Sudah tengah malam, tapi kali ini kaisar tidak ditemani oleh wanitanya. Padahal, Baron yang diajak ke kamarnya kali ini berharap berkenalan dengan wanita itu. Tapi, yang ia lihat adalah Stefen yang sudah terlihat mabuk dan mengajaknya minum. "Ini sudah larut, kenapa kamu ingin mengajakku bicara? Bukannya biasanya wanita itu menemanimu?" tanya Baron penasaran. Siapa tahu dia bisa melihat wanita itu. "Lupakan dia! Aku sedang membencinya! Aku cuma ingin mengajakmu minum-minum denganku," jawab Stefen ketus. "Stefen, kau sudah terlihat mabuk." "Aku masih mau minum lebih banyak lagi, Baron, kau masih ingat soal SERK? Kita mengubur mereka yang tewas dan melatih anggota baru, benar-benar siklus tanpa akhir yang memuakkan," Stefen berbicara sambil sesekali menyesap minumannya. "Aku tidak tau, apa kamu masih ingat atau tidak?" "Sedari tadi kamu berbicara omong kosong, apa maksudnya?" tanya Baron yang sudah mulai kesal. "Estel. Sudah 5 taun kita mencarinya, menurutku kita biarkan saja kali
Di kediaman istana, semua orang sibuk membicarakan kaisar mereka yang bertingkah aneh semenjak wanitanya tidak berkunjung beberapa hari ke istananya. Stefen jadi pemabuk dan emosinya tidak stabil. Orang-orang menyangka jika kaisar sudah kehilangan wanitanya. "Mereka bilang, kaisar sedang gila sekarang!" bisik pengawal dan pelayan di sekitar istana. "Aku juga sudah dengar. Kudengar kaisar mendatangi wanita-wanita ke kamarnya dan dia menanyakan hal yang aneh," imbuh yang lain. Kenapa kamu bisa bicara? Kenapa rambutmu bukan berwarna biru? Itulah pertanyaan Stefen. Sampai suatu saat Kirim berada di luar kamar Stefen dan terkejut ketika ketauan oleh Baron. "Ada apa?" tanya Baron. "Ron, untung saja kau datang. Aku sudah tidak punya ide lagi sekarang, saat rapat dia bilang akan menobatkan salah satu wanita yang akan menjadi selirnya, tapi baru saja dia menyatakan untuk berubah pikiran!" Kirim yang bertanggung jawab terhadap kaisar merasa khawatir untuk ke depannya. Reputasi dan kek
"Apa aku salah dengar?" tanya Stefen. Laura merasa ada kekhawatiran atas kecerobohan dari salah satu pelayannya yang menyebabkan kesalahpahaman pada kaisar. Laura berkata dalam hatinya. Aku melihat ada ketakutan di wajah Rosa, itu pasti perbuatannya. Jika Stefen tau itu perbuatan dia, aku yakin Stefen akan membunuhnya. "Anda sudah salah dengar, Yang Mulia. Memang aku yang mengirim bunga itu," ucap Laura. Stefen terlihat mencerna perkataan Laura dan terkejut mendapat pengakuan jika bunga itu memang Laura yang mengirimnya. "Barusan ... aku cuma linglung karena baru bangun." Stefen merubah emosinya menjadi tersenyum menggoda. Laura merasakan ada titik bahaya yang akan terjadi sehingga ia membalikkan badannya dan berjalan menuju tempat tidur. Baru tiga langkah dan Stefen langsung memeluk pinggangnya dari belakang. "Aku sangat senang kalau kau memang begitu," ucap Stefen membuat Laura bingung. "Yang Mu-" Laura hendak ingin membicarakan sesuatu pada Stefen, namun Stefen menarik kepal
Laura kini sedang beristirahat di luar istana Nest di halaman sejuk milik pangeran Max. Dari kejauhan, Max yang kebetulan melewati jalan tamannya melihat Laura yang sedang menikmati pemandangan luar. Dari ujung kaki sampai wajah Laura, Max menatap setiap inci dari wanita itu. Akhir-akhir ini ia terus memikirkan Laura, sampai akhirnya Max menghampiri Laura sembari membawa burung beo kesayangannya. "Red, aku boleh duduk di sini?" tanya Max. "Hai Max. tentu saja." "Kudengar kemarin kamu tumbang karena demam. Apa kamu sudah merasa baikan?" "Ya. Lumayan." "Oh ya. Aku sudah menemukan guru-guru yang akan mengajarimu, semuanya lancar-lancar saja." "Max. Terima kasih, kamu benar-benar sangat baik," ucap Laura. Ia merasa bersyukur mendapatkan teman sebaik pangeran Max. Entah apa yang bisa ia lakukan untuk membayarnya kembali. "Aku minta maaf, Red. Kudengar kamu memecat Rosa dari pelayan pribadimu, padahal kubilang aku akan memberimu pelayan-pelayan yang terbaik," lirih Max, merasa melak
Stefen terus mencari kejelasan dari warna darah dan jejak kaki yang ada di tanah, selama 5 tahun menjadi kaisar, yang dia sibukan selain berlatih juga ia mengumpulkan banyak informasi tentang beragam ras di muka bumi. Stefen terus membuka memori di kepalanya mengenai informasi yang pernah dia dapatkan dari apa yang pernah dia baca mengenai berbagai ras."Klan Ungu." Akhirnya Stefen yakin dengan penemuannya. Darah kental hitam kemerahan yang merupakan dari salah satu korban klan Ungu."Ini, jejak kaki klan Ungu," jelas Stefen. Menurut penemuan yang dibaca Stefen, mereka adalah klan penyembah alam dan menolak membunuh makhluk lainnya, sehingga mereka hanya bisa mengonsumsi cahaya matahari pada saat terbit dan bulan di tengah malam. Tangisan mereka akan menghasilkan butiran air bertekstur keras seperti batu permata yang merupakan bebatuan magis murni, sangatlah berharga.Stefen bergegas kembali menaiki kudanya mengikuti jejak darah kaki klan Ungu sampai akhirnya tiba di lokasi klan Ungu
Stefen dan pasukannya berhasil membuat beberapa ras tunduk dan menyetujui penawarannya. Stefen beristirahat di hutan yang terdekat dan mendirikan beberapa kamp. Atas kemenangannya, Stefen menggelar minum bersama pasukannya, minuman bir dengan kualitas terbaik dari kota Ziarkia.Keesokan harinya, pasukan Ziarkia kembali ke istana. Penyambutan kemenangan dan kedatangan kaisar yang kembali dirayakan di istana dengan meriah, hiasan lampion di dinding yang terpampang di seluruh permukaan luar istana. Semua tentara dan orang-orang yang ada di istana menunduk hormat, sementara para pelayan menaburkan bunga di sepanjang jalan.Tebaran senyum bagi pasukan Ziarkia terpancar indahnya atas keberhasilan mereka. Sampai seorang wanita bangsawan berdandan mencolok dan mengambil alih perhatian, ia begitu anggun berjalan menghampiri kaisar. Sementara Stefen mengernyit heran dengan kedatangan wanita itu."Putri Astra Caroline."Begitu namanya disebut Astra tersenyum senang, 5 tahun tidak berjumpa dan ia
Astra kembali ke kamarnya, tempat yang diberikan di istana Ziarkia, merasa sangat kecewa yang dia dapatkan, Astra memanggil pelayan khusus yang menjadi budak siksanya.Seorang gadis muda sedang berdiri di sisi kamar Astra."Kemari kau," perintahnya. Gadis itu menurut dan menghampiri Astra, sementara pelayan lain membawakan rotan yang disiapkan untuk memukul. Si gadis mengeratkan kedua tangannya di balik sisi kedua paha dengan menahan rasa sakit dari pukulan rotan itu.Plak, plak, plakKetika memukul, Astra seolah menatap gadis itu Estel di masa lalu."Sudah lama aku tidak merasa kesal seperti ini selama 5 tahun terakhir! Apa menurutmu aku itu tidak layak? Siapa yang berani mengambil hatinya itu? Aku adalah wanita bangsawan paling sempurna di sisinya, siapa yang menghalangi jalanku?" geram Astra. Bagaimana bisa Stefen membandingkannya dengan lelaki seperti Estel?"Anda adalah wanita tercantik, Yang Mulia," jawab lirih gadis itu sambil menahan kesakitan. Sementara sambil memukul, Astra
"kamu tidak bercanda mengatakan itu, kan?" tanya Red, mereka berdua sudah seperti teman sejati, bahkan Red juga tidak canggung berkomunikasi biasa terhadap Laura sekarang. Tapi saat mendengar Laura mengucapkan membunuh kaisar, Red membeku tak percaya. "Aku lihat, kaisar benar-benar mencintaimu, bagaimana bisa kamu mengatakan kamu ingin membunuhnya?"Nafas Laura masih terengah-engah tak beraturan. Ia benar-benar merasakan rasa sakit di sekujur tubuhnya."Aku memiliki banyak rahasia, tapi belum bisa kukatakan padamu, Red. Ini demi kebaikanku juga dirimu," terang Laura.Red, masih melihat nonanya kesakitan."Apa yang bisa kulakukan untuk meredakan sakitmu?" cemas Red."Berikan aku air dingin, aku merasa panas. Tubuhku terasa terbakar.""Baiklah, aku akan siapkan sekarang."Red terburu-buru menyiapkan air dingin sesuai perintah Laura, dengan cepat Laura pergi ke bak mandi dan membiarkan bajunya ikut tenggelam bersama tubuhnya. Ia menenggelamkan badannya di bak mandi yang seukuran kolam s
Seminggu setelah Stefen siuman, Stefen mendapat balasan dari Kirim yang kembali membawa pesan tentang Laura, namun mirisnya Stefen mendapat kabar yang menyedihkan, hadiah yang diberikannya tidak diterima dan yang lebih mengejutkannya adalah Laura meninggalkan Nest dan juga Ziarkia, dia sangat sedih mendengar hal itu, ia melampiaskan emosinya dan kembali berburu ditemani para pengawalnya, gambaran mimpi buruk selalu muncul di benaknya dan tidak pernah berhenti. "Enyahlah di hadapanku!." Kata-kata Laura sangat menusuk, membuatnya kehilangan semangat hidup, betapapun dia mengalihkannya untuk berburu, dia masih terus mengingat kata-kata itu berulang kali. Suatu ketika seekor beruang besar hampir terjatuh menimpa tubuhnya yang lebih kecil. Para penjaga sudah siap turun tangan membantu Stefen, namun dengan cepat menggunakan jurus pedang tankendon, beruang besar itu terluka. Darah kental beruang itu muncrat ke seluruh tubuh Stefen. Stefen berbalik dan pergi dengan tatapan kosong, sementar
Max tersulut emosi dengan ucapan Kirim, semua hanya karena ikrar ketika wilayah kekuasaannya berhasil diambil alih menjadi milik Ziarkia. Mau tak mau ada beberapa penegasan yang menjadikan dirinya tak bisa melawan balik. Kirim bisa menatap mata tegas itu sebagai emosi Max yang sangat kontras, sehingga ia memberi cibiran padanya. "Kalau tatapan itu bisa membunuh! Aku yakin bahwa itu sudah bisa menebak keinginan hasrat untuk membunuhku!" Terdengar kasar jika kalimat itu dilontarkan di hadapan wanita yang dicintai Max. "Dengar, Kirim, aku bisa mengusirmu sekarang juga dan melarangmu untuk datang kemari lagi!" Max tidak ingin jika wanita yang ia cintai melihat emosi dirinya yang berapi-api dia sungguh menjaga martabat itu, agar Laura bisa memandangnya sebagai pria yang baik dengan penuh ketulusan. Tapi tak bisa dipungkiri lagi jika perang saling tatap terus berlanjut antara dirinya dan kirim. "Coba saja kalau bisa!" ucap Kirim melawan balik dengan menatap matanya.. Laura ha
Seminggu kemudian, kehidupan di Nest aman terkendali, Laura mulai mendapatkan pelajaran baru tentang pedang, guru yang melatihnya terlihat tangguh dan juga lincah, wajahnya terlihat sangar dan menakutkan namun ternyata pria itu sedikit periang dan juga suka bercanda dengannya. Laura yang sudah sangat lama tidak berlatih pedang merasa gerakannnya kembali kaku, ia mendapatkan kesulitan mengimbangi tubuh saat berlatih bersama gurunya yang berkulit sawo matang, rambutnya panjang hingga di kucir di belakang, namun ia memiliki penampilan yang sangat gagah dan juga telaten. Bunyi perlawanan pedang masih terus berlanjut, Laura sudah merasa terintimidasi oleh serangan gurunya, hingga dalam gerakan terakhir berhasil membuat pedangnya terjatuh, sang guru memintanya beristirahat. hah hah hah suara helaan nafas Laura. "Luar biasa, Nona. Ini baru perlatihan pertama, tapi gerakanmu terlihat sudah terbiasa memakai pedang," puji guru. Laura tersenyum setelah mendengar pujian dari gurunya, rasa
Pencarian Ritim masih terus dilakukan hingga malam hari, Max telah memerintahkan seluruh bawahannya untuk tidak menyerah dan mengeluh sampai Ritim ditemukan. Terlalu lama menunggu, ia akhirnya kembali menemui Laura di kamarnya. Di belakang pintu, ia hendak mengetuk tapi perlahan ia urungkan niatnya karena merasa gagal melindungi Laura dari bahaya, karena merasa malu untuk bertatap muka, Max hanya mampu berkata dibalik pintu mencoba memanggil namanya. "Laura, apa kau sudah tidur?" tanyanya dengan suara yang rendah. Laura masih terisak, hatinya masih mengingat segelintir ingatan yang kembali padanya, mendengar suara Max, ia langsung membuka pintu dan menyenderkan kepalanya. Max tertegun sebentar hingga ia perlahan membalas Laura dengan pelukan. Saat ini Laura merasa sedikit stress antara keberuntungan dan kesedihan yang membuatnya bertahan hidup selama ini ternyata telah lama dalam lingkaran ramalan ibunya. Ia membutuhkan sandaran untuk hatinya yang sedang bersedih, dan Max tepat di
Ritim sudah hampir sekarat semenjak ia melarikan diri dari Nest. Ini adalah pertama kalinya ia merasa sesak nafas karena bau darah yang menyengat dari Laura, ia bertanya-tanya pada dirinya mengapa ia merasakan hal itu? Tidak bisa mendekatinya dan melarikan diri. Kesal disertai dengan emosi karena terpaksa berpisah dengan pangeran Max yang sangat dicintainya. Kembali ke Black Hall tempat persembunyian ras iblis Raja Neon, dengan nafas yang tersenggal dan langkah kaki yang kikuk, Ritim terus memaksakan diri untuk terus berjalan. Howard yang kebetulan berjalan tak sengaja memperhatikannya di kejauhan, ia melihat Ritim dengan wajah yang pucat dan melihat wanita itu terus berteriak. "Panggil Raja Neon, sekarang! Cepat!" teriak Ritim pada bawahan yang sedang berjaga. Tak kunjung lama Raja Neon datang menghampirinya, Howard yang berada di kejauhan penasaran dengan apa yang sedang dia lihat di hadapannya, ia pun dengan hati-hati bersembunyi untuk memperhatikan Raja Neon dan Ritim mengobrol
"Ibu, apa yang akan kau lakukan padanya?" tanya seorang laki-laki remaja yang berdiri dengan penasaran melihat penyihir wanita itu bersiap-siap membuka pakaian Laura yang saat itu masih anak-anak dan terbaring di atas kasur dengan tak berdaya. "Aku melihat ada malapetaka untuknya setelah ini, tapi, aku ingin dia bisa hidup seperti anak normal lainnya, di bawah sinar matahari dan melihat benda-benda indah di sekelilingnya," balasnya. Sejak Laura terlahir ke bumi, ia sudah memiliki penyakit langka yang membuat dirinya tidak bisa dekat dengan matahari dan bulan. Ia hanya bisa berdiam di rumah dengan tubuh yang memiliki banyak tanda seperti luka bakar. Penyakitnya ini membuatnya sangat menderita hingga dirinya tak sanggup untuk hidup lebih lama lagi dan memilih untuk tidak bicara pada siapa pun. Tidak dibiarkan keluar, menatap teman sebaya yang terdengar bergembira di lapangan membuatnya sangat iri. Betapa dirinya hidup dengan tubuh yang begitu lemah, hingga ia merasa berkecil hati dan
"Apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Neon dengan mata yang terbelalak, ia terkejut karena ia kembali pada waktu sebelumnya menyerang, dirinya di tempat yang sama dan melihat rakyat Ziarkia baik-baik saja, dia masih mengingat apa yang dia lakukan sebelumnya karena hampir menyerang seluruh pengawal di Ziarkia. Namun yang lebih mengejutkan adalah ia menatap Lyra di hadapannya berdiri dengan penuh luka di sekujur tubuhnya."Apa kau sudah gila! Kau benar-benar memilih mati!" teriak Neon.Lyra tidak bergeming, kepalanya sudah mulai terasa berat dan matanya menjadi remang-remang, kekuatannya sudah diambang batas.Sementara Raja Ziarkia yang masih terperangkap dalam sangkar salju tak kuasa menahan derita dan terus memukul sangkar salju, berharap ia bisa membantu Lyra yang sudah berkorban untuk Ziarkia.Lyra menatap kekasihnya dengan senyuman yang sangat tulus, ada perasaan yang sangat bersalah di dalam hatinya ketika ia memandang pandangan Neon dan kekasihnya."Semua ini salahku! Jika saja ak
"Hah, hah, hah" Nafas lelah dari masa lalu Lyra sebelum dirinya menyegel kekuatan dan bunuh diri. Seluruh tubuhnya memiliki bekas luka darah yang dia keluarkan untuk membangunkan rakyatnya melawan ras iblis, mereka telah berperang sengit untuk memperjuangkan Ziarkia, mereka terluka parah karena serangan raja iblis dan pasukannya. Raja Neon juga terluka parah karena sihir pengubah waktu dari Lyra. Keduanya sama-sama telah mengeluarkan seluruh kekuatannya, tak ada yang lebih unggul di antara mereka, namun Lyra sudah menghabiskan sebagian darahnya untuk memulihkan rakyatnya yang terluka dan menjadikan dirinya daging segar untuk seluruh ras termasuk Raja Neon yang paling terkuat di antara mereka."Luar biasa. Kau masih bisa bertarung meskipun darahmu sudah terkuras habis, bagaimana rasanya sekarat, Lyra?" tanya Neon cemooh.Lyra tidak sendirian menghadapi Raja Neon, ia menatap ada Kaisar ke 44 yang tak jauh dari pandangannya, namun sang kaisar berhasil terperangkap dari sihir Neon, peran
"Aku kembali!" suara Laura dalam hati. Tangannya masih terasa sangat sakit karena ilusi itu terasa sangat nyata, nafasnya sangat berat seolah dia sudah dikejar-kejar sebagai penjahat. Suara bariton pria di sampingnya tak kuasa menahan diri dan langsung memeluk tubuhnya yang masih terkejut. "Syukurlah, akhirnya kau kembali!" "Ah!" ringisnya. Laura merasa pergelangannya basah dan terasa sakit, dia langsung mengangkat lengannya dan benar saja lengan kanannya itu terluka dengan luka dalam persis ketika ia berada di alam ilusi Ritim. "Itu benar-benar nyata." Max melihatnya dan ketika ia memeriksa arah tatapan Laura, ia terkejut melihat lengannya yang terluka. "Lenganmu! Tunggu di sini, aku akan panggilkan tabib!" Laura menahan lengan Max. "Tidak! Di mana Ritim?!" tanya Laura, setelah membuatnya terluka di dalam ilusi sihir Ritim, Laura menjadikan wanita itu adalah sosok yang sangat berbahaya, ia segera memberitahu kebenarannya pada Max selaku Pangeran Nest. "Dia adalah wanita yang s