Setelah kepergian mereka, Alicia sontak merasakan kesedihan yang aneh menderanya, rasa sepi yang tiba-tiba terasa begitu pekat. Dan ketika Lucius berbalik, Alicia semakin merasakannya.
Lucius menatap Alicia beberapa saat, rahangnya mengencang, dan Alicia bisa melihat bayangan gelap dari janggutnya yang belum dicukur.
"Ikut aku!" kata Lucius dingin.
Alicia tahu lebih baik untuk tidak membantah jadi dia mengikuti langkah Lucius yang ternyata mengajaknya ke garasi. Maloma mendekat bersama dua orang pelayan yang sama-sama membawa mantel tebal untuknya dan Lucius. Alicia diam saja ketika Lucius memakaikan mantel itu ke tubuhnya dan sepatu bepergian.
Garasi Lucius dipenuhi oleh mobil-mobil mengilap yang Alicia duga harganya pasti sangat mahal. Tidak seperti sebelum-sebelumnya di mana mereka akan diantar oleh sopir, Lucius menggunakan mobil lamborghini hitamnya dan menyetir sendiri. Alicia sempat terdiam beberapa
Alicia terisak-isak di dalam mobil dengan Lucius yang duduk di sampingnya. Mobil itu melaju dengan cepat di jalan raya yang lenggang, Lucius mengemudi dalam diam, begitu tenang dan leluasa, seolah Alicia tidak ada di sana.Alicia benci rasa diabaikan itu, terlebih di dalam kondisi di mana dia begitu butuh dukungan seperti iniSelama bertahun-tahun lamanya, Alicia mengharapkan pertemuan dengan kedua orangtuanya, tapi tidak pernah sekalipun Alicia membayangkan akan seperti ini. Alicia membayangkan air mata kebahagiaan, pelukan hangat, dan kata-kata penuh cinta yang membantah semua pemikiran negatif dari pikiran Alicia selama ini, bahwa mereka meninggalkannya karena tidak menyayangi Alicia lagi. Itu adalah ketakutan terbesar Alicia. Dan dia tidak menyangka bahwa hal yang ditakutkannya itu akan benar-benar terjadi.Lamborghini hitam itu menderu pelan, lalu berhenti di depan teras mansion. Lucius keluar lebih dulu, lalu melempa
Lucius menarik napas dalam-dalam, kemudian menghembuskannya dengan pelan. "Bukan apa-apa, ini hanya penyakit lama," jawabnya singkat.Tapi Alicia sudah tahu bahwa Lucius tidak akan berinisiatif untuk menjelaskan banyak hal, kecuali Alicia menanyakan lebih banyak."Penyakit apa?" tanya Alicia, lalu bergerak untuk menaikkan kedua kakinya ke atas ranjang dan duduk bersila dengan nyaman, jemarinya masih bergerak di pelipis Lucius. Karena tidak kunjung menjawab, Alicia bertanya lagi. "Apakah penyakitnya parah?""Tidak," jawab Lucius pada akhirnya. "Aku sudah hidup dengannya selama bertahun-tahun, tapi setiap kali penyakit itu datang, aku selalu kerepotan seperti ini."Alicia tidak bisa membayangkan saat-saat sepi di malam hari yang dingin, Lucius kesakitan seorang diri."Kenapa bisa seperti itu?""Kau benar-benar ingin tahu."Alicia terdiam, kemudian mengangguk
Dingin yang Alicia rasakan semakin membekukan. Perutnya mual dan kepalanya berdentum dengan keras. Dia meringkuk di atas ranjang dengan mata terpejam, namun pikirannya tidak serta merta ikut diam. Alicia tidak tertidur, dia berharap bisa melakukannya."Kumohon..." rintih Alicia dengan kening berkerut-kerut menahan sakit. Dia masih tidak melupakan ucapan Lucius di taman, Alicia yakin kepalanya sakit pasti karena terlalu banyak berpikir.Seorang pelayan mengetuk pintu dan Alicia membalasnya dengan gumaman lemah. Tidak beberapa lama kemudian, Maloma masuk mendorong troli makanan yang ditutup dengan tudung besi."Makan siang Anda, Miss." Maloma mengganti piring sarapan Alicia-yang sama sekali tampak belum tersentuh-dengan piring berisi makan siangnya.Alicia sama sekali tidak menjawab ataupun bergerak sedikitpun. Seluruh tubuhnya ditutupi selimut dan dia meringkuk di dalamnya.Maloma menghela
Semenjak hari itu, Alicia dilanda kekhawatiran yang semakin mendalam. Dia sudah tidak mual-mual lagi seperti di awal. Hanya pusing dan lemas hampir setiap saat. Alicia juga semakin tidak nafsu makan dan susah tidur. Ketika mengecek kalender pada hari itu, Alicia menyadari bahwa siklus haidnya telat selama dua bulang, awalnya Alicia pikir itu adalah hal yang lumrah karena dia masih menganggap dirinya remaja, dulu juga Alicia sering kali mengalami gangguan siklus haid sehingga dia tidak curiga sama sekali.Namun di kondisinya yang sekarang, Alicia tidak lagi bisa menganggap hal itu lumrah. Lucius telah bersamanya beberapa kali, dan selama itu Alicia tidak terlalu memikirkan konsekuensi atas perbuatan lelaki itu padanya.Alicia yakin bahwa dirinya hamil. Namun Lucius pasti membencinya sekarang. Alicia telah mencoba untuk berbicara padanya, tapi lelaki itu tidak pernah memberinya kesempatan. Makanan kini selalu diantarkan ke kamar Alicia, pada
Alicia siuman dan hal pertama yang dilakukannya setelah membuka mata adalah menyentuh perutnya dan merabanya pelan lalu mengedarkan pandang. Tatapannya langsung tertuju pada Lucius yang berdiri dengan santai di ujung ranjang, menatap Alicia dengan tajam. Hal itu langsung mengingatkan Alicia pada kejadian sebelumnya."Nona Alicia?"Alicia menoleh ke samping, pada Dokter Hank yang tengah berdiri di sampingnya dan kini tengah tersenyum hangat padanya."A-apa yang terjadi?" tanya Alicia."Anda pingsan selama tiga belas jam lebih."Alicia membulatkan mata. "Selama itu?" ucapnya tidak percaya."Ya. Anda kekurangan sel darah merah. Sepertinya disebabkan oleh stress dan juga kelelahan. Apa Anda juga sulit tidur saat malam? Itu bisa jadi penyebabnya juga. Tapi tenang saja, Anda akan baik-baik saja setelah beberapa hari istirahat dan perawatan.""Aku... baik-baik sa
Keesokan harinya, Alicia terbangun tanpa Lucius."Pasti mimpi," gumam Alicia sembari menatap sisi ranjangnya yang kosong. Dia telah tidur dengan sangat nyenyak sehingga berpikir bahwa kejadian semalam hanyalah bunga tidur biasa.Lagipula, pikir Alicia, Lucius tidak mungkin datang padanya di saat dia telah memiliki Nona Gabrielle di sampingnya. Lalu, kenapa dirinya bisa bermimpi seperti itu? Apakah dia terlalu memikirkan sang tuan? Atau mungkin... terlalu merindukannya?Namun apapun alasannya, Alicia senang karena tidurnya semalam sangat lelap sehingga pagi ini dia merasa jauh lebih baik dari kemarin. Walau Alicia merasa sedikit kecewa karena ternyata yang dialaminya semalam hanyalah mimpi."Sepertinya aku terlambat sarapan," ucap Alicia sebelum bangkit dari ranjang dan pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri.Alicia ke luar dengan perasaan lebih baik dan langsung menuju ruang makan. D
Alicia akhirnya berhasil sampai di pintu keluar mall. Dia mengedarkan pandang ke sekitarnya, lalu melanjutkan langkahnya menuju parkiran. Di depan Alicia, tiga wanita dewasa berjalan sambil bercengkrama, kemudian sesuatu jatuh dari salah satu wanita itu. Alicia segera memungutnya, sebuah gelang silver yang sepertinya terlepas dari lengan si pemakai."Maaf, Nyonya," Alicia memanggil.Ketiga wanita itu sontak berbalik.Alicia terpaku, menatap wanita yang berdiri di tengah.Mama."Ya, ada apa?""Eh? Gelang itu..."Alicia buru-buru menyadarkan dirinya. "Ya, gelang ini jatuh, saya berniat untuk mengembalikannya.""Ya ampun, terima kasih.""Marie, kenapa gelangmu bisa jatuh seperti itu?""Iya, sebelumnya aku ragu-ragu untuk memakai ini karena dia agak sedikit longgar di tanganku.""Syuk
Mereka telah kembali dari kekacauan yang terjadi di gang, meninggalkan Robert sekarat di sana. Keduanya sama-sama membisu di dalam mobil yang dikemudikan Lucius sendiri. Pria itu mengenakan setelan berwarna hitam seperti biasa, tampan dan misterius seperti biasa. Sedang Alicia merasa dirinya begitu kacau dan kotor. Banyak yang telah terjadi dalam satu hari ini, Alicia merasa begitu lelah. Tapi dia tahu semuanya belum selesai, ada beberapa hal yang masih membuatnya bertanya-tanya."Kau meninggalkanku," kata Alicia. Dia mendengar Lucius mendengus. "Kenapa kau melakukannya?" lanjut Alicia pelan. Dia tidak berani menatap Lucius sehingga tatapannya hanya lurus ke depan."Kenapa kau kembali?" Lucius bertanya balik."Ehh?" Alicia sontak menoleh dan menatapnya tidak mengerti.Lucius meliriknya sekilas. "Aku memang meninggalkanmu dengan sengaja."Alicia menahan rasa pedih di dadanya dengan bertanya
Ignite: EpilogueNapas Alicia memburu saat merasakan kecupan basah di lehernya. Dia meraih seprai dan meremasnya sangat kencang, menahan suara desahannya lolos dari bibir. Wajahnya bersemu merah dengan mata yang terpejam erat.“Alice,” bisik suara serak di telinganya, terdengar sangat sensual sehingga mengirimkan getaran bagai tersengat listrik ke seluruh tubuh Alicia.“Hm,” gumam Alicia sebagai balasan.“Sebut namaku!”Alicia membuka mata, menatap tidak fokus pada objek di hadapannya. Karena bukan hanya bibir pria itu yang bergerak menyiksanya dengan memberikan kecupan-kecupan panas sampai meninggalkan bekas kemerahan di lehernya, tapi juga tangan pria itu yang terasa kasar, menyusup masuk dari balik baju tidur yang ia kenakan, meremas dadanya dan tanpa tahu malu pria itu menjetikkan jari pada puncak dadanya yang telah mengeras.“Ahh, Lucius!” Alicia sontak mendesahkan nama pria itu dalam ekstasi yang ia rasakan dari rangsangan yang diberikan. Tubuh Alicia tidak bisa berkutik di bawa
"Dokter, kalau Tuan Lucius terus bersamaku setiap waktu, aku mungkin akan sembuh lebih cepat," ucap Alicia pada Dokter Hank yang tengah memeriksa keadaannya. Lelaki paruh baya itu tersenyum kecil. "Apa yang membuatmu berpikir seperti itu?" tanyanya. Sudah beberapa hari Alicia dirawat dan harus istirahat total untuk kesembuhannya. Dokter Hank adalah satu-satunya dokter yang datang untuk merawatnya. Namun, hanya untuk memeriksa keadaan Alicia secara umum, seperti mengecek suhu tubuhnya, memeriksa gejala-gejala tertentu yang bisa menimbulkan penyakit bawaan dari lukanya, memberinya obat yang akan membantu kesembuhan dan meningkatkan kesehatannya. Namun, khusus untuk mengganti perban di lukanya, hanya Lucius yang dapat melakukan itu. Bukan, Dokter Hank pun bisa melakukannya, tapi hanya Lucius seorang yang boleh. Dokter Hank sangat mengerti akan sikap Lucius yang seperti itu, namun dia tidak mengatakan apap
Landon tidak bisa merasa tenang sampai dia memasuki kamar Lucius dan melihat sosok yang dikhawatirkannya terbaring di atas ranjang. Landon duduk di dekatnya, memperhatikan wajah pucat gadis itu."Ini adalah salah satu yang aku maksud saat aku bilang berada di sisinya adalah pilihan yang salah, Alicia," ucap Landon lirih. Namun Alicia tidak bergeming, masih di bawah pengaruh obat bius. "Tapi melihat sepupuku begitu mengkhawatirkanmu kurasa hal ini sepadan untuknya," lanjut Landon, kemudian membelai pelan rambut gadis itu.Tidak beberapa lama kemudian Dokter Hank datang membawa obat dari rumah sakit. Hank bertanya kepada Landon di mana Lucius. Landon hanya menjawab, "Dia pergi untuk mengurus sesuatu."Hank belum tahu pasti bagaimana kejadiannya kenapa Alicia sampai seperti ini dan bertanya langsung pada Lucius adalah hal yang sia-sia."Ayah, apa Alicia akan baik-baik saja?" tanya Landon.Han
Sebelum ke luar, Lucius menatap Alicia sekali lagi, memperbaiki selimutnya, dan mengatur suhu ruangan agar lebih hangat."Ben, temui aku di ruangan, sekarang!" ucapnya, berbicara pada alat interkom yang masih terpasang di telinganya.Lucius pergi menuju ruang kerjanya dengan langkah lebar. Landon tiba-tiba saja muncul dari arah tangga, menghalangi jalan Lucius. Lucius menatapnya sesaat, mencoba mempertahankan kesabarannya yang tidak dia miliki banyak."Aku ikut," kata Landon.Lucius mendengus, kemudian melanjutkan langkahnya melewati Landon, menabrak bahu lelaki itu."Lucius, aku serius!" ucap Landon keras kepala, mengikuti Lucius di belakang."Apa kau tahu yang hendak aku lakukan?""Aku tahu," jawab Landon.Lucius langsung berhenti dan menoleh menatapnya.Mendapat tatapan menyeramkan seperti itu, Landon langsung melanjutk
Suara klakson mobil terdengar nyaring saling bersahutan di tengah jalan raya yang ramai dilalui kendaraan. Hanya satu mobil yang bergerak cepat dan tidak beraturan di antara mobil yang lain."Ben, kalau kau berhasil sampai dalam waktu lima menit, aku akan menaikkan gajimu sepuluh kali lipat," Lucius berkata dengan datar di kursi penumpang pada mobil yang dikendarai oleh Tangan Kanan-nya, Benjamin.Benjamin mendengus. "Kau tidak perlu mengatakan itu, kita akan sampai dalam waktu tiga menit."Normalnya, mereka akan sampai dalam setengah jam, lima belas menit jika mengebut. Sedangkan lima menit terdengar mustahil, terlebih tiga menit.Namun tidak bagi Benjamin. Selama bekerja dengan keluarga Denovan, dia sudah dilatih untuk hal-hal seperti ini. Dia benar-benar akan sampai di rumah dalam waktu tiga menit.Sesekali Ben melirik tuannya yang duduk di kursi belakang, memeluk seorang perempuan di d
Alicia duduk dengan gelisah di dalam mobil yang melaju sedang menuju suatu tempat. Alarick berada di sampingnya, diam dengan ekspresi keras di wajah. Semakin Alicia memikirkan kemana dia akan dibawa, jantungnya berdetak semakin kencang penuh antisipasi. Alicia memikirkan ucapan kepala pelayan itu yang mengatakan bahwa malam ini Lucius akan datang bersama Marie dan Adrian.Benarkah pria itu akan datang? Untuk apa? Apa rencananya? Alicia menolak untuk percaya bahwa Lucius benar-benar datang untuknya. Pria itu pasti memiliki agenda lain di otaknya yang licik dan penuh perhitungan. Apakah ini harinya? Pembalasan dendam itu? Apa yang akan Lucius lakukan? Membunuh Marie dan Adrian?Alicia membayangkan dua buah peti mati yang telah menanti di sana dan tiba-tiba saja tubuhnya mulai menggigil. Sekalipun Marie bukan ibu kandungnya, tapi kenangan terbaiknya semasa kecil selalu dihadiri oleh perempuan itu. Walaupun Alicia me
Tidak ada satupun rencananya yang berjalan lancar.Alarick memukul meja kerja dan menatap deretan anak buahnya tajam. "Bagaimana kalian bisa kehilangan mereka!" seru pria itu, melangkah mendekati lima anak buahnya yang berdiri sejajar dan menampar wajah mereka. Alarick, yang diliputi amarah berapi-api, mengepalkan tangan dan menatap bawahannya dengan tajam."Aku memberikan kalian tugas yang sangat sederhana. Bawa istri dan putraku pergi dari negara ini. Tapi bagaiman bisa kalian kehilangan mereka begitu saja?! HAH?!""S-sir... d-dia...""Apa?!""Denovan-"Belum sempat pria itu berucap, Alarick telah lebih dulu menampar wajahnya sekali lagi. Jari telunjuknya teracung ke depan wajah sang pria yang telah memerah akibat tamparan."Jangan. Sebut. Nama. Itu!" bisik Alarick tajam.Sang anak buah langsung mengangguk cepat dengan wajah penuh ketaku
"Kau sudah menemukannya, Ben?" Lucius menunduk di belakang Benjamin yang tengah melakukan sesuatu di layar komputer di hadapan mereka."Ya, Sir!" Ben menjawab yakin. "Mereka ada di Bandara sekarang.""Bandara? Untuk apa dia pergi ke Bandara sekarang?""Hanya ada dua tiket, Sir. Alarick hanya mengirim istri dan putranya pergi."Lucius lantas tahu yang hendak Alarick lakukan. Pria itu sengaja menjauhkan istri dan anaknya, berharap dengan itu keselamatan mereka menjadi lebih meyakinkan. Lucius tidak tahu apakah Alarick melakukannya karena dia masih meremehkan Lucius atau justru sebaliknya?"Hm..." Lucius menggumam."Apa yang hendak Anda lakukan sekarang, Sir?" tanya Ben penasaran.Mata Lucius tertuju pada foto Adrian Lucero dan Marie Lucero yang tengah bergandengan tangan memasuki bandara, lalu tatapan Lucius hanya tertuju pada Adrian Lucero seorang. Entah ke
Karena kepercayaannya pada Fio, Alicia mencoba untuk menenangkan diri dari kecemasan yang tidak menentu. Dia menatap bangunan tinggi di hadapannya dan menahan napas. Kenapa hotel? batinnya.Tidak lama setelah itu, mobil berhenti. Fio membantunya membuka pintu mobil, kemudian keduanya melangkah menuju lobi hotel."Landon meminta bertemu di sini?" tanya Alicia saat mereka berdiri di hadapan meja resepsionis."Ya, Miss," jawab Fio. Alicia memandang ke sekitarnya, entah kenapa dia merasa gelisah. Tapi Landon pasti sangat mempercayai Fio sehingga dia berlaku sampai sejauh ini. Alicia mencoba menduga-duga apa yang sekiranya lelaki itu hendak katakan nanti. Alicia tidak dengar apa yang dikatakan oleh Fio dan si resepsionis, setelah selesai Fio langsung mengajaknya menuju lift.Keheningan menguasai ruang persegi yang sempit itu. Alicia menatap pantulan wajah Fio di dinding lift. Apakah dia gugup ketah