“Sudah jam lima,” ucap Luna saat melihat jam tangannya yang melingkar di pergelangan tangan.
Freya yang sedang asyik mengerjakan pekerjaan menoleh dan tersenyum. “Tapi Pak Aaron belum keluar.” Lidah Freya sudah mulai terbiasa memanggil Al dengan nama Aaron, mengingat hanya orang rumah saja yang memanggil Al.“Iya, padahal aku ada janji,” ucap Luna seraya merapikan meja kerjanya.“Tunggu saja sebentar, Kak," ucap Freya dan mendapati anggukan dari Luna.Selang beberapa saat Al keluar dari ruangannya. Dia menatap Freya dan Luna. “Kalian sudah mau pulang?” tanya Al.“Iya, Pak,” jawab Freya dan Luna bersamaan. ““Baiklah, kalau begitu aku pulang lebih dahulu,” ucap Al berlalu meninggalkan Freya dan Luna.Tadi sepulang dari kantor Freya meminta Al untuk tidak terlalu mencolok saat mengajaknya pulang. Dia merasa tidak enak dengan karyawan lain jika terlihat dengan Al. Akhirnya memilih untuk beEl menghembuskan napas kasarnya. “Apa kamu tahu Frey, andai reaksimu tadi tak seperti itu, mungkin aku akan mengatakan jika apa yang aku katakan serius.”Sejak pertanyaan yang di lontarkan Ghea waktu itu. El Merasa memang benar adanya jika kini dia tidak menganggap Freya sebagai teman saja. Ada terselip rasa cinta di dalamnya. Perasaan yang tak pernah dia sadari sama sekali.Selalu bersama Freya membuatnya tak menyadari semua itu. Menganggap jika perasaannya hanya perasaan kakak dan adik seperti perasaannya ke Ghea maupun Cia. Perasaan kasih sayang sesama teman yang memang tumbuh dari kecil.Jika waktu diputar kembali. Bagaimana dia berusaha untuk selalu dekat dengan Fryea, memang membuktikan jika sebenarnya ada perasaan yang tak menggambarkan sebagai teman. Terlebih lagi, saat Freya tinggal dengannya dulu di London. Perhatiannya timbul berlebih. Namun, sayangnya dia baru menyadarinya sekarang.El menyadari jika mengubah hubungan pertemanan menjad
El tak dapat berkata apa-apa. Rasa sesak tiba-tiba menyelimuti hatinya, begitu menyakitkan, hingga seolah nafasnya terasa sulit sekali.“Aku merasa melihat dia sebagai sosok pria dewasa yang begitu memesona. Membuat jantungku berdesir saat melihatnya. Membuat tubuhku gemetar saat bersamanya. Saat dia memberikan perhatian, aku begitu senang. Achh ... aku jatuh cinta, El.” Freya mengguncang tubuh El merasakan bahagia.Wajah bahagia Freya, tak bisa membuat El mengatakan jika dia mencintainya. El takut Freya justru akan kecewa saat persahabatannya diwarnai cinta. Apa lagi cintanya bertepuk sebelah tangan. Jadi tidak ada gunanya juga dia mengatakan cinta.Freya yang begitu senang mengungkapkan perasaannya, tak menyadari sama sekali perubahan wajah El. Dia terlampau lupa memerhatikan ekspresi wajah El.“Sekarang giliranmu, katakan apa yang ingin kamu katakan.”El seolah sudah tak berdaya. Berniat mengatakan jika dia mencintainya, hal itu tak bi
“Sore, Mom,” sapa Al seraya menautkan pipinya pada Shea.“Sore, Sayang. Anak Mommy semakin tampan saja,” pujinya seraya membelai pipi Al.“Em ....” Al merogoh saku celananya.“Cari apa?” tanya Shea.“Cari uang receh untuk Mommy,” godanya tersenyum.“Anak nakal,” ucap Shea seraya memukul lengan Al.Al tersenyum. Hanya dengan orang terdekat seperti mommy-nya, dia bisa tersenyum lepas. Selebihnya wajahnya datar saja.“Hai, Kak Al,” sapa Bian yang haru saja masuk ke dalam rumah. Dia melambaikan tangannya pada Al seraya melangkah menuju dapur. Tenggorokannya yang kering ingin segera diredakan.“Bian, cuci tangan dulu.” Shea yang melihat anaknya mengambil minum.“Nanti kalau aku cuci tangan lebih dulu, aku tidak akan bisa membedakan mana air minum dan air kran. Aku haus Mom,” teriaknya dari dapur.“Kalian semua sama saja,” keluh Shea.“Kenap
Di vila mereka semua menyiapkan untuk barbeque party nanti malam. Freya, Ghea dan Cia saling bantu-membantu menyiapkan bahan-bahan untuk acara, sedangkan El, Al, Dean dan Bian saling membantu membuat bara api.“Aku dengar kamu akan kuliah ke London, Bi?” tanya Al di sela-sela menyiapkan bara untuk membakar daging.“Iya, rencananya begitu,” jawab Bian.“Wah ... kamu akan meneruskan Kak El dan Kak Al kuliah di London ternyata, Bi,” timpal Dean.“Iya,” jawab Bian datar.Dari kejauhan perbincangan itu terdengar oleh Cia. Gadis dua puluh tahun itu mendengar jika Bian akan ke London. Tak butuh waktu lama, Cia langsung menghampiri kumpulan pria-pria itu.“Kamu benar akan kuliah ke London, Bi?” tanya Cia memastikan.Bian menatap aneh mendapati pertanyaan dari Cia.“Bi, jawab kamu akan kuliah di London?” Cia kembali bertanya.“Iya,” jawab Bian malas.Cia
Sesuai dengan rencana kemarin, pagi ini semua pergi untuk ke air terjun. Mereka berjalan mencapai air terjun yang memang jaraknya tidak jauh. Sepanjang jalan mereka Cia dan Ghea terus saja bercerita.El dan Freya berjalan paling depan. Di susul Ghea dan Cia di belakang. Di barisan paling akhir, ada Al, Dean dan Bian. Mereka saling bercerita saat berjalan menuju ke air terjun.“Tempat mana yang ingin kamu kunjungi selain tempat ini?” tanya El pada Freya.“Aku ingin ke pantai,” jawab Freya senang.“Kenapa pantai?” tanya El.“Aku ingin lihat air yang biru, merasakan angin sepoi-sepoi dan merasakan deburan ombak.” Freya menceritakan seraya membayangkan bagaimana serunya semua itu.“Aku akan membawamu pergi ke sana.”“Jangan memaksakan untuk membawaku, El, karena aku tahu kamu sangat sibuk.”Selama ini El memang sangat sibuk dengan proyeknya. Hingga sulit untuk meluangkan waktu
Setelah sampai di vila, Dean dan Ghea membantu Freya. Memberikan pertolongan pertama. Mereka mengompres dengan air es untuk meredakan sakit pada kaki Freya. Karena tak mau terjadi hal buruk, akhirnya mereka semua memutuskan untuk membawa Freya ke Rumah sakit agar dapat penanganan yang lebih baik. Menghindari hal-hal yang tidak terduga terjadi.Bersyukur hanya terkilir dan tak terlalu parah. Membuat Freya tidak harus menjalani perawatan lebih. Hanya perawatan ringan dan kontrol saja tiga hari kemudian.Liburan dengan drama kecelakaan kecil akhirnya mengantarkan mereka untuk kembali ke rumah. Mengakhiri kesenangan yang sudah mereka rasakan selama dua hari.Di rumah, kedua orang tua Freya begitu terkejut melihat kaki Freya yang diperban. Berangkat dalam keadaan baik-baik saja dan kembali dengan terluka, pastinya membuat mereka panik.Felix pun menanyakan apa yang membuat semua terjadi dan El menjelaskan. El sedikit merasa bersalah. Karena dia punya
“Bagaimana apa kamu tertarik dengan Shera?” Felix yang duduk di belakang, memajukan tubuhnya mendekat pada El yang duduk di kursi kemudi.El melirik sejenak pada teman daddy-nya itu. Namun, kemudian pandangannya kembali pada jalanan.“Apa kamu tahu tidak sadar, namanya sudah mirip dengan mommy-mu. Shea dan Shera.”“Sama dari mana?” Bryan yang tak terima istrinya dibuat mirip dengan orang lain tidak terima.“Sama, ada huruf S, H, E, A. Yang membedakan hanya tambahan R saja.” Felix masih dengan pendiriannya.El dan Bryan saling memandang dan tersenyum.“Aku sudah bilang bukan, El akan menikah dengan anakmu.”“Apa Freya mau?” tanya Felix. Pria paruh baya itu senang sekali memupuskan harapan El.“Jika Freya tidak mau, aku akan menyuruh El melakukan apa yang aku lakukan pada Shea.”“Jangan macam-macam kamu, Bry.” Orang tua mana yang rela anaknya harus menerima perlakuan buruk dari pria. Mungkin karena Shea t
Waktu berjalan dengan cepat. Sebulan sudah pembangunan perumahan milik El berjalan. Bryan memang mengerahkan banyak pekerja untuk pembangunan milik anaknya itu. Memastikan jika dalam enam bulan mereka akan selesai pembangunan.Dalam sebulan ini, El juga disibukkan dengan banyaknya persiapan lain. El sudah berencana untuk membangun perumahan lagi di tempat yang berbeda. Tak mau berpuas dengan satu keberhasilan.“Aku akan melihat berkas yang kamu ajukan,” ucap Bryan pada anaknya.“Terima kasih, Dad.”“Lihatlah anakmu yang begitu gigih. Belum selesai satu, dia sudah bersiap untuk yang satu lagi.” Felix yang kebetulan ada di ruangan Bryan melihat El yang begitu semangatnya membangun usahanya itu.“Itu sifat yang aku turunkan,” sombong Bryan.Felix memutar bola mata malas. Namun, sejenak dia berpikir, jika Bryan memang sangat berusaha membangun usahanya itu. Walaupun usaha itu milik papanya, dia bisa mengembangkan dengan baik.
“Kamu yakin menitipkan anak-anak ke daddy dan mommy?” tanya Freya memastikan. “Iya.” El tersenyum menyeringai. Dia memanfaatkan situasi dengan benar seperti yang dikatakan oleh daddy-nya.“Aku malu. Kalau mereka tanya mau apa kita, kita jawab apa?” Freya merasa malu ketika harus menitipkan anak-anaknya. “Mereka lebih paham. Tidak perlu menjelaskan panjang kali lebar.” El tahu jika orang tua mereka lebih paham akan hal itu. “Baiklah, aku akan pastikan yang akan dibawa.” Freya tidak mau ada yang sampai ketinggalan. Yang ada dirinya pasti tidak akan tenang bersama dengan El nanti ketika pergi. “Baiklah, aku akan lihat anak-anak dulu.” El mengayunkan langkah ke kamar sebelah. Mengecek anak-anak yang masih tidur lelap. El tersenyum. Dia merasa waktu bergulir begitu cepatnya. Anak-anak tumbuh begitu cepatnya. Belum lama El mengendong mereka bergantian. Kini mereka sudah bisa digendong bersamaan. Tepat saat El sedang meme
Suara tangis yang saling bersahutan terdengar mengisi keheningan malam. Di saat orang-orang sedang terlelap tidur, sepasang orang tua baru itu tampak sibuk menenangkan dua bayi yang kini sudah berusia lima bulan tersebut. Biasanya Kean akan anteng ketika malam hari, tetapi kali ini dia ikut menangis juga. Freya yang menyusui Lean harus pasrah ketika Kean menangis. El langsung mengambil susu yang disiapkan dan menghangatkannya. Sambil menunggu menghangatkannya, El mengajak main anaknya. Dia meletakkan Kean di atas bahunya, memanggulnya seraya memegangi tangannya. Seketika bayi kecil itu terdiam.El mengayun-ayunkan tubuh Kean hingga membuat melayang-layang. Kean langsung tertawa terbahak merasakan tubuhnya diayun-ayunkan. Tawa Kean itu menarik perhatian Lean. Adiknya itu langsung menoleh. Mulutnya yang masih menyesap puncak dada mommy-nya, tanpa sadar menariknya begitu saja sambil melepaskannya. Membuat mommy-nya mengaduh kesakitan dengan aksi si bungsu. Bola
Waktu bergulir dengan cepatnya. Semua menanti kelahiran penerus dari dua keluarga. Setelah kejadian kemarin, semua keluarga menjaga Freya. Apalagi sudah menjelang melahirkan, pastinya Freya perlu pengawasan penuh. Mommy Shea dan Mama Chika selalu berganti menjaga Freya di saat El bekerja. Tak mau sampai anak dan cucu mereka kenapa-kenapa. El yang biasanya pulang larut malam pun, kini pulang lebih awal. Tak mau sampai kehilangan momen. Mengingat Freya sudah akan melahirkan dan di saat itu, dia ingin selalu ada di sisi istrinya.“Ini sudah jalan berapa minggu?” El yang merebahkan tubuhnya, meletakkan kepalanya di kaki istrinya. Menghadap ke arah perut Freya yang semakin membesar. “Tiga puluh sembilan.” “Kenapa lama sekali mereka keluar. Bukankah harusnya mereka keluar di antara waktu tiga puluh tujuh minggu sampai empat puluh minggu.” El selalu dengan saksama mendengarkan ucapan dokter. Jadi dia selalu tahu perkembangan ibu hamil. “Enta
“Pa, cepat!” El menepuk kursi kemudi dari belakang. Meminta untuk papa mertuanya bergegas untuk melajukan mobilnya. “Sabar, El.” Rasanya, Felix benar-benar mengulang kepanikan sewaktu El lahir. Temannya-Bryan juga menepuk kemudinya, hingga membuatnya lemas. “Berapa bulan sebenarnya usia kandungan anak Freya?” tanya Papa Felix. Mengingat El yang lahir prematur membuat Papa Felix takut jika cucunya akan mengalami hal yang sama. “Tiga puluh enam minggu, Pa.”El menatap Freya dengan tatapan kasihan. Freya tampak meringis kesakitan saat perutnya kencang. Dengan usia segitu, artinya anak akan dilahirkan prematur. Karena usia tiga puluh tujuh-baru anak dikatakan normal. Papa Felix hanya bisa berharap semua baik-baik saja. Mobil berhenti di depan Rumah sakit. El buru-buru membawa Freya keluar dari mobil. Saat keluar dari mobil, mereka sudah disambut oleh perawat. Namun, El justru membawa Freya dengan tangannya sendiri ke UGD.Papa Fe
Sebagai pengusaha muda, El mulai diperhitungkan. Namanya mulai dikenal di kalangan pengusaha. Apalagi, El terkenal membangun bisnisnya di luar negeri. Kini perusahaannya sudah bergabung dengan Julian Company. Semua proyek pembangunan di bawah tanggung jawab El. Tiga bulan sejak kematian Kakek Theo, perusahaan semakin membaik di bawah pimpinan El. Seperti yang diharapkan Kakek Theo, El berusaha keras memajukan perusahaan. Menjalin kerja sama dengan beberapa kolega sang kakek mertua. “Sayang, ingat besok aku, mama dan mommy akan pergi untuk mencari baju untuk anak kita. Jadi aku harap kamu ikut!” Freya memberi peringatan penuh pada suaminya itu. Beberapa hari belakangan ini El sibuk bekerja hingga malam. Dia takut saat libur, suaminya itu akan tetap bekerja. Kini usia kandungan Freya sudah mencapai dua puluh sembilan minggu atau setara dengan tujuh bulan satu minggu. Semua persiapan mulai dilakukan oleh keluarga, termasuk membeli perlengkapan dari mulai baju dan pe
Beberapa hari ini El disibukkan dengan kepindahannya kantor. Kini kantornya berada di kantor Julian Company. El bertanggung jawab atas perusahaan istrinya karena sang istri yang sedang hamil dan tidak bisa mengurusi perusahaan. Namun, nanti saat sang istri sudah bisa bekerja kembali, dia akan menyerahkannya kembali. Keluarga yang lain pun tidak masalah. Mereka menyerahkan pada El. Terutama Papa Felix. Dia yakin El bisa mengurus perusahaan peninggalan papanya itu. Tidak terasa kandungan Freya sudah mencapai dua puluh minggu. Perutnya semakin hari semakin membesar. Semakin bertambahnya usia kandungannya, mual yang dirasakan Freya semakin berkurang. Dia pun sudah mulai bisa makan seperti biasanya. Justru dia sangat lahap saat makan.El keluar dari kamar mandi. Menggosok-gosokan rambutnya yang basah. Melihat istrinya yang sedang berada di depan cermin. Tampak istrinya itu sedang melihat wajahnya yang terlihat sangat gembil. “Semakin hari, kamu sema
Freya hanya bisa menangis di atas makam sang kakek. Perasaannya hancur ketika tak bisa ikut mengantarkan kakeknya ke peristirahatannya terakhirnya. Dia yang harus pingsan, justru menghabiskan waktu di Rumah sakit.“Jangan bersedih terus. Kamu harus kuat.” El mencoba menenangkan sang istri. Membelai punggung lembut sang istri. Berharap istrinya dapat tenang. El dapat merasakan betapa sedihnya istrinya, tidak bisa menemani sang kakek untuk terakhir kalinya. “Kakek bilang dia ingin bermain dengan cicitnya.” Freya menoleh ke arah suaminya. Matanya yang sudah sembab-menandakan jika dia terus menangis tanpa henti. Freya mengingat apa saja yang dia rencanakan dengan sang kakek sewaktu di Rumah sakit. Namun, rencana tinggal rencana, karena kini sang kakek pergi untuk selama-lamanya. “Iya, dan dia tidak akan senang jika kamu membuat cicitnya kenapa-kenapa. Jadi jangan terus bersedih.” El membawa istrinya dalam pelukan. Manusia hanya bisa berharap dan Tuhanlah yan
Papa Felix merasa cemas dengan keadaan papanya. Pikirannya menerka-nerka apa yang terjadi dengan papanya. Ada sedikit ketakutan dalam hatinya karena apa yang sudah dilakukannya kemarin yang menjadi papanya itu masuk Rumah sakit. Turun dari mobil, Papa Felix langsung menghubungi sekretaris papanya, menanyakan keberadaan papanya. “Apa yang terjadi?” Tepat di depan ruang rawat, Papa Felix bertanya pada sekretaris papanya. Pandangannya penuh ketakutan dan kecemasan. “Pak Theo sudah masuk ke Rumah sakit sejak tiga hari yang lalu, dan sekarang kondisinya menurun.” “Sudah tiga hari dan kamu baru memberitahu sekarang!” Papa Felix ingin melayangkan bogem mentah pada sekretaris papanya itu, tetapi ditahan oleh Daddy Bryan. Temannya itu membawa Felix untuk duduk. Tubuh Felix begitu lemas. Tiga hari artinya di saat dirinya bertemu dengan papanya dan pastinya papanya sakit karena semua ucapannya. “Maaf, Pak, selama ini Pak Theo melarang untuk men
Papa Felix kembali ke Rumah sakit setelah puas mengungkapkan semua perasaan dalam hatinya. Dia sedikit menyesali karena tidak melakukannya sejak lama dan justru membiarkan papanya melakukan apa yang dia mau. Namun, kini Felix tidak akan membiarkannya. Dia akan menjaga anak dan cucunya. Sampai di Rumah sakit sudah banyak orang yang datang. Ada kedua orang El yang ada di sana. Istrinya pun turut hadir di sana. “Kamu dari mana?” tanya Mama Chika pada suaminya. “Dari kantor papa.” Wajah Felix tampak masih terlihat kesal. Masih ada amarah yang meliputinya. “Papa marah dengan kakek?” tanya Freya cepat ketika mendengar ucapan dari papanya. “Dia tidak bisa dibiarkan begitu saja. Ini sudah melampaui batas. Harusnya dia tidak seenaknya memintamu mengecek proyek langsung karena kamu sedang hamil. Lagi pula masih banyak karyawan yang bisa dia suruh untuk mengecek.” “Ta—”Freya masih mau menyanggah, tetapi El memegangi lenganny