Pagi itu burung berkicau dengan sangat merdu, seakan ingin menghibur sang wanita yang tengah merasakan kesedihan. Arumi membuka mata saat belaian lembut menelusuri bagian pipi hingga rahangnya. Dia bahkan merasan kecupan lembut sang kekasih yang sudah lebih dulu membuka mata.
"Honey, wake up you don't want to hear those beautiful birds whistling? (Sayang, bangunlah kau tidak ingin mendengar burung-burung cantik itu bersiul?)" bisik Randika di samping telingah kekasihnya.
Jemari kekar itu menelusuri garis punggung Arumi yang terlelap membelakangi, mambuat ia sedikit bergerak dan membalikan arah hingga menghadap Randika yang sudah terjaga. Perempuan itu tidur dengan mulut yang sedikit terbuka hingga menarik perhatian Randika.
Pria itu mengigitnya pelan hingga Arumi melenguh merasa sakit, tapi masih tetap memejamkan mata. "Come on, wake up honey."
Tubuh Arumi menegang saat tangan kanan Randika mulai men
"Lepaskan aku." Arumi mencoba memberontak dari Randika yang mencoba membuka baju tidurnya. "Hentikan atau aku akan menggigitmu."Bukannya berhenti, Randika malah tertawa membuat Arumi kembali melanjutkan pemberontakannya. Mata Arumi membulat tatkala Randika berhasil melepas atasan bajunya, seringai licik muncul di ujung bibir pria yang memiliki mata hitam pekat itu.Setelahnya, Randika mulai menyentuh bibirnya bermain di sana hingga perempuan berambut gelombang itu hampir saja kehabisan napas. Tidak ada tenaga untuk menyingkirkannya Arumi di ambang buaian, dia sulit untuk menolaknya."Bibirmu sangat manis," ucapnya di sela-sela ciumannya. Dan itu berakhir dengan Arumi yang menyerah pasrah dan lelah, tenaganya sudah habis terkuras karena memberontak tadi. Kini apapun yang akan di lakukan Randika padanya dia sudah tidak bisa melawan lagi.Ketika tubuh mereka saling berdempet, saling menyentuh menyalurk
Tok ... tok ... tok ..."Siapa?""Nona, ini aku Minora.""Masuklah.""Maaf Nona, Tuan muda menunggumu untuk sarapan bersama.""Katakan, aku akan bersiap setelah itu akan bergabung.""Baik Nona.""Ah ... tunggu Minora?""Ya Nona, apa ada yang bisa saya bantu."Arumi menggeleng. "Apa Randika sedang ada tamu? aku mendengar kau menyampaikan pesan untuknya tadi.""Benar Nona, Tuan Rilan sedang bersama Tuan muda.""Kak Rilan?""Sudah sekitar 1 jam Tuan Rilan tiba.""Apa yang mereka bahas?""Bagaimana aku bisa tahu Nona, mereka di dalam ruang kerja. Dan Nona tahu sendiri bukan. Tuan muda sangat sensitif dengan keberadaanku.""Kau bisa mengendap-endap, atau pura2 membawakan minuman.""Aku tidak berani Nona, pagi ini Tuan muda sudah memperingatiku agar tidak mendekat saat hal penting terjadi.""Maksudmu?""Tuan Muda mengira aku menguping kemesraan kalian."Arum
Sejak tadi Rilan bicara sewajarnya saja. Membuat Arumi bertanya-tanya, apakah mungkin karena dia masih marah padanya."Kak Rilan?" Arumi menelan ludah kasar sebelum melanjutkan. "Masih boleh kan aku memanggilmu seperti itu?"Rilan mengangguk pelan."Dia seperti itu lagi, hanya mengangguk dan menggeleng." batin Arumi kesal."Bisakah kita tidak bicara seperti ini? aku bertanya dan kau hanya mengangguk atau menggeleng, menjawab seperlunya saja. Keadaan seperti apa ini.""Shiitt kenapa aku segugup ini.""Jika kau ingin mengatakan sesuatu, katakanlah," ucap Arumi melipat kedua tangannya di dada, wajah kesalnya sungguh benar-benar dia tampilkan.Rilan terdiam, termenung memikirkan apa yang harus di katakannya. Tentu saja Rilan ingin meminta maaf dan memulai kembali hubungan mereka yang sempat renggang. Namun, saat melihat wajah Arumi semua piki
Setelah sejak tadi memasang wajah datar, akhiranya pria dengan manik hitam itu kini tersenyum. Dia mengusap kepala kekasihnya sebelum mengisi waffle masuk ke mulutnya."Matamu sembab, apa semua baik-baik saja?""Seperti yang kau lihat. Aku sangat legah semua sudah kembali normal."Randika tersenyum. "Sudah ku katakan tidak ada yang perlu kau khawatirkan.""Aku tidak bisa membayangkan bagaimana jadinya jika kak Rilan benar-benar mengabaikanku.""Nyatanya tidak bukan.""Terimah kasih sudah begitu mengerti.""Tuhan tahu aku melakukan hal yang benar.""Semoga tidak ada lagi perpisahan antara kita ataupun orang-orang yang berada di sekitar kita. Aku ingin memiliki mu, tanpa harus kehilangan orang-orang yang begitu dekat sekitarku.""Akan aku pastikan semua itu terwujud.""Aku menya
"Kenapa kau menggigitku!" ucapnya meringis kesakitan."Itu karena kau sudah membodohi ku selama ini.""Siapa yang sudah membodohi calon menantu kesayanganku?""Mom! Daddy!" teriak keduanya bersamaan."Siapa yang membodohimu."Tatapan Arumi beralih pada Randika. "Aku dan Randika sedang membahas tentang persiapan pernikahan Mom, kami hanya saling menggoda tadi.""Benarkah?""Tentu saja," ucap Arumi tersenyum manis."Kalau begitu sudah sampai mana persiapan kalian."Arumi terdiam, dia termenung memikirkan apa yang harus dikatakannya. Tentu saja Arumi tidak ingin calon mertuanya tahu tentang yang terjadi. Tetapi tidak ada kata lain, dia seperti sedang terperangkap di dalam rencananya sendiri.Melihat Kekasihnya yang sedang kebingungan, Randika bergegas mengendalikan keadaan. "Hamp
Aurela melempar malas ponselnya, dia menggerutu sebelum masuk ke kamar mandi. Di bawah guyuran shower Aurela memejamkan mata merasakan kehadiran Rilan dalam imajinasinya. Bagaimana pria itu menyentuhnya, membelainya, bahkan dekapan yang di berikan Rilan membuat Aurela bergairah saat itu juga.Untuk saat ini Aurela berfikir bahwa Arumi adalah saingan terberatnya. Entahlah, mungkin karena wanita itu memiliki posisi penting di hati Rilan, dan dia adalah wanita pertama yang di sukai oleh Rilan.Aurela tidak ingin kehilangan Rilan, sampai kapanpun dirinya akan mengikat Rilan hanya bersamanya. Terlebih dia tidak ingin Rilan menyentuh wanita lain. Memikirkan-nya saja membuat Aurela gila. Apapun resiko-nya dokter hewan ini tidak akan menyerah. Dia harus mempertahankan Rilan untuk tetap menjadi miliknya."Shit .... Aku hampir gila karena pria itu.""Pria mana yang sudah membuatmu gila."M
"Maaf mengganggu," ucap Rilan dengan nada datar dan wajah datarnya.Arumi yang kaget dengan kedatangan Rilan segera merapikan diri dan menunduk malu."Dasar sinting, dia bahkan tidak bisa membedakan di mana tempat seharusnya melakukan hal seperti itu," gumam Rilan di dalam hati.Kenyataannya Rilan mengetahui Randika memang sering berhubungan dengan banyak wanita di luar sana sebelum bersama Arumi, dia bahkan tidak canggung melakukan hal seperti tadi di depan banyak orang termasuk di depan Rilan. Pria itu pun tidak peduli dengan kelakuan sahabat sekaligus majikannya itu. Namun, itu berlaku untuk wanita lain, tidak untuk Arumi.Arumi adalah wanita baik-baik yang harus di perlakukan dengan baik pula, dan ini bukan tentang rasa cemburu atau iri melihat kemesraan pasangan itu, tetapi Rilan hanya ingin Randika memperlakukan Arumi dengan sangat baik."Tuan mencariku?"
Arumi berdecak kesal, memijat pelipisnya yang terasa pening. pasalnya baru beberapa menit dia dia meninggakkan ruangan, Dua pria berkawan itu sudah menghilang saat seseoorang menghubungi. Tidak ada jawaban apapun dari Randika maupun Rilan. Mereka tidak mengangkat telponnya, tidak membalas semua pesannya."Kemana mereka sebenarnya?" Kembali dia menatap ketiga pelayannya yaitu Claudia, Grassy dan Minora."Apa kalian yakin tidak tahu kemana dua orang itu pergi? ini sudah hampir 1 jam dan tidak ada kabar apa pun dari mereka.""Pas manquer.""Lalu untuk apa kalian di rumah jika tidak tahu kemana perginya mereka!""Maafkan kami Nona, kami tidak tahu kemana Tuan muda dan Tuan Rilan pergi.""Sayang, tenanglah. Mungkin ada urusan mendadak yang harus mereka kerjakan.""Non, Mom. Aku yakin ada hal lain yang mereka sembunyikan dariku."
Randika mengerutkan keningnya melihat tingkah Arumi yang sedari tadi terus gelisah. "Nikmati sarapanmu dengan benar kenapa kau terus bergerak. Apa kursinya tidak nyaman.""Ti-tidak!""Lalu?"Randika mendorong pelan kursinya mendekat pada Arumi yang sepertinya tidak nyaman dengan dudukannya. "Ada apa Sayang? Apa tempat dudukmu tidak nyaman?""I-itu. Aku ...."Randika mengerutkan dahinya mencoba mengerti dengan ucapan istrinya. Sedangkan Amirta dan Jenny hanya tersenyum kecil melihat bagaimana Arumi malu-malu mengatakan akibat dari ulah anaknya. Untuk itu dia mengambil inisiatif untuk menyudahinya, agar Randika tidak terus bertanya dan membuat Arumi terus merasa malu."Sayang, istrimu hanya merasa tidak nyaman karena ulahmu semalam. Nukan begitu Sayang." Jenny menatap ke arah Arumi yang mulai tertunduk malu."Maksud mommy aku?" Randika menu
Fajar belum menunjukan dirinya, tetapi Randika sudah terjaga. Tatapannya terpaku pada wanita yang tidur di sampinganya. Punggung putih mulus Arumi membuat Randika tidak tahan untuk mengelusnya, yang kemudian membuat Arumi bergerak dengan mata yang masih terpejam."Sayang ...."Arumi terjaga, dia mengucak kedua matanya pelan agar penglihatannya tidak kabur. Perempuan yang baru saja melewatkan malam pertama bersama suaminya itu berusaha duduk. Namun, karena tubuh mungilnya tidak berbalutkan apapun, dia kembali ke posinya dengan kebih manikan selimutnya."Kau sudah bangun?" tanya Arumi saat mendapati pria yang baru saja resmi menjadi suaminya itu menatapnya dengan ternyum."Aku tidak bisa tidur jika keadaanmu seperti ini Sayang."Arumi mengerutkan kening, tidak mengerti dengan apa yang di bicarakan Randika. "Apa maksudmu dengan jeadaan sepert,i ini, Sayang. Memangnya apa yang terjad
"Kau sudah selesai membuka bajumu Sayang?"Randika keluar dari kaca pembatas antara bagian shower dan buthup dengan handuk yang melilit di pinggangnya, dada kekarnya membuat dia terlihat jantan dengan kulit yang basah.Cukup lama wanita itu mengagumi suaminya hingga tidak sadar pria itu kini sudah berdiri tetap di hadapannya. "Sayang?""Huh?"Randika tergelak melihat ekspresi istrinya yang malu-malu. "Berhenti merada malu, dan singkirkan tanganmu itu. Apa yang ingin kau tutupi, bukankah kita sudah sah."Arumi tidak bisa apa-apa, dia membiarkan Randika membersihkan dirinya, dan membuka sisa pakian dari tubuhnya. Sambil mandi, dia melihat bayangan Randika pada cermin besar yang sedang serius membersihkan bagian belakang tubuhnya. Tanpa sadar dia tersenyum dan bergumam. "Suami ku ternyata sangat tampan."Setelah selesai membersihkan tubuh, dan memakai handuk Ran
Meninggalkan keramaian pada Ballroom hotel, Randika dan Arumi memilih untuk lebih dulu beristirahat. Perempuan itu kelelahan karena lama berdansa bergantian dengan 3 pria. Randika, lalu Amirta, kemudian saudara laki-laki semata wayangnya, Mr Cool, Rilan Harrper. Dan Brian, dia sama sekali tidak memiliki kesempatan untuk berdansa dengan Arumi, karena sibuk menenangkan Aurela yang sedang merajuk.Randika menggendong Istri tercintanya ala-ala bridal. ( Biar kaya pengantin yang lain gengs 😆.)Arumi menyembunyikan kepalanya di dada Randika karena malu, beberapa orang yang berada di lobi memperhatikan keduanya karena Arumi yang masih memakai gaun pengantin."Sayang, turunkan aku. Banyak orang di sini.""Memangnya kenapa kalau banyak orang.""Aku malu," bisik Arumi."Tidak perlu malu, kita sudah sah.""Tetap saja, ini memalukan Randika." Arumi sedikit meront
Ballroom hotel di penuhi dengan orang-orang berdansa. Dan Evanya, dia hanya bisa menahan kesalnya melihat dari jauh bagaimana Randika begitu lembut memperlakukan Arumi. Adegan ciuman keduanya bahkan membuat perempuan berdarah Jepang itu merasa jijik hingga meninggalkan titik di mana dia dan Damian bersembunyi untuk memantau keadaan.Kalimat janji suci yang di ucapkan Randika bahkan masih terngiang-ngiang di telinganya. Bagaimana pria itu kini menjadi milik orang lain, mengucapkan janji dengan sempurnah tanpa ada keraguan. Sedangkan dia, kini harus hancur dengan pata hati yang luar biasa. Kehancurannya itu semakin menjadi saat Damian mengatakan semua rencana mereka untuk menghancurkan pernikahan Randika dan Arumi telah gagal.Semua ranjau yang mereka siapkan ternyata sudah di bersihkan tetapi Evanya dan Damian tidak sadar akan hal itu, Detik setelah Arumi memasuki gedung, seharusnya perempuan itu jatuh pingsan karena terkena gas beracun di da
Cantiknya Arumi membisukan dunia Randika, wanita itu muncul dengan begitu anggun. Gaun putih yang melekat pada tubuh rampingnya, membuat dia semakin terlihat cantik. Gaun yang di gunakan Arumi memang terlihat polos. Namun, sangat memukau. Bagian dadanya terlihat sedikit terbuka, tetapi itu yang membuat Arumi terlihat mempesona karena terdapat beberapa swaroski yang menempel di bagian itu.Arumi datang di temani Daddy Amirtha sebagai pendampingnya. Mereka mendekat dan Daddy Amirta menyetahkan Arumi kepada Randika. Hal pertama yang di lakukan wanita itu adalahpp menatap manik Randika yang seperti kebingungan, lalu menggenggam jemarinya erat, agar pria yang memiliki manik mata hitam itu bisa meredahkan ketegangannya.Randika mulai tersadar ketika terdengar seseorang memberikan pertanyaan. "Apa kalian siap?"Keduanya pun menjawab secara bersamaan. "Ya, kami siap.""Baiklah! ... Randika Garrett, ête
Malam itu berakhir begitu kelam untuk Aurela dan Rilan. Gelapnya malam menemani kekecewaan Keduanya dengan angin dingin yang berhembus halus masuk ke dalam sela-sela jendela. Aurela menaikan selimutnya menghirup dalam-dalam aroma tubuh Rilan yang melekat di sana. Membayangkan jika sekarang dia sedang berada di pelukan pria itu, menghabiskan malam bersama hingga matahari terbit."I really miss you, my cold man." Dokter hewan itu menarik dalam-dalam napasnya, lalu membuangnya dengan pelan. "Aku tidak ingin hubungan kita kembali seperti dulu lagi. Please, mengertilah. Aku hanya takut kau melupakanku."Sedang di sisi lain, Rilan tengah gelisah dalam tidurnya, membalikan badan ke kiri lalu ke kanan. Sesekali, dia akan mendesah kemudian duduk lalu kembali mencoba menutup mata lagi. Namun, sekuat apapun usaha nya untuk bisa tertidur, tetap tidak bisa. Pikirannya melayang memikirkan permintaan Aurela untuk menjauhi Arumi.
"Apa kau sudah makan?"Aurela menengada, menggeleng menatap kekasihnya dengan wajah cemberut. "Bisakah kau tidak terlalu lama bekerja, aku tidak bisa terus menunggumu seperti ini, itu membosankan.""Maaf," ujar Rilan lalu mencium pada puncak kepala kekasihnya."Kau tidak ingin berhenti bekerja pada Randika?""Aku tidak bisa," jawab Rilan."Karena Arumi?"Rilan hanya diam, tidak ada satu katapun yang ia keluarkan saat mendengar ucapan Aurela."Jawablah!"Pria bermata elang itu mengeles dagu wanita di depannya. "Kau sangat tahu untuk apa aku tetap berada di dekat Randika, Aurela.""Aku tahu, karena ingin tetap menjaga Arumi.""Jadi untuk apa aku harus menjawab jika kau tahu alasannya.""Randika, bisa menjaganya, dia kekasih yang sebentar lagi akan menjadi su
"Berapa tamu yang akan hadir Tuan?""Entahlah, aku lupa. Bukankah semua undangan kau yang sebarkan?""Semua undangan di atur oleh Nyonya Jenny, Tuan.""Begitukah.""Oui monsieur."Randika mengangguk-ngangguk, dia duduk di salah satu kursi tamu yang di sediakan. "Aku sangat gelisah.""Evanya?""Aku takut Arumi akan tahu jika wanita itu masih berkeliaran, entah apa yang harus aku katakan padanya jika Evanya tiba-tiba muncul besok.""Apa aku perlu melakukan sesuatu padanya?""Jangan! Biarkan saja. Bukankah dia hanya ingin mengatakan selamat tinggal. Jika kita mengusiknya sekarang, dia akan kabur dan bersembunyi lagi.""Tapi Tuan, dia bersama Damian. Apa kau tidak takut jika mereka melukai Arumi atau menghancurkan acara pernikahanmu?""Itu bagianmu."&n