Lily masih diam terpaku di depan pintu apartemen Bara. Raut wajahnya sedih melihat seorang perempuan cantik di depannya. Tiba-rtiba dari belakang perempuan itu ada Bara yang terlihat selesai mandi. Rambutnya masih basah dan wajahnya terlihat segar. Lelaki itu mempersilahkan Lily untuk masuk ke dalam apartemennya.
Pertama kalinya Lily masuk ke dalam apartemen seorang laki-laki. Ia bisa melihat jika Bara adalah orang yang suka bersih dan rapi. Bara pamit ke kamarnya terlebih dahulu untuk berganti baju dan mengeringkan rambutnya. Memang daritadi Bara hanya memakai baju polos dan celana pendek. Saat fokus melihat Bara, perempuan tadi menawarkan Lily minum.
Hampir saja Lily lupa jika masih ada perempuan itu. Sungguh Lily sangat penasaran dengan perempuan di depannya ini. Namun, ia tidak kuasa untuk bertanya. Nanti dikira dirinya terlalu ikut campur urusan orang. Akhirnya ia mengiyakan tawaran perempuan itu. Daripada ia dikira sombong karena menolak dibuatkan minum.
B
Senyum secerah mentari nampak terpatri pada wajah Lily. Suasana hatinya saat ini begitu senang. Apalagi kalau bukan karena Bara kekasihnya. Ah, rasanya sangat aneh menyebut bara dengan kekasihnya. Sejak keluar dari mobil, gadis itu terus saja tersenyum. Hingga membuat semua karyawan butik heran dengan sikap atasannya itu.“Hai Alice, bagaimana kabarmu?” sapa Lily saat dirinya tidak sengaja bertemu Alice yang merupakan karyawan di butik.“Baik Bu, sepertinya hari ini anda terlihat senang,” ujar Alice“Oh benarkah? Apa terlhat jelas di wajahku?” tanya Lily dengan malu-malu. Alice menganggukan kepalanya dengan cepat. Ia benar-benar sangat bingung dengan tingkah laku atasannya. Tidak apa, ia ikut senang jika bosnya itu senang. Bosnya itu adalah orang yang baik dan berhak mendapatkan kehidupan yang baik pula.Tiba-tiba suara Rachel mengintrupsi mereka. Pandangan Rachel mengarah pada wajah Lily yang terlihat berbeda. Seperti
Setelah makan malam bersama kemarin, pagi harinya Bara mengantarkan kekasihnya itu ke butik. Lelaki itu ingin menjadi kekasih yang bisa diandilkan oleh pasangannya. Tentu saja tawaran itu tidak ditolak oleh Lily. Melainkan gadis itu senang bisa diantar kerja oleh sang kekasih. Mobil BMW berwarna putih milik Bara mulai melaju meninggalkan basement apartmen. Di dalam mobil Lily berbicara tanpa henti. Ia ingin menciptakan suasana menjadi hangat dan tidak canggung.Tapi, memang Lily jika sudah nyaman dengan orang. Maka ia akan berbicara panjang lebar. Seperti bukan sifat Lily biasanya. Hal itu membuat Bara semakin mengetahui sifat Lily yang belum pernah terlihat. Bara semakin gemas dengan kekasihnya. Ia benar-benar bahagia bisa memiliki Lily dihidupnya.Begitu sampai di depan butik, Bara membukakan pintu mobil untuk Lily. Benar-benar sangat perhatian sekali. Hal itu membuat tersipu malu. Orang-orang yang berada di depan butik juga tidak ingin melewatkan kejadian l
Sudah hampir sebulan Lily tidak bertemu kembali dengan ibunya. Meskipun kehadirannya tidak diharapkan oleh sang ibu. Tapi, bagaimana pun beliau tetap ibunya. Rencannya hari ini ia akan mengunjungi ibunya. Ia sudah rindu dengan ibu dan Bi Asih. Lagipula hari ini weekend dan dirinya tidak ada kegiatan lain. Kekasihnya juga sedang berada di luar kota. Jadi ia memanfaatkan hari ini untuk berkenjung ke rumahnya.Begitu sampai di rumahnya, ia disambut oleh Bi Asih. Seperti biasa bukan sang ibu yang menyambutnya. Saat masuk ke dalam rumah, ia bisa melihat ibunya sedang merawat tanaman di halaman belakang rumah. Ibunya hanya acuh dengan keberadaannya. Bahkan untuk menyapanya saja enggan. Hatinya sedikit tergores dengan perlakuan ibunya. Tidak! Ia tidak boleh lemah. Bukankah ia sudah terbiasa mendapatkan perlakuan seperti itu dari ibunya. Harusnya ia tidak perlu sakit hati.Sekeras apa pun batu karang lama kelamaan akan terkikis jua karena sapuan ombak.Begitu juga dengan hati i
Gadis itu masih nyaman bergelung di bawah selimut. Sinar mentari yang masuk melalui celah gorden tidak mengganggunya sama sekali. Namun, semakin lama sinar itu mengusik mata indahnya. Seakan memintannya untuk segera membuka kedua matanya. Perlahan kedua mata itu terbuka, dahinya mengkerut karena sinar mentari yang mengusik penglihatannya. Ia masih terdiam dan mengedipkan matanya berkali-kali. Mencoba untuk mengingat apa yang terjadi semalam.Tiba-tiba ia terkejut begitu menyadari jika ini bukanlah kamarnya. Kamar ini terlihat maskulin dan beraroma mint bercampur dengan pinus, khas seperti kamar laki-laki. Tunggu! Laki-laki? Dirinya berada di kamar laki-laki? Gadis itu langsung melompat turun dari kasur, karena terburu-buru kakinya tidak sengaja tersandung selimut. Hingga tubuhnya berakhir mengenaskan di lantai. “Aduh, kakiku!” seru Lily. Tepat sekali! Gadis itu Lily.Bunyi yang ditimbulkan karena ulah Lily, mengusik ketenangan Bara yang sedang
Setelah kekacauan yang terjadi di pagi hari tadi. Ah, tidak! Bagi Bara ini menguntungkan. Lelaki itu tanpa perlu susah payah untuk memperkenalkan kekasihnya pada sang ibu. Meskipun itu dengan cara yang tidak baik. Tapi, yang terpenting momy bisa menerima Lily dengan tangan terbuka. Ingat! restu ibu itu penting!Jika momy sudah setuju, pasti Dady juga akan setuju. Senang rasanya ia bisa mendapaatkan restu dari kedua orang tuanya. Lelaki itu sejak pagi terus saja memamerkan senyumnya. Hingga membuat seorang gadis yang duduk di kursi penumpang mengernyit heran dengan tingkah lakunya. Lihatlah, bahkan saat menyetir pun Bara masih saja tersenyum tidak jelas.“Apa kamu baik-baik saja?” tanya Lily. Iya benar sekali! Seorang perempuan itu tentu saja Lily. Kekasih seorang lelaki yang saat ini sedang tersenyum tidak jelas.“Tentu saja aku sehat little girl,” sahut Bara dengan menolehkan kepalanya ke arah kekasihn
Bi Asih seketika langsung lemas mendemgar perkataan dari Bara. Wanita paruh baya itu menangis dengan apa yang terjadi terhadap anak majikannya itu. Ia sama sekali tidak menyangka jika dibalik senyuman itu menyimpan sejuta kesedihan yang mendalam. Gadis cantik seperti anak majikannya itu harus mengalami hal yang pahit . Bahkan tanpa adanya dukungan dari keluarga.“Sejak kapan mbak Lily mengidap penyakit itu?” tanya Bi Asih dengan kepala menunduk. Ia tidak sanggup harus menatap mata kekasih anak majikannya itu.“Sebenarnya penyakit yang diderita Lily adalah penyakit keturunan dan Lily baru mengetahuinya saat berumur 18 tahun,” papar Bara.“Itu sudah lama sekali,” ujar Bi Asih.Bi Asih tiba-tiba teringat akan suatu hal. Semenjak ia ikut bekerja di keluarga ini, tidak ada yang memiliki riwayat penyakit jantung seperti yang diderita Lily. Hal itu ia ungkapkan kepada Bara, “Aoa bibi yakin?” tanya Bara dengan sedik
Seorang gadis sejak tadi berjalan bolak-balik dengan gusar di dalam kamarnya. Telepon genggamnya tidak terlepas dari pandangannya. Rasanya hati ingin menelepon seseorang di sana. Tapi, lagi-lagi ego mengalahkan semuanya. Akhirnya setelah berpikir keras, gadis itu mengalah dan menelepon seseorang itu.Nada dering mulai terdengar saat ia memencet nomer seseorang itu.. Menunggu lama, tapi tetap tidak ada jawaban. “Argh! Lama-lama aku bisa gila!” teriak Lily dengan mengacak-acak rambutnya. Sejak tadi gadis itulah yang berjalan dengan gusar menunggu kabar dari kekasih. Harusnya sekarang kekasihya itu sudah mengabarinya. Lily bukannya posesif, tapi lelaki itu sendiri yang menjanjikan akan mengabarinya jika sudah selesai rapat.Kalau begini, Lily bisa overthinking dengan kekasihnya itu. “Sudahlah biarkan saja!” kesal Lily. Gadis itu kemudian membaringkan tubuhnya di atas kasur. Hari sudah semakin malam, lebih baik ia tidur dan tidak memikirkan
Dany berjalan dengan cepat menuju ke unit apartemen Bara sambil sesekali melihat ke belakang. Berharap tidak ada yang mengikutinya. Begitu sampai di depan pintu unit apartemen Bara, ia langsung menekan pascode unit apartemen bosnya itu. Setelah terbuka ia langsung masuk ke dalam dan menutup pintu dengan cepat.“Apa yang sedang kamu lakukan?” tanya Bara. Pemilik kamar apartemen itu merasa heran dengan perilaku sekertarisnya yang seperti dikejar seseorang.Sedangkan Dany yang mendengar itu langsung terkejut mendengar suara Bara. Rasanya jantungnya seakan ingin lepas dari tubuhnya. Belum juga ia bernapas lega karena ingin menghindari kekasih sang bos, sekarang justru dikagetkan dengan suara si bos. Dany mencoba bernapas dengan pelan-pelan. Suara hembusan napas terdengar nyaring di dalam apartemen itu.Setelah dirasa cukup, Dany mulai menceritakan kenapa ia berjalan dengan terburu-buru ke unit apartemen Bara. “Aku tahu bos semalam dirimu bertemu de