"Di mana kau."
"Aku ... di Apartemen."
"Kau berbohong! katakan di mana kau."
"Aku sedang di Apartemen, memangnya ada apa?"
"Seseorang mengatakan melihat mu di sekitar Mansion milik Randika, apa yang kau lakukan di sana?"
Evanya berdecak. "Kau menyewa orang untuk membuntutiku?"
Brian mejamkan mata sejenak, menetralkan emosinya yang sebentar lagi akan meluap. Berbicara dengan wanita berambut pirang itu membutuhkan kesabaran. "Katakan, apa yang kau lakukan di sekitar Mansion."
"Kau Sangat ingin tahu Tampan."
"Evanya!!"
"Okey ... okey .... Aku mengunjungi Randika, kau tahu kan dia sedang terluka."
"Untuk apa kau kesana. Arumi bisa melihatmu dan itu akan memperburuk hubungan mereka."
"Nyatanya Randika mau menemuiku."
"What?"
"Apa yang di pikirkan pria bodoh itu, apa dia akan membiarkan Arumi melihat kedekatannya dengan Evanya?
"Hallo Brian, Brian apa kau masih di sana?" Evanya mengerutkan da
Ekspresi Rilan tidak seperti yang Randika bayangkan, pria bermanik cokelat itu tetap tenang tanpa ada rasa penasaran di raut wajahnya."Ada apa, kau terlihat biasa saja. apa kau sudah tahu apa yang akan aku ceritakan?""Obati dulu tanganmu."Rilan melakukannya dengan tenang. Kali ini dia sungguh berperan sebagai sahabatnya dekatnya."Apa yang kau ketahui.""Semuanya.""Clarisa memberi tahumu?""Tidak, Jenny bilang kau membutuhkan seseorang sebagai pelindungmu. Dia ingin aku mengawasimu agar kau tidak terpedaya oleh rayuan Evanya. Dan aku membayar seorang informan, dia cukup ahli dalam mencari informasih, meski sedikit tempramental.""Mom? apa yang dia katakan padamu?""Dia mengatakan kalau dia yang telah menghancurkan karier Evanya, dia juga membayar beberapa orang untuk mengusik keluarganya."Randika menyeringai, "Dia mengakui kesalahannya dengan baik, tanpa berfikir akan akibat yang akan aku tanggung.""D
"Apa yang kalian lakukan." ucap Grassy saat mendapati kedua pria tampan yang sedang berpelukan di hadapannya."Diam kau, katakan ada apa kau mandatangi kamarku.""Nona Arumi tidak berada di kamarnya Tuan.""Apa maksudmu tidak ada di kamarnya.""Ini sudah jam makan siang, aku pikir karena Nona tidak sarapan aku berniat membawakan makan siang untuknya, tapi saat membuka pintu aku tidak menemukan Nona di mana-mana. "Randika terlihat panik begitupun dengan Rilan. Kedua pria tampan itu berjalan tergesah-gesah menuju kamar Arumi untuk memastikan. Sambil berjalan Randika memberikan beberapa pertanyaan yang langsung di jawab oleh Grassy."Apa kau sudah mencarinya ke kamar mandi?""Sudah Tuan, tapi Nona tidak ada.""Apa Claudia ada.""Nona Clau sedang mengunjungi Toronto..""What? untuk apa dia ke sana.""Nyona Jenny menyuruhnya untuk menjengguk sahabat lamanya yang sedang sakit Tuan."Randika dan Rilan term
Menikmati angin pantai yang sangat menyejukan dari atas bukit De La Reine adalah keputusan yang tepat. Di tempat ini Arumi sering menghabiskan waktu untuk mengeluarkan segala keluh kesahnya.Bedanya hari ini dia datang masih terlalu siang, matahari masih sedang terik-teriknya hingga membuat mata Arumi sesekali harus memejamkan mata karena panasnya terik matahari yang menembus kulitnya. Wanita berambut cokelat itu bahkan tidak menyadari seseorang telah mendekatinya."Kenapa dia melakukannya?"Wanita bermanik cokelat itu kembali memejamkan mata hanyut dengan perasaan yang sedang kacau. Dia kembali membuka mata dan terkejut saat tangan seorang menyentuhnya."Hei! Siapa ka--- Aaaaaa."Bugh.Wanita itu dengan kuat mendorongnya dari atas bukit hingga terpental dan menabrak sebuah mobil soprt hitam yang melintas dengan kecepatan tinggi."Oh Mon Dieu! Ai-je frappé quelqu'un?
"Oh astaga kau membuatku kesal Brian. Kenapa ponselmu tidak bisa di hubungi." "Ada apa?" "Brian, dia tiba-tiba tidak bisa di hubungi." "Mungkin dia sedang dalam perjalanan." "Entahlah." Randika dan Rilan pun bergegas ke Apartemen Circa Condos untuk memeriksa apakah Arumi kembali ke san atau tidak. Beberapa kali Randika dan Rilan bergantian menekan bel tapi sama sekali tidak ada tanda-tanda wanita itu berada di sana. "Sepertinya dia tidak ke sini." "Tidak mungkin, ini satu-satunya tempat pelariannya, jika tidak di sini lalu kemana dia?" "Apa kita berpencar saja?" Sesaat dalam keadaan sedang memikirkan di mana lagi tempat yang akan Arumi datangi, ponsel Rilan berdering. "Hallo Brian, ke mana saja kau. Aku menghubungimu dari tadi." 'Rilan, katakan pada Randika tolong aktifkan telepon genggamnya.' Rilan menoleh sebentar pada Randika. "Apa ponselmu tidak aktif? Brian menyuruhmu untuk mengaktif
Jam sudah menunjuk-kan pukul 6 sore saat Arumi terbangun, ternyata dia sadar lebih awal dari waktu yang di perkirakan Aurela. Arumi membuka matanya perlahan, silaunya lampu membuat dia merasa masih hidup.Wanita bermanik cokelat itu mengedarkan pandangan melihat sekeliling yang tampak asing baginya, ruangan dengan perpaduan warna putih dan biru, dekorasi ini mirip sekali dengan sebuah ruang VIP rumah sakit.Jantung Arumi berdetak kencang karena merasa kakinya seperti tidak bisa di gerakan, dia juga merasakan sakit yang teramat pada sekujur tubuhnya. Arumi terus mendengus kesakitan Hingga suara seseorang membuka pintu terdengar olehnya. Dia berusaha bangun untuk melihat siapa yang masuk. Namun, pusing kepalanya membuat dia kembali bersandar pada bantal.Aurela, nama wanita yang selalu memakai jubah putih itu sengaja masuk untuk melihat keadaannya. "Maaf apa aku mengganggu tidurmu?""Apa aku di rumah sakit?""Non, ini klinik ku. Brian membawamu padak
Brian keluar setelah menyelimuti Arumi, dia tidak berkata apa-apa setelah kepergian kedua pria itu, hingga akhirnya dia lelah memandang jendela besar itu dan kembali tertidur."Apa yang kalian bicarakan di dalam sana?"Brian menggelang."Apa dia tidak mengatakan apapun?"Brian masih menggelang dan itu membuat Rilan kesal."Brian!!"Brian tertawa, sudah cukup lama menjalin hubungan dengan wanita, dan banyak hal yang sudah dia lalui. Namun, kali ini adalah keadaan yang sangat membingungkan. Saat Brian hendak berucap Rilan menyela. "Katakan kenapa sampai kau menabraknya.""Dimana Randika?""Dia sedang menenangkan diri.""Bersama Evanya?""I do not know."Brian tersenyum. "Pria bodoh itu benar-benar tidak tahu apa-apa.""Katakan Brian, jangan berbelit-belit.""Okey ... okey .... tapi Randika harus mengetahuinya.""Aurela sudah mengatakan kau pelakunya Brian."Kini Brian beralih menat
Evanya kembali ke apartemennya dengan wajah gusar dan kesal, hatinya menjadi tidak tenang saat aksinya di bukit De La Reine harus melibatkan Brian. Seharusnya dia lebih berhati-hati, jika Brian melihatnya saat melarikan diri tadi, pria itu akan segera melaporkannya kepada Randika. Terlebih dia akan mendekam di penjara."Shitt," teriak Evanya sambil mengacak rambutnya frustasi. "Apa Brian melihatku tadi? apa pria gemuk itu memberitahu orang-orang kalau aku yang mendorongnya?"Pikiran Evanya menjadi kemana-mana, khawatir jika dirinya tertangkap maka semua rencana yang sudah setengah jalan ini akan ketahuan. Dan dia akan gagal menjadi seorang Pianis terkenal, bahkan dia tidak akan bisa memiliki Randika.Sebenarnya dia sudah mengerti betul dengan keadaan, Randika memiliki prinsip yang kuat. Sekali dia membenci maka selamanya akan seperti itu. Namun, melihat bagaimana Randika begitu mencintai Arumi, hatinya seakan tidak rela dan ingin memiliki cinta Randika kembali.
Mustang hitam itu memasuki Area yang sudah tidak asing baginya, wajah datar yang terasa begitu dingin membawa hawa yang tidak baik untuk sekitarnya. Randika melangkah cepat dan sampai pada sebuah kamar Apartemen milik wanita yang dulu pernah sangat dia cintai.Suara bel yang berbunyi kencang mengalihkan seorang wanita yang tengah memuji diri. Dia berjalan dengan senyuman menuju pintu tanpa merasa curiga seseorang telah menunggunya dengan penuh kebencian di luar sana.Dan saat suara pintu terbuka."Hai, kau da-- akh ...."Tanpa bicara Randika mendorong Evanya masuk hingga tubuhnya terbentur tembok dengan sangat keras. Pria bermanik hitam itu mencekik leher Evanya hingga dia memekik tak bernapas."Kau melewati batasanmu Evanya Mastaw.""Akh ... A-p-a yang kau ... akh." jeritan Evanya semakin kerasa saat jemari kekar pria itu menahan lehernya lebih kuat.