Setelah menempuh perjalanan selama kurang lebih 7 jam. Mereka sampai di bandara Kingsford Smith yang terletak di Sydney. Saat ini mereka sedang menunggu teman Bara yang tiinggal di Sydney. Setelah menunggu beberapa menit, akhirnya orang yang ditunggu datang. Jordi namanya. Ia adalah teman Bara saat SMP dulu.
“Maaf sudah menunggu lama,” ucap Jordi.
“Tidak masalah,” jawab Rayhan.
“Kita akan menginap di rumahmu?” tanya Rachel.
“Tentu saja, jangan khawatir tempatku sangat luas dan mampu menampung lebih 10 orang,” ucap Jordi dengan tertawa lepas.
“Sombong,” hardik Bara.
“Hei, itu kenyataannya dude,” balas Jordi dengan tersenyum kecil.
“Sudahlah, aku capek ingin segera rebahan,” timpal Rayhan.
Mereka bergegas masuk ke dalam mobil yang telah disiapkan oleh Jordi. Satu mobil mewah keluaran BMW dan satu mobil keluaran ferari. Dua unit mobil itu
Bara sedang tidur terlentang di atas kasur dengan menatap langit-langit kamar. Suara pintu tertutup tidak dihiraukannya. Lelaki itu masih nyaman dengan posisinya. Dany yang sedang masuk ke dalam kamar tidak memperdulikan Bara. Biarlah bosnya itu menyendiri.Setelah Dany keluar dari kamar mandi. Bara masih saja di posisi sebelumnya. Hal itu membuat Dany penasaran. “Bar, are you okay?” tanya Dany. Sikap Bara belakangan ini aneh. Tidak seperti biasanya.“Bar?” panggil Dany lagi.“Ha? ada apa?” tanya Bara dengan wajah bingungnya.“Ada yang sedang kamu pikirkan?” tanya Dany dengan penasaran.“Entahlah,” balas Bara singkat.Dany merasa bos sekaligus temannya itu sedang memikirkan perempuan kecilnya. Bukan tidak mungkin Dany mengetahui hal itu. Ia dengan Bara sudah berteman sejak lama. Bara juga pernah bercerita mengenai perempuan kecilnya. Sampai saat ini Dany rasa temannya itu m
Setelah makan malam selesai. Mereka yang berada di meja makan pergi ke halaman belakang rumah Jordi. Di sana suasananya benar-benar asri. Cuaca yang lumayan dingin tidak membuat mereka malas untuk berada di luar. Banyak daun-daun yang berguguran. Mengingat memang saat ini adalah musim gugur.Betapa senangnya Lily bisa melihat keindahan ini. Bisa berkumpul dengan sahabatnya. Selain itu, ia juga bertemu dengan teman baru yang baik. Rasanya ia tidak ingin hari semakin cepat berlalu. Cuacanya semakin dingin. Lily memeluk dirinya sendiri supaya tidak kedinginan.Sedangkan, yang lainnya sedang asyik bersenda gurau. Gadis itu merasa heran dengan teman-temannya. Apakah mereka tidak kedinginan? semakin malam udaranya semakin dingin. Padahal Lily sudah memakain baju lengan panjang. Seharusnya Lily tadi mengikuti sara Rachel untuk memakai mantel.Lagipula siapa yang mengira jika di halaman belakang udaranya sangat dingin. Apalagi Lily tidak biasa dengan cuaca dingin. Ia in
Rachel dan lainnya sudah sampai kembali di rumah Jordi. Ia masih kesal dengan Dany yang daritadi merecokinya. Sampai tidak sadar jika sahabatnya tidak ada di sana. Mereka sudah turun dari sepeda masing-masing. Setelahnya mereka berencana sarapan bersama.Namun, Jordi menyadari jika salah satu dari mereka ada yang tidak ada. Lelaki itu gelisah seperti ada yang tertinggal. Akhirnya ia menelisik semua orang yang berada di dekatnya. “Lily di mana?” tanya Jordi. Ternyata ada satu orang yang belum kembali dan itu adalah Lily.“Benar, ke mana gadis itu?” tanya Dany.“Astaga, Lily di mana? bukannya tadi dia di belakangku?” gusar Rayhan.“Jangan-jangan Lily tersesat,” ujar Dany.“JANGAN SEMBARANGAN KALAU BICARA!” seru Rachel. Gadis itu benar-benar takut jika terjadi sesuatu dengan Lly. Bukan hanya Rachel yang panik. Bara lebih panik lagi. Lelaki itu benar-benar kalut. Seharusnya tadi ia terus berad
Setelah kemarin ada kejadian yang tidak terduga. Mereka kini berencana akan mengunjungi berbagai tempat wisata di Sydney. Cuaca hari ini juga mendukung mereka untuk bisa jalan-jalan. Banyak hal yang akan mereka lakukan selama dua hari ke depan. Sebelum mereka akan kembali lagi ke Jakarta.“Rachel ayo kita sudah ditunggu!” seru Lily dari luar pintu kamar. Pagi hari ini ia sudah berteriak karena Rachel. Sahabatnya yang satu ini sangat lambat sekali. Lihat saja sudah hampir 30 menit dirinya menunggu Rachel yang masih bersiap-siap. Padahal gadis itu hanya perlu berganti pakaian.“Sebentar!” teriak Rachel.Lily mendengus dengan kesal. Ia turun ke bawah dan meninggalkan Rachel. Dirinya sudah tidak tahan untuk menunggu Rachel lebih lama lagi. Sebelum menginjak anak tangga terakhir. Dirinya kaget dengan penampilan para lelaki.Sedangkan Rachel, ternyata telah selesai dengan urusannya. Kini ia mencoba untuk menyadarkan Lily yang melamun di
Bara masih terus menatap wajah Lily. Sedangkan yang ditatap masih diam seribu bahasa. Gadis itu tidak tahu apa yang harus dikatakannya. Bibirnya tiba-tiba kelu saat ingin bicara. Tubuhnya juga diam membeku. Bara mencoba untuk mencairkan suasana. Lelaki itu berkata, jika Lily tidak perlu menanggapi pernyataannya. Lelaki itu menyadari jika itu terlalu awal bagi mereka. Namun, Bara menyakinkan Lily bahwa dirinya bisa diandalkan. Dan tidak perlu waktu lama lagi bagi Lily untuk menyadari perasaannya pada Bara. “Maaf membuatmu terkejut,” ujar Bara. “Tidak apa-apa Kak, aku hanya kaget bagaimana seorang dokter seperti Kakak bisa tertariki padaku,” papar Lily. “Perasaan tidak ada yang tahu, tidak memandang siapa ataupun dimana orang itu,” ucap Bara. Lily tersentuh dengan ungkapan perasaan Bara. Dirinya tidak ingin munafik. Ia juga menyadari rasa ketertarikannya pada Bara. Namun, Ia takut menjalin hubungan dengan seseorang. Penyakitnya
Sudah seminggu semenjak kepulangan mereka dari Sydney. Mereka kini kembali melakukan aktivitasnya masing-masing. Begitu pula dengan Lily. Belakangan ini ia kembali disibukkan dengan urusan butik. Hingga membuatnya sering pulang larut malam.Gadis itu juga sedang banyak pikiran sekarang. Bukan hanya masalah butik. Tapi, juga dengan perubahan sikap Rayhan. Semenjak mereka membeli oleh-oleh hari itu, sikap Rayhan sampai sekarang terkesan dingin kepadanya. Hal ini membuatnya selalu menerka-nerka. Apa yang membuat Rayhan bersikap seperti itu?Tidak hanya Lily yang merasakan itu. Melainkan, Rachel juga merasakan perubahan Rayhan kepada sahabatnya itu. Tidak ingin pusing memikirkan hal itu. Lily berusaha untuk mengalihkannya dengan sibuk bekerja. Hingga ia menghiraukan kesehatannya.Sedangkan Bara, Lily tidak tahu bagaimana kabar lelaki itu. Terakhir kali mereka berkomunikasi saat kembali tiba di Jakarta. Entah seperti apa kelanjutan hubungannya dengan lelaki itu. Samp
Bara masih setia memandang wajah Lily. Tidak ada bosannya ia melihat wajah cantik Lily. Rasanya seperti candu baginya. Sepertinya Bara sudah terjangkit penyakit bucin. Malah rasanya sudah dalam tahap akut. Lily yang ditatap seperti itu sontak bertambah malu. “Kenapa Kak Bara menatapnya terus?” batin Lily. Ayolah, ada apa dengannya? tidak biasanya ia malu-malu begini. Lelaki itu sudah membuatnya salah tingkah. Lily mencoba untuk menaikkan wajahnya ke depan. Sontak wajah tampan Bara yang telihat jelas olehnya. “Kenapa kak?” tanya Lily dengan memberanikan diri. Tidak tahu saja Bara jantungnya terasa berdetak kencang. Tanda jika dirinya gugup. Lily juga menautkan jari-jari tangannya. Kebiasaan yang sering dia lakukan jika gugup “Sedang apa di balkon?” tanya Bara. “Aku tidak bisa tidur Kak,” jawab Lily. Gadis itu menjelaskan jika terkadang ia sulit untuk tertidur. Biasanya jika itu terjadi. Ia akan berdiri di balkon melihat bulan dan bintang. Setel
Lily masih sibuk dengan pikirannya mengenai makan malam nanti. Daritadi ia masih bingung dengan apa yang harus ia pakai. Kemudian apa yang harus ia persiapkan untuk nanti malam. Astaga, rasanya kepalanya ingin meledak hanya karena acara makan malam. Salahkan saja dirinya yang tidak memilki pengalaman sama sekali.Rachel yang melihat itu segera menyadarkan Lily. Gadis itu yakin sahabatnya pasti tengah gusar. Apalagi Rachel tahu betul, jika sahabatnya belum pernah kencan sebelumnya. Oke! Mari kita anggap makan malam nanti sebagai kencan pertama Lily dan Bara. Sontak terbesit suatu ide di kepala Rachel.Gadis itu akan membantu Lily menyiapkan diri untuk makan malam nanti. Serahkan semuanya pada Rachel. Bisa dipastikan semua berjalan dengan lancar. Rachel terkekeh geli dengan pikirannya sendiri. “Tenang saja, aku akan membantumu,” ujar Rachel dengan senyum yang misterius. Kita lihat saja nanti seperti apa rencana Rachel.Setelah makan siang bersama, kini
Kedua pasangan itu tampak tergugu setelah mendengarkan perkataan wanita paruh baya itu. Salah tingkah yang kini Bara rasakan. Sedangkan Lily pun juga sama tapi ada hal lain yang mengganggunya. Tentu saja gadis itu mencoba untuk menutupinya. “Apa mama salah bicara?” tanya mama Bara. Bukan tanpa alasan mama Bara bertanya seperti itu, karena kedua pasangan itu langsung diam setelah dirinya bertanya seperti itu. “Bukan seperti itu ma, hanya saja kami belum punya pikiran seperti itu,” jelas Bara. “Ohh begitu .... sudah saatnya kalian memikirkan masa depan, ingat! umur kalian tidak muda lagi, lagipula mama juga ingin cepat-cepat punya cucu,” papar mama Bara. “Astaga, tadi ditanya nikah sekarang cucu! Bisa gila dirinya,” batin Bara. Disisi lain Lily tertawa canggunng melihat anak dan ibu itu. Entahlah dirinya merasa aneh karena mereka membicarakan mengenai masa depan. Lily saja merasa pesimis dengan masa depannya. Andai penyakitnya tidak hadir dalam hidupnya, mungkin ia akan merancang mas
Sosok perempuan yang baru saja menghampiri meja mereka membuat suasana hening seketika. “Hai,apa kabar kalian?” sapa perempuan itu lagi. Perkataan perempuan itu membuat mereka tersadar kembali. Rayhan menolehkan kepalanya ke arah Dany, seolah meminta penjelasan mengenai perempuan itu. Dany yang ditatap hanya meringis kecil.“Ekhem ... hai juga Kiara!” balas Dany dengan senyum yang terkesan dipaksa. Kiara memandang keduanya dengan tatapan senang, sedangkan salah satu sosok laki-laki di depannya itu sepertinya tidak begitu menyukai keberadaannya. Terlihat jelas tatapan datar yang ditujukan padanya. Padahal dulu hanya tatapan memuja yang sering didapatkannya dari sosok laki-laki itu.Jauh sebelum Kiara mengenal Bara dan Dany, ia mengenal Rayhan lebih dulu. Sosok sahabat yang selalu mendukungnya dan selalu ada disampingnya. Namun, semua itu musnah saat Rayhan menyatakan perasaannya pada Kiara. Tidak ada yang murni dari persahabatan antara perempuan dan laki-laki. Entah salah satu atau ked
Cahaya matahari sudah mulai nampak yang menandakan hari telah berganti. Seorang perempuan menatap langit-langit kamar dengan mata sayunya. Sejak semalam kedua mata itu belum menutup sama sekali. Entah seperti apa penampilannya sekarang. Ia yakin pasti rupanya sudah seperti zombie.Sambil mendengus kesal, ia menyampirkan selimut yang sejak semalam bertengger manis menutupi kedua kakinya. Kaki kecilnya mulai menginjak lantai yang dingin karena pendingin ruangan yang menyala di kamarnya. Berjalan sampai di depan pintu balkon, ia menyibak gorden yang menutupi pintu balkon yang terbuat dari kaca itu.Terlihat orang sedang berlalu lalang di jalanan. Banyak orang yang sudah melakukan aktivitasnya. Apalagi matahari sudah mulai terik, tandanya para pekerja akan kembali memulai pekerjaan mereka. Begitu juga dengan Lily, dengan semangat yang membara ia memasuki kamar mandi unuk membersihkan diri.Ia meringis melihat penampilannya di cermin. Sangat menyedihkan! Kantung mata yang menghitam, wajah
Dany berusaha menyadarkan Bara yang sejak tadi termenung memandangi wanita paruh baya yang ada di depan mereka. Dany mengakui jika wanita itu sangat cantik, bahkan masih terlihat muda meskipun usianya sama dengan kedua orang tuanya. Tapi, tetap saja yang dilakukan Bara terlihat memalukan. Apalagi sahabatnya itu sudah punya kekasih.Tunggu! Berbicara mengenai Lily, mengapa wajah wanita paruh baya di depannya terlihat mirip dengan Lily. Dany terus saja memindai wanita di depannya dengan intens. Dirinya seperti melihat Lily dalam versi tua. Tapi, apakah Lily memiliki hubungan dengan klien mereka kali ini?Saat asyik memikirkan itu di kepalanya, suara deheman dari wanita itu menyadarkan mereka berdua. “Apa ada masalah dengan penampilan saya? Sepertinya sejak tadi kalian terus saja memperhatikan saya,” ujar Wanita paruh baya itu. Mereka berdua yang mendengar itu jadi salah tingkah. Betapa memalukannya mereka!“Bukan begitu Bu Liana, hanya saja saat
Suasana di dalam restoran itu sangat ramai berbeda dengan meja yang ditempati oleh Lily dan Bara. Keheningan tercipta diantara keduanya setelah Kiara yang kebetulan sedang berada di sana ikut makan di meja mereka. Sebenarnya Lily tidak keberatan, meskipun di dalam hatinya ia sedikit tidak rela jika waktu berduanya dengan sang kekasih diganggu. Apalagi yang mengganggu adalah Kiara yang merupakan perempuan masa lalu kekasihnya.Tidak ingin dianggap sebagai kekasih yang agresf dan posesif, ia mencoba untuk acuh dengan keberadaan Kiara. Jujur saja ini bukan sifatnya sama sekali. Entahlah semenjak Bara menjadi kekasihnya sifat itu muncul begitu saja. Ia hanya tidak ingin kehilangan Bara. Tidak bisa dibayangkan hidupnya tanpa Bara, pasti hambar.“Maaf, jika aku menganggu kalian,” ujar Kiara dengan wajah menyesal. Baiklah ia keterlaluan! Lily bisa melihat raut wajah Kiara yang tulus. Seperti benar-benar menyesal karena menganggu waktunya dengan sang kekasih. Hati
Seorang perempuan sedang berlari tergesa-gesa di koridor rumah saki. Terlihat juga seorang laki-laki yang mengikuti perempuan itu dari belakang. Mereka menghiraukan orang-orang yang menatap dengan aneh. Namun, ada juga yang memaklumi karena pasti ada sesuatu yang membuat mereka berlari seperti itu. Mereka berhenti di ruang UGD, di sana terlihat Bi Asih yang duduk di kursi depan ruangan tersebut.“Bi, bagaimana keadaan ibu?” tanya Lily dengan gusar. Keringat membasahi dahi Lily setelah berlari menuju ke UGD. Bi Asih yang menelepon Lily tadi mengabari jika ibunya terpeleset di kamar mandi. Parahnya kepala ibunya terbentur wastafel sampai berdarah. Hal itu yang membuat Lily khawatir dan takut jika terjadi sesuatu terhadap ibunya.“Ibu sudah ditangani oleh dokter dan bibi disuruh menunggu di sini,” balas Bi Asih.Lily menghembuskan napas dengan lega, setidaknya ibunya sudah ditangani oleh pihak medis. Sekarang ia juga ikut duduk di samping Bi
Hari ini Lily masih belum beranjak dari kasurnya. Padahal matahari sudah menjulang tinggi. Tandanya hari sudah mulai siang. Bukan tanpa alasan ia masih berada di kamarnya, karena sejak kemarin fisik dan pikirannya terkuras habis. Sekarang ia berbaring tidak berdaya di kasurnya.Untungnya ia tadi sudah meminta izin pada Aunty Sera untuk tidak masuk kerja hari ini. Sungguh ia tidak sanggup jika harus berangkat kerja. Sekedar berjalan untuk pergi ke kamar mandi saja kepalanya sudah pusing. Jika dipaksakan ia bisa pingsan di kantor dan itu tidak boleh terjadi. Lily tidak ingin merepotkan orang lain.Tubuhnya yang semakin lemas membuatnya tidak bisa bergerak lebih leluasa. Ia kembali membaringkan tubuhnya dan mulai tertidur. Bagaimana tubuhnya tidak lemas jika sejak tadi ia belum makan apa pun. Lily terlalu malas untuk membuat makanan. Padahal sekarang zaman sudah modern dan bisa memesan makanan lewat online. Tapi, entah mengapa ia malas walau hanya sekedar memesan lewat te
Bara langsung menghempas tangan Kiara yang seenaknya saja memegang tangannya. Lily yang sudah terlanjur kecewa segera berbalik dan berjalan menjauh dari unit apartemen Bara. Tentu saja Bara tidak akan tinggal diam. Lelaki itu berlari mengejar pujaan hatinya. Jangan sampai hubungannya berantakan karena masalah ini.Beruntung Lily tidak pergi jauh. Gadis itu pergi ke taman yang ada di belakang apartemen. Bara langsung memeluk Lily dari belakang. Lily meronta di dalam pelukan Bara. Ia masih kecewa dengan Bara dan ingin menyendiri. Namun, kekuatan Bara jauh lebih besar dibanding dirinya. Hingga akhirnya Lily menyerah dan pasrah berada dipelukan Bara.‘Maaf,” lirih Bara dengan menenggelamkan wajahnya di bahu Lily.Lily diam tidak berkutip mendengar perkataan Bara. Ia bingung ingin berkata apa. Air matanya masih saja membasahi pipinya. “Aku mohon jangan menangis, aku minta maaf,” gumam Bara pelan. Hati lelaki itu sakit melihat kekasihnya menete
Dany berjalan dengan cepat menuju ke unit apartemen Bara sambil sesekali melihat ke belakang. Berharap tidak ada yang mengikutinya. Begitu sampai di depan pintu unit apartemen Bara, ia langsung menekan pascode unit apartemen bosnya itu. Setelah terbuka ia langsung masuk ke dalam dan menutup pintu dengan cepat.“Apa yang sedang kamu lakukan?” tanya Bara. Pemilik kamar apartemen itu merasa heran dengan perilaku sekertarisnya yang seperti dikejar seseorang.Sedangkan Dany yang mendengar itu langsung terkejut mendengar suara Bara. Rasanya jantungnya seakan ingin lepas dari tubuhnya. Belum juga ia bernapas lega karena ingin menghindari kekasih sang bos, sekarang justru dikagetkan dengan suara si bos. Dany mencoba bernapas dengan pelan-pelan. Suara hembusan napas terdengar nyaring di dalam apartemen itu.Setelah dirasa cukup, Dany mulai menceritakan kenapa ia berjalan dengan terburu-buru ke unit apartemen Bara. “Aku tahu bos semalam dirimu bertemu de