Setelah sampai di vila, Dean dan Ghea membantu Freya. Memberikan pertolongan pertama. Mereka mengompres dengan air es untuk meredakan sakit pada kaki Freya. Karena tak mau terjadi hal buruk, akhirnya mereka semua memutuskan untuk membawa Freya ke Rumah sakit agar dapat penanganan yang lebih baik. Menghindari hal-hal yang tidak terduga terjadi.
Bersyukur hanya terkilir dan tak terlalu parah. Membuat Freya tidak harus menjalani perawatan lebih. Hanya perawatan ringan dan kontrol saja tiga hari kemudian.Liburan dengan drama kecelakaan kecil akhirnya mengantarkan mereka untuk kembali ke rumah. Mengakhiri kesenangan yang sudah mereka rasakan selama dua hari.Di rumah, kedua orang tua Freya begitu terkejut melihat kaki Freya yang diperban. Berangkat dalam keadaan baik-baik saja dan kembali dengan terluka, pastinya membuat mereka panik.Felix pun menanyakan apa yang membuat semua terjadi dan El menjelaskan. El sedikit merasa bersalah. Karena dia punya“Bagaimana apa kamu tertarik dengan Shera?” Felix yang duduk di belakang, memajukan tubuhnya mendekat pada El yang duduk di kursi kemudi.El melirik sejenak pada teman daddy-nya itu. Namun, kemudian pandangannya kembali pada jalanan.“Apa kamu tahu tidak sadar, namanya sudah mirip dengan mommy-mu. Shea dan Shera.”“Sama dari mana?” Bryan yang tak terima istrinya dibuat mirip dengan orang lain tidak terima.“Sama, ada huruf S, H, E, A. Yang membedakan hanya tambahan R saja.” Felix masih dengan pendiriannya.El dan Bryan saling memandang dan tersenyum.“Aku sudah bilang bukan, El akan menikah dengan anakmu.”“Apa Freya mau?” tanya Felix. Pria paruh baya itu senang sekali memupuskan harapan El.“Jika Freya tidak mau, aku akan menyuruh El melakukan apa yang aku lakukan pada Shea.”“Jangan macam-macam kamu, Bry.” Orang tua mana yang rela anaknya harus menerima perlakuan buruk dari pria. Mungkin karena Shea t
Waktu berjalan dengan cepat. Sebulan sudah pembangunan perumahan milik El berjalan. Bryan memang mengerahkan banyak pekerja untuk pembangunan milik anaknya itu. Memastikan jika dalam enam bulan mereka akan selesai pembangunan.Dalam sebulan ini, El juga disibukkan dengan banyaknya persiapan lain. El sudah berencana untuk membangun perumahan lagi di tempat yang berbeda. Tak mau berpuas dengan satu keberhasilan.“Aku akan melihat berkas yang kamu ajukan,” ucap Bryan pada anaknya.“Terima kasih, Dad.”“Lihatlah anakmu yang begitu gigih. Belum selesai satu, dia sudah bersiap untuk yang satu lagi.” Felix yang kebetulan ada di ruangan Bryan melihat El yang begitu semangatnya membangun usahanya itu.“Itu sifat yang aku turunkan,” sombong Bryan.Felix memutar bola mata malas. Namun, sejenak dia berpikir, jika Bryan memang sangat berusaha membangun usahanya itu. Walaupun usaha itu milik papanya, dia bisa mengembangkan dengan baik.
El menyesap teh yang dibuatnya. Memilih taman belakang sebagai untuk menikmati secangkir teh. Sesekali nafas beratnya, dia embuskan. Berharap itu dapat meredakan rasa sesaknya sedikit saja.El tak pernah merasa sebuah kekalahan adalah masalah atau hal yang menyakitkannya, tetapi kali ini dia merasakan sakit atas kekalahannya.“El ...,” panggil Shea yang melihat anaknya. Dia yang tadi ingin mengambil minum ke dapur melihat pintu taman belakang terbuka dan saat dia keluar, dia mendapati anaknya di sana.“Mom.” El meletakkan cangkir berisi teh miliknya.Sebagai seorang ibu, Shea merasakan jika anaknya sedang ada masalah. “Ada apa?” Dia duduk di kursi tepat di samping anaknya.“Aku selalu tak masalah jika kalah, Mom, tetapi kali ini hatiku merasa sangat sakit.”Shea meraih tangan El. Membawanya dalam genggaman. “Menang kalah itu biasa. Jika Tuhan belum memberikan kemenangan kali ini, mungkin Tuhan ini kamu mendapatkan yang lebih baik
Al menoleh, menatap lekat wajah Freya. “Apa kamu yakin dengan perasaanmu itu?” tanyanya memastikan.“Iya, aku yakin,” jawab Freya dengan percaya diri. “Sejak aku bertemu dengan Kak Al pertama kali, aku merasa ada yang beda dengan perasaanku. Perhatian Kakak, membuatku merasa sangat senang. Aku selalu ingin dekat dengan Kak Al. Dan aku yakin jika aku mencintai Kak Al.”Al tersenyum. Tangannya membelai kepala Freya. “Terkadang, sesuatu yang baru memang membuat kita terbuai. Seperti yang kamu rasakan kali ini. Kamu yang melihatku lebih bersahabat dan lebih mudah bergaul pasti sudah salah mengartikan semuanya.”Bola mata coklat milik Freya membulat sempurna. Tak mengerti kenapa Al mengatakan hal itu.“Aku memerhatikanmu hanya sebagai adik. Jadi sepertinya kamu salah mengartikannya semua perhatianku.”Freya langsung menyingkirkan tangan Al. Dia amat terkejut dengan apa yang dikatakan Al. Selama ini dia sudah sangat p
El buru-buru menyelesaikan pekerjaannya sebelum dia pergi. Memastikan tiga hari ke depan akan baik-baik saja saat dia tak ada di kantor.Sengaja dia memakai baju biasa ke kantor. Memudahkan untuk pergi tanpa harus menggantinya lagi. Tak mau banyak barang yang dibawanya.“Kabari aku jika ada hal penting,” ucap El pada Ana. Kemudian dia mengayunkan langkahnya untuk menuju ke Bandara.Sambil melangkah menuju ke lobi, dia menghubungi Freya.“Kamu sudah siap?” tanya El pada Freya.“Iya, aku sedang menunggu taxi dan akan segera ke Bandara.”“Baiklah, aku akan tunggu kamu di Bandara.” El mematikan sambungan dan menuju ke mobilnya. Melajukan mobilnya menuju ke Bandara. Rencana, dia akan meninggalkan mobilnya di Bandara agar sekembalinya dia nanti tidak perlu merepotkan siapa-siapa.***Di rumah Freya sedang menunggu taxi yang dipesannya tadi. Kepergian Freya membuat Chika-mamanya terkejut. Namun, karena anakny
Freya melenguh. Tangannya meraih guling di sampingnya. Mengeratkan pelukannya untuk mencari kehangatan. Namun, sejenak dia menyadari jika di hotel itu tidak ada guling. Membuka matanya perlahan, dia mendapati El tepat di depannya.“El kenapa kamu di sini?” tanyanya seraya melepas pelukannya dan mendorong tubuh El.Mimpi indah El seketika lenyap saat tubuhnya terdorong dan nyaris terjatuh. Membuka matanya, El menatap Freya. “Kenapa kamu berteriak dan mendorongku pagi-pagi begini?”“Kenapa kamu di sini?” tanya Freya masih dengan pertanyaan yang sama.“Bukannya, kamu yang memintaku ke sini?”Freya terkesiap. Ingatannya kembali pada kejadian semalam di mana dia melihat El yang kedinginan di sofa. Freya sedikit merutuki kesalahannya karena tidak meminta selimut dan bantal pada pihak hotel. Karena tidak tega akhirnya, Freya meminta El untuk tidur bersamanya.Mengingat itu semua, Freya justru malu. “Ya sudah bangun kalau begitu.”“Aku ma
“Papa mau kalian menikah,” ucap Felix.Freya dan El yang tertunduk langsung menengadah. Mata mereka membulat sempurna mendengar kalimat dari Papa Felix. Kalimat yang tidak terpikir oleh mereka sama sekali.Untuk sejenak mereka terdiam. Mencerna apa yang diucapkan oleh Papa Felix.“Apa maksud Papa?” Akhirnya suara Freya terdengar setelah sesat dia terdiam.“Apa kamu tidak sadar jika pergi bersama pria berdua itu bahaya. Papa sudah jelaskan berkali-kali jika kalian sudah dewasa. Kalian bukan anak kecil lagi yang bisa berdua tanpa batasan.”“Tapi, kami tidak melakukan apa-apa di sana, Pa.” El yang tersadar pun ikut bicara.“Mana Papa tahu kalian melakukan apa di sana. Buktinya kalian bilang tidak tidur satu kamar, tetapi nyatanya kalian berada dalam satu kamar.”Freya terkejut, memikirkan bagaimana bisa papanya tahu. Padahal dia sudah menyembunyikan itu semua. Dan jauh di sana, mana mungkin papanya mengawasi.“Pa,
Mobil sampai di depan butik. El dan Freya turun dari mobil dan menunggu para ibu-ibu yang belum kunjung datang. Entah ke mana perginya para ibu-ibu tadi, hingga belum juga sampai. Dalam hal ini yang paling dihebohkan adalah orang tua mereka. Pertunangan yang akan diadakan dua hari lagi sangat butuh persiapan. Ditambah pernikahan akan terlaksana seminggu lagi, membuat mereka semua turun tangan mengurusi semuanya. Sesaat kemudian, para ibu-ibu datang. Mereka langsung heboh membagi tugas, Shea dan Chika mendampingi Freya, sedangkan Selly mendampingi El. Kebetulan butik bersebelahan. Butik khusus wanita yang menyediakan baju pesta bersebelahan dengan butik khusus pria yang menyediakan jas-jas dan kebutuhan formal lainnya. Shea dan Chika meminta Freya mencoba beberapa gaun yang mereka pilih. Membuat Freya harus bolak balik mencoba karena beberapa tidak cocok. Freya benar-benar kesal, karena harus bolak-balik mencoba. Dari
“Kamu yakin menitipkan anak-anak ke daddy dan mommy?” tanya Freya memastikan. “Iya.” El tersenyum menyeringai. Dia memanfaatkan situasi dengan benar seperti yang dikatakan oleh daddy-nya.“Aku malu. Kalau mereka tanya mau apa kita, kita jawab apa?” Freya merasa malu ketika harus menitipkan anak-anaknya. “Mereka lebih paham. Tidak perlu menjelaskan panjang kali lebar.” El tahu jika orang tua mereka lebih paham akan hal itu. “Baiklah, aku akan pastikan yang akan dibawa.” Freya tidak mau ada yang sampai ketinggalan. Yang ada dirinya pasti tidak akan tenang bersama dengan El nanti ketika pergi. “Baiklah, aku akan lihat anak-anak dulu.” El mengayunkan langkah ke kamar sebelah. Mengecek anak-anak yang masih tidur lelap. El tersenyum. Dia merasa waktu bergulir begitu cepatnya. Anak-anak tumbuh begitu cepatnya. Belum lama El mengendong mereka bergantian. Kini mereka sudah bisa digendong bersamaan. Tepat saat El sedang meme
Suara tangis yang saling bersahutan terdengar mengisi keheningan malam. Di saat orang-orang sedang terlelap tidur, sepasang orang tua baru itu tampak sibuk menenangkan dua bayi yang kini sudah berusia lima bulan tersebut. Biasanya Kean akan anteng ketika malam hari, tetapi kali ini dia ikut menangis juga. Freya yang menyusui Lean harus pasrah ketika Kean menangis. El langsung mengambil susu yang disiapkan dan menghangatkannya. Sambil menunggu menghangatkannya, El mengajak main anaknya. Dia meletakkan Kean di atas bahunya, memanggulnya seraya memegangi tangannya. Seketika bayi kecil itu terdiam.El mengayun-ayunkan tubuh Kean hingga membuat melayang-layang. Kean langsung tertawa terbahak merasakan tubuhnya diayun-ayunkan. Tawa Kean itu menarik perhatian Lean. Adiknya itu langsung menoleh. Mulutnya yang masih menyesap puncak dada mommy-nya, tanpa sadar menariknya begitu saja sambil melepaskannya. Membuat mommy-nya mengaduh kesakitan dengan aksi si bungsu. Bola
Waktu bergulir dengan cepatnya. Semua menanti kelahiran penerus dari dua keluarga. Setelah kejadian kemarin, semua keluarga menjaga Freya. Apalagi sudah menjelang melahirkan, pastinya Freya perlu pengawasan penuh. Mommy Shea dan Mama Chika selalu berganti menjaga Freya di saat El bekerja. Tak mau sampai anak dan cucu mereka kenapa-kenapa. El yang biasanya pulang larut malam pun, kini pulang lebih awal. Tak mau sampai kehilangan momen. Mengingat Freya sudah akan melahirkan dan di saat itu, dia ingin selalu ada di sisi istrinya.“Ini sudah jalan berapa minggu?” El yang merebahkan tubuhnya, meletakkan kepalanya di kaki istrinya. Menghadap ke arah perut Freya yang semakin membesar. “Tiga puluh sembilan.” “Kenapa lama sekali mereka keluar. Bukankah harusnya mereka keluar di antara waktu tiga puluh tujuh minggu sampai empat puluh minggu.” El selalu dengan saksama mendengarkan ucapan dokter. Jadi dia selalu tahu perkembangan ibu hamil. “Enta
“Pa, cepat!” El menepuk kursi kemudi dari belakang. Meminta untuk papa mertuanya bergegas untuk melajukan mobilnya. “Sabar, El.” Rasanya, Felix benar-benar mengulang kepanikan sewaktu El lahir. Temannya-Bryan juga menepuk kemudinya, hingga membuatnya lemas. “Berapa bulan sebenarnya usia kandungan anak Freya?” tanya Papa Felix. Mengingat El yang lahir prematur membuat Papa Felix takut jika cucunya akan mengalami hal yang sama. “Tiga puluh enam minggu, Pa.”El menatap Freya dengan tatapan kasihan. Freya tampak meringis kesakitan saat perutnya kencang. Dengan usia segitu, artinya anak akan dilahirkan prematur. Karena usia tiga puluh tujuh-baru anak dikatakan normal. Papa Felix hanya bisa berharap semua baik-baik saja. Mobil berhenti di depan Rumah sakit. El buru-buru membawa Freya keluar dari mobil. Saat keluar dari mobil, mereka sudah disambut oleh perawat. Namun, El justru membawa Freya dengan tangannya sendiri ke UGD.Papa Fe
Sebagai pengusaha muda, El mulai diperhitungkan. Namanya mulai dikenal di kalangan pengusaha. Apalagi, El terkenal membangun bisnisnya di luar negeri. Kini perusahaannya sudah bergabung dengan Julian Company. Semua proyek pembangunan di bawah tanggung jawab El. Tiga bulan sejak kematian Kakek Theo, perusahaan semakin membaik di bawah pimpinan El. Seperti yang diharapkan Kakek Theo, El berusaha keras memajukan perusahaan. Menjalin kerja sama dengan beberapa kolega sang kakek mertua. “Sayang, ingat besok aku, mama dan mommy akan pergi untuk mencari baju untuk anak kita. Jadi aku harap kamu ikut!” Freya memberi peringatan penuh pada suaminya itu. Beberapa hari belakangan ini El sibuk bekerja hingga malam. Dia takut saat libur, suaminya itu akan tetap bekerja. Kini usia kandungan Freya sudah mencapai dua puluh sembilan minggu atau setara dengan tujuh bulan satu minggu. Semua persiapan mulai dilakukan oleh keluarga, termasuk membeli perlengkapan dari mulai baju dan pe
Beberapa hari ini El disibukkan dengan kepindahannya kantor. Kini kantornya berada di kantor Julian Company. El bertanggung jawab atas perusahaan istrinya karena sang istri yang sedang hamil dan tidak bisa mengurusi perusahaan. Namun, nanti saat sang istri sudah bisa bekerja kembali, dia akan menyerahkannya kembali. Keluarga yang lain pun tidak masalah. Mereka menyerahkan pada El. Terutama Papa Felix. Dia yakin El bisa mengurus perusahaan peninggalan papanya itu. Tidak terasa kandungan Freya sudah mencapai dua puluh minggu. Perutnya semakin hari semakin membesar. Semakin bertambahnya usia kandungannya, mual yang dirasakan Freya semakin berkurang. Dia pun sudah mulai bisa makan seperti biasanya. Justru dia sangat lahap saat makan.El keluar dari kamar mandi. Menggosok-gosokan rambutnya yang basah. Melihat istrinya yang sedang berada di depan cermin. Tampak istrinya itu sedang melihat wajahnya yang terlihat sangat gembil. “Semakin hari, kamu sema
Freya hanya bisa menangis di atas makam sang kakek. Perasaannya hancur ketika tak bisa ikut mengantarkan kakeknya ke peristirahatannya terakhirnya. Dia yang harus pingsan, justru menghabiskan waktu di Rumah sakit.“Jangan bersedih terus. Kamu harus kuat.” El mencoba menenangkan sang istri. Membelai punggung lembut sang istri. Berharap istrinya dapat tenang. El dapat merasakan betapa sedihnya istrinya, tidak bisa menemani sang kakek untuk terakhir kalinya. “Kakek bilang dia ingin bermain dengan cicitnya.” Freya menoleh ke arah suaminya. Matanya yang sudah sembab-menandakan jika dia terus menangis tanpa henti. Freya mengingat apa saja yang dia rencanakan dengan sang kakek sewaktu di Rumah sakit. Namun, rencana tinggal rencana, karena kini sang kakek pergi untuk selama-lamanya. “Iya, dan dia tidak akan senang jika kamu membuat cicitnya kenapa-kenapa. Jadi jangan terus bersedih.” El membawa istrinya dalam pelukan. Manusia hanya bisa berharap dan Tuhanlah yan
Papa Felix merasa cemas dengan keadaan papanya. Pikirannya menerka-nerka apa yang terjadi dengan papanya. Ada sedikit ketakutan dalam hatinya karena apa yang sudah dilakukannya kemarin yang menjadi papanya itu masuk Rumah sakit. Turun dari mobil, Papa Felix langsung menghubungi sekretaris papanya, menanyakan keberadaan papanya. “Apa yang terjadi?” Tepat di depan ruang rawat, Papa Felix bertanya pada sekretaris papanya. Pandangannya penuh ketakutan dan kecemasan. “Pak Theo sudah masuk ke Rumah sakit sejak tiga hari yang lalu, dan sekarang kondisinya menurun.” “Sudah tiga hari dan kamu baru memberitahu sekarang!” Papa Felix ingin melayangkan bogem mentah pada sekretaris papanya itu, tetapi ditahan oleh Daddy Bryan. Temannya itu membawa Felix untuk duduk. Tubuh Felix begitu lemas. Tiga hari artinya di saat dirinya bertemu dengan papanya dan pastinya papanya sakit karena semua ucapannya. “Maaf, Pak, selama ini Pak Theo melarang untuk men
Papa Felix kembali ke Rumah sakit setelah puas mengungkapkan semua perasaan dalam hatinya. Dia sedikit menyesali karena tidak melakukannya sejak lama dan justru membiarkan papanya melakukan apa yang dia mau. Namun, kini Felix tidak akan membiarkannya. Dia akan menjaga anak dan cucunya. Sampai di Rumah sakit sudah banyak orang yang datang. Ada kedua orang El yang ada di sana. Istrinya pun turut hadir di sana. “Kamu dari mana?” tanya Mama Chika pada suaminya. “Dari kantor papa.” Wajah Felix tampak masih terlihat kesal. Masih ada amarah yang meliputinya. “Papa marah dengan kakek?” tanya Freya cepat ketika mendengar ucapan dari papanya. “Dia tidak bisa dibiarkan begitu saja. Ini sudah melampaui batas. Harusnya dia tidak seenaknya memintamu mengecek proyek langsung karena kamu sedang hamil. Lagi pula masih banyak karyawan yang bisa dia suruh untuk mengecek.” “Ta—”Freya masih mau menyanggah, tetapi El memegangi lenganny