Randika menyandarkan tubuhnya pada sofa empuk di sebuah bar mini yang berada pada bagian paling belakang area sebuah kafe.
Pria bermanik hitam itu menikmati minumannya tanpa di temani siapa pun. Hanya ada dua orang bartender yang berada dibalik meja pelayanan. Bahkan pengunjung pun tidak di perbolehkan untuk masuk ke sana.
"Demi Tuhan dia tidak cocok untuk ku."
Randika mengesap wiskinya sampi habis. Mengacak sekilas rambutnya yang lebat hingga terlihat berantakan. Dasi yang dia gunakan pun ditarik begitu saja. Jika ada yang melihatnya, mungkin mereka akan berfikir dia adalah pria yang sedang putus cinta dengan tingkat kekecewaan yang sangat tinggi.
"Sepertinya akan ada pesta alkohol," ejek Brian yang tiba-tiba saja muncul.
Dia memberi kode kepada seorang bartender untuk membawakan minuman dan kemudian bergabung dengan Randika.
"Sedang apa kau di sini."
"Gedung ini milikku. Aku bebas berada dimana pun."
Randika terkekeh. Pusing kepalanya membuat dia lupa kalau ini adalah bar mini di area kafe Brian yang mereka buat bersama.
"Kau benar."
"Apa ada masalah?" Pria bermata biru itu melirik ke sekitar seperti mencari-cari sesuatu.
"Kau bicara padaku tapi matamu ke mana-mana."
"Aku mencari para wanita penghibur yang selalu kau tarik untuk menemani kesendirianmu. Tapi di mana mereka?" ujar Brian masih mencari.
"Berengsek kau!"
"Aku serius."
Brian tahu betul tabiat Randika. Semenjak di tinggal pergi oleh kekasihnya, kedatangannya adalah kegembiraan banyak wanita. Mereka akan berlomba-lomba untuk mendekati Randika. Dan siapa pun wanita yang beruntung itu, dia akan menikmati malam yang indah bersama Randika. Namun kali ini tampaknya sedikit berbeda. Sahabat karibnya itu datang tidak untuk bersenang-senang, melainkan melepas penat otaknya yang rapuh.
"Aku sedang tidak ingin ditemani siapa pun. Pikiranku sedang kacau."
"Apa ini tentang Evanya?"
"Aku tidak sedang memikirkan perempuan itu."
Brian sedikit mengerutkan kening. "Lalu, siapa?"
"Adik ku."
"Adik? Maksudmu Arumi?"
"Hmm."
"Ada Apa dengannya, Apa kalian bertengkar lagi."
"Kami di jodohkan."
"What!" Mata Brian yang berkeliaran kini berganti fokus pada sahabatnya. Ucapannya seakan menghipnotis Brian untuk tetap melihatnya. "Kau tidak bercanda bukan."
"Apa aku terlihat sedang bercanda?" teriaknya.
Dia kembali teringat, beberapa hari yang lalu, saat ayahnya mengatakan tentang perjodohan. Awalnya Randika benar-benar geram, marah, dan dengan tegas menolaknya. Gadis yang di jodohkan oleh ayahnya itu adalah anak titipan dari mendiang sahabatnya. Dan Arumi, meskipun sering sekali mereka bertengkar tapi gadis itu sudah dia anggap layaknya adik sendiri.
Awal kedatangan gadis itu, memang sedikit membuat Randika tidak nyaman. Keras kepalanya Arumi membuat mereka sering sekali bermusuhan. Bahkan gadis berponi itu tidak pernah mendengar perintah Randika. Namun, lambat laun Randika mulai terbiasa dan mau menerima Arumi seperti adiknya sendiri.
"Aku hampir gila memikirkannya."
"Kau bisa menolaknya bukan."
Randika menggeleng." Sayangnya itu tidak terjadi."
aku tidak bisa menolak permintaan kedua orangtuaku, aku menyetujuinya, bahkan aku memberikan beberapa syarat untuk perempuan itu."Kau Gila! Mana bisa kau menikahi adikmu sendiri. Ini pernikahan, bukan sedang berkompetisi," teriak Brian.
"Aku juga tidak tahu Brian," teriaknya tidak kalah keras.
"Dan Evanya, kau bahkan belum bertemu dengannya sejak kejadian itu."
Pemilik manik itu meraih botol minuman dan meneguknya sampai habis. Mendengar ucapan Brian membuatnya seperti merasakan kemarau panjang di tenggorokan. Randika lalu bangkit dan berjalan pergi meninggalkan Brian.
"Hei, kau pergi."
Tak ada jawaban dari Randika, hanya terlihat lambaian tangannya sebelum betul-betul menghilang di balik pintu.
"Dasar Pria Gila!"
Pria bermanik hitam itu menikmati minumannya tanpa di temani siapa pun. Hanya ada dua orang bartender yang berada dibalik meja pelayanan. Bahkan pengunjung pun tidak di perbolehkan untuk masuk ke sana. "Camilla, Penelope, Camilla, Penelope." Brian mengesap wiskinya sampi habis. Mengacak sekilas rambutnya yang lebat hingga terlihat berantakan. Dasi yang dia gunakan pun ditarik begitu saja. "Dimana kau Camilla, kenapa kau sama sekali tidak memberi kabar padaku." Brian mendengus kesal, sudah 2 bulan berlalu dan wanita itu sama sekali belum memberi kabar untuknya. "Sepertinya akan ada pesta di sini" ejek Samuel yang tiba-tiba saja muncul. Dia memberi kode kepada seorang bartender untuk membawakan minuman dan kemudian bergabung bersama Brian. "Sedang apa kau di sini." "Gedung ini milikku. Aku bebas berada dimana pun." Brian terkekeh. Pusing kepalanya membuat dia lupa kalau ini adalah bar mini milik sahabatnya "
Randika melajukan Mobil nya sedikit lebih cepat, rasa lapar kini menghantuinya. Dia tidak sempat makan apa-apa di rumah tadi karena niatnya memang akan sarapan bersama Arumi. Tidak butuh waktu lama, Mobil Sport hitam miliknya kini sudah memasuki area parkir sebuah kafe. Namun gadis yang sedari tadi mengoceh itu malah terlelap. Randika mengamati wajah polos gadis yang akan menjadi tunangannya itu. Rasanya sangat tidak mungkin, gadis yang sudah dianggap seperti adiknya ini akan menjadi istrinya. Apalagi jika dia harus melakukan adegan ranjang bersama Arumi. Memikirkan adegan ranjang, tiba-tiba saja pikiran Randika bergerilya. Entah setan apa yang menghampirinya hingga membuat dirinya tidak bisa menahan hati untuk segera mencicipi bibir ranum gadis yang tertidur di depannya. Akhirnya, dengan segala gairahnya. Satu kecupan mendarat cepat pada bibir Arumi. Gadis itu sedikit bergeliat saat bibir keduanya mulai terpaut. Namun bukannya terbangun Arumi m
"Apa!" Arumi tidak dapat menahan emosinya tangannya bahkan gemetar dengan wajah merah padam. "Kau sudah mencuri ciumanku, dan sekarang kau mengatakan tahu siapa pria di dalam mimpiku? Dasar Pria mesum! Apa kau menyelip masuk ke dalam mimpiku tadi?" Terdengar kekehan kecil dari mulut Randika. Pria bermanik hitam itu benar-benar merasa puas karena telah berhasil membuat Arumi marah. "Dasar bocah, dia bahkan tidak tahu kalau itu adalah ciuman keduanya hari ini, ahahahaha kau terlihat sangat menggemaskan." Batin Randika. • • Makanan yang Randika pesansudah tiba. Meskipun marah tapi Brian menyiapkan semua sesuai dengan permintaannya. Dan untuk kesekian kalinya Arumi dia buat kaget dengan semua makanan yang di sajikan. Semua menu yang di sediakan membuat selerah makannya yang menggebu-gebu tadi menghilang.
"Apa!" Arumi tidak dapat menahan emosinya tangannya bahkan gemetar dengan wajah merah padam. "Kau sudah mencuri ciumanku, dan sekarang kau mengatakan tahu siapa pria di dalam mimpiku? Dasar Pria mesum! Apa kau menyelip masuk ke dalam mimpiku tadi?" Terdengar kekehan kecil dari mulut Randika. Pria bermanik hitam itu benar-benar merasa puas karena telah berhasil membuat Arumi marah. "Dasar bocah, dia bahkan tidak tahu kalau itu adalah ciuman keduanya hari ini, ahahahaha kau terlihat sangat menggemaskan." Batin Randika. • • Makanan yang Randika pesansudah tiba. Meskipun marah tapi Brian menyiapkan semua sesuai dengan permintaannya. Dan untuk kesekian kalinya Arumi dia buat kaget dengan semua makanan yang di sajikan. Semua menu yang di sediakan membuat selerah makannya yang menggebu-gebu tadi menghilang.
"Tuan!" Randika, dan Brian yang sedang asyik berbincang pun kaget seketika menoleh ke arah sumber suara itu. Randika melebarkan kedua bola matanya hingga sepurna Saat melihat Rilan yang berlari menggendong Arumi ke arah mereka. "Rilan!" "Tuan, bantu aku." "Apa yang terjadi?" "Aku tidak tahu Tuan, tadi saat melewati pintu lobi, Rumi tiba-tiba merasa pusing. Aku pikir hanya pusing biasa, jadi Aku biarkan saja. Tapi setelah di jalan, dia bertingkah aneh dan mendesah berulang kali. Makanya saya bawa lagi ke sini. Jika ke Mansion, saya takut akan membuat Nyonya dan Tuan besar bingung," jawab Rilan terengah-engah. "Apa maksudmu mendesah?" "Aku juga tidak mengerti." "Cepat sandarkan dia di kursi," Pinta Brian yang sudah mulai gelisah. "Arumi!" Randika menepuk-nepuk kedua pipi Arumi agar gadis itu bisa sadar. "Arumi!" "Aah sakit." "Ada apa denganmu, kenapa kau seperti ini. Sadarlah.
"Tunggu!" "Ada apa Tuan, apa kau mencurigai sesuatu?" "Sebelum Ke kafe? Arumi terlihat baik-baik saja, dia juga belum makan apapun dari Apartemen karena aku menjemputnya sangat pagi. Apa jangan-jangan." Randika melirik ke arah Brian yang terlihat gelisah dan gugup. "Benar Tuan, pikiran kita sama." "Shit, BRIAN!!" "Ran maafkan aku," ucapnya penuh tekanan. Tanpa banyak bicara, Randika menarik tubuh Brian dan melayangkan pukulan kepada sahabatnya. Bugh ... Pukulan keras Randika membuat pria bermanik biru itu tersungkur dengan dara menyembur dari sudut bibirnya. Tanpa belas kasihan Randika kembali menarik kerak baju Brian dengan tatapan penuh kebencian. "Apa yang kau lakukan padanya." "Ma-maafkan aku Ran." "Cepat katakan!" "Aku menaruh sedikit obat di minumannya tadi." "What!" "Kau gila Brian!" Rilan mendekat ingin memberikan pukulan. Namun gelengan tatapan tajam Randika
Dengan susah payah ketiga pria itu membawa Arumi ke kamar. Setelah melihat Arumi sedikit tenang, Randika menyuruh Rilan untuk kembali segera ke kantor. Hari ini dia harus menggantikan Randika menghadiri rapat dan mengurus beberapa berkas penting. "Maaf Tuan, aku akan tetap di sini. Jika sesuatu terjadi para Rumi, siapa yang akan menolongnya." "Jadi kau pikir aku ini apa? "Aku tidak mau mengambil resiko. Kau bahkan membuat dia seperti itu Tuan," tunjuk Rilan pada Arumi yang sudah berada dibelakang Randika dan mulai bereaksi lagi. "Ini bukan perbuatanku, ini perbuatan Pria mesum itu, Arumi diamlah, kau bisa membuatku bergairah jika seperti ini, kalian berdua, bantu aku." Randika benar-benar kewalahan karena Arumi yang terus saja memaksa untuk mengelus dadanya. Dia bahkan mencium serta mencakar tubuh Randika. "Apa yang harus aku lakukan." Brian terlihat gugup samlai tidak tahu apa yang harus dia perbuat. "Apa aku harus memeluknya ag
"Tuan, bisakah kau tenang. Kau membuat kami pusing karena mondar-mandir seperti ini terus. "Diam kau!" "Lebih baik Anda kembali ke kantor." "Apa!" "Bukankah Clarisa sedang menunggumu? Dia bahkan sudah mengundurkan Rapat dua jam untuk mu. Biarkan aku saja yang berjaga di sini." Randika tersenyum miring, sedetik setelahnya dia menatap kesal. "Kau sudah berani memberi perintah rupanya." "Bukan begitu Tuan, tapi proyek kali ini sangat penting, jika kita gagal mengambil investor, Tuan Besar akan sangat marah kepadamu. Randika kini semakin menatap tajam ke arah sekretaris andalannya itu, sekarang dia malah membuatnya terpojok. Dia menekuk dahi bimbang. Kedua pilihannya saat ini sama-sama sangat penting. "Lebih baik kau saja Rilan, lihatlah pria ini sangat gelisah dia bisa mati penasaran jika memaksa untuk ke kantor." "Tutup mulutmu bangsat! Ini semua ulah mu." "Baiklah aku saja yang kembali." "Sungguh,
Randika mengerutkan keningnya melihat tingkah Arumi yang sedari tadi terus gelisah. "Nikmati sarapanmu dengan benar kenapa kau terus bergerak. Apa kursinya tidak nyaman.""Ti-tidak!""Lalu?"Randika mendorong pelan kursinya mendekat pada Arumi yang sepertinya tidak nyaman dengan dudukannya. "Ada apa Sayang? Apa tempat dudukmu tidak nyaman?""I-itu. Aku ...."Randika mengerutkan dahinya mencoba mengerti dengan ucapan istrinya. Sedangkan Amirta dan Jenny hanya tersenyum kecil melihat bagaimana Arumi malu-malu mengatakan akibat dari ulah anaknya. Untuk itu dia mengambil inisiatif untuk menyudahinya, agar Randika tidak terus bertanya dan membuat Arumi terus merasa malu."Sayang, istrimu hanya merasa tidak nyaman karena ulahmu semalam. Nukan begitu Sayang." Jenny menatap ke arah Arumi yang mulai tertunduk malu."Maksud mommy aku?" Randika menu
Fajar belum menunjukan dirinya, tetapi Randika sudah terjaga. Tatapannya terpaku pada wanita yang tidur di sampinganya. Punggung putih mulus Arumi membuat Randika tidak tahan untuk mengelusnya, yang kemudian membuat Arumi bergerak dengan mata yang masih terpejam."Sayang ...."Arumi terjaga, dia mengucak kedua matanya pelan agar penglihatannya tidak kabur. Perempuan yang baru saja melewatkan malam pertama bersama suaminya itu berusaha duduk. Namun, karena tubuh mungilnya tidak berbalutkan apapun, dia kembali ke posinya dengan kebih manikan selimutnya."Kau sudah bangun?" tanya Arumi saat mendapati pria yang baru saja resmi menjadi suaminya itu menatapnya dengan ternyum."Aku tidak bisa tidur jika keadaanmu seperti ini Sayang."Arumi mengerutkan kening, tidak mengerti dengan apa yang di bicarakan Randika. "Apa maksudmu dengan jeadaan sepert,i ini, Sayang. Memangnya apa yang terjad
"Kau sudah selesai membuka bajumu Sayang?"Randika keluar dari kaca pembatas antara bagian shower dan buthup dengan handuk yang melilit di pinggangnya, dada kekarnya membuat dia terlihat jantan dengan kulit yang basah.Cukup lama wanita itu mengagumi suaminya hingga tidak sadar pria itu kini sudah berdiri tetap di hadapannya. "Sayang?""Huh?"Randika tergelak melihat ekspresi istrinya yang malu-malu. "Berhenti merada malu, dan singkirkan tanganmu itu. Apa yang ingin kau tutupi, bukankah kita sudah sah."Arumi tidak bisa apa-apa, dia membiarkan Randika membersihkan dirinya, dan membuka sisa pakian dari tubuhnya. Sambil mandi, dia melihat bayangan Randika pada cermin besar yang sedang serius membersihkan bagian belakang tubuhnya. Tanpa sadar dia tersenyum dan bergumam. "Suami ku ternyata sangat tampan."Setelah selesai membersihkan tubuh, dan memakai handuk Ran
Meninggalkan keramaian pada Ballroom hotel, Randika dan Arumi memilih untuk lebih dulu beristirahat. Perempuan itu kelelahan karena lama berdansa bergantian dengan 3 pria. Randika, lalu Amirta, kemudian saudara laki-laki semata wayangnya, Mr Cool, Rilan Harrper. Dan Brian, dia sama sekali tidak memiliki kesempatan untuk berdansa dengan Arumi, karena sibuk menenangkan Aurela yang sedang merajuk.Randika menggendong Istri tercintanya ala-ala bridal. ( Biar kaya pengantin yang lain gengs 😆.)Arumi menyembunyikan kepalanya di dada Randika karena malu, beberapa orang yang berada di lobi memperhatikan keduanya karena Arumi yang masih memakai gaun pengantin."Sayang, turunkan aku. Banyak orang di sini.""Memangnya kenapa kalau banyak orang.""Aku malu," bisik Arumi."Tidak perlu malu, kita sudah sah.""Tetap saja, ini memalukan Randika." Arumi sedikit meront
Ballroom hotel di penuhi dengan orang-orang berdansa. Dan Evanya, dia hanya bisa menahan kesalnya melihat dari jauh bagaimana Randika begitu lembut memperlakukan Arumi. Adegan ciuman keduanya bahkan membuat perempuan berdarah Jepang itu merasa jijik hingga meninggalkan titik di mana dia dan Damian bersembunyi untuk memantau keadaan.Kalimat janji suci yang di ucapkan Randika bahkan masih terngiang-ngiang di telinganya. Bagaimana pria itu kini menjadi milik orang lain, mengucapkan janji dengan sempurnah tanpa ada keraguan. Sedangkan dia, kini harus hancur dengan pata hati yang luar biasa. Kehancurannya itu semakin menjadi saat Damian mengatakan semua rencana mereka untuk menghancurkan pernikahan Randika dan Arumi telah gagal.Semua ranjau yang mereka siapkan ternyata sudah di bersihkan tetapi Evanya dan Damian tidak sadar akan hal itu, Detik setelah Arumi memasuki gedung, seharusnya perempuan itu jatuh pingsan karena terkena gas beracun di da
Cantiknya Arumi membisukan dunia Randika, wanita itu muncul dengan begitu anggun. Gaun putih yang melekat pada tubuh rampingnya, membuat dia semakin terlihat cantik. Gaun yang di gunakan Arumi memang terlihat polos. Namun, sangat memukau. Bagian dadanya terlihat sedikit terbuka, tetapi itu yang membuat Arumi terlihat mempesona karena terdapat beberapa swaroski yang menempel di bagian itu.Arumi datang di temani Daddy Amirtha sebagai pendampingnya. Mereka mendekat dan Daddy Amirta menyetahkan Arumi kepada Randika. Hal pertama yang di lakukan wanita itu adalahpp menatap manik Randika yang seperti kebingungan, lalu menggenggam jemarinya erat, agar pria yang memiliki manik mata hitam itu bisa meredahkan ketegangannya.Randika mulai tersadar ketika terdengar seseorang memberikan pertanyaan. "Apa kalian siap?"Keduanya pun menjawab secara bersamaan. "Ya, kami siap.""Baiklah! ... Randika Garrett, ête
Malam itu berakhir begitu kelam untuk Aurela dan Rilan. Gelapnya malam menemani kekecewaan Keduanya dengan angin dingin yang berhembus halus masuk ke dalam sela-sela jendela. Aurela menaikan selimutnya menghirup dalam-dalam aroma tubuh Rilan yang melekat di sana. Membayangkan jika sekarang dia sedang berada di pelukan pria itu, menghabiskan malam bersama hingga matahari terbit."I really miss you, my cold man." Dokter hewan itu menarik dalam-dalam napasnya, lalu membuangnya dengan pelan. "Aku tidak ingin hubungan kita kembali seperti dulu lagi. Please, mengertilah. Aku hanya takut kau melupakanku."Sedang di sisi lain, Rilan tengah gelisah dalam tidurnya, membalikan badan ke kiri lalu ke kanan. Sesekali, dia akan mendesah kemudian duduk lalu kembali mencoba menutup mata lagi. Namun, sekuat apapun usaha nya untuk bisa tertidur, tetap tidak bisa. Pikirannya melayang memikirkan permintaan Aurela untuk menjauhi Arumi.
"Apa kau sudah makan?"Aurela menengada, menggeleng menatap kekasihnya dengan wajah cemberut. "Bisakah kau tidak terlalu lama bekerja, aku tidak bisa terus menunggumu seperti ini, itu membosankan.""Maaf," ujar Rilan lalu mencium pada puncak kepala kekasihnya."Kau tidak ingin berhenti bekerja pada Randika?""Aku tidak bisa," jawab Rilan."Karena Arumi?"Rilan hanya diam, tidak ada satu katapun yang ia keluarkan saat mendengar ucapan Aurela."Jawablah!"Pria bermata elang itu mengeles dagu wanita di depannya. "Kau sangat tahu untuk apa aku tetap berada di dekat Randika, Aurela.""Aku tahu, karena ingin tetap menjaga Arumi.""Jadi untuk apa aku harus menjawab jika kau tahu alasannya.""Randika, bisa menjaganya, dia kekasih yang sebentar lagi akan menjadi su
"Berapa tamu yang akan hadir Tuan?""Entahlah, aku lupa. Bukankah semua undangan kau yang sebarkan?""Semua undangan di atur oleh Nyonya Jenny, Tuan.""Begitukah.""Oui monsieur."Randika mengangguk-ngangguk, dia duduk di salah satu kursi tamu yang di sediakan. "Aku sangat gelisah.""Evanya?""Aku takut Arumi akan tahu jika wanita itu masih berkeliaran, entah apa yang harus aku katakan padanya jika Evanya tiba-tiba muncul besok.""Apa aku perlu melakukan sesuatu padanya?""Jangan! Biarkan saja. Bukankah dia hanya ingin mengatakan selamat tinggal. Jika kita mengusiknya sekarang, dia akan kabur dan bersembunyi lagi.""Tapi Tuan, dia bersama Damian. Apa kau tidak takut jika mereka melukai Arumi atau menghancurkan acara pernikahanmu?""Itu bagianmu."&n