"Apa yang kalian lakukan." ucap Grassy saat mendapati kedua pria tampan yang sedang berpelukan di hadapannya.
"Diam kau, katakan ada apa kau mandatangi kamarku."
"Nona Arumi tidak berada di kamarnya Tuan."
"Apa maksudmu tidak ada di kamarnya."
"Ini sudah jam makan siang, aku pikir karena Nona tidak sarapan aku berniat membawakan makan siang untuknya, tapi saat membuka pintu aku tidak menemukan Nona di mana-mana. "
Randika terlihat panik begitupun dengan Rilan. Kedua pria tampan itu berjalan tergesah-gesah menuju kamar Arumi untuk memastikan. Sambil berjalan Randika memberikan beberapa pertanyaan yang langsung di jawab oleh Grassy.
"Apa kau sudah mencarinya ke kamar mandi?"
"Sudah Tuan, tapi Nona tidak ada."
"Apa Claudia ada."
"Nona Clau sedang mengunjungi Toronto.."
"What? untuk apa dia ke sana."
"Nyona Jenny menyuruhnya untuk menjengguk sahabat lamanya yang sedang sakit Tuan."
Randika dan Rilan term
Menikmati angin pantai yang sangat menyejukan dari atas bukit De La Reine adalah keputusan yang tepat. Di tempat ini Arumi sering menghabiskan waktu untuk mengeluarkan segala keluh kesahnya.Bedanya hari ini dia datang masih terlalu siang, matahari masih sedang terik-teriknya hingga membuat mata Arumi sesekali harus memejamkan mata karena panasnya terik matahari yang menembus kulitnya. Wanita berambut cokelat itu bahkan tidak menyadari seseorang telah mendekatinya."Kenapa dia melakukannya?"Wanita bermanik cokelat itu kembali memejamkan mata hanyut dengan perasaan yang sedang kacau. Dia kembali membuka mata dan terkejut saat tangan seorang menyentuhnya."Hei! Siapa ka--- Aaaaaa."Bugh.Wanita itu dengan kuat mendorongnya dari atas bukit hingga terpental dan menabrak sebuah mobil soprt hitam yang melintas dengan kecepatan tinggi."Oh Mon Dieu! Ai-je frappé quelqu'un?
"Oh astaga kau membuatku kesal Brian. Kenapa ponselmu tidak bisa di hubungi." "Ada apa?" "Brian, dia tiba-tiba tidak bisa di hubungi." "Mungkin dia sedang dalam perjalanan." "Entahlah." Randika dan Rilan pun bergegas ke Apartemen Circa Condos untuk memeriksa apakah Arumi kembali ke san atau tidak. Beberapa kali Randika dan Rilan bergantian menekan bel tapi sama sekali tidak ada tanda-tanda wanita itu berada di sana. "Sepertinya dia tidak ke sini." "Tidak mungkin, ini satu-satunya tempat pelariannya, jika tidak di sini lalu kemana dia?" "Apa kita berpencar saja?" Sesaat dalam keadaan sedang memikirkan di mana lagi tempat yang akan Arumi datangi, ponsel Rilan berdering. "Hallo Brian, ke mana saja kau. Aku menghubungimu dari tadi." 'Rilan, katakan pada Randika tolong aktifkan telepon genggamnya.' Rilan menoleh sebentar pada Randika. "Apa ponselmu tidak aktif? Brian menyuruhmu untuk mengaktif
Jam sudah menunjuk-kan pukul 6 sore saat Arumi terbangun, ternyata dia sadar lebih awal dari waktu yang di perkirakan Aurela. Arumi membuka matanya perlahan, silaunya lampu membuat dia merasa masih hidup.Wanita bermanik cokelat itu mengedarkan pandangan melihat sekeliling yang tampak asing baginya, ruangan dengan perpaduan warna putih dan biru, dekorasi ini mirip sekali dengan sebuah ruang VIP rumah sakit.Jantung Arumi berdetak kencang karena merasa kakinya seperti tidak bisa di gerakan, dia juga merasakan sakit yang teramat pada sekujur tubuhnya. Arumi terus mendengus kesakitan Hingga suara seseorang membuka pintu terdengar olehnya. Dia berusaha bangun untuk melihat siapa yang masuk. Namun, pusing kepalanya membuat dia kembali bersandar pada bantal.Aurela, nama wanita yang selalu memakai jubah putih itu sengaja masuk untuk melihat keadaannya. "Maaf apa aku mengganggu tidurmu?""Apa aku di rumah sakit?""Non, ini klinik ku. Brian membawamu padak
Brian keluar setelah menyelimuti Arumi, dia tidak berkata apa-apa setelah kepergian kedua pria itu, hingga akhirnya dia lelah memandang jendela besar itu dan kembali tertidur."Apa yang kalian bicarakan di dalam sana?"Brian menggelang."Apa dia tidak mengatakan apapun?"Brian masih menggelang dan itu membuat Rilan kesal."Brian!!"Brian tertawa, sudah cukup lama menjalin hubungan dengan wanita, dan banyak hal yang sudah dia lalui. Namun, kali ini adalah keadaan yang sangat membingungkan. Saat Brian hendak berucap Rilan menyela. "Katakan kenapa sampai kau menabraknya.""Dimana Randika?""Dia sedang menenangkan diri.""Bersama Evanya?""I do not know."Brian tersenyum. "Pria bodoh itu benar-benar tidak tahu apa-apa.""Katakan Brian, jangan berbelit-belit.""Okey ... okey .... tapi Randika harus mengetahuinya.""Aurela sudah mengatakan kau pelakunya Brian."Kini Brian beralih menat
Evanya kembali ke apartemennya dengan wajah gusar dan kesal, hatinya menjadi tidak tenang saat aksinya di bukit De La Reine harus melibatkan Brian. Seharusnya dia lebih berhati-hati, jika Brian melihatnya saat melarikan diri tadi, pria itu akan segera melaporkannya kepada Randika. Terlebih dia akan mendekam di penjara."Shitt," teriak Evanya sambil mengacak rambutnya frustasi. "Apa Brian melihatku tadi? apa pria gemuk itu memberitahu orang-orang kalau aku yang mendorongnya?"Pikiran Evanya menjadi kemana-mana, khawatir jika dirinya tertangkap maka semua rencana yang sudah setengah jalan ini akan ketahuan. Dan dia akan gagal menjadi seorang Pianis terkenal, bahkan dia tidak akan bisa memiliki Randika.Sebenarnya dia sudah mengerti betul dengan keadaan, Randika memiliki prinsip yang kuat. Sekali dia membenci maka selamanya akan seperti itu. Namun, melihat bagaimana Randika begitu mencintai Arumi, hatinya seakan tidak rela dan ingin memiliki cinta Randika kembali.
Mustang hitam itu memasuki Area yang sudah tidak asing baginya, wajah datar yang terasa begitu dingin membawa hawa yang tidak baik untuk sekitarnya. Randika melangkah cepat dan sampai pada sebuah kamar Apartemen milik wanita yang dulu pernah sangat dia cintai.Suara bel yang berbunyi kencang mengalihkan seorang wanita yang tengah memuji diri. Dia berjalan dengan senyuman menuju pintu tanpa merasa curiga seseorang telah menunggunya dengan penuh kebencian di luar sana.Dan saat suara pintu terbuka."Hai, kau da-- akh ...."Tanpa bicara Randika mendorong Evanya masuk hingga tubuhnya terbentur tembok dengan sangat keras. Pria bermanik hitam itu mencekik leher Evanya hingga dia memekik tak bernapas."Kau melewati batasanmu Evanya Mastaw.""Akh ... A-p-a yang kau ... akh." jeritan Evanya semakin kerasa saat jemari kekar pria itu menahan lehernya lebih kuat.
Jenny menggelengkan kepalanya menatap wanita yang berdiri di depannya, baju yang menempel pada tubuhnya sangat jelas memperlihatkan dia berasal dari mana. Emy, dia adalah ibu dari Evanya. Sesuai namanya dia tampak sangat cantik, tubuhnya yang ramping membuat wanita itu terlihat seksi. Jenny tidak bisa melihat wajah Emy dengan jelas karena wanita itu terus saja meliuk liuk di depannya seperti seekor ular. Sesekali dia akan berdiri dengan punggung yang menempel pada pintu lalu berbalik dan berjalan seperti model di depan Jenny hingga wanita itu merasa pusing. "Bisakah kau berhenti, kau membuatku pusing." "Aku?" "Yah, kau!" Emy tertawa keras, membuat Jenny yang duduk di depannya bisa mencium bau alkohol dari dalam mulutnya. "Kau tidak tahu siapa aku?" "Tidak!" "Baiklah." Dia mengulurkan tangan jenjangnya. "Emy, aku pemilik tempat ini. Kau bisa memanggilku Madam Emy." "Kau mabuk?" "No, aku hanya sedikit menegu
Mendengar Jenny berucap, Evanya langsung memalingkan wajah. Wanita berambut pirang itu menyembunyikan wajahnya di balik pelukan Emy, yang mana membuat Jenny semakin geram hingga mencengkeram dagu Evanya dan memaksa pemilik rambut pirang itu untuk menatapnya."Lihat! lihat video ini, kau akan hancur seperti mobil itu jika kau terus menyangkalnya Nona Evanya Mastaw."Evanya menangis keras, dia menghempaskan tangan Jenny dengan sangat kuat."Tidak! Aku tidak melakukan-nya. Tidak! tidak!""Pada kenyataannya seperti itu Evanya, seberapa kuat kau menyangkalnya kenyataan tidak akan pernah berubah." Jenny kembali mencengkeram tangan Evanya menariknya dengan kuat hingga menjauh dari Emy."Dan yah, aku bisa membayar siapa pun untuk menghancurkan kalian. Ingat, kau yang telah mengangkat bendera perang denganku. Kau dan keluargamu akan merasakan akibat dari penyangkalan ini. Aku bersumpah kau akan me dapatkan penderitaan dari perbuatanmu."Jenny melepas
Randika mengerutkan keningnya melihat tingkah Arumi yang sedari tadi terus gelisah. "Nikmati sarapanmu dengan benar kenapa kau terus bergerak. Apa kursinya tidak nyaman.""Ti-tidak!""Lalu?"Randika mendorong pelan kursinya mendekat pada Arumi yang sepertinya tidak nyaman dengan dudukannya. "Ada apa Sayang? Apa tempat dudukmu tidak nyaman?""I-itu. Aku ...."Randika mengerutkan dahinya mencoba mengerti dengan ucapan istrinya. Sedangkan Amirta dan Jenny hanya tersenyum kecil melihat bagaimana Arumi malu-malu mengatakan akibat dari ulah anaknya. Untuk itu dia mengambil inisiatif untuk menyudahinya, agar Randika tidak terus bertanya dan membuat Arumi terus merasa malu."Sayang, istrimu hanya merasa tidak nyaman karena ulahmu semalam. Nukan begitu Sayang." Jenny menatap ke arah Arumi yang mulai tertunduk malu."Maksud mommy aku?" Randika menu
Fajar belum menunjukan dirinya, tetapi Randika sudah terjaga. Tatapannya terpaku pada wanita yang tidur di sampinganya. Punggung putih mulus Arumi membuat Randika tidak tahan untuk mengelusnya, yang kemudian membuat Arumi bergerak dengan mata yang masih terpejam."Sayang ...."Arumi terjaga, dia mengucak kedua matanya pelan agar penglihatannya tidak kabur. Perempuan yang baru saja melewatkan malam pertama bersama suaminya itu berusaha duduk. Namun, karena tubuh mungilnya tidak berbalutkan apapun, dia kembali ke posinya dengan kebih manikan selimutnya."Kau sudah bangun?" tanya Arumi saat mendapati pria yang baru saja resmi menjadi suaminya itu menatapnya dengan ternyum."Aku tidak bisa tidur jika keadaanmu seperti ini Sayang."Arumi mengerutkan kening, tidak mengerti dengan apa yang di bicarakan Randika. "Apa maksudmu dengan jeadaan sepert,i ini, Sayang. Memangnya apa yang terjad
"Kau sudah selesai membuka bajumu Sayang?"Randika keluar dari kaca pembatas antara bagian shower dan buthup dengan handuk yang melilit di pinggangnya, dada kekarnya membuat dia terlihat jantan dengan kulit yang basah.Cukup lama wanita itu mengagumi suaminya hingga tidak sadar pria itu kini sudah berdiri tetap di hadapannya. "Sayang?""Huh?"Randika tergelak melihat ekspresi istrinya yang malu-malu. "Berhenti merada malu, dan singkirkan tanganmu itu. Apa yang ingin kau tutupi, bukankah kita sudah sah."Arumi tidak bisa apa-apa, dia membiarkan Randika membersihkan dirinya, dan membuka sisa pakian dari tubuhnya. Sambil mandi, dia melihat bayangan Randika pada cermin besar yang sedang serius membersihkan bagian belakang tubuhnya. Tanpa sadar dia tersenyum dan bergumam. "Suami ku ternyata sangat tampan."Setelah selesai membersihkan tubuh, dan memakai handuk Ran
Meninggalkan keramaian pada Ballroom hotel, Randika dan Arumi memilih untuk lebih dulu beristirahat. Perempuan itu kelelahan karena lama berdansa bergantian dengan 3 pria. Randika, lalu Amirta, kemudian saudara laki-laki semata wayangnya, Mr Cool, Rilan Harrper. Dan Brian, dia sama sekali tidak memiliki kesempatan untuk berdansa dengan Arumi, karena sibuk menenangkan Aurela yang sedang merajuk.Randika menggendong Istri tercintanya ala-ala bridal. ( Biar kaya pengantin yang lain gengs 😆.)Arumi menyembunyikan kepalanya di dada Randika karena malu, beberapa orang yang berada di lobi memperhatikan keduanya karena Arumi yang masih memakai gaun pengantin."Sayang, turunkan aku. Banyak orang di sini.""Memangnya kenapa kalau banyak orang.""Aku malu," bisik Arumi."Tidak perlu malu, kita sudah sah.""Tetap saja, ini memalukan Randika." Arumi sedikit meront
Ballroom hotel di penuhi dengan orang-orang berdansa. Dan Evanya, dia hanya bisa menahan kesalnya melihat dari jauh bagaimana Randika begitu lembut memperlakukan Arumi. Adegan ciuman keduanya bahkan membuat perempuan berdarah Jepang itu merasa jijik hingga meninggalkan titik di mana dia dan Damian bersembunyi untuk memantau keadaan.Kalimat janji suci yang di ucapkan Randika bahkan masih terngiang-ngiang di telinganya. Bagaimana pria itu kini menjadi milik orang lain, mengucapkan janji dengan sempurnah tanpa ada keraguan. Sedangkan dia, kini harus hancur dengan pata hati yang luar biasa. Kehancurannya itu semakin menjadi saat Damian mengatakan semua rencana mereka untuk menghancurkan pernikahan Randika dan Arumi telah gagal.Semua ranjau yang mereka siapkan ternyata sudah di bersihkan tetapi Evanya dan Damian tidak sadar akan hal itu, Detik setelah Arumi memasuki gedung, seharusnya perempuan itu jatuh pingsan karena terkena gas beracun di da
Cantiknya Arumi membisukan dunia Randika, wanita itu muncul dengan begitu anggun. Gaun putih yang melekat pada tubuh rampingnya, membuat dia semakin terlihat cantik. Gaun yang di gunakan Arumi memang terlihat polos. Namun, sangat memukau. Bagian dadanya terlihat sedikit terbuka, tetapi itu yang membuat Arumi terlihat mempesona karena terdapat beberapa swaroski yang menempel di bagian itu.Arumi datang di temani Daddy Amirtha sebagai pendampingnya. Mereka mendekat dan Daddy Amirta menyetahkan Arumi kepada Randika. Hal pertama yang di lakukan wanita itu adalahpp menatap manik Randika yang seperti kebingungan, lalu menggenggam jemarinya erat, agar pria yang memiliki manik mata hitam itu bisa meredahkan ketegangannya.Randika mulai tersadar ketika terdengar seseorang memberikan pertanyaan. "Apa kalian siap?"Keduanya pun menjawab secara bersamaan. "Ya, kami siap.""Baiklah! ... Randika Garrett, ête
Malam itu berakhir begitu kelam untuk Aurela dan Rilan. Gelapnya malam menemani kekecewaan Keduanya dengan angin dingin yang berhembus halus masuk ke dalam sela-sela jendela. Aurela menaikan selimutnya menghirup dalam-dalam aroma tubuh Rilan yang melekat di sana. Membayangkan jika sekarang dia sedang berada di pelukan pria itu, menghabiskan malam bersama hingga matahari terbit."I really miss you, my cold man." Dokter hewan itu menarik dalam-dalam napasnya, lalu membuangnya dengan pelan. "Aku tidak ingin hubungan kita kembali seperti dulu lagi. Please, mengertilah. Aku hanya takut kau melupakanku."Sedang di sisi lain, Rilan tengah gelisah dalam tidurnya, membalikan badan ke kiri lalu ke kanan. Sesekali, dia akan mendesah kemudian duduk lalu kembali mencoba menutup mata lagi. Namun, sekuat apapun usaha nya untuk bisa tertidur, tetap tidak bisa. Pikirannya melayang memikirkan permintaan Aurela untuk menjauhi Arumi.
"Apa kau sudah makan?"Aurela menengada, menggeleng menatap kekasihnya dengan wajah cemberut. "Bisakah kau tidak terlalu lama bekerja, aku tidak bisa terus menunggumu seperti ini, itu membosankan.""Maaf," ujar Rilan lalu mencium pada puncak kepala kekasihnya."Kau tidak ingin berhenti bekerja pada Randika?""Aku tidak bisa," jawab Rilan."Karena Arumi?"Rilan hanya diam, tidak ada satu katapun yang ia keluarkan saat mendengar ucapan Aurela."Jawablah!"Pria bermata elang itu mengeles dagu wanita di depannya. "Kau sangat tahu untuk apa aku tetap berada di dekat Randika, Aurela.""Aku tahu, karena ingin tetap menjaga Arumi.""Jadi untuk apa aku harus menjawab jika kau tahu alasannya.""Randika, bisa menjaganya, dia kekasih yang sebentar lagi akan menjadi su
"Berapa tamu yang akan hadir Tuan?""Entahlah, aku lupa. Bukankah semua undangan kau yang sebarkan?""Semua undangan di atur oleh Nyonya Jenny, Tuan.""Begitukah.""Oui monsieur."Randika mengangguk-ngangguk, dia duduk di salah satu kursi tamu yang di sediakan. "Aku sangat gelisah.""Evanya?""Aku takut Arumi akan tahu jika wanita itu masih berkeliaran, entah apa yang harus aku katakan padanya jika Evanya tiba-tiba muncul besok.""Apa aku perlu melakukan sesuatu padanya?""Jangan! Biarkan saja. Bukankah dia hanya ingin mengatakan selamat tinggal. Jika kita mengusiknya sekarang, dia akan kabur dan bersembunyi lagi.""Tapi Tuan, dia bersama Damian. Apa kau tidak takut jika mereka melukai Arumi atau menghancurkan acara pernikahanmu?""Itu bagianmu."&n