Bara masih setia memandang wajah Lily. Tidak ada bosannya ia melihat wajah cantik Lily. Rasanya seperti candu baginya. Sepertinya Bara sudah terjangkit penyakit bucin. Malah rasanya sudah dalam tahap akut.
Lily yang ditatap seperti itu sontak bertambah malu. “Kenapa Kak Bara menatapnya terus?” batin Lily. Ayolah, ada apa dengannya? tidak biasanya ia malu-malu begini. Lelaki itu sudah membuatnya salah tingkah. Lily mencoba untuk menaikkan wajahnya ke depan.
Sontak wajah tampan Bara yang telihat jelas olehnya. “Kenapa kak?” tanya Lily dengan memberanikan diri. Tidak tahu saja Bara jantungnya terasa berdetak kencang. Tanda jika dirinya gugup. Lily juga menautkan jari-jari tangannya. Kebiasaan yang sering dia lakukan jika gugup
“Sedang apa di balkon?” tanya Bara.
“Aku tidak bisa tidur Kak,” jawab Lily.
Gadis itu menjelaskan jika terkadang ia sulit untuk tertidur. Biasanya jika itu terjadi. Ia akan berdiri di balkon melihat bulan dan bintang. Setel
Lily masih sibuk dengan pikirannya mengenai makan malam nanti. Daritadi ia masih bingung dengan apa yang harus ia pakai. Kemudian apa yang harus ia persiapkan untuk nanti malam. Astaga, rasanya kepalanya ingin meledak hanya karena acara makan malam. Salahkan saja dirinya yang tidak memilki pengalaman sama sekali.Rachel yang melihat itu segera menyadarkan Lily. Gadis itu yakin sahabatnya pasti tengah gusar. Apalagi Rachel tahu betul, jika sahabatnya belum pernah kencan sebelumnya. Oke! Mari kita anggap makan malam nanti sebagai kencan pertama Lily dan Bara. Sontak terbesit suatu ide di kepala Rachel.Gadis itu akan membantu Lily menyiapkan diri untuk makan malam nanti. Serahkan semuanya pada Rachel. Bisa dipastikan semua berjalan dengan lancar. Rachel terkekeh geli dengan pikirannya sendiri. “Tenang saja, aku akan membantumu,” ujar Rachel dengan senyum yang misterius. Kita lihat saja nanti seperti apa rencana Rachel.Setelah makan siang bersama, kini
Lily masih saja terlihat gugup. Jantungnya daritadi tidak berhenti berdetak. Lily mencoba tetap tenang. Tidak lucu jika penyakitnya nanti kambuh. Bisa merusak rencana dinner kali ini. No! Jangan sampai itu terjadi.Mobil yang dikendarai Bara telah sampai di depan restoran. Keduanya langsung keuar dari mobil dan masuk ke dalam restoran. Bara menyebutkan namanya untuk bisa masuk ke dalam restoran. Mewah! Itulah kata yang dapat menggambarkan kondisi restoran yang ia kunjungi. Bara dan Lily dipersilahkan untuk mengikuti pelayan yang akan mengantarkan ke meja yang sudah di pesan.Lily benar-benar tidak bisa berkata apa-apa. Apa yang dilihatnya sangat mengagumkan. Saat ini ia duduk di meja yang telah dipesan oleh Bara. Ia bisa melihat kerlap-kerlip cahaya ibu kota. Benar sekali! Meja yang dipesan Bara berada di lantai paling atas dan di sebelahnya ada jendela dengan kaca yang besar. Otomatis ia bisa dengan mudah melihat pemandangan malam hari dari mej
Kedua insan itu kini merasa canggung. Seterlah kejadian beberapa menit lalu, mereka masih saja diam. Tidak berani menatap satu sama lain. “Ekhem ... sepertinya aku harus pulang karena sudah larut malam,” ujar Bara yang beranjak dari sofa. Lily mempersilahkan Bara untuk keluar dari apartemennya.“Selamat malam,” kata Bara saat sudah berada di luar apartemen Lily.“Malam,” balas Lily dengan malu-malu. Setelahnya ia segera menutup pintu apartemennya. Gadis itu masih berdiri di belakang pintu dan memegang jantungnya yang berdetak dengan kencang. Lily tidak bisa menahan lagi untuk tersenyum. Hatinya terasa berbunga dan seperti ada kupu-kupu yang bertebangan di perutnya. Ah, jadi begini yang namanya jatuh cinta. Iya, gadis itu sudah yakin dengan perasaannya. Bahwa Lily Quenssa Yasmin Adijaya telah jatuh cinta pada Albara Sabian Wijaya. Mungkin, malam ini ia tidak akan bisa tidur karena memikirkan lelaki itu. Sekuat itukah Bar
Bara menyapa Lily saat ia tidak sengaja melihat gadis itu berada di lobi apartemen. Namun, Lily terkesan cuek padanya. Tidak ingin mengambil pusing, ia segera naik ke atas menuju unit apartemennya. Sedangkan perempuan yang bersama Bara tadi sudah pergi naik taksi. Tidak tahu saja Bara jika gadis pujaannya itu sedang cemburu berat.“Menyebalkan, kenapa lelaki itu tidak peka? Atau dia memang tidak menaruh perasaan padanya?” gumam Lily setelah masuk ke dalam unit apartemennya.Semalaman Lily tidak bisa tidur karena memikirkan Bara dan perempuan itu. Dalam hati Lily bertanya-tanya mengenai identitas perempuan itu. Lalu, apa kaitannya dengan Bara? Bagaimana bisa mereka begitu dekat dan terlihat mesra. Argh, memikirkan itu membuat dirinya pusing. Sekarang matanya terlihat sayu. Apalagi ada lingkaran hitam di mata membuatnya terlihat seperti panda.Pagi ini adalah pagi yang terburuk baginya. Matanya kembali melihat pemandangan yang kurang mengenakkan. Lagi
Lily masih diam terpaku di depan pintu apartemen Bara. Raut wajahnya sedih melihat seorang perempuan cantik di depannya. Tiba-rtiba dari belakang perempuan itu ada Bara yang terlihat selesai mandi. Rambutnya masih basah dan wajahnya terlihat segar. Lelaki itu mempersilahkan Lily untuk masuk ke dalam apartemennya.Pertama kalinya Lily masuk ke dalam apartemen seorang laki-laki. Ia bisa melihat jika Bara adalah orang yang suka bersih dan rapi. Bara pamit ke kamarnya terlebih dahulu untuk berganti baju dan mengeringkan rambutnya. Memang daritadi Bara hanya memakai baju polos dan celana pendek. Saat fokus melihat Bara, perempuan tadi menawarkan Lily minum.Hampir saja Lily lupa jika masih ada perempuan itu. Sungguh Lily sangat penasaran dengan perempuan di depannya ini. Namun, ia tidak kuasa untuk bertanya. Nanti dikira dirinya terlalu ikut campur urusan orang. Akhirnya ia mengiyakan tawaran perempuan itu. Daripada ia dikira sombong karena menolak dibuatkan minum.B
Senyum secerah mentari nampak terpatri pada wajah Lily. Suasana hatinya saat ini begitu senang. Apalagi kalau bukan karena Bara kekasihnya. Ah, rasanya sangat aneh menyebut bara dengan kekasihnya. Sejak keluar dari mobil, gadis itu terus saja tersenyum. Hingga membuat semua karyawan butik heran dengan sikap atasannya itu.“Hai Alice, bagaimana kabarmu?” sapa Lily saat dirinya tidak sengaja bertemu Alice yang merupakan karyawan di butik.“Baik Bu, sepertinya hari ini anda terlihat senang,” ujar Alice“Oh benarkah? Apa terlhat jelas di wajahku?” tanya Lily dengan malu-malu. Alice menganggukan kepalanya dengan cepat. Ia benar-benar sangat bingung dengan tingkah laku atasannya. Tidak apa, ia ikut senang jika bosnya itu senang. Bosnya itu adalah orang yang baik dan berhak mendapatkan kehidupan yang baik pula.Tiba-tiba suara Rachel mengintrupsi mereka. Pandangan Rachel mengarah pada wajah Lily yang terlihat berbeda. Seperti
Setelah makan malam bersama kemarin, pagi harinya Bara mengantarkan kekasihnya itu ke butik. Lelaki itu ingin menjadi kekasih yang bisa diandilkan oleh pasangannya. Tentu saja tawaran itu tidak ditolak oleh Lily. Melainkan gadis itu senang bisa diantar kerja oleh sang kekasih. Mobil BMW berwarna putih milik Bara mulai melaju meninggalkan basement apartmen. Di dalam mobil Lily berbicara tanpa henti. Ia ingin menciptakan suasana menjadi hangat dan tidak canggung.Tapi, memang Lily jika sudah nyaman dengan orang. Maka ia akan berbicara panjang lebar. Seperti bukan sifat Lily biasanya. Hal itu membuat Bara semakin mengetahui sifat Lily yang belum pernah terlihat. Bara semakin gemas dengan kekasihnya. Ia benar-benar bahagia bisa memiliki Lily dihidupnya.Begitu sampai di depan butik, Bara membukakan pintu mobil untuk Lily. Benar-benar sangat perhatian sekali. Hal itu membuat tersipu malu. Orang-orang yang berada di depan butik juga tidak ingin melewatkan kejadian l
Sudah hampir sebulan Lily tidak bertemu kembali dengan ibunya. Meskipun kehadirannya tidak diharapkan oleh sang ibu. Tapi, bagaimana pun beliau tetap ibunya. Rencannya hari ini ia akan mengunjungi ibunya. Ia sudah rindu dengan ibu dan Bi Asih. Lagipula hari ini weekend dan dirinya tidak ada kegiatan lain. Kekasihnya juga sedang berada di luar kota. Jadi ia memanfaatkan hari ini untuk berkenjung ke rumahnya.Begitu sampai di rumahnya, ia disambut oleh Bi Asih. Seperti biasa bukan sang ibu yang menyambutnya. Saat masuk ke dalam rumah, ia bisa melihat ibunya sedang merawat tanaman di halaman belakang rumah. Ibunya hanya acuh dengan keberadaannya. Bahkan untuk menyapanya saja enggan. Hatinya sedikit tergores dengan perlakuan ibunya. Tidak! Ia tidak boleh lemah. Bukankah ia sudah terbiasa mendapatkan perlakuan seperti itu dari ibunya. Harusnya ia tidak perlu sakit hati.Sekeras apa pun batu karang lama kelamaan akan terkikis jua karena sapuan ombak.Begitu juga dengan hati i
Kedua pasangan itu tampak tergugu setelah mendengarkan perkataan wanita paruh baya itu. Salah tingkah yang kini Bara rasakan. Sedangkan Lily pun juga sama tapi ada hal lain yang mengganggunya. Tentu saja gadis itu mencoba untuk menutupinya. “Apa mama salah bicara?” tanya mama Bara. Bukan tanpa alasan mama Bara bertanya seperti itu, karena kedua pasangan itu langsung diam setelah dirinya bertanya seperti itu. “Bukan seperti itu ma, hanya saja kami belum punya pikiran seperti itu,” jelas Bara. “Ohh begitu .... sudah saatnya kalian memikirkan masa depan, ingat! umur kalian tidak muda lagi, lagipula mama juga ingin cepat-cepat punya cucu,” papar mama Bara. “Astaga, tadi ditanya nikah sekarang cucu! Bisa gila dirinya,” batin Bara. Disisi lain Lily tertawa canggunng melihat anak dan ibu itu. Entahlah dirinya merasa aneh karena mereka membicarakan mengenai masa depan. Lily saja merasa pesimis dengan masa depannya. Andai penyakitnya tidak hadir dalam hidupnya, mungkin ia akan merancang mas
Sosok perempuan yang baru saja menghampiri meja mereka membuat suasana hening seketika. “Hai,apa kabar kalian?” sapa perempuan itu lagi. Perkataan perempuan itu membuat mereka tersadar kembali. Rayhan menolehkan kepalanya ke arah Dany, seolah meminta penjelasan mengenai perempuan itu. Dany yang ditatap hanya meringis kecil.“Ekhem ... hai juga Kiara!” balas Dany dengan senyum yang terkesan dipaksa. Kiara memandang keduanya dengan tatapan senang, sedangkan salah satu sosok laki-laki di depannya itu sepertinya tidak begitu menyukai keberadaannya. Terlihat jelas tatapan datar yang ditujukan padanya. Padahal dulu hanya tatapan memuja yang sering didapatkannya dari sosok laki-laki itu.Jauh sebelum Kiara mengenal Bara dan Dany, ia mengenal Rayhan lebih dulu. Sosok sahabat yang selalu mendukungnya dan selalu ada disampingnya. Namun, semua itu musnah saat Rayhan menyatakan perasaannya pada Kiara. Tidak ada yang murni dari persahabatan antara perempuan dan laki-laki. Entah salah satu atau ked
Cahaya matahari sudah mulai nampak yang menandakan hari telah berganti. Seorang perempuan menatap langit-langit kamar dengan mata sayunya. Sejak semalam kedua mata itu belum menutup sama sekali. Entah seperti apa penampilannya sekarang. Ia yakin pasti rupanya sudah seperti zombie.Sambil mendengus kesal, ia menyampirkan selimut yang sejak semalam bertengger manis menutupi kedua kakinya. Kaki kecilnya mulai menginjak lantai yang dingin karena pendingin ruangan yang menyala di kamarnya. Berjalan sampai di depan pintu balkon, ia menyibak gorden yang menutupi pintu balkon yang terbuat dari kaca itu.Terlihat orang sedang berlalu lalang di jalanan. Banyak orang yang sudah melakukan aktivitasnya. Apalagi matahari sudah mulai terik, tandanya para pekerja akan kembali memulai pekerjaan mereka. Begitu juga dengan Lily, dengan semangat yang membara ia memasuki kamar mandi unuk membersihkan diri.Ia meringis melihat penampilannya di cermin. Sangat menyedihkan! Kantung mata yang menghitam, wajah
Dany berusaha menyadarkan Bara yang sejak tadi termenung memandangi wanita paruh baya yang ada di depan mereka. Dany mengakui jika wanita itu sangat cantik, bahkan masih terlihat muda meskipun usianya sama dengan kedua orang tuanya. Tapi, tetap saja yang dilakukan Bara terlihat memalukan. Apalagi sahabatnya itu sudah punya kekasih.Tunggu! Berbicara mengenai Lily, mengapa wajah wanita paruh baya di depannya terlihat mirip dengan Lily. Dany terus saja memindai wanita di depannya dengan intens. Dirinya seperti melihat Lily dalam versi tua. Tapi, apakah Lily memiliki hubungan dengan klien mereka kali ini?Saat asyik memikirkan itu di kepalanya, suara deheman dari wanita itu menyadarkan mereka berdua. “Apa ada masalah dengan penampilan saya? Sepertinya sejak tadi kalian terus saja memperhatikan saya,” ujar Wanita paruh baya itu. Mereka berdua yang mendengar itu jadi salah tingkah. Betapa memalukannya mereka!“Bukan begitu Bu Liana, hanya saja saat
Suasana di dalam restoran itu sangat ramai berbeda dengan meja yang ditempati oleh Lily dan Bara. Keheningan tercipta diantara keduanya setelah Kiara yang kebetulan sedang berada di sana ikut makan di meja mereka. Sebenarnya Lily tidak keberatan, meskipun di dalam hatinya ia sedikit tidak rela jika waktu berduanya dengan sang kekasih diganggu. Apalagi yang mengganggu adalah Kiara yang merupakan perempuan masa lalu kekasihnya.Tidak ingin dianggap sebagai kekasih yang agresf dan posesif, ia mencoba untuk acuh dengan keberadaan Kiara. Jujur saja ini bukan sifatnya sama sekali. Entahlah semenjak Bara menjadi kekasihnya sifat itu muncul begitu saja. Ia hanya tidak ingin kehilangan Bara. Tidak bisa dibayangkan hidupnya tanpa Bara, pasti hambar.“Maaf, jika aku menganggu kalian,” ujar Kiara dengan wajah menyesal. Baiklah ia keterlaluan! Lily bisa melihat raut wajah Kiara yang tulus. Seperti benar-benar menyesal karena menganggu waktunya dengan sang kekasih. Hati
Seorang perempuan sedang berlari tergesa-gesa di koridor rumah saki. Terlihat juga seorang laki-laki yang mengikuti perempuan itu dari belakang. Mereka menghiraukan orang-orang yang menatap dengan aneh. Namun, ada juga yang memaklumi karena pasti ada sesuatu yang membuat mereka berlari seperti itu. Mereka berhenti di ruang UGD, di sana terlihat Bi Asih yang duduk di kursi depan ruangan tersebut.“Bi, bagaimana keadaan ibu?” tanya Lily dengan gusar. Keringat membasahi dahi Lily setelah berlari menuju ke UGD. Bi Asih yang menelepon Lily tadi mengabari jika ibunya terpeleset di kamar mandi. Parahnya kepala ibunya terbentur wastafel sampai berdarah. Hal itu yang membuat Lily khawatir dan takut jika terjadi sesuatu terhadap ibunya.“Ibu sudah ditangani oleh dokter dan bibi disuruh menunggu di sini,” balas Bi Asih.Lily menghembuskan napas dengan lega, setidaknya ibunya sudah ditangani oleh pihak medis. Sekarang ia juga ikut duduk di samping Bi
Hari ini Lily masih belum beranjak dari kasurnya. Padahal matahari sudah menjulang tinggi. Tandanya hari sudah mulai siang. Bukan tanpa alasan ia masih berada di kamarnya, karena sejak kemarin fisik dan pikirannya terkuras habis. Sekarang ia berbaring tidak berdaya di kasurnya.Untungnya ia tadi sudah meminta izin pada Aunty Sera untuk tidak masuk kerja hari ini. Sungguh ia tidak sanggup jika harus berangkat kerja. Sekedar berjalan untuk pergi ke kamar mandi saja kepalanya sudah pusing. Jika dipaksakan ia bisa pingsan di kantor dan itu tidak boleh terjadi. Lily tidak ingin merepotkan orang lain.Tubuhnya yang semakin lemas membuatnya tidak bisa bergerak lebih leluasa. Ia kembali membaringkan tubuhnya dan mulai tertidur. Bagaimana tubuhnya tidak lemas jika sejak tadi ia belum makan apa pun. Lily terlalu malas untuk membuat makanan. Padahal sekarang zaman sudah modern dan bisa memesan makanan lewat online. Tapi, entah mengapa ia malas walau hanya sekedar memesan lewat te
Bara langsung menghempas tangan Kiara yang seenaknya saja memegang tangannya. Lily yang sudah terlanjur kecewa segera berbalik dan berjalan menjauh dari unit apartemen Bara. Tentu saja Bara tidak akan tinggal diam. Lelaki itu berlari mengejar pujaan hatinya. Jangan sampai hubungannya berantakan karena masalah ini.Beruntung Lily tidak pergi jauh. Gadis itu pergi ke taman yang ada di belakang apartemen. Bara langsung memeluk Lily dari belakang. Lily meronta di dalam pelukan Bara. Ia masih kecewa dengan Bara dan ingin menyendiri. Namun, kekuatan Bara jauh lebih besar dibanding dirinya. Hingga akhirnya Lily menyerah dan pasrah berada dipelukan Bara.‘Maaf,” lirih Bara dengan menenggelamkan wajahnya di bahu Lily.Lily diam tidak berkutip mendengar perkataan Bara. Ia bingung ingin berkata apa. Air matanya masih saja membasahi pipinya. “Aku mohon jangan menangis, aku minta maaf,” gumam Bara pelan. Hati lelaki itu sakit melihat kekasihnya menete
Dany berjalan dengan cepat menuju ke unit apartemen Bara sambil sesekali melihat ke belakang. Berharap tidak ada yang mengikutinya. Begitu sampai di depan pintu unit apartemen Bara, ia langsung menekan pascode unit apartemen bosnya itu. Setelah terbuka ia langsung masuk ke dalam dan menutup pintu dengan cepat.“Apa yang sedang kamu lakukan?” tanya Bara. Pemilik kamar apartemen itu merasa heran dengan perilaku sekertarisnya yang seperti dikejar seseorang.Sedangkan Dany yang mendengar itu langsung terkejut mendengar suara Bara. Rasanya jantungnya seakan ingin lepas dari tubuhnya. Belum juga ia bernapas lega karena ingin menghindari kekasih sang bos, sekarang justru dikagetkan dengan suara si bos. Dany mencoba bernapas dengan pelan-pelan. Suara hembusan napas terdengar nyaring di dalam apartemen itu.Setelah dirasa cukup, Dany mulai menceritakan kenapa ia berjalan dengan terburu-buru ke unit apartemen Bara. “Aku tahu bos semalam dirimu bertemu de