"Selamat datang Tuan." Para pelayan membuka pintu mempersilahkan untuk masuk. Begitu pintu terbuka suara musik keras menghantam pendengar mereka. Para pria dan wanita terlihat meliuk-liuk mengikuti irama dan sebagian lainnya sedang asyik berkerumun sambil menikmati alkohol.
"Randika Garret, apa kabarmu," ucap seorang Pria kekar dengan setelan jas abu-abu mendekat meninju tepat pada dada pria yang memiliki nama itu.
"Nigel, itu benar kau?" ujarnya membalas tepukan keras pada bahu teman lamanya itu.
"Wow, siapa ini. Rilan Harper. Kau masih setiap di samping pria mesum ini?"
"Tentu saja. Dia Majikan terbaik ku."
"Dan siapa gadis manis ini." Nigel mengulurkan tangan hendak menyalami namun Randika dengan cepat menepisnya.
"Jangan pernah menyentuhnya."
"Sial, kau ingin menyimpan barang yang indah ini sendiri?"
"Jangan menyentuhnya atau kau akan terbunuh?" bisik menarik mundur nigel untuk sedikit menjaga jarak.
"Memangnya siapa
Bonjour gays ....Aku kembali. Mari kita lanjutkan ketegangan ini 😄. Ramaikan kolom komentarnya like serta beri vote dan hadia kalian jika berkenang. Selamat membaca.••••Suara heels menggema di seluruh ruangan tepat saat musik terhenti. Evanya muncul dengan seyum mengembang pada bibir merahnya. Wanita dengan rambut pirang itu melangkah bagaikan slow mation membuat beberapa pria terpanah. Dia menghampiri Pria bermanik hitam itu dengan ekspresi penuh gairah. Ini pertama kalinya dia muncul di depan Randika setelah empat tahun meninggalkannya. "Bonjour, Tampan."Pria itu menatap datar. Dia menelan ludah saat wanita bergaun merah dengan belahan dada terbuka itu mendekat lalu mendesah di depannya. Begitu pula dengan gadis yang berdiri di sampingnya. Mata Arumi tak berkediap saat melihat adegan yang membuat napasnya memburu.Randika syok. Dia tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya. Manik hitam
"Sedang apa kau di sini!""Dari mana saja kau, kenapa meninggalkanku sendirian.""Oh mon Dieu (Ya Tuhan)." mata Rilan tidak bisa menyembunyikan kekhawatiran dia melirik sekeliling dengan saksama. Ternyata parkiran Cafe Brian sudah sepih, dan itu artinya pesta reuni telah selesai."Dimana Randika?"Gadis itu terdiam. Hanya air mata yang menggambarkan kesedihannya saat ini. Dan tanpa menjawab apapun Rilan langsung tahu, Pria itu meninggalkan kekasihnya sendirian."Shit, Bajingan!"Erangan Rilan bahkan tidak membuat Arumi merasa lebih baik, tetapi berbanding terbalik dari kata tenang. Hanya Arumi yang membuat Rilan berani menunjukan sifat aslinya."Bangunlah, ini sudah larut. Akan aku antar kau kembali.""Aku tidak ingin kembali.""Ne pas (Tidak), kau harus kembali Rumi. Aku tidak akan membiarkanmu sendirian disini.""Kalau begitu biarkan aku menginap di tempatmu.""Mana mungkin.""Apa kau tinggal bersa
Arumi yang merasakan belaian di kepalanya perlahan mulai membuka mata. Dia teramat nyaman hingga terlelap dengan tubuh menyandar pada bahu Rilan."Maaf.""Kau baik-baik saja?" tanya Rilan saat tatapan Arumi seakan mencari-cari sesuatu."Apa dia sudah pulang?""Entahla."Arumi menunduk. "Mungkin mimpiku yang terlalu tinggi. Aku mengharapkan seseorang yang tidak bisa aku gapai.""Kau kelelahan, cepat turun dan istirahatlah setelah ini," ucap Rilan lembut. " lagi pula dia tahu jalan pulang ke rumah.""Apa kau akan mampir.""Tentu saja. Aku harus memastikan kau tidak akan melakukan hal aneh.""Hal aneh apa yang bisa aku lakukan di benakmu?" tanya Arumi."Kabur dengan pria lain misalnya.""Kak Rilan!""Ha ... ha ... ha .... Aku bercanda."Setelah usaha Rilan untuk membuat Arumi tertawa gagal, keduanya pun turun dari mobil dan memandang kaget saat suara yang tidak asing menyapa."Kalian sudah
Tidak ada cinta tanpa pengorbanan. Begitulah yang dapat mengambarkan keadaan Randika sekarang. Sepanjang hidupnya ini adalah keadaan tersulit yang pernah dia hadapi. Dimana dia harus memilih untuk melepaskan atau mempertahankan. Empat tahun adalah perjuangan yang sangat berat dan menyakitkan baginya, hingga dia bisa membuka hatinya untuk Arumi. Gadis itu bahkan menerima kebenciannya sebelum mendapatkan cinta. Dan sekarang, jika dia memilih untuk bersama Evanya, balasan kebencian itu akan dia terima. Namun jika dia tetap mempertahankan Arumi, cintanya, harapannya bahkan kebahagiaannya akan hilang bersama kepergiaan Evanya untuk kedua kalinya. Faktanya Randika memang belum melupakan Evanya sepenuhnya. Di bibirnya mungkin dia bisa mengatakan sudah melupakan. Namun jauh di dalam hatinya Wanita itu masih sangat dia cintai. Maka dari itu, dia memilih untuk mempertahankan keduanya. • • • Lampu bar mini milik Brian masih menyala dengan m
"Ran, mau ke mana?"Sepasang mata hitam itu berpaling dengan tatapan nanar. Alkohol membuatnya tidak bisa mengendalikan diri. Dia selalu berakhir di kamar jika terlalu banyak minum."Aku harus pulang Evanya, Ini sudah pagi.""Bisakah kau tinggal sebentar lagi.""Kenapa kau tidak semanis ini ketika aku berusaha menahanmu waktu itu.""Dan kenapa kau terus saja mengingat hal itu. Kita tidak akan bahagia jika kau terus mengungkitnya.""Ambilkan aku Air. Kepala ku pusing, aku rasa ini akan pecah.""Tidak ada Air di sini.""Apa?""Aku baru saja kembali dan belum mengisi apapun Sayang," ucapnya mengelus pipi pria itu hingga manik hitamnya balas menatap."Jauhkan tanganmu."Evanya tidak menghiraukan penolakan Randika dia malah lebih memainkan jemarinya di dada Randika lalu melingkarkan kedua tangannya pada leher jenjang pria itu dan menampakan wajah menggoda. "Tetaplah di sini.""Menjauh dariku Evanya."
Sejak keberangkatan Jenny dan Amirta ke prancis, mata Arumi tidak bisa terpejam. Entah sudah berapa gelas kopi yang dia minum untuk menahan rasa mengantuk. Arumi juga tidak bisa menghubungi Randika karena ponsel tunangannya itu mati. Entah itu sengaja atau batrey ponsel nya yang habis.Satu jam ....Dua jam ...Tiga jamHingga malam berlalu, sosok pria yang di nantinya tidak kunjung tiba. Gadis itu sampai berulang kali memastikan apakah ada suara mobil yang datang atau tidak.Lama menunggu membuat matanya mulai lelah dan terasa bsrat. Gadis berusia 23 tahun itu mulai mengantuk, dia memilih untuk memejamkan mata sebentar saja hingga suara garing Minora membangunkannya.Manik cokelat itu membuka matanya yang sembab akibat tangisan. Arumi bangkit dan menatap pelayan pribadinya itu dengan mata setengah terpejam. " Ada apa.""Kenapa anda tidur di sini? Jika ada yang keluar masuk di sini mereka akan mendapatkan pemandangan gratis yang indah
Tubuh itu terus bergerak gelisah, tidak ada posisi tidur yang membuatnya nyaman. Arumi kembali membuka matanya. Memikirkan Randika yang belum juga kembali membuat dia tidak tenang."Di mana kau sekarang, apa kau tidur bersama wanita itu?"Mansion terasa sunyi saat Arumi membuka jendela. Biasanya di pagi musim gugur, Mom Jenny akan berdiri di taman belakang untuk bersantai dengan secangkir kopi panas. Tentu saja wanita setengah abad itu duduk di temani suami tercinta. Sesaat Arumi memanjatkan doa untuk bisa mendapatkan kebahagiaan seperti kedua orang tua angkatnya. Mereka adalah pasangan serasi. Gadis itu terus berdiri sambil memejamkan mata hingga suara seorang pria membuatnya membuka mata."Kau akan masuk angin jika terus berada di situ."Arumi tidak ingin menoleh, dia hafal betul dengan suara itu. Itu adalah suara pria yang yang membuat sakit di hatinya."Pembohong!"Arumi menoleh dan memberikan tatapan tajam yang berhasil membuat Randika te
"Dia menjadi berbeda," ujar Evanya menepuk sisi sofa yang masih kosong.Brian menggeleng, dia memilih duduk di kursi lain depan bartender. "Kau membawanya semalam.""Yah, dia tidur denganku.""Kau seperti pemangsa!"Bukannya marah Evanya malah tertawa terbahak-bahak merasa senang dengan sebutan itu. Tawa itu mengundang banyak perhatian, beberapa mata pengunjung klub tampak melihat ke arah mereka.Berbeda dengan Brian yang menggeleng pelan. Dia merasa kasihan kepada gadis yang tertawa keras tapi terdengar hambar. Sungguh pemandangan yang menyeramkan."Berhenti tertawa Evanya kau menyeramkan!"Wanita itu tidak berhenti, dia tetap tertawa sampai gelas wiski menyentuh bibir merahnya."Perempuan aneh.""Apa kau tahu dimana gadis itu tinggal?" tanya Evanya saat wiski yang di teguknya tertelan habis."Siapa?""Arumi.""Kau tidak tahu di mana dia tinggal?""Jika aku tahu, untuk apa bertanya padamu."
Randika mengerutkan keningnya melihat tingkah Arumi yang sedari tadi terus gelisah. "Nikmati sarapanmu dengan benar kenapa kau terus bergerak. Apa kursinya tidak nyaman.""Ti-tidak!""Lalu?"Randika mendorong pelan kursinya mendekat pada Arumi yang sepertinya tidak nyaman dengan dudukannya. "Ada apa Sayang? Apa tempat dudukmu tidak nyaman?""I-itu. Aku ...."Randika mengerutkan dahinya mencoba mengerti dengan ucapan istrinya. Sedangkan Amirta dan Jenny hanya tersenyum kecil melihat bagaimana Arumi malu-malu mengatakan akibat dari ulah anaknya. Untuk itu dia mengambil inisiatif untuk menyudahinya, agar Randika tidak terus bertanya dan membuat Arumi terus merasa malu."Sayang, istrimu hanya merasa tidak nyaman karena ulahmu semalam. Nukan begitu Sayang." Jenny menatap ke arah Arumi yang mulai tertunduk malu."Maksud mommy aku?" Randika menu
Fajar belum menunjukan dirinya, tetapi Randika sudah terjaga. Tatapannya terpaku pada wanita yang tidur di sampinganya. Punggung putih mulus Arumi membuat Randika tidak tahan untuk mengelusnya, yang kemudian membuat Arumi bergerak dengan mata yang masih terpejam."Sayang ...."Arumi terjaga, dia mengucak kedua matanya pelan agar penglihatannya tidak kabur. Perempuan yang baru saja melewatkan malam pertama bersama suaminya itu berusaha duduk. Namun, karena tubuh mungilnya tidak berbalutkan apapun, dia kembali ke posinya dengan kebih manikan selimutnya."Kau sudah bangun?" tanya Arumi saat mendapati pria yang baru saja resmi menjadi suaminya itu menatapnya dengan ternyum."Aku tidak bisa tidur jika keadaanmu seperti ini Sayang."Arumi mengerutkan kening, tidak mengerti dengan apa yang di bicarakan Randika. "Apa maksudmu dengan jeadaan sepert,i ini, Sayang. Memangnya apa yang terjad
"Kau sudah selesai membuka bajumu Sayang?"Randika keluar dari kaca pembatas antara bagian shower dan buthup dengan handuk yang melilit di pinggangnya, dada kekarnya membuat dia terlihat jantan dengan kulit yang basah.Cukup lama wanita itu mengagumi suaminya hingga tidak sadar pria itu kini sudah berdiri tetap di hadapannya. "Sayang?""Huh?"Randika tergelak melihat ekspresi istrinya yang malu-malu. "Berhenti merada malu, dan singkirkan tanganmu itu. Apa yang ingin kau tutupi, bukankah kita sudah sah."Arumi tidak bisa apa-apa, dia membiarkan Randika membersihkan dirinya, dan membuka sisa pakian dari tubuhnya. Sambil mandi, dia melihat bayangan Randika pada cermin besar yang sedang serius membersihkan bagian belakang tubuhnya. Tanpa sadar dia tersenyum dan bergumam. "Suami ku ternyata sangat tampan."Setelah selesai membersihkan tubuh, dan memakai handuk Ran
Meninggalkan keramaian pada Ballroom hotel, Randika dan Arumi memilih untuk lebih dulu beristirahat. Perempuan itu kelelahan karena lama berdansa bergantian dengan 3 pria. Randika, lalu Amirta, kemudian saudara laki-laki semata wayangnya, Mr Cool, Rilan Harrper. Dan Brian, dia sama sekali tidak memiliki kesempatan untuk berdansa dengan Arumi, karena sibuk menenangkan Aurela yang sedang merajuk.Randika menggendong Istri tercintanya ala-ala bridal. ( Biar kaya pengantin yang lain gengs 😆.)Arumi menyembunyikan kepalanya di dada Randika karena malu, beberapa orang yang berada di lobi memperhatikan keduanya karena Arumi yang masih memakai gaun pengantin."Sayang, turunkan aku. Banyak orang di sini.""Memangnya kenapa kalau banyak orang.""Aku malu," bisik Arumi."Tidak perlu malu, kita sudah sah.""Tetap saja, ini memalukan Randika." Arumi sedikit meront
Ballroom hotel di penuhi dengan orang-orang berdansa. Dan Evanya, dia hanya bisa menahan kesalnya melihat dari jauh bagaimana Randika begitu lembut memperlakukan Arumi. Adegan ciuman keduanya bahkan membuat perempuan berdarah Jepang itu merasa jijik hingga meninggalkan titik di mana dia dan Damian bersembunyi untuk memantau keadaan.Kalimat janji suci yang di ucapkan Randika bahkan masih terngiang-ngiang di telinganya. Bagaimana pria itu kini menjadi milik orang lain, mengucapkan janji dengan sempurnah tanpa ada keraguan. Sedangkan dia, kini harus hancur dengan pata hati yang luar biasa. Kehancurannya itu semakin menjadi saat Damian mengatakan semua rencana mereka untuk menghancurkan pernikahan Randika dan Arumi telah gagal.Semua ranjau yang mereka siapkan ternyata sudah di bersihkan tetapi Evanya dan Damian tidak sadar akan hal itu, Detik setelah Arumi memasuki gedung, seharusnya perempuan itu jatuh pingsan karena terkena gas beracun di da
Cantiknya Arumi membisukan dunia Randika, wanita itu muncul dengan begitu anggun. Gaun putih yang melekat pada tubuh rampingnya, membuat dia semakin terlihat cantik. Gaun yang di gunakan Arumi memang terlihat polos. Namun, sangat memukau. Bagian dadanya terlihat sedikit terbuka, tetapi itu yang membuat Arumi terlihat mempesona karena terdapat beberapa swaroski yang menempel di bagian itu.Arumi datang di temani Daddy Amirtha sebagai pendampingnya. Mereka mendekat dan Daddy Amirta menyetahkan Arumi kepada Randika. Hal pertama yang di lakukan wanita itu adalahpp menatap manik Randika yang seperti kebingungan, lalu menggenggam jemarinya erat, agar pria yang memiliki manik mata hitam itu bisa meredahkan ketegangannya.Randika mulai tersadar ketika terdengar seseorang memberikan pertanyaan. "Apa kalian siap?"Keduanya pun menjawab secara bersamaan. "Ya, kami siap.""Baiklah! ... Randika Garrett, ête
Malam itu berakhir begitu kelam untuk Aurela dan Rilan. Gelapnya malam menemani kekecewaan Keduanya dengan angin dingin yang berhembus halus masuk ke dalam sela-sela jendela. Aurela menaikan selimutnya menghirup dalam-dalam aroma tubuh Rilan yang melekat di sana. Membayangkan jika sekarang dia sedang berada di pelukan pria itu, menghabiskan malam bersama hingga matahari terbit."I really miss you, my cold man." Dokter hewan itu menarik dalam-dalam napasnya, lalu membuangnya dengan pelan. "Aku tidak ingin hubungan kita kembali seperti dulu lagi. Please, mengertilah. Aku hanya takut kau melupakanku."Sedang di sisi lain, Rilan tengah gelisah dalam tidurnya, membalikan badan ke kiri lalu ke kanan. Sesekali, dia akan mendesah kemudian duduk lalu kembali mencoba menutup mata lagi. Namun, sekuat apapun usaha nya untuk bisa tertidur, tetap tidak bisa. Pikirannya melayang memikirkan permintaan Aurela untuk menjauhi Arumi.
"Apa kau sudah makan?"Aurela menengada, menggeleng menatap kekasihnya dengan wajah cemberut. "Bisakah kau tidak terlalu lama bekerja, aku tidak bisa terus menunggumu seperti ini, itu membosankan.""Maaf," ujar Rilan lalu mencium pada puncak kepala kekasihnya."Kau tidak ingin berhenti bekerja pada Randika?""Aku tidak bisa," jawab Rilan."Karena Arumi?"Rilan hanya diam, tidak ada satu katapun yang ia keluarkan saat mendengar ucapan Aurela."Jawablah!"Pria bermata elang itu mengeles dagu wanita di depannya. "Kau sangat tahu untuk apa aku tetap berada di dekat Randika, Aurela.""Aku tahu, karena ingin tetap menjaga Arumi.""Jadi untuk apa aku harus menjawab jika kau tahu alasannya.""Randika, bisa menjaganya, dia kekasih yang sebentar lagi akan menjadi su
"Berapa tamu yang akan hadir Tuan?""Entahlah, aku lupa. Bukankah semua undangan kau yang sebarkan?""Semua undangan di atur oleh Nyonya Jenny, Tuan.""Begitukah.""Oui monsieur."Randika mengangguk-ngangguk, dia duduk di salah satu kursi tamu yang di sediakan. "Aku sangat gelisah.""Evanya?""Aku takut Arumi akan tahu jika wanita itu masih berkeliaran, entah apa yang harus aku katakan padanya jika Evanya tiba-tiba muncul besok.""Apa aku perlu melakukan sesuatu padanya?""Jangan! Biarkan saja. Bukankah dia hanya ingin mengatakan selamat tinggal. Jika kita mengusiknya sekarang, dia akan kabur dan bersembunyi lagi.""Tapi Tuan, dia bersama Damian. Apa kau tidak takut jika mereka melukai Arumi atau menghancurkan acara pernikahanmu?""Itu bagianmu."&n