"Apa kalian bertengkar?" ujar Brian yang sibuk meracik minuman.
"Tidak."
"Lalu kenapa pria berwajah es itu tiba-tiba ingin bersama adik ku?"
"Aku tidak tahu." Randika menyapu wajahnya dengan kasar.
"Jelaskan semuanya padaku tanpa ada yang di tutupi. Wajah mu tidak cukup baik untuk menyimpan rahasia brother." Brian memberikan segelas minuman yang biasa mereka minum bertiga saat sedang bersama.
Pria itu mendesah saat mengecap rasa yang sudah tidak asing di tenggorokan-nya. "Aku bisa gila jika terus memikirkannya."
"Apa ada masalah?"
"Ternyata benar yang di katakan Evanya, Rilan memiliki rasa terhadap Arumi."
"Kau menemui Evanya?"
"Tentu saja tidak!"
"Hei brother, santai ... santai." Brian sedikit tersenyum karena Randika yang tiba-tiba emosi. "Apa kau yang memaksa dia untuk meng
Hening, tak ada jawaban dari Arumi yang sedang kesal. Randika yang sudsh sangat mengantuk dan lelah pun harus kembali mencari cara agar bisa menghibur wanita."Kau sudah makan?""Kenapa kau menanyakan hal lain, kita sedang membahas tentang kak Rilan.""Aku hanya sedang mengkhawatirkan mu Sayang.""Pergilah! Aku tidak ingin bicara denganmu." Mata cokelat itu beralih menatapnya dengan tajam. "Ini semua karena kebodohanmu itu.""Aku melakukan hal yang benar. Lihatlah, sekarang Rilan bahkan sudah bersama Aurela.""Tapi tidak dengan ku!""Sayang, Jangan egois. Rilan berhak menjalani kehidupan normalnya. Dia akan tetap .""No! Dia mengatakan hal-hal buruk padaku. Dia bahkan mengganti panggilanku.""Itu hanya basi basi karena dia masih merasa canggung, jangan mengambil hati.""Tidak!
Sebagai penenang diri, Rilan menyambangi kafe milik sahabat dekatnya, dia menghabiskan berjam-jam d tempat itu dengan berdiam diri. Tidak ada yang bisa menghancurkan keterdiaman Rilan, atau memutuskan tatapan hampanya.Tidak ada tatapan yang menarik perhatiannya selain segelas wiski yang sedari tadi dia teguk berulang kali. Hingga usapan lembut di lengan membuat nya tersadar. Pria itu tersenyum kecil melihat kedatangan wanita yang baru saja menempati ruang kecil di hatinya."Berhentilah, kau sudah minum cukup banyak. Dengan seperti ini, tidak akan menyelesaikan masalah."Rilan terkekeh, dia menggenggam tangan Aurela dan menciumnya. "Apa yang membawamu kemari, apa kau merindukanku?"Aurela tersenyum penuh bahagia. Namun dokter itu dengan cepat menarik tangannya saat seorang bartender menatapnya tidak suka."Sedang apa kau di sini Aurela?" tanya seorang pria dengan setelan jaket hi
Pagi itu burung berkicau dengan sangat merdu, seakan ingin menghibur sang wanita yang tengah merasakan kesedihan. Arumi membuka mata saat belaian lembut menelusuri bagian pipi hingga rahangnya. Dia bahkan merasan kecupan lembut sang kekasih yang sudah lebih dulu membuka mata."Honey, wake up you don't want to hear those beautiful birds whistling? (Sayang, bangunlah kau tidak ingin mendengar burung-burung cantik itu bersiul?)" bisik Randika di samping telingah kekasihnya.Jemari kekar itu menelusuri garis punggung Arumi yang terlelap membelakangi, mambuat ia sedikit bergerak dan membalikan arah hingga menghadap Randika yang sudah terjaga. Perempuan itu tidur dengan mulut yang sedikit terbuka hingga menarik perhatian Randika.Pria itu mengigitnya pelan hingga Arumi melenguh merasa sakit, tapi masih tetap memejamkan mata. "Come on, wake up honey."Tubuh Arumi menegang saat tangan kanan Randika mulai men
"Lepaskan aku." Arumi mencoba memberontak dari Randika yang mencoba membuka baju tidurnya. "Hentikan atau aku akan menggigitmu."Bukannya berhenti, Randika malah tertawa membuat Arumi kembali melanjutkan pemberontakannya. Mata Arumi membulat tatkala Randika berhasil melepas atasan bajunya, seringai licik muncul di ujung bibir pria yang memiliki mata hitam pekat itu.Setelahnya, Randika mulai menyentuh bibirnya bermain di sana hingga perempuan berambut gelombang itu hampir saja kehabisan napas. Tidak ada tenaga untuk menyingkirkannya Arumi di ambang buaian, dia sulit untuk menolaknya."Bibirmu sangat manis," ucapnya di sela-sela ciumannya. Dan itu berakhir dengan Arumi yang menyerah pasrah dan lelah, tenaganya sudah habis terkuras karena memberontak tadi. Kini apapun yang akan di lakukan Randika padanya dia sudah tidak bisa melawan lagi.Ketika tubuh mereka saling berdempet, saling menyentuh menyalurk
Tok ... tok ... tok ..."Siapa?""Nona, ini aku Minora.""Masuklah.""Maaf Nona, Tuan muda menunggumu untuk sarapan bersama.""Katakan, aku akan bersiap setelah itu akan bergabung.""Baik Nona.""Ah ... tunggu Minora?""Ya Nona, apa ada yang bisa saya bantu."Arumi menggeleng. "Apa Randika sedang ada tamu? aku mendengar kau menyampaikan pesan untuknya tadi.""Benar Nona, Tuan Rilan sedang bersama Tuan muda.""Kak Rilan?""Sudah sekitar 1 jam Tuan Rilan tiba.""Apa yang mereka bahas?""Bagaimana aku bisa tahu Nona, mereka di dalam ruang kerja. Dan Nona tahu sendiri bukan. Tuan muda sangat sensitif dengan keberadaanku.""Kau bisa mengendap-endap, atau pura2 membawakan minuman.""Aku tidak berani Nona, pagi ini Tuan muda sudah memperingatiku agar tidak mendekat saat hal penting terjadi.""Maksudmu?""Tuan Muda mengira aku menguping kemesraan kalian."Arum
Sejak tadi Rilan bicara sewajarnya saja. Membuat Arumi bertanya-tanya, apakah mungkin karena dia masih marah padanya."Kak Rilan?" Arumi menelan ludah kasar sebelum melanjutkan. "Masih boleh kan aku memanggilmu seperti itu?"Rilan mengangguk pelan."Dia seperti itu lagi, hanya mengangguk dan menggeleng." batin Arumi kesal."Bisakah kita tidak bicara seperti ini? aku bertanya dan kau hanya mengangguk atau menggeleng, menjawab seperlunya saja. Keadaan seperti apa ini.""Shiitt kenapa aku segugup ini.""Jika kau ingin mengatakan sesuatu, katakanlah," ucap Arumi melipat kedua tangannya di dada, wajah kesalnya sungguh benar-benar dia tampilkan.Rilan terdiam, termenung memikirkan apa yang harus di katakannya. Tentu saja Rilan ingin meminta maaf dan memulai kembali hubungan mereka yang sempat renggang. Namun, saat melihat wajah Arumi semua piki
Setelah sejak tadi memasang wajah datar, akhiranya pria dengan manik hitam itu kini tersenyum. Dia mengusap kepala kekasihnya sebelum mengisi waffle masuk ke mulutnya."Matamu sembab, apa semua baik-baik saja?""Seperti yang kau lihat. Aku sangat legah semua sudah kembali normal."Randika tersenyum. "Sudah ku katakan tidak ada yang perlu kau khawatirkan.""Aku tidak bisa membayangkan bagaimana jadinya jika kak Rilan benar-benar mengabaikanku.""Nyatanya tidak bukan.""Terimah kasih sudah begitu mengerti.""Tuhan tahu aku melakukan hal yang benar.""Semoga tidak ada lagi perpisahan antara kita ataupun orang-orang yang berada di sekitar kita. Aku ingin memiliki mu, tanpa harus kehilangan orang-orang yang begitu dekat sekitarku.""Akan aku pastikan semua itu terwujud.""Aku menya
"Kenapa kau menggigitku!" ucapnya meringis kesakitan."Itu karena kau sudah membodohi ku selama ini.""Siapa yang sudah membodohi calon menantu kesayanganku?""Mom! Daddy!" teriak keduanya bersamaan."Siapa yang membodohimu."Tatapan Arumi beralih pada Randika. "Aku dan Randika sedang membahas tentang persiapan pernikahan Mom, kami hanya saling menggoda tadi.""Benarkah?""Tentu saja," ucap Arumi tersenyum manis."Kalau begitu sudah sampai mana persiapan kalian."Arumi terdiam, dia termenung memikirkan apa yang harus dikatakannya. Tentu saja Arumi tidak ingin calon mertuanya tahu tentang yang terjadi. Tetapi tidak ada kata lain, dia seperti sedang terperangkap di dalam rencananya sendiri.Melihat Kekasihnya yang sedang kebingungan, Randika bergegas mengendalikan keadaan. "Hamp