Kalian pernah berpikir seandainya kata penyesalan itu tidak pernah terciptakan? Seandainya, perasaan menyesal itu tak ada mungkin aku tidak akan sekalut ini.
Aku benar-benar merenungi nasibku, memandang ke jalanan, ditambah suasana yang seperti terus menghukum diriku, sekarang hujan turun tak begitu deras, tapi tidak juga gerimis, dan intens. Seperti perasaanku yang teriris, dan menangis, karena penyesalan.
Aku melihat jam yanga melingkar pergelangan tangan, sedang menunggu Raja. Hanya ingin berbagi, walau mungkin dia akan menertawakan kebodohanku. Sungguh, aku sanggup menyebut kata 'menyesal' hingga jutaan kali, demi Anna memaafkan diriku.
Aku menatap bangku kosong di depanku, dan membayangkan Anna tersenyum manis ke arahku. Ah, wanita itu. Sekarang dia sangat membenci diriku. Entah apalah arti diriku tanpa Anna. Wanita itu adalah orang hebat di belakangku, hingga aku sampai pada tahap ini, dan menyakiti dirinya semakin dalam.
Ann
Aku tak tahu sejak kapan Mommy menjadi keras kepala seperti ini, tapi Mommy mengikuti diriku menuju rumah Anna. Aku sudah berkali-kali melarang, dan menolak, tapi wanita yang selalu memanjakan aku begitu ngotot ingin ikut. Aku tahu, Mommy menaruh harapan besar, dan juga senang, karena punya dua cucu, karena Mommy dari dulu ingin punya anak lagi, tapi tak lagi diizinkan. Akhirnya, Mommy hanya menaruh harapan padaku, dan Mommy sangat menyayangi Anna, Mommy selalu berpesan hanya Anna yang boleh jadi menantunya. Aku hanya menggeleng, dengan permintaan aneh orang tua ini. "Anna masih menaruh dendam pada kita." Aku mencoba memperingatkan, di saat Mommy hanya menggeleng. "Mommy akan melakukan apa saja agar kalian bersatu." Sekarang gantian aku menggeleng, punya dua wanita tersayang yang sama-sama keras kepala. Aku memutar musik slow, mengisi. Mommy hanya tersenyum, dia saat aku sedikit khawatir Anna tidak akan menyukai kehadiran kami
Aku hanya mengamati pemandangan di depanku, dengan perasaan dongkol luar biasa. Rasanya, ingin melempar pasir ke wajah mereka satu-persatu.Suara ombak bergulung-gulung, saling bersahutan. Menghela napas, aku memalingkan wajahku ke arah lain. Mau bagaimana lagi, alam seolah selalu membuatku berakhir di sini.Walau tak ada perasaan tak ikhlas di sini.Anak-anakku tertawa dengan puas sambil berenang, dengan memakai masing-masing pakaian renang, dan pelampung bebek dengan mulut jelek. Huh, aku masih kesal, begitu kesal.Danish sialan itu begitu membujuk anak-anakku, aku sudah menolak mati-matian, tapi anak kecil selalu meminta sesuatu dengan tangisan, akhirnya aku menghela demi anak-anakku. Dasar Danish sialan, perayu ulung!Laki-laki sial itu sedang berenang bersama anak-anakku, ditambah ibu dan ayahnya ikut dalam trip kali ini. Aku tahu, mereka semua mau mencoba menarik perhatian anak-anakku, sebenarnya aku tak ikhlas sam
"Anna, kami tahu ini memang tak mudah. Ya, pernah ada kesalahan di antara kita. Tapi, sebagai keluarga besar, kita pernah saling mengenal sebelumnya. Tentu, tidak bijak jika kita saling bermusuhan, karena ini. Kami meminta maaf, dan akan menebus semuanya."Aku mengembuskan napas panjang, sambil menatap pada Ayah Danish. Aku tak tahu kenapa, orang tua Danish selalu saja merendahkan harga diri mereka, demi anak sebiji mereka yang brengsek!Aku kembali mengarahkan pandangan ke arah Danish. Dia selalu berpijak pada orang tuanya, dia sudah berbulu, bukan lagi anak kecil. Aku benci laki-laki ini. Dia bersikap seenaknya, dan sekarang orang tuanya harus mengemis-ngemis seperti ini? Binatang seperti apa Danish itu?"Bahkan, Danish bisa melakukan semuanya sendiri. Kenapa di sini terkesan Danish cuci tangan, dan menyuruh orang tuanya? Di saat dia bisa melakukan sendiri!""Kami tahu. Dari keluarga besar Danish, kami meminta maaf pada apa yang pernah
"Cucu aku yang cantik-cantik."Senyum terpaksa akhirnya kuulas, dan terlihat bahagia, walau mungkin beneran bahagia."Aku nggak bawa apa-apa, Mommy." Aku berkata dengan jujur. Saat masih di kantor, Ibunda Zyan, Mommy Danish meminta aku membawa anak-anakku, sebenarnya aku tak enak hati menolak, tapi tidak akan mengizinkan mereka dekat dengan anak-anakku, jika aku tak bisa mengawasi langsung. Setelah pulang kantor, aku langsung membawa ke dua anakku ke sini. Dan untuk pertama kalinya, Celine dan Celena datang ke sini.Anak-anakku selalu bersemangat melakukan apa saja, mereka mengelilingi rumah, dan bertingkah pernah ke rumah ini sebelumnya. Aku hanya berdiri, memperhatikan rumah yang sudah lima tahun tidak ke sini."Aku kira tadi nggak ingat lagi jalannya." Aku berkata untuk mencarikan suasana, keadaan masih sama, belum banyak yang berubah, kecuali mungkin TV yang makin lebar, warna sofa yang diganti, aku bisa menebak sofa ini digant
Hanya keledai yang jatuh ke dalam lubang yang sama. Nyatanya, aku lebih bodoh dari itu.Aku menyibukkan diri di balik meja kerja, walau pikiran berjalan ke mana-mana. Menghela napas berkali-kali, hanya meng-klik mouse berkali-kali tak tentu arah.Aku mengangkat wajahku, saat merasakan kepala Nora menyembul ke dalam kubikel, aku hanya menatapnya sekilas kembali menatap M!crosoft Word yang kosong, hanya menampilkan layar putih, aku tak punya kata-kata, belum ada deadline berarti, dan hari ini hanya tugas ringan."Rindu Abang? Kan tinggal nelpon aja. Aku punya nomor wasap Danish. Kamu pasti nggak punya." Aku tak menghiraukan kicauan Nora, dan kembali mengklik asal.Tak lama, notif pesan masuk ke dalam layar laptop, Nora beneran mengirim nomor Danish sialan. Sebenarnya, aku memang tak punya nomor laki-laki itu, dan tak peduli jika dia mau punya atau tidak.Tanganku tak sengaja meng-klik pesan dari Nora, dan membuka kontak
Aku tersenyum di depan cermin. Mengingat semua kebodohan demi kebodohan yang aku lakukan.Hanya tersenyum, dan sebentar lagi jadi gila.Aku merasakan kaki telanjang menginjak kaki yang dingin. Sudah berganti pakaian rumah lebih santai. Anak-anakku sedang berlarian di luar, tiada hari tanpa lari, kejar-kejaran, tertawa, dan menangis. Hanya itu masalah anak kecil.Danish sialan itu sedang bermain bersama anak-anaknya. Walau bagaimanapun dia terlihat bertanggung jawab, dan menyayangi anak-anaknya, walau memang wajib dia melakukan hal itu."Mama." Aku hanya mendelik tajam ke arahnya. Memilih duduk di sofa, dan menghidupkan TV."Ayah, mau menggambar aja." Celena meloncat dari punggung lebar Danish. Dan mulai mewarnai, Celine masih tertawa, dan ingin terus bermain kuda. Bahkan, mereka rela menunggu aku di kantor, dan akhirnya semua orang tahu Anna punya anak, kembar pula, bahkan sudah besar. Aku tak peduli orang-orang mau be
Sudah saatnya bangun, mengangkat pantat yang malas ini untuk bekerja, dan melakukan aktivitas. Hawa pagi identik dengan semangat baru. Walau aku tak bersemangat.Aku menarik tanganku yang terasa keram, dan mengelus-elus wajahnya, sambil mendengar suara halus dengkurannya.Aku menusuk-nusuk pipi Danish. Sebenarnya sangat kesal padanya, tapi aku senang saat dia berada di sekelilingku."Kau tahu, sialan! Saat dulu kamu pergi, pagi-pagi gini aku bangun dan nangis. Kamu tuh jahat, Danish." Aku mengelus-elus rambutnya, sambil mencium pipinya. Mulai menganggunya, membuka matanya, membuka bibirnya, dan menghitung giginya. Menarik-narik hidung mancung tersebut, tapi laki-laki ini seperti sangat kelelahan.Saat tanganku menyusuri wajahnya, tanpa sadar tanganku sudah digigit. Aku terpekik, dan memukul dada Danish. Dia tersenyum, masih dengan menutupi matanya, aku menarik rambutnya. Akhirnya dia membuka matanya.Aku mengintip ke a
Tertawa lepas seolah tak ada beban.Senyum tak dapat terlepas dari bibir ini. Aku menatap Celine dan Celena yang bermain di taman, sudah mandi, berpakaian rapi. Mereka seperti malaikat bagiku."Kamu sebenarnya tahu, nggak? Kalau anak itu tak bisa di-download." Sumpah! Tanganku seketika ingin menabok wajah Danish, tapi kuurungkan dan hanya mendorong tubuhnya, yang sedang bersandar di bahuku sebenarnya kepalanya batu yang dia letakkan, sambil memeluk tubuhku dari belakang."Tapi pertemuan dua kelamin yang bersilaturahim." Aku berbalik dan menutupi mulut Danish, jika tidak dia akan terus mengoceh dengan hal-hal tak senonoh.Gara-gara sialan ini membuatku bolos kerja walau sudah meminta izin, dan anak-anakku tidak pergi ke sekolah. Momma sudah mengomel, menelponku, dan aku cukup pintar beralasan.Aku melihat wajah Danish dari dekat, bekas-bekas jambang yang menghitam bekas cukur. Masih melihat anak-anak yang sudah tertawa,
ABC NEWSTelah terjadi kecelakaan pesawat Europe Air pada tanggal 28 Juni dini hari, pesawat mengalami kesalahan teknis, dan membuatnya jatuh ke hutan di Ermenonvile, Perancis.Pada pintu bagian kargo tidak tertutup rapat menyebabkan pesawat mengalami tekanan udara di tengah penerbangan.Hal ini menyebabkan kerusakan pada sejumlah bagian pesawat, termasuk mesin yang perlahan-lahan hancur. Tidak ada penumpang yang selamat dalam kejadian ini.Otoritas setempat mengatakan, terjadi ledakan besar, dan sekarang TIM SAR sedang menggerakkan seluruh tim untuk mencari badan pesawat.Penumpang yang berisi 288 penumpang termasuk para awak kabin. Para jenazah sedang diidentifikasi.____________Tubuhnya lemas tak bersisa, semua ini salahnya, semua karena kebodohannya. Bahkan, dia sudah tak sanggup untuk bernapas, bersuara saja rasanya tidak sanggup.Kematian adalah suatu kepastian, perpisahan tak dapat di
Banyak orang yang terobsesi dengan Perancis, terutama Paris dengan ikon khas menara Eiffel yang mendunia. Salah satu kota yang dijuluki sebagai kota paling cinta, kota paling romantis di dunia. Apalagi ingin menghabiskan waktu bulan madu.Sebenarnya, aku tak terlalu banyak berekspektasi tentang bulan madu kali ini, apalagi anak-anakku tidak diikutsertakan, setengah ikhlas aku menjalani ini.Danish memboyong bulan madu ke Eropa, tapi kami lebih berfokus ke Perancis. Aku menghindari Paris, walau kata orang kota romantis, tidak bagiku, kota itu banyak kasus pencopetan, bau pesing, bahkan penduduk lokal sangat tidak ramah pada turis, mereka tak mau berbicara bahasa Inggris, mereka hanya mau berbicara bahasa Perancis.Akhirnya kami memilih di Perancis Timur. Aku lebih suka bangunan gaya kuno yang sudah berdiri sejak abad pertengahan."Aku kenapa selalu terobsesi dengan kerajaan?" tanyaku pada Danish. Kami sedang berada di Perouges, sebu
Lantunan lagu syahdu, mengiringi setiap langkah. Setiap langkah beriringan dengan sebuah tangisan penuh kebahagiaan, aku merasa belum bisa memijak dunia sekarang. Pipi terasa memanas, tubuh terasa ringan, irama jantung yang berdegup kencang, napas serasa dicekik. Aku berusaha untuk menelan ludah walau sulit.Aku bahagia! Ini bukan hari perkabungan, tapi aku ingin meratapi nasibku. Di depan sana, seorang laki-laki yang dulu pernah berjanji akan menikahiku, dan semuanya gagal di saat pernikahan impian itu sudah berada di depan mata.Aku meremas tanganku sendiri, rasanya ingin menampar pipiku jika ingin bukan mimpi, tapi sebuah mimpi yang kubangun bertahun-tahun, dan sekarang menjadi kenyataan."Rileks. Semua akan berjalan dengan lancar." Aku tertawa kecil, sambil menoleh pada Ayah. Laki-laki yang sudah membesarkan aku mengandeng tanganku, dan berjalan menuju altar yang sedang berdiri laki-laki yang pernah mengingkari janjinya sendiri.
Aku kembali berdiri kaku, memandangi sebuah gaun mewah berdiri angkuh di depanku. Aku memperhatikan gaun itu lamat-lamat, dan meyakinkan diriku, ini yang aku inginkan, ini yang aku tunggu-tunggu selama ini.Aku kembali mengehela napas, gaun pengantin sudah tersedia di depanku, dan aku kembali meragukan hatiku, di saat semua sudah siap. Bukan, aku tidak meragukan Danish sama sekali, aku yakin laki-laki itu akan bertanggung jawab, tapi aku meragukan diri sendiri, dan kembali dilempar pada kejadian lima tahun ke belakang, aku gagal menikah.Di saat aku sudah memimpikan pernikahan impian, aku sudah menghayal tentang sebuah rumah tangga yang harmonis, keluarga kecil yang bahagia, dan impian itu dirusak beberapa jam, rasanya masih membekas hingga kini."Kamu suka?" Aku berbalik ke arah Danish yang memeluk pinggangku, sambil mencium pipiku. Aku tersenyum ke arahnya, sambil mengangguk.Gaun berwarna ungu dengan tulle berwarna putih di bawa
Dengan menyemprotkan parfum ke beberapa bagian tubuh, leher, pergelangan tangan, keliling tubuh bagian depan dan belakang, aku mencium parfum tersebut, dan tersenyum. Bernapas lega!Aku masih berdiri di depan kaca, sambil mengukur gundukan bulat di perutku, mengelus-elusnya. Kembali tersenyum dengan kebahagiaan, tak menyangka takdir membawaku sejauh ini.Aku mengikat rambutku dan memastikan sekali lagi penampilan.Hari ini, perayaan untuk keluarga kecilku, dan semua keluarga akan berkumpul.Aku menengadahkan wajah ke atas, bernapas lega, dan bersyukur masih bisa bertahan hidup sejauh ini, dengan keluarga yang harmonis, keluarga yang selalu mendukung, serta anak-anak yang sangat menggemaskan semuanya.Ganggang pintu bergerak, aku alihkan pandangan ke pintu bercat putih tersebut. Menyambut calon suami yang sangat mengesalkan, tapi harus kuakui hidupku sepi jika dia tak berada di sekelilingku. Aku merentangkan kedua tanga
"Jadi, pada akhirnya kamu tetap memilih tytyd jelek itu?" Aku hanya memalingkan wajahku, malu tentu saja. Aunty Ilene berbicara mana peduli dengan perasaan orang lain, asal apa yang dia keluhkan keluar."Aunty marah?""Lebih ke kecewa, sih. Malu juga, mereka itu memang paling dekat, Dennis itu abangku, Bella itu sahabatku dulu, punya anak sebiji Danish, keponakan favorit yang akhirnya mengecewakan semua orang." Aku kembali menghela napas. Mau bagaimana lagi, aku kembali hamil dengan laki-laki itu, dan aku mencintai Danish, biarlah jadi wanita bodoh, aku akan melakukan apa saja demi kebahagian anak-anakku."Mungkin udah takdirnya, Aunty. Nyatanya aku kembali dengannya, walau awalnya sakit hati, dendam. Tapi, Danish sudah punya banyak anak." Aku menjilati bibirku. Kami sama-sama menghela napas berat.Sekarang, anak-anak lebih dikuasai Mommy Danish, aku tak banyak berbuat karena tahu wanita itu sedang menikmati perannya sebagai nenek, setel
Aku mengalihkan pandangan ke belakang, melihat interaksi antara nenek dan cucu yang begitu akrab sekarang. Jadi, aku akan memeriksa kehamilan, tapi Mommy Danish sudah berpesan agar dia juga ikut dalam pemeriksaan kali ini. Dan satu keluarga ikut. Nasib baik, Momma, Ayah, Aunty Ilene dan keluarganya ikut, jika tidak serasa piknik keluarga."Mommy penasaran dengan bentuk bayinya, pasti lucu.""Masih jadi kecebong itu, Mommy." Aku langsung mencubit paha Danish, karena bicara sembarangan."Udah besar. Bahkan udah tahu jenis kelaminnya. Perut Anna juga udah besar." Aku menunduk, dan kembali melihat gundukan perutku, ya memang terlihat membuncit sekarang. Dan anak-anak sebenarnya belum dikasih tahu, jika mereka sudah jadi kakak sekarang."Kalau kembar lagi, Mommy pasti akan senang bangat." Aku hanya menggeleng, tak mau berekspektasi apa-apa, asal anakku sehat, sudah lebih dari cukup buatku.Danish sedang menyetir, kami sudah membu
Aku memeluk tubuh Danish dari belakang, dia sedang mencuci piring. Ya, sekarang dia kesurupan untuk melakukan semua pekerjaan rumah, walau aku juga ikut membantunya. Atau, kami membagi pekerjaan, dia memasak aku akan mengurusi anak-anak untuk sekolah, atau aku yang memasak Danish mengurusi anak-anak sekolah."Pasti dapat jatahnya kurang, atau malah puas bangat?" Aku hanya tersenyum dengan komentar mesum terus. Danish dan otak mesumnya tak dapat dipisahkan, layaknya kendaraan tanpa bahan bakar, tidak berfungsi."Dua-duanya, sih. Kadang kamu ngeselin, tapi ada saat di mana aku ingin berkata ribuan kali aku mencintai kamu, dan kamu membuktikan semuanya." Danish mencuci tangannya, dan berbalik padaku, dia memeluk pinggangku aku memeluk lehernya, sambil tersenyum ke arahnya."Mama pasti udah ketagihan sama Tiger, makanya Mama tidak akan bisa melepaskan lagi. Tenang aja, Tiger akan selalu memberi servis terbaik.""Ish! Bukan itu."
"Aku selalu membayangkan kamu dalam balutan baju pengantin. You're so damn sexy, Anna!" Aku memutar bola mataku. Menatap malas ke arah Danish."Bagiku, baju pengantin seperti mimpi buruk. Aku pernah gagal menikah, dan aku seperti akan merasakan mimpi buruk itu lagi.""You won't. I'm promise, Baby!" Aku langsung menepis tangan Danish yang berusaha untuk mengelus-elus pipiku. Kami sedang berdebat tentang baju pengantin, tentang pernikahan yang kurasa seperti mimpi buruk. Aku kembali mengalami ketakutan tentang pernikahan.Danish memeluk leherku dari belakang. Aku berbalik padanya, dan hidungku menyentuh pipinya."Tapi, ngomong-ngomong, di bayangan aku, baju pengantin itu warna ungu.""Kamu bebas memilih, Sayang. Mau baju pengantin dari tai kambing juga bisa." Ucapan ngawur dari Danish membuatku ingin menggunduli rambutnya. Benar-benar ajaib!"Padukan gaun ungu dengan tulle warna putih sehingga paduan warnany