernah meninggalkanmu tapi kau tetap menerimanya disaat dia kembali. Awalnya aku berpikir kau begitu bodoh karena mudah dikendalikan oleh seorang wanita. Tapi setelah aku cari tahu lagi, rupanya keluargamu memiliki hutang budi pada keluarga Olivia. Jadi aku menebak, kau pasti tetap berada di sisi Olivia karena ingin balas budi."Mendengar itu, Max segera tahu jika Serena benar-benar memiliki dendam yang dalam pada Olivia. Hatinya terasa tercubit. Bagaimanapun dia adalah orang yang mengenalkan Olivia pada Ernes dulu, jadi secara tidak langsung Max turut andil dalam kerusakan rumah tangga itu.Max t
Pada jam delapan malam di sebuah restoran mewah. Max berjalan menuju ke sebuah meja yang sudah dipesan oleh Fernita untuknya. Demi menghindari suara cerewet dari ibunya yang setiap hari memekakkan telinga, akhirnya Max setuju untuk menemui salah satu wanita pilihan ibunya.Dari kejauhan, Max dapat melihat seorang wanita yang duduk begitu anggun di depan meja. Memiliki wajah yang cantik dan rambut panjangnya terurai ke belakang menutupi kulit punggungnya yang sedikit terekspos. Warna kulitnya sawo matang tapi terlihat sangat terawat dan sehat. Wanita itu mendongakkan kepalanya begitu mendengar suara langkah kaki yang mendekati mejanya. Senyumannya terbit begitu indah dan menciptakan lesung pipi yang menawan. "Maxwell?" Suaranya bahkan terdengar lembut tapi tidak lemah. "Ya. Nona Serena?" Serena menganggukkan kepalanya dan mempersilahkan Max untuk duduk. Max duduk dengan santai. Tujuannya datang hanya untuk menenangkan hati ibunya agar tidak menuntutn
"Apa mau kalian?" Saphira berusaha memberontak. Kedua tangannya sudah terikat oleh jaket yang dikenakan Lily tadi.Tak dia sangka akan berakhir dengan dia yang diikat oleh Lily sampai tidak bisa bergerak. Awalnya dia kira Lily akan menusuk atau membunuhnya saat itu juga.Rupanya Lily hanya ingin mengikat kedua tangannya di belakang badan, membuatnya tidak bisa banyak bergerak."Brengsek! Aku tidak terima. Aku akan segera teriak kalau kalian tidak segera melepaskan ku!" Saphira berusaha mengancam. Akan ada banyak orang di rumah sakit ini yang bisa mendengar suara teriakannya meski di sepanjang lorong begitu sepi."Teriak saja. Tidak akan ada orang yang akan menolongmu." Vina terdengar tidak takut. Dia memainkan pisau milik Lily di tangannya setelah berhasil mengikat kedua kaki Saphira dengan tali sepatu milik Saphira sendiri.Lily tengah menelepon seseorang. Dia berdiri agak jauh dari posisi Vina dan Saphira sekarang.Saphira menatap ke sekeliling lorong, harusnya saat mendengar keribu
Saphira menatap penampilan Lily yang sudah jauh berbeda. Anak tirinya itu tak lagi duduk di atas kursi roda. Badannya tegap, kedua kakinya lurus dan jenjang. Wajahnya halus, bersih dan juga lembut. Setiap apa yang dia pakai mencerminkan kemakmuran dan kesejahteraannya saat ini.Diam-diam Saphira mengepalkan tangannya yang terlipat, menaruh rasa iri karena keadaan mereka yang begitu jomplang.Setelah pulang dari penjara, Saphira sangat kesusahan untuk makan. Usianya yang sudah tua dan tidak memiliki pengalaman bekerja yang baik, membuatnya harus mengerjakan pekerjaan yang berat agar mempunyai uang. Terkadang Saphira lebih memilih memulung dibandingkan kerja di bawah perintah orang.Dirinya yang dulu selalu menyuruh orang, bagaimana bisa tiba-tiba disuruh-suruh oleh seseorang demi beberapa lembar uang? Saphira meninggikan egonya hingga alhasil dia kerap kesusahan mencari uang untuk makan.'Ini semua karena anak durhaka itu!' batinnya dengan kesal."Aku gak nyangka
Saat ini Lily sudah tiba dan disambut oleh Inda yang kedua matanya terlihat membengkak. "Nona, maafkan saya." Hanya itu kata yang terucap begitu melihat kedatangan Inda. "Saya telah gagal."Lily tidak menanggapi ucapan Inda namun malah memeluknya dengan erat. "Ini bukan salahmu, Inda. Kamu sudah berusaha keras, kita akan mencari Arsan sama-sama."Inda tak memiliki daya dan hanya mengangguk lemah. Saat memeluknya, Lily merasa tubuh Inda lebih kurus dari terakhir kali saat dia bertemu. Lily segera melepas pelukannya dan menatap Inda dengan sedih. "Kamu terlihat lebih kurus, pasti kamu sudah mengalami kesulitan selama tiga tahun ini."Sudut bibir Inda terangkat tipis. "Tidak, Nona. Kesulitan saya tidak begitu berarti karena telah menganggap Arsan seperti adik saya sendiri." Inda benar-benar melakukan tugasnya dengan tulus. Mengasuh Arsan selama tiga tahun membuatnya menganggap Arsan seperti adik kandungnya sendiri. Makanya dia merasa sangat kehilangan saat tiba-tiba Arsan menghilang.
"Untuk apa?" Suara Max terdengar dingin dan raut wajahnya nampak tidak peduli tapi sebenarnya dalam hatinya dipenuhi kesenangan karena akan melihat Lily kembali dalam jarak dekat.Sudah tiga tahun lamanya dia menahan rindu dan egonya agar tidak mengacaukan kehidupan Lily di Paris. Dia bahkan menyetujui perceraian demi Lily yang ingin mewujudkan cita-citanya.Max sudah mengalah dan berusaha melupakan. Namun semakin berusaha, Max semakin tak bisa. Bagaimanapun, Lily adalah wanita yang berada di sisinya selama dia terpuruk.Olivia yang dulu dia cintai saja tega meninggalkannya.Apalagi Max akhirnya mengetahui bahwa Lily melupakan cita-cita dan kesenangannya sendiri saat bersedia menikah dengan Max. Tapi Max malah menyia-nyiakannya."Adik kandungnya yang bernama Arsan tengah sakit keras lalu dikabarkan dia hilang dari pengawasan pengasuh. Setelah saya selidiki, petugas rumah sakit mengatakan kalau Arsan dipindahkan oleh ibunya sendiri ke rumah sakit besar yang memili