Kameswara tersurut beberapa langkah. Jarak mereka kini sekitar tiga tombak. Di halaman depan rumah itu yang terlihat mereka hanya sedang berdiri berhadap-hadapan.
Padahal energi mereka yang sedang saling dorong. Hawa sakti saling bergesekan layaknya dua senjata yang saling menebas atau berayun.Ini bukan yang pertama kalinya buat Kameswara. Menghadapi orang dengan kesaktian besar memang begini. Tidak lagi menggunakan jurus yang berbentuk.Akibat dari dua kekuatan yang bertemu ini, tempat sekitar bagaikan dilanda badai. Angin berputar kencang.Murid-murid resi Wanayasa tidak ada yang berani mendekat. Mereka hanya menyelamatkan benda-benda yang tersapu akibat pertarungan ini.Kameswara menghadapi kekuatan yang lebih besar dari sebelumnya yang pernah dia lawan, yaitu Andamsuri. Wanita itu sekarang masih terkurung dalam penjara menunggu di eksekusi.Andamsuri sudah tidak sakti lagi setelah terkena ajian Serap Sukma-nya Kameswara.Kerajaan Galuh.Purbasora bukan tanpa persiapan guna membendung pasukan Sunda. Meski pendekar suruhannya gagal mendapatkan Pustaka Ratuning Bala Sarewu, tapi dia masih mempunyai andalan lain yaitu prajurit Indraprahasta.Seperti perjanjiannya dengan Wiratara, kalau Purbasora berhasil berkuasa di Galuh maka tahta Indraprahasta akan diserahkan kepada Wiratara.Kedudukan Indraprahasta juga diistimewakan walaupun statusnya masih bawahan Galuh.Namun, beberapa senapati dan hulu jurit dipanggil ke Galuh untuk melatih pasukan Galuh yang akan menghadapi gempuran pasukan Sunda jika sudah saatnya nanti.Satu orang yang dikhawatirkan oleh Purbasora bukanlah Sanjaya, tapi pemuda dengan kesaktian yang hampir menyamai ayahnya tiada lain adalah Kameswara."Dyah Kencana Sari gagal, aku tidak mengerti kenapa ajian itu tidak mempan terhadap pemuda itu. Ini sama saja dengan memberinya hadiah, menikmati wanita cantik secara cuma-cuma!"Purb
Dalam sekejap tiga sosok ini sudah berpindah tempat di tiga arah mengepung Kameswara. Si wanita berada di depan langsung menyentakkan dua tangan ke depan.Wussh.Entah dari mana datangnya, tahu-tahu ribuan nyamuk terbang ke arah Kameswara. Ternyata dari dua arah lainnya juga sama, hanya nyamuknya berbeda warna."Wah, jurig nyamuk betulan!" seru Kameswara sebelum kerahkan hawa sakti pelindung. Kemudian dua tangan bergerak seperti melambai.Wussh!Segelombang angin menghempas ribuan nyamuk tiga warna itu. Hitam, kuning dan merah. Akan tetapi jumlah hewan menyedot darah ini malah bertambah. Dari belakang mereka muncul lagi ribuan.Kameswara tertutup oleh gulungan nyamuk yang jumlahnya ribuan itu. Pemuda ini tingkatkan hawa sakti pelindung, malah menggunakannya seperti ketika melawan resi Wanayasa.Ribuan nyamuk itu tidak bisa menyentuh tubuh Kameswara, tapi Tiga Jurig Penghisap Darah juga tidak kelihatan. Tahu-tahu dari bel
Pasukan Galuh sudah siaga menunggu sekitar seratus tombak di depan gerbang masuk. Sang senapati utama langsung memimpin paling depan.Bimaraksa berniat ingin menghalau pasukan Sunda sekaligus membunuh Sanjaya. Dia tidak memikirkan lagi tentang Kameswara di belakangnya. Tekadnya sudah bulat.Ada tiga lapis yang menjaga pintu gerbang. Semuanya bersenjata lengkap. Terbagi lagi menjadi beberapa kelompok dengan keahlian senjata masing-masing.Sejak hari gelap mereka sudah siap menunggu kedatangan pasukan Sunda. Beberapa kali prajurit pengintai bolak balik menyampaikan situasi dan keadaan pasukan musuh.Beberapa lama kemudian terdengar suara gemuruh langkah tegap bagikan menggetarkan bumi. Pasukan Sunda telah tiba. Barisan paling depan dipimpin oleh Patih Anggada.Arya Soka berada di lapisan ke dua belasan tombak di belakang lapisan pertama. Rahyang Tamperan, putra Prabu Sanjaya dari Tejakancana juga ikut dalam penyerangan ini.Suasana
Di tempat lain.Bersenjatakan tombak Arya Soka terus merangsek maju menerobos, membabat prajurit lawan yang ada di depannya.Sampai ia bertemu dan menghadapi salah seorang senapati Galuh yang kepandaiannya cukup mumpuni.Sama-sama bersenjata tombak terjadilah pertarungan satu lawan satu. Arya Soka tidak mau menganggap enteng lawannya. Yang pastinya orang terpilih karena kepandaian yang di atas rata-rata.Dengan segenap kepandaian yang ia dapatkan baik dari Ki Jagatapa, ayah sekaligus gurunya, ditambah taktik dari Kitab Ratuning Bala Sarewu ia keluarkan.Ini saatnya mencoba semua ilmu yang ia dapatkan sebagai wujud pengabdiannya kepada Prabu Sanjaya. Apa yang dia lakukan sekarang hanga merasa berada di pihak yang benar.Trakk! Wuukk!Dua tombak beradu keras sampai menggetarkan tangan yang memegangnya. Dari sini bisa mengukur seberapa kuatnya lawan.Arya Soka cukup lega merasakan tenaga lawan dirasa berada sedikit
Ketika Purbasora mulai terdesak, Dyah Kencana Sari tidak bisa menahan diri lagi. Apalagi saat mata tombak Sanjaya meluncur hendak menembus jantung sang raja Galuh.Tiba-tiba gadis ini meloncat turun menyongsong deruan mata tombak yang tajam. Sosok Dyah Kencana Sari menjadi tameng Purbasora.Akibatnya perut indah dan mulus si gadis tertusuk hingga tembus ke punggung. Darah menyembur di bagian depan dan belakang.Kameswara sama sekali tidak menyangka atas tindakan Dyah Kencana Sari, dia sangat menyesal tidak bisa mencegahnya. Pemuda ini juga segera melayang turun.Pada saat itu wajah Sanjaya tetap dingin. Tidak ada rasa empati sama sekali. Walau sesaat terkejut, tapi dia langsung cabut lagi tombaknya dengan sadis.Raja Sunda yang baru ini menganggap gadis itu hanya penghalang saja. Dia segera kembali memburu Purbasora.Tidak peduli orang tua itu sedang meratapi kematian si gadis yang entah ada hubungan apa antara mereka.S
Wiratara merenung sejenak, berusaha menerjemahkan perasaan gelisah yang beberapa hari belakangan melanda pikirannya."Saya merasa sesuatu akan menimpa Indraprahasta,"Kembali sang ayah menghela nafas, "Aku melihat mendung di wajahmu, Anakku,"Wajah tua sang ayah menyiratkan kesedihan dan ketakutan yang mendalam. Bahkan seperti menyesalkan sesuatu, tapi dia tidak ingin mengungkapkannya kepada sang anak.Wajah Wiratara terangkat sedikit, kini dia menatap ayahnya. Sendu. Dia ingin menumpahkan segala perasaannya kepada orang tua yang telah membesarkannya itu."Saya merasa takut sekarang, Ayahanda,""Aku hanya berpesan, jangan menyesali keadaan, terima ketentuan dan takdir Sang Hyang Wenang...""Apa yang akan terjadi, Ayahanda?" Wiratara jadi panik mendengarkannya.Sang ayah terdiam, tatapannya menerawang kosong. Tak terasa menetes air matanya. Dia masih menahan diri agar tidak mengatakan firasatnya kepada Wiratara.
Prabu Sanjaya langsung turun dari kuda. Sementara Kameswara mengambil tempat untuk menyaksikan sambil menuntun kedua kuda."Mana yang akan maju duluan?" tanya Prabu Sanjaya. Sikapnya seperti sedang terburu-buru saja. Mungkin seandainya langsung maju bertiga juga akan dia ladeni.Harapan sang raja menjadi kenyataan ketika tiga orang ini langsung mengurungnya dan sudah mengeluarkan hawa sakti yang menekan."Begitu rupanya!" ujar Prabu Sanjaya. Sesuai dugaannya tiga lawannya ini setara dengan Purbasora, tapi dia tidak akan gentar. Tidak peduli kalah atau menang.Prabu Sanjaya yang juga bernama Prabu Harisdarma mengerahkan seluruh kekuatannya. Sikapnya agak tidak tenang. Ini membuat Kameswara jadi khawatir.Tiga lawan sang raja bisa saja menggunakan pertarungan batin atau adu hawa sakti. Namun, mereka sepertinya tahu kalau raja Sunda yang baru ini belum sampai ke tahap demikian.Maka pertarungan terjadi seperti biasa. Adu jurus, adu
Berita tentang tewasnya Purbasora di tangan Prabu Sanjaya sudah terdengar sampai ke Indraprahasta.Kekhawatiran Prabu Wiratara semakin jelas. Bukan mustahil lagi raja Sunda yang baru itu akan menyerbu negerinya.Oleh karena itu ia segera mempersiapkan segenap kekuatannya untuk menghalau atau bahkan memukul mundur pasukan Sunda.Seluruh prajurit beserta senapati terlatih dan tangguh dikumpulkan dipersiapkan sematang mungkin.Ratusan prajurit berjaga di luar benteng istana. Mereka lebih siap menunggu serangan dari pada harus menyongsong musuh ke perbatasan.Karena akan menghemat tenaga, sedangkan musuh setidaknya akan berkurang tenaga saat dalam perjalanan."Pasukan musuh sudah dekat!" teriak seorang prajurit pengintai yang datang sambil berlari."Siapkan tenaga dan pikiran kalian, kita akan menghalau musuh yang belum tahu kekuatannya!" ujar senapati utama Indraprahasta yang bernama Bandawa."Hidup Indraprahasta!"
Kameswara menatap sejenak situasi di depannya. Asmarini duduk menyandar ke bahu raga kasarnya. Di atasnya Payung Terbang memayungi keduanya. Pendekar muda ini tersenyum. Kemudian sukma Kameswara masuk kembali ke dalam tubuh kasarnya. Pedang Bunga Emas otomatis terpegang di tangannya. Asmarini langsung sadar dari lamunannya. "Kakang sudah kembali!" Asmarini langsung menyimpan payungnya. Tangan kiri memegang pedang, tangan kanan merangkul tubuh istrinya. "Inikah Pedang Bunga Emas?" Kameswara pura-pura tidak tahu. "Terbuat dari emas dan menebarkan harum, ini memang pedang pusaka leluhur. Kakang telah membawanya dengan selamat. Terima kasih banyak, Kang!" "Aku suamimu, pasti akan melakukan apapun demi kebahagiaanmu. Tidak perlu berterima kasih. Ini, simpanlah!" Asmarini menerima pedang pusaka tersebut, lalu dia menggeser duduknya hingga saling berhadapan. "Aku juga rel
Blang!Kameswara menemukan sebuah ruangan bawah tanah agak luas. Keadaannya remang-remang.Di tengah ruangan ini ada gundukan bantu besar bentuknya mirip seperti dulu dia menyelam ke dasar telaga.Cahaya remang-remang ini pasti berasal dari pedang pusaka itu. Kameswara segera mencari letaknya. Dulu tertancap pada sebuah batu, sekarang pasti sama.Setelah berkeliling satu kali akhirnya menemukan juga pusaka tersebut. Kedua mata Kameswara terbelalak."Mungkinkah ini pedang yang sama? Kalau begitu bisa jadi ada dua, karena di masa depan sudah aku ambil dan diserahkan kepada Ayu Citra, atau..."Kameswara ingat selama sering bertemu dengan Fan Xiang yang merupakan reinkarnasi dari Ayu Citra, gadis itu tidak pernah membicarakan tentang pedang ini."Atau bisa jadi pedangnya kembali ke sini!"Ketika tangan Kameswara menjulur hendak memegang pedang yang tertancap di batu tersebut, tiba-tiba ada serangan hawa gaib yang me
Manakala terbetik berita yang dibawa oleh pedagang dari Arab bahwa Ali bin Abi Thalib telah meninggal dibunuh oleh Abdurrahman bin Muljam, maka Rakean Sancang bergegas kembali ke Arab.Tempat pertahanan di Gunung Negara terpaksa ditinggalkannya. Di saat itulah dengan segera pasukan Tarumanagara dikerahkan untuk menghancurkan umat agama baru itu.Hampir separuh penganut agama baru itu meninggal dan sebagian lainnya dapat melarikan diri melalui jalan rahasia berupa gua kemudian keluar di bukit yang curam.Para penganut agama baru lalu menyebar ke mana-mana di wilayah Tatar Sunda."Dan sejak saat itu mereka menjalankan keyakinannya secara sembunyi-sembunyi?" tanya Padmasari."Benar, bisa jadi telah mengganti nama agar tidak ketahuan lagi," sahut Ki Santang."Kau mencurigai atau menemukan sesuatu yang berkaitan dengan hal itu?""Ada!""Wah, apa itu?""Ada sebuah ajaran yang namanya Sunda Wiwitan, ajarannya
Sepasang suami istri berbeda masa sudah dalam perjalanan mencari Pedang Bunga Emas. Pada malam hari apabila tidak mendapatkan penginapan, maka mereka bermalam di hutan atau kebun.Mereka membuat gubuk dadakan. Dengan kesaktian Kameswara tentu saja sangat mudah dan cepat membangun tempat istirahat sementara tersebut.Sebelum tidur Asmarini sempatkan untuk bersemedi mencari petunjuk keberadaan pusaka leluhurnya.Selama ini setelah berkali semedi sebelum perjalanan, dalam pikirannya selalu ingin pergi ke arah utara."Kalau ke utara, tempat apa saja yang akan kita temukan? Selain bukit Gajah Depa tempat aku menyegel Kala Cengkar. Bukit itu dekat ke perbatasan kerajaan Wanagiri,"Kameswara tampak menerawang. Meski berbeda waktu, tapi letak suatu tempat tetap sama.Tempat mereka berada sekarang sudah dekat ke wilayah yang suatu saat nanti menjadi kerajaan Talagamanggung."Di masa ini kerajaan itu belum berdiri, sedangkan Hutan
"Aku tidak menyangka ternyata orang-orang desa Linggapura menggunakan cara-cara memalukan!" teriak Genta."Jangan ngawur!" sentak Suryadana tidak bisa menahan diri. "Sebenarnya kau mau apa ke sini?"Genta bertolak pinggang, wajahnya menunjukkan keangkuhan dan congkak. Sambil menunjuk dia berseru."Aku akan buktikan bahwa warga desa yang katanya kumpulan para pendekar melakukan cara licik untuk memikat hati wanita. Dengan cara membunuhmu, maka guna-guna yang merasuki Sukesih akan hilang!"Genta melangkah ke alun-alun. Keributan kecil di balai desa ini memancing warga yang lain berdatangan untuk melihat apa yang terjadi."Aku tantang kau di kandang sendiri, Suryadana. Katanya kau adalah pemuda berbakat di desa ini, aku ingin tahu seberapa hebatnya dirimu!"Di tempat lain Kameswara dan Asmarini sudah menyaksikan kejadian itu.Sebelum melangkah memenuhi tantangan Genta, pemuda berbakat desa Linggapura menyuruh calon istrinya
Desa Linggapura tidak besar juga tidak kecil, penduduknya agak padat. Sususan pemukimannya tertata dengan rapi. Karena awalnya hanya sebuah padepokan kecil.Pada waktu itu, selain menerima murid baru dari luar, juga ada penambahan warga dari dalam padepokan sendiri. Yaitu anak-anak dari pernikahan antara murid laki-laki dengan perempuan.Desa padepokan ini berada di kaki gunung Lingga. Dulu padepokan utamanya berada di lereng gunung.Sekarang dijadikan tempat keramat yang tidak sembarangan orang bisa ke sana, walaupun warga desa sendiri."Lama-lama bisa jadi kerajaan," ujar Kameswara yang diajak jalan memutar. Tidak melalui jalan utama, tapi langsung menuju lereng."Memangnya ada yang seperti itu?""Ada, dulu Indraprahasta juga awalnya hanya pedukuhan kecil yang dibangun oleh resi Santanu,""Oh, ternyata begitu. Sayangnya sekarang sudah hancur!"Kameswara teringat ketika menyelamatkan keluarga Prabu Wiratara seb
Keesokan harinya perjalanan mencari Pedang Bunga Emas dimulai. Kameswara sudah mempunyai rencana kemana dia akan pergi, tapi tidak disampaikan ke istrinya."Kemana kita akan mulai?" tanya Kameswara."Ke utara!"Tepat. Arah yang hendak dituju Kameswara memang ke utara. Mudah-mudahan saja firasatnya benar."Jadi kita tidak membutuhkan para pendamping?""Hanya untuk keadaan darurat. Jangan terlalu mengandalkan mereka. Selagi masih bisa dikerjakan sendiri, jangan malas!""Baiklah!"Pada dasarnya Kameswara memiliki pemikiran yang sama dengan istri mungilnya ini. Hanya untuk hal yang sangat tidak mungkin baru dia meminta bantuan Padmasari.Seperti menyeberang ke negeri tempat tinggal Ayu Citra dalam waktu sekejap, tapi itu mungkin tidak akan dilakukan lagi.Satu kesamaan yang dimiliki Asmarini dengan Kameswara adalah tidak suka membawa banyak barang dalam perjalanan. Hanya seperlunya saja.Setelah se
Angin yang tadinya berhembus bagaikan badai berganti menjadi tiupan lembut dan sejuk. Semua mata kini memandang ke atas. Satu sosok melayang bagaikan turun dari langit. Bercahaya.Sosok yang memegang payung terbuka menaungi kepalanya dari terik mentari. Setelah semakin turun barulah terlihat sosok tersebut adalah seorang wanita yang kecantikannya bagai bidadari dari alam Tunjung Sampurna."Dewi Payung Terbang!"Beberapa orang berseru mengenali siapa yang datang itu. Semuanya terpana, takjub dengan cara-cara wanita yang dijuluki Dewi Payung Terbang ini muncul di hadapan semua orang.Wanita cantik berpayung mendarat di depan Kameswara. Mereka saling pandang dengan seulas senyum tipis."Kakang berhasil,""Ini berkat Nyai juga!"Aki Balangantrang dan Manarah tampak mendekat."Terima kasih, Ki Sanak telah menyelamatkan kerajaan dan juga ibu saya!" ucap Manarah.Sementara beberapa orang telah mengamankan Hari
Apa yang terjadi? Kita mundur dulu sejenak ceritanya.Setelah kematian suaminya, lalu dinikahi oleh Tamperan. Hidup Dewi Naganingrum tidak tenang. Dia merasa telah mengkhianati sang suami.Sedangkan Pangrenyep sepertinya malah senang. Naganingrum tidak tahu kalau di antara Pangrenyep dan Tamperan sudah ada skandal sejak suami masih hidup.Karena rasa tidak tenang inilah akhirnya Naganingrum memutuskan untuk tinggal di luar istana. Dia memilih bekas pertapaan Premana Dikusumah.Di sana dia membangun rumah sederhana. Manarah juga dirawat di sana. Baru ketika umur tujuh tahun, Manarah diperbolehkan pergi ke istana.Sampai besar Manarah sering bolak balik dari istana ke rumah ibunya.Lalu sekarang, tiba-tiba saja Dewi Naganingrum berada dalam cengkraman tangan seseorang yang berdiri di atas atap. Sosok yang mengenakan pakaian serba merah."Dewata Kala!" Aki Balangantrang terkejut. Lebih-lebih Manarah karena dia sangat menyay