Kata pepatuah tua, tak kenal maka tak sayang. Tak sayang maka tak cinta. Sebab itu, perkenalan itu dibutuhkan. Namun, bagi seorang Zahra Rafasya tidak penting adanya tahu siapa orang yang sedang duduk di sebalah. Atau pun, siapa orang yang telah memuji walau sekilas kalimat. Dia sudah terbiasa hidup dalam keterasingan. Tidak di masa depan, di masa lalu, dan sekarang sama saja. Zahra begitu sulit membaur dengan bangsa manusia. Hanya orang-orang terpilih bagi Zahra yang bisa dekat dengan dirinya. Itu pun, karena ia dan seseorang itu memiliki sebuah keterkaitan.
"Seharusnya kau meminta maaf, Ra." Miko memberikan saran. Melihat wajah Raden yang memerah karena pukulan Zahra, pasti sangat tidak adil bagi seorang lelaki yang rela terjun ke dalam air demi menolong nyawa gadis tidak tahu diri itu. "Dia itu baik. Siapa yang tahu dia menggagalkan aksi bunuh dirimu?"
Zahra memang berniat bunuh diri ratusan kali. Namun, yang tadi itu diluar rencananya. Dia tidak tahu jika akan mati t
Bukit di belakang kediaman rumah Bumyen menjadi satu-satunya penanda yang tidak akan Raden lupakan. Namun, wajah awet muda pemilik suara manja yang tidak henti membututi di belakang adalah hal yang sulit untuk Raden jabarkan.Gadis bernama Zahra itu mengendap-endap di balik semak dan pepohonan. Raden Patah mengetahui keberadaan Zahra dengan suara gaduh yang dia timbulkan. Anehnya, Zahra seperti orang bodoh yang tidak mengetahui ulahnya."Kinara? Bukankah dia sudah mati? Lalu, Kinara yang dimaksud gadis tadi mungkin adalah hantu jelman wanita itu?" Raden bermonolog. Sengaja karena ia ingin memancing gadis itu keluar."Sembarangan! Aku beneran Kinara, tau! Kamu enggak percaya?!" Zahra berkacak pinggang. Sesekali ia menggaruk kulitnya yang kemerahan digigit serangga. Pakaian Zahra yang hanya menggunakan lilitan jarit menjadi cukup terekspos bagi serangga yang ingin hinggap."Kemari," Raden berpaling walaupun ia meminta Zahra m
Mengingat keinginan Zahra untuk melaksanakan salat Raden pun memutuskan untuk membeli rukoh di pasar. Namun, tidak semudah yang dibayangkan. Zahra menolak ajakan Raden dengan dalih menjauhi para penduduk di desanya. Kendati demikian, Raden tidak patah arang. Ia membujuk Zahra, hingga gadis itu luluh dan memberanikan diri untuk ikut."Sebelum itu, aku harus meminta izin sama Bibi Galih."Raden mengangguk. Zahra terlihat bersemangat masuk ke dalam rumah Bumyen. Tidak perlu waktu lama untuk menunggu Zahra. Ada yang berbeda dengan penampilan gadis aneh. Dia memakai selendang yang sengaja dililitkan di kepala untuk menutupi sebagian wajah. Raden tidak tahu, apa yang membuat gadis agresif bin aneh itu berusaha menutupi paras ayunya."Itu lebih baik." Raden memuji. Ia memimpin jalan, sedang Zahra berusaha membarengi langkanya. Namun, tidak pernah selalu kompak. Langkah Raden terlalu lebar dan cepat. Zahra menerima sikap Raden yang terlihat ti
Majapahit merupakan kerajaan besar yang berhasil mencetuskan nama Nusantara, hingga memperluas daerah kekusaannya. Semenjak kematian patih Gajih Mada, kerajaan itu hidup dalam berbagai keanekaragaman budaya. Para pendatang dari luar kerajaan dari Cina, India, Asia Tengah, dan Tenggara silih berganti menjalin kerjasama dengan kerajaan yang kini dipimpin oleh Raja Brawijaya V atau biasa dipanggil Raden Kertabhumi.Raja itu dikenal berhati lembut penuh kasih sayang. Terutama, pada seorang istrinya bernama Dewi Amarawati. Rakyat memanggilnya Putri Champa karena asal wanita berparas rupawan itu dari Kerajaan Champa.Kecantikan eloknya membuat hati Brawijaya tersihir untuk melakukan apa pun yang Putri Champa inginkan. Termasuk, menyingkirkan Putri Cina--Tan Eng Kian ke Palembamg karena eloknya yang menandingi Putri Champa. Ia seorang Muslimah yang diangkat sebagai Permaisuri kerajaan. Tidak hanya menduduki takhta singgasana Majapahit, ia juga meng
Dua jam lamanya gadis itu memainkan kecapi di depan Brawijaya. Namun, tidak sedikit pun menarik perhatian Raja itu. Amarawati hanya bisa bernapas lirih melihat Brawijaya yang justru menatap dalam kekosongan."Bolehkah saya masuk?" Gadis itu menunduk setelah Raja memintanya memainkan musik di dalam kamar miliknya."Saya tidak bisa tidur. Musikmu terdengar sangat indah hingga saya merindukan alunan nadanya. Tidak perlu khawatir, saya yang akan menjamin keselamatanmu, Nara."Kinara masih ragu, tetapi ia memberanikan diri untuk menerima ajakan Raja. "Jika begitu, saya akan membawa alat musik saya ke dalam kamar Yang Mulia."Raja mengangguk. Ia menunggu kedatangan Kinara di dalam kamarnya. Tidak berselang lama, Kinara datang. Gadis itu duduk di bawah ranjang milik Raja. Sedang Raja tersenyum sembari membaringkan tubuhnya. Jari-jemari Kinara mulai bermain memetik kecapi. Alunan merdu membuai siapa pu
Ant, aku masih hidup. Berdiri di bumi dengan langit biru di atasnya. Mungkin ini sulit untuk dipercaya, tetapi inilah apa yang tengah aku jalani. Aku tidak tahu bagaimana caranya keluar dari tempat ini. Dan juga ... cara untuk kembali sewaktu-waktu jika aku merindukan orang-orang yang ada disini. Namun Ant, aku kembali menemukan hidupku. Maaf, Ant aku telah sedikit melupakan aku yang dulu. Orang itu, datang dan membawaku pada mimpi yang seringkali kau tanyakan. Aku menyesal mengatakan padamu jika itu mimpi buruk. Ant, perkataanku salah! Dia benar-benar memberiku energi untuk kembali. Tunggu aku, aku pasti pulang, Ant.Zahra menerawang wajah Raden yang sedang diam menatap beberapa bunga di taman dari balik jendela. Untuk hari ini, Zahra ingin sekali menggantikan posisi selimut yang sedang menghangatkan tubuh lelaki itu. Ia kembali menuliskan catatan di bukunya setelah puas menikmati pemandangan baru di rumah Bumyen.Ant, temanku. Aku tahu, ak
Gadis berkepang dua bernama Zahra berdiri termangu di dalam pondok. Lagi dan lagi ia mengosongkan pikirannya. Ditemani Hans dan Miko, Zahra tidak perlu takut sendiri. Malam itu, Raden baru saja berpamitan untuk mengikuti kenduri setelah selesai salat isya' di surau. Ia pun untuk kali pertama di desa itu ikut salat bersama dengan penduduk yang lain. Jamaah disana nampak ramah, tetapi beberapa mempertanyakan wajah Zahra yang begitu natural tanpa ada satu pun kerutan. Di masa ini, sudah seharusnya usia Zahra memasuki kepala empat. Namun, sampai sekarang fisiknya masih bugar dengan wajah khas remaja. Tidak hanya fisik, tetapi perasaan dan tingkah laku Zahra masih begitu labil pula."Hans, Miko, apakah aku terlihat aneh di mata kalian?""Sangat!" Mereka menjawab bersamaan. Zahra mendecih mendengar kekompakan kedua sahabatnya itu."Yang lebih spesifik, dong! Misal, aku tuh anehnya dimana?""Semuanya." Lagi-lagi mereka kompak menjawab.
Tengah malam Kinara terbangun setelah seseorang mencubit-cubit pipinya. Matanya sayu menatap anak lelaki tampan yang baru saja menyelinap diam-diam ke dalam kamar seorang pelayan."Raden Wijaya? Ada apa?" Suara Kinara terdengar serak. Ia mengusap matanya pelan. Pangeran kecil itu menarik tangan Kinara dengan semangat. "Raden, jangan.""Untuk malam ini saja, Kinara. Ayo mainkan musik untukku.""Raja tidak akan senang mendengar ini. Dan, bagaimana jika seseorang tau Raden ada di kamarku?""Tenanglah, aku sudah merencanakan semuanya dengan sangat baik. Malam ini, aku akan mengajakmu ke suatu tempat yang saaaangaaat indah!"Kinara tersenyum mendengar nada yang begitu ceria dari mulut Brawijaya. Ia tidak ingin membuat senyum itu hilang. Isyarat anggukan pun menjadi sebuah jawaban Kinara untuk Brawijaya.Mereka berjalan mengendap-endap menghindari para penjaga. Mata Kinara fokus mengikuti arahan Brawijaya yang nampak cerdik den
Zahra terkepung diantara bisik-bisik para penduduk. Hamparan nyala obor mengawasi jarak yang sangat dekat. Meskipun kain milik Raden telah menutupi sebagian wajah--dari hidung hingga dagu, mata awas itu masih menelisik tiap jengkal wajah yang tersohor di desanya."Aku takut," cicitnya, memundurkan langkah. Kapten Bum meraih tangan Zahra, membawa anak angkatnya bersamaan dengan gerombolan para penduduk desa."Tidak seharusnya kau berkeliaran tengah malam!""Kapten ...." Suara Zahra tercekat. Ia menoleh ke belakang, menatap Raden yang hanya diam tanpa mengikuti gerombolan yang membawa dirinya. "Jinbun ...."Lelaki semampai berjubah putih di sana tersenyum tipis menatap seorang gadis yang berharap penuh kepadanya. Tidak ada yang dapat dilakukan Raden setelah ia memutuskan untuk memajukan jadwal kepulangan ke kampung halaman. Genting beradu suasana hening menerpa dua saudara yang kini berdiri masih mengawasi para gerombolan pen